Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan modern di kota-kota besar negara kita menuntut tersedianya
prasarana yang memadai. Salah satu di antaranya adalah gedung-gedung kantor
yang megah yang dilengkapi dengan sistem AC sentral. Gedung-gedung seperti
ini biasanya dibuat tertutup dan mempunyai sirkulasi udara sendiri. Gedung yang
baik dengan sarana yang memadai tentu menjadi tempat yang amat nyaman
untuk bekerja, dan karena itu dapat pula meningkatkan produktifitas kerja
karyawan. Tetapi, di pihak lain, kita perlu mengenal kemungkinan adanya
gangguan kesehatan pada gedung-gedung seperti itu yang pada akhirnya justru
akan menurunkan produktifitas kerja karyawannya yang bekerja di dalam
gedung-gedung itu. Para ahli di beberapa negara mulai banyak menulis tentang
adanya gedung-gedung pencakar langit yang "sakit", dan menimbulkan sindrom
gedung sakit.
Istilah sindrom gedung sakit (sick building syndrome) pertama-tama
diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia di awal tahun 1980an yang
lalu. Istilah ini kemudian digunakan secara luas dan kini telah tercatat berbagai
laporan tentang sindrom ini dari berbagai Negara Eropa, Amerika dan bahkan
dari negara tetangga kita Singapura.
Sindrom gedung sakit adalah kumpulan gejala akibat adanya gedung
yang "sakit", artinya terdapat gangguan pada sirkulasi udara di dalam gedung itu.
Adanya gangguan itulah yang menyebabkan gedung tersebut dikatakan "sakit",
sehingga timbul sindrom ini yang memang terjadi karena para penderitanya
menggunakan suatu gedung yang sedang "sakit".
Gejala-gejala yang timbul memang berhubungan dengan tidak sehatnya
udara di dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada sindrom ini antara lain dapat
berupa batuk-batuk kering, sakit kepala, iritasi di mata, hidung dan tenggorok,
kulit yang kering dan gatal, badan lemah dan lain-lain. Keluhan-keluhan
tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu. Keluhan-keluhan yang ada
biasanya tidak terlalu hebat, tetapi cukup terasa mengganggu dan yang penting
amat berpengaruh terhadap produktifitas kerja seseorang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pencemaran suara?
1.2.2 Apa yang menyebabkan pencemaran suara?
1.2.3 Apa saja dampak dari pencemaran suara?
1.2.4 Bagaimana menanggulangi dampak pencemaran suara?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, adapun tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui definisi pencemaran suara
1.3.2 Mengetahui sebab-sebab pencemaran suara
1.3.3 Mengetahui dampak dari pencemaran suara
1.3.4 Mengetahui cara menanggulangi dampak pencemaran suara

1.4 Manfaat
Hal yang diharapkan penulis untuk para pembaca adalah sebagai berikut.
1.4.1 Untuk Mahasiswa.
1. Memperdalam ilmu pengetahuan mahasiswa mengenai pencemaran
suara.
2. Dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran suara.
3. Kedepannya dapat mengedukasi orang lain mengenai bahaya
pencemaran suara.
4. Dapat menyadari betapa pentingnya menjaga lingkungan.
1.4.2 Masyarakat.
1. Lebih menyadari betapa bahayanya efek pencemaran suara pada
lingkungan.
2. Meningkatkan kesadaran tentang betapa pentingnya menjaga alam.
3. Memiliki kemampuan untuk mencegah pencemaran suara menjadi
lebih buruk.
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Sick Building Syndrome


