JurnalIlmiah
IlmiahPermas:
Permas:Jurnal
JurnalIlmiah
IlmiahSTIKES
STIKESKendal
KendalVolume
Volume66No
No1,
1,Hal
Hal 28
28--36,
36 April
, April2016
2016
Sekolah
SekolahTinggi
TinggiIlmu
IlmuKesehatan
KesehatanKendal
Kendal
ISSN : Print 2089-0834
Email: khabib.ners@yahoo.com
ABSTRAK
Pendahuluan: Peneumonia menjadi masalah utama di indonesia. Angka kematian akibat
infeksi pernapasan akut masih tinggi. Inefektif bersihan jalan napas merupakan masalah
keperawatan yang muncul. Tindakan membebaskan jalan napas dari sumbatan adalah dengan
tindakan inhalasi. Metode: Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan caring perawat
dengan keberhasilan inhalasi pada balita. Desain penelitian menggunakan descriptive
correlation dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan 142 sampel. Hasil: Hasil
penelitian menunjukkan ada hubungan antara caring perawat dengan keberhasilan proses
inhalasi pada anak balita (p=0,000). Diskusi: Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya untuk
melihat jenis alat inhalasi yang digunakan dengan keberhasilan inhalasi.
ABSTRACT
Introduction: Pneumonia is still major problem in Indonesia. Death rates from acute
respiratory infections are still high.inefektif airway clearance is an emerging nursing problem.
treatment to clear the airway is with inhalation. Methods: The aim in this study to know
relation nursing caring with succes inhaltion procces in childhood. The design use descriptive
correlation with cross sectional approach wirh 142 sample. Results: The results showed there
was a relationship between caring nurses with successful inhalation process in childhood (p =
0.000). Discussion: Recommendations for future research to see the type of inhalation tool used
with inhalation success.
28
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 6 No 1, Hal 28 - 36, April 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
paru-paru yang disebabkan oleh asap dari penurunan angka kejadian pneumonia, akan
bahan kimia seperti semprotan serangga, tetapi masih harus ada upaya untuk
pembersih kolam renang, bensin, atau zat menurunkan lebih banyak angka kejadian
lain (Misnadiarly, 2008). pneumonia. Angka kejadian pneumonia
tertinggi di Jawa Tengah berada di
Pneumonia merupakan penyebab kematian Kabupaten Kebumen yaitu sebesar 90,03
terbesar di dunia, setiap tahun sebanyak 1,8 %. Jumlah penderita pneumonia balita di
juta anak meninggal karena pneumonia, Kota Semarang pada tahun 2012 adalah
insiden kematian akibat penumonia pada 4.649 kasus dan terbanyak diderita oleh
anak terdapat di negara berkembang yaitu anak usia 1-4 tahun sebesar 3.394 atau
sebesar 98%(WHO, 2009). Kejadian sebanyak 73% dari total kasus yang terjadi.
pneumonia di Indonesia pada tahun 2008 Studi pendahuluan yang dilakukan RSU
sebesar 49,45%, dan pada tahun 2009 Kota Semarang pada tahun 2012
mencapai 49,23% sedangkan pada tahun menemukan 316 kasus infeksi pernapasan
2010 mengalami penurunan menjadi akut pneumonia yang menjalani rawat inap
39,38% dari seluruh jumlah balita di dan pada tahun 2013 meningkat menjadi
Indonesia, meskipun terjadi penurunan 383 kasus atau meningkat sebanyak 67
angka kejadian pneumonia akan tetapi kasus atau meningkat 21,1% (Dinas
angka tersebut masih berada dalam kisaran Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2012).
yang cukup tinggi sehingga harus
mendapatkan solusi untuk lebih menekan Masalah keperawatan yang ditemukan pada
angka kejadian pneumonia(Kemenkes RI, anak pneumonia antara lain tidak efektifnya
2012). bersihan jalan napas, pola napas tidak
efektif, gangguan pertukaran gas, defisit
Angka kematian balita (AKABA) pada volume cairan, nyeri akut dan cemas pada
tahun 2012 mencapai 40/1000 kelahiran orang tua. Priortas masalah yang diatasi
hidup,angka tersebut masih berada diatas adalah dengan menjamin kebersihan jalan
target nasional yaitu 32/1000 kelahiran napas pasien, hal ini dikarenakan salah satu
hidup . Hasil Survei Demografi Kesehatan dampak pneumonia pada jalan napas adalah
Indonesia (SDKI) tahun 2012 terdapat 27 terjadinya gangguan atau sumbatan jalan
propinsi dari 34 propinsi di Indonesia yang napas akibat produksi sekret akibat adanya
memiliki AKABA tinggi (Kemenkes RI infeksi.