Sick Building Syndrome adalah sekumpulan gejala yang dialami oleh
penghuni gedung atau bangunan dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi
udara, yang dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung
tersebut, tetapi tidak terdapat penyakit atau penyebab khusus yang dapat
diidentifikasi. Keluhan-keluhan dapat timbul dari penghuni gedung pada ruang
atau bagian tertentu dari gedung tersebut, meskipun ada kemungkinan
menyebar pada seluruh bagian gedung.
Istilah Sick Building Syndrome telah dipakai secara luas, yang mengacu
pada definisi “gedung sakit”, meskipun tidak jelas bagaimana mendiagnosa
gedung tersebut sehingga dikatakan sakit. Penggunaan istilah Sick Building
Syndrome apabila terdapat petunjuk-petunjuk utama bahwa gedung sebagai
penyebabnya, antara lain (a) adanya gejala-gejala ketika bekerja atau tinggal
di dalam gedung, (b) kejelasan berkurangnya gejala- gejala ketika
meninggalkan gedung atau bekerja di tempat lain untuk sementara, (c)
munculnya gejala-gejala ketika kembali ke gedung, serta (d) adanya gejala-
gejala yang dialami oleh banyak orang.
Istilah Sindroma Gedung Sakit pertama kali diperkenalkan oleh para ahli
dari Negara Skandinavia pada awal tahun 1980-an. Istilah ini kemudian dipakai
secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang terjadinya
Sindroma Gedung Sakit dari berbagai negara di Eropa, Amerika dan bahkan
dari negara Singapura.

2.2 Penyebab Sick Building Syndrome


Penyebab terjadinya Sick Building Syndrome berkaitan erat dengan
ventilasi udara ruangan yang kurang memadai karena kurangnya udara segar
masuk ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang kurang merata, serta
kurang baiknya perawatan sarana ventilasi. Dilain pihak, pencemaran udara dari
dalam gedung itu sendiri yang berasal dari misalnya asap rokok, pestisida,
bahan pembersih ruangan dan sebagainya.
Bahan pencemar udara yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa
gas CO, CO2, beberapa jenis bakteri, jamur, kotoran binatang, formaldehid dan
berbagai bahan organik lainnya yang dapat menimbulkan efek iritasi pada
selaput lendir dan kulit.
Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) sebenarnya
ditentukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu
sendiri. Ada gedung yang secara khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi
pertukaran udaranya dengan memakai peralatan ventilasi khusus, ada pula yang
dilakukan dengan mendayagunakan keadaan cuaca alamiah dengan mengatur
bagian gedung yang dapat dibuka. Kualitas udara dalam ruangan juga
dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang dapat mempengaruhi
kenyamanan dan kesehatan penghuninya. Dengan demikian kualitas udara
tidak bebas dalam ruangan sangat bervariasi. Apabila terdapat udara yang tidak
bebas dalam ruangan, maka bahan pencemar udara dalam konsentrasi yang
cukup memiliki kesempatan untuk memasuki tubuh penghuninya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan NIOSH (The National lnstitutefor
Occupational Safety and Health), suatu badan untuk kesehatan dan
keselamatan di Amerika Serikat menunjukkan enam sumber utama pencamaran
udara di dalam suatu gedung yaitu:
a) Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung (17%)
Pencemaran akibat mesin foto kopi, asap rokok, pestisida, bahan-
bahan pembersih ruangan dan lain-lain.
b) Pencemaran dari luar gedung (11 %)
Masuknya gas buang kendaraan bermotor yang lalu lalang, gas dari
cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, yang
kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang pemasukan
udara yang tidak tepat.
c) Pencemaran akibat bahan bangunan (3%)
Formaldehid, lem, asbes, fiber glass dan bahan-bahan lain yang
merupakan komponen bangunan pembentuk gedung tersebut.
d) Pencemaran mikroba (5%)
Bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat
ditemukan di saluran udara dan alat pendingin (AC) beserta seluruh
sistemnya.
e) Gangguan ventilasi (52%)
Kurangnya udara segar yang masuk, buruknya distribusi udara dan
kurangnya perawatan sistem ventilasi udara temyata punya peranan besar
dalam menentukan sehat tidaknya lingkungan udara di dalam suatu gedung.
f) Tak diketahui (12%)
Kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai udara yang
bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya
kesehatan penghuni. Temperatur dan kelembaban ruangan juga
mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuni. Baku mutu bahan
pencemar tertinggi yang diperkenankan dari beberapa bahan pencemar udara
ruangan telah dideskripsikan dalam American Society of Health,
Refrigerating, and Air Conditioning Engineers (ASHRAE) tahun 1989.
Sedangkan baku mutu tertinggi yang diperkenankan untuk kelompok
bahan pencemar spesifik dan pedoman kenyamanan dalam ruangan untuk
parameter fisik yang spesifik diuraikan dalam Guideline for Good Indoor
Air Quality.

Polusi udara dalam ruang adalah tingginya konsentrasi partikel polusi yang
mengudara (airborne contaminants), bau, dan penyebab alergi yang ditimbulkan
oleh penghuni/ pengguna gedung itu sendiri atau merupakan kontaminasi polusi
udara luar yang masuk ke dalam gedung. Polusi dalam ruang digolongkan
menjadi:
2.2.1 Polusi fisik
Yang termasuk ke dalam polusi fisik adalah:
a) Pendingin udara (kaitannya dengan suhu dan kelembaban ruang)
Secara umum, pengkondisian udara (air-conditioning) dilakukan dengan
mengkondisikan udara dari luar bisa dipanaskan (untuk heating mode seperti di
negeri-negeri dingin) atau didinginkan (untuk cooling mode seperti halnya di
Indonesia) sehingga udara yang disemburkan ke dalam ruangan mencapai kondisi
set-point (temperatur dan kelembaban) yang diinginkan.
Pendingin udara diklasifikasikan menjadi pendingin udara lokal dan
sentral. Pendingin udara lokal yaitu pendingin udara yang umum dipakai di rumah-
rumah, atau beberapa ruangan kantor (biasanya ruang pejabat struktural, namun
sekarang hampir seluruh ruang baik ruang staf maupun umum sudah dipasang
pendingin udara/AC), sedangkan pendingin udara sentral adalah pendingin udara
yang dikendalikan dari satu tempat tersendiri oleh operator khusus, biasanya hotel-
hotel, pusat perbelanjaan, dan gedung perkantoran berskala besar. Kedua pendingin
udara ini berpotensi dalam menyebarkan berbagai virus dan bakteri.
Idealnya, filter mesin AC dibersihkan dan dibubuhi disinfektan setidaknya
3-4 kali setahun. Jika tidak, AC menjadi lokasi ideal bagi perkembangbiakan
rombongan bakteri. Kawanan Chlamydia sp, Escherichia sp, dan Legionella sp,
akan bersarang dengan nyaman di sela filter AC yang berair dan lembab. Ketika
udara AC menyembur ke seluruh sudut ruangan, saat itu pula koloni kuman
menyusup ke saluran pernapasan, terhirup melalui mulut, hidung, atau masuk lewat
lubang kuping. Bagi orang sehat dengan stamina prima, masuknya kuman tak
mendatangkan masalah. Lain soal jika korban yang dijambangi kuman adalah
mereka yang daya tahan tubuhnya sedang buruk.
b) Debu di ruangan kerja
Debu merupakan partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan, baik
organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih, logam, arang batu, butir-
butir zat dan sebagainya, yang memiliki ukuran antara 0,1 – 2,5 mikron. Sumber
alamiah partikulat atmosfir adalah debu yang memasuki atmosfir karena terbawa
oleh angin.
Oleh karena itu, debu bisa terdapat di mana saja, misalnya untuk indoor,
penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan debu. Karena ukurannya
yang kecil, debu dapat terhirup dan tersangkut di dalam paru sehingga dapat
mengganggu akivitas pernafasan manusia.
c) Karpet yang tidak dirawat
Karpet merupakan salah satu bahan bangunan yang paling membahayakan
bagi kesehatan, dan apabila memungkinkan, maka disarankan pencegahan
penggunannya. Hal tersebut karena partikel debu yang dibawa oleh manusia dari
luar ruangan, pestisida yang disemprotkan ke ruangan, akan menempel pada karpet.
Selain itu ada juga kutu debu yang biasanya tinggal di antara sela-sela karpet,
mengkonsumsi partikel-partikel kulit mati yang diproduksi oleh manusia setiap
harinya. Sebagian iritasi pada Sick Building Syndrome disebabkan oleh alergen
yang terdapat pada karpet, seperti tungau atau kapang. Juga alas karpet serta perekat
yang digunakan untuk merekatkan karpet tersebut acap kali mengeluarkan
senyawa-senyawa organik yang mudah menguap. Sebagian besar orang pernah
merasakan bau kuat yang menyengat dari karpet yang baru dipasang.
Bila karpet tidak terawat, jarang dibersihkan dan dijemur, maka pertikel
debu, dan pencemar lain yang menempel di karpet akan ikut masuk ke dalam sistem
pernafasan manusia sehingga dapat mengganggu kesehatan.