2012). Prevalensi kejadian pneumonia
tertinggi berada di propinsi Nusa Tenggara Implementasi yang dilakukan untuk
Timur sebesar 10,3% dan insiden mengatasi masalah keperawatan tidak
pneumonia pada balita paling banyak efektifnya bersihan jalan napas antara lain
ditemukan di propinsi Nusa Tenggara membersihkan jalan napas dari sumbatan
Timur sebesar 38,8%. Prevalensi sekret serta melakukan kolaborasi
pneumonia di Indonesia pada tahun 2007 pemberian oksigen sesuai indikasi. Salah
sebesar 2,1, angka ini mengalami satu tindakan untuk membersihkan sekret
peningkatan yaitu 2,7 pada tahun 2012 adalah dengan batuk efektif, fisioterapi
(Kemenkes, 2013). Peningkatan terjadi dada dan terapi inhalasi (James, Nelson, &
diperngaruhi oleh beberapa faktor, baik Ashwill, 2013). Tindakaan tersebut sesuai
faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. dengan panduan yang dikeluarkan oleh
badan kesehatan dunia.Salah satu usaha
Kejadian infeksi pernapasan akut yang dilakukan untuk dapat membantu
pneumonia di Propinsi Jawa Tengah masih memberikan oksigen yang adekuat pada
berada diangka yang cukup tinggi, pada pasien pneumonia adalah dengan
tahun 2011 kejadian pneumonia sebanyak memberikan terapi inhalasi yaitu dengan
25,5% dan pada tahun 2012 mengalami cara melebarkan jalan napas sehingga
penurunan menjadi 24,74%, dilihat dari oksigen bisa masuk dalam organ paru-paru.
data tersebut pada tahun 2012 terjadi Inhalasi yang paling efektif digunakan pada
29
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 6 No 1, Hal 28 - 36, April 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
pasien anak adalah menggunakan nebuliser. Fenomena yang terjadi di rumah adalah
Terapi inhalasi akan membantu melebarkan terapi nebuliser pada anak tidak terlaksana
dan membersihkan jalan napas sehingga sesuai dengan tujuan, terapi seperti obat
oksigen dapat masuk ke organ pernapasan tidak habis dan waktu pemberian yang
(IDAI, 2009). panjang. Hasil studi pendahuluan pada10
pasien yang mendapat terapi nebuliser 8
Tatalaksana penyakit pneumonia pada anak pasien ketika menjalani terapi inhalasi
yang disusun oleh badan kesehatan dunia nebuliser menangis dan memberontak.
tertuang dalam the global action plann for Hambatan yang ditemukan karena anak
the prevention and control of pneumonia merasa tidak nyaman dan menangis ketika
(GAPP)dilakukan melalui tindakan mendapatkan terapi nebuliser, sehingga
preventif, perlindungan dan pengobatan. mngganggu proses pemberian terapi
Implementasi tatalaksana pneumonia pada nebulizer.
anak dengan pengobatan di Indonesia yaitu
dengan menggunakan panduan manajemen METODE
terpadu balita sakit (MTBS), pengobatan Penelitian ini merupakan penelitian
yang diberikan adalah pemberian antibiotik deskriptif analitik menggunakan
dan pemberian oksigen sesuai indikasi pendekatana cross sectional,yaitu ancangan
(WHO, 2008). penelitian yang pengukuran atau
pengamatanya dilakukan secara simultan
Kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi
pada satu saat atau sekali waktu. Populasi
akan memperlambat proses penyembuhan
dalam penelitan ini adalah orang anakbalita
pada pneumonia. Pemberian terapi
dengan pneumonia yang mendapat terapi
nebuliser pada anak merupakan salah satu
inhalasi nebuliser dan sedang menjalani
upaya untuk membebaskan jalan napas
perawatan di rumah sakit umum di kota
sehingga mampu meningkatkan oksigen
Semarang yang sesuai dengan inklusi yang
yang masuk ke dalam tubuh. Penelitian
telah ditetapkan. Sampel pada penelitian ini
yang dilakukan di Papua Nugini oleh Duke,
adalah orang tua pasien balita pneumonia
et all (2008), menunjukkan bahwa
yang mendapat inhalasi nebuliser sebanyak
penderita pneumonia yang mendapatkan
114.Kriteria inklusi dalam penelitian ini
terapi oksigen adekuat akan mampu
dalah (1) pasien balita dengan pneumonia
mencegah kematian sebesar 35 persen
usia 1-59 bulan yang menjalani rawat inap
dibandingkan dengan pasien pneumonia
di rumah sakit umum di kota Semarang,
yang tidak mendapat oksigen adekuat.