2.3 Indikator Sick Building Syndrome


Indikator Sick Building Syndrome yaitu:
1. Penghuni gedung mengeluh sakit kepala, iritasi mata, hidung atau
tenggorokan, batuk kering, kulit kering atau gatal, pusing dan mual,
kesulitan dalam berkonsentrasi, kelelahan dan peka terhadap bau.
2. Penyebab dari gejala tidak diketahui.
3. Sebagian besar pengadu melaporkan lega segera setelah
meninggalkan gedung.
Sedangkan indikator sakit yang disebabkan oleh kondisi bangunan yaitu:
1. Penghuni gedung mengeluhkan gejala seperti batuk, dada sesak,
demam, menggigil dan nyeri otot.
2. Gejala-gejala dapat didefinisikan secara klinis dan telah
diidentifikasi penyebabnya secara jelas.
3. Penghuni gedung mungkin memerlukan waktu pemulihan yang
lama setelah meninggalkan gedung.

2.4 Gejala Sick Building Syndrome


Para penghuni gedung umunya mengalami gejala Sick Building
Syndrome yang bervariasi. Gejala-gejala yang timbul memang berhubungan
dengan tidak sehatnya udara di dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada
sindrom ini antara lain dapat berupa batuk-batuk kering, sakit kepala, iritasi di
mata, hidung dan tenggorokan, kulit yang kering dan gatal, badan lemah,
kelelahan, peka terhadap bau yang tidak sedap serta sulit untuk berkonsentrasi.
dan lain-lain. Keluhan-keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua
minggu.
Keluhan-keluhan tersebut biasanya tidak terlalu hebat, tetapi cukup terasa
mengganggu dan yang penting, amat berpengaruh terhadap produktifitas kerja
seseorang. Sick Building Syndrome baru dapat dipertimbangkan bila lebih dari 20%
atau bahkan sampai 50%, pengguna suatu gedung mempunyai keluhan-keluhan
seperti di atas. Kalau hanya dua atau tiga orang maka mereka mungkin sedang kena
flu biasa. Keluhan atau gejala dibagi Sick Building Syndrome dibagi dalam tujuh
kategori sebagai berikut:
1. Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair.
2. Iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin,
batuk kering.
3. Gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan
secara umum), seperti sakit kepala, lemah, capai, mudah tersinggung,
sulit berkonsentrasi.
4. Gangguan paru dan pernapasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas,
rasa berat di dada.
5. Gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal.
6. Gangguan saluran cerna, seperti diare.
7. Gangguan lain-lain, seperti gangguan perilaku, gangguan saluran kencing,
dll.
Seseorang dinyatakan menderita Sick Building Syndrome apabila memiliki
keluhan sejumlah kurang lebih 2/3 dari sekumpulan gejala lesu, hidung tersumbat,
kerongkongan kering, sakit kepala, mata gatal-gatal, mata pedih, mata kering,
pilek-pilek, mata tegang, pegal-pegal, sakit leher atau penggung, dalam kurun
waktu yang bersamaan.

2.5 Pencegahan Sick Building Syndrom


Keluhan yang timbul pada penderita biasanya dapat ditangani secara
simtomatis asal diikuti dengan upaya agar suasana lingkungan udara di gedung
tempat kerja menjadi Iebih sehat. Yang perlu mendapat perhatian utama tentu
bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari suatu gedung
menjadi penyebab sindrom gedung sakit ini.
Ternyata upaya pencegahannya cukup luas, menyangkut bagaimana
gedung itu dibangun, bagaimana desain ruangan, bahan-bahan yang digunakan
di dalam gedung, perawatan alat-alat dan lain-lain.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Umumnya penderita Sindrom Gedung Sakit akan sembuh apabila keluar
dari dalam gedung tersebut, gejala-gejala penyakitnya dapat
disembuhkan dengan obat-obat simtomatis (obat-obat penghilang gejala
penyakit).
2. Upaya agar udara luar yang segar dapat masuk ke dalam gedung secara
baik dan terdistribusi secara merata ke semua bagian di dalam suatu
gedung. Dalam hal ini perlu diperhatikan agar lubang tempat masuknya
udara luar tidak berdekatan dengan sumber- sumber pencemar di luar
gedung agar bahan pencemar tidak terhisap masuk ke dalam gedung.
Ventilasi dan sirkulasinya udara dalam gedung diatur sedemikian rupa
agar semua orang yang bekerja merasa segar, nyaman dan sehat, jumlah
supply udara segar sesuai dengan kebutuhan jumlah orang didalam
ruangan, demikian pula harus diperhatikan jumlah supply udara segar
yang cukup apabila ada penambahan-penambahan karyawan baru dalam
jumlah yang signifikan.
3. Perlu pula diperhatikan pemilihan bahan-bahan bangunan dan bahan
pembersih ruangan yang tidak akan mencemari lingkungan udara di
dalam gedung dan lebih ramah lingkungan (green washing, non toxic,
natural, ecological friendly)..
4. Penambahan batas-batas ruangan dan penambahan jumlah orang yang
bekerja dalam satu ruangan hendaknya dilakukan setelah
memperhitungkan agar setiap bagian ruangan dan setiap individu
mendapat ventilasi udara yang memadai.
5. Jangan asal membuat sekat ruangan saja, dan jangan terus menerus
menambah jumlah orang untuk bekerja dalam satu ruangan sehingga
menjadi penuh sesak.
6. Alat-alat kantor yang mengakibatkan pencemaran udara, seperti mesin
fotocopy, diletakkan dalam ruangan terpisah.
7. Renovasi kantor dengan menggunakan bahan-bahan bangunan baru, cat
baru, lem baru, agar dipasang exhaust fan yang memadai agar
pencemaran dari volatile organic compounds (VOCs), terutama uap
benzene dan formaldehyde yang berasal dari bahan-bahan bangunan
baru dapat segera dibuang.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Sick Building Syndrome adalah sekumpulan gejala yang dialami oleh
penghuni gedung atau bangunan dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi
udara, yang dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung
tersebut, tetapi tidak terdapat penyakit atau penyebab khusus yang dapat
diidentifikasi.
Penyebab terjadinya Sick Building Syndrome berkaitan erat dengan
ventilasi udara ruangan yang kurang memadai karena kurangnya udara segar
masuk ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang kurang merata, serta
kurang baiknya perawatan sarana ventilasi (indoor air quality).
Seseorang dinyatakan menderita Sick Building Syndrome apabila
memiliki keluhan sejumlah kurang lebih 2/3 dari sekumpulan gejala lesu, hidung
tersumbat, kerongkongan kering, sakit kepala, mata gatal-gatal, mata pedih, mata
kering, pilek-pilek, mata tegang, pegal- pegal, sakit leher atau penggung, dalam
kurun waktu yang bersamaan.
Keluhan umumnya dapat ditangani secara simtomatis yang seyogyanya
diikuti dengan upaya penyehatan lingkungan di dalam gedung. Faktor
pencegahan mempunyai peran yang amat penting. Secara umum cara
pencegahan pada dasarnya berupa turut sertanya perhitungan di bidang
kesehatan dalam membangun, menata dan merawat suatu gedung. Gedung-
gedung bertingkat dengan sistim AC sentral sudah mulai menjamur di kota-kota
besar negara kita dan masalah sindrom gedung sakit ini cepat atau lambat akan
kita hadapi dalam praktek sehari-hari.
3.2 Saran
Kantor atau perusahaan harus mengupayakan agar udara dalam gedung
tempat karyawan bekerja ventilasi dan sirkulasinya diatur sedemikian rupa
agar semua orang yang bekerja merasa segar, nyaman dan sehat, jumlah supply
udara segar sesuai dengan kebutuhan jumlah orang didalam ruangan.
Meletakkan alat-alat kantor yang dapat mengakibatkan pencemaran
udara dalam ruangan terpisah, misalnya mesin fotocopy. Pemeliharaan lingkungan
kerja dengan baik, jangan menyalakan AC terus menerus, sesekali AC
dimatikan

Anda mungkin juga menyukai