(2)mendapatkan terapi inhalasi nebuliser,
Penelitian yang dilakukan Geller (2005), (3) bersedia menjadi responden. Instrumen
tentang perbandingan penggunaan berbagai untuk pengumpulan data yang digunakan
jenis inhalasi yaitu inhalsi nebuliser, untuk mengumpulkan data pada penelitian
metered dose inhaler (MDI), dan dry ini adalah kuesioner dan lembar observasi.
powder inhaler (DPI) pada penyakit sistem Kuesioner A berisi data demografi,
pernapasan akut dan kronik pada anak-anak karakteristik (usia, jenis kelamin).
menunjukkan hasil bahwa pada kondisi
Kuesioner B berisi observasi selama
gawat darurat penggunaan inhlasi nebuliser
pemberian inhalasi nebuliser.Kuesioner C
dianggap lebih baik dalam mengirimkan
berisi tentang caring perawat yang
aerosol dan memiliki keuntungan lebih
dikembangkan dari konsep karatif Jean
lama dibandingkan dibandingkan dengan
Watson. Pengukuran keberhasilan proses
alat yang lain, semakin baik pengiriman
pemberian inhalasi berdasar 3 kategori
aerosol kedalam sitem pernapasan maka
yaitu durasi pemberian, jeda selama
akan semakin efektif obat masuk kedalam
pemberian dan kerjasama pasien. Durasi
sistem pernapasan sehingga dapat
pemberian yaitu waktu dimulainya
melebarkan jalan napas.
pemberian inhalasi sampai obat nebuliser
30
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 6 No 1, Hal 28 - 36, April 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
habis diukur dengan menggunakan alat sekali saja. Jika hasil perhitungan
stopwatch yang telah dikalibrasi. Jeda mendekati nilai 1 maka dianggap reliabel.
selama pemberian adalah berhentinya Untuk menentukan reliabilitas terhadap
pemberian inhalasi nebuliser selama butir-butir pernyataan variabel dilakukan
pemberian terapi baik yang berupa alasan pengujian dengan Cronbach’s Alpha Hasil
teknis seperti anak mencabut selang uji reliabilitas varibel dukungan keluarga
inhalasi dan anak memberontak yang didapatkan nilai alpha0.935 dan caring
dihitung berdasarkan atas jeda yang terjadi. perawat 0.936 sehingga dinyatakan reliabel.
Sedangkan kerjasama pasien adalah kondisi Pelaksanaan penelitian melibatkan asisten
respon anak selama proses pemberian peneliti yang diambil dari ruangan di
inhalasi dilihat berdasarkan kondisi anak masing-masing Rumah sakit. Penelitian
yang tetap tenang dan tidak meronta-ronta dilakuakan di RSU Kota Semarang, RSU
DR Adhyatma MPH Semarang. Analisis
Uji validitas instrumen menggunakan uji pada variabel-variabel di dalam penelitian
korelasi Pearson Product Moment dengan ini dilakukan secara univariat ,dan
membandingkan nilai r tabel dengan r bivariate. Analisis univariat digunakan
hitung, dimana instrumen dianggap valid untuk mendeskripsikan hasil penelitian dari
jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r masing-masing variabel yang
tabel(Notoadmodjo, 2010). Hasil uji diteliti.Analisis bivariat digunakan untuk
validitas Sedangkan dari 25 pernyataan mengetahui hubungan antara variabel
tentang caring perawat didapatkan hasil r terikat dan variabel bebas.caring perawat
hitung antara 0,539-0,828 dengan r tabel menggunakan uji Chi Square karena skala
0,0444. Dari 25 pernyataan terdapat 10 data yang digunakan adalah kategori.
pernyataan yang tidak valid sehingga item
yang dinyatakan valid sebanyak 15 item. HASIL
Adapun distribusi responden berdasarkan
Pada penilitian ini dilakukan uji internal
usia dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
consistency yaitu mengujikan instrumen
Tabel 1.
Distribusi Responden berdasar Usia (n=114)
Variabel Mean SD Min-max 95% CI
Usia 15,33 11,37 2-56 13,22-17,44
Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata Adapun distribusi variabel independen
usia responden adalah 15,33bulan (95% CI: responden dapat dilihat pada tabel 2
13,22-17,44). berikut.
Tabel 2.
Frekuensi Distribusi variabel independen
Variabel Frekuensi Persentase
Jenis kelamin
Laki-laki 69 60,5
Perempuan 45 39,5
Caring perawat
Kurang baik 41 36,0
Baik 73 64,0
Proses inhalasi nebuliser
Efektif 81 71,1
Tidak efektif 33 28,9
Dari tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa laki-laki adalah 60,5%, sedangkan yang
jumlah responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 39,5%. Pada variabel
31
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 6 No 1, Hal 28 - 36, April 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Tabel 3.
Tabulasi Silang antara Caring Perawat dengan Proses pemberian Inhalasi (n=1144)
Variabel Proses pemberian inhalasi
P
(Caring perawat) Efektif Tidak efektif
n % n %
Kurang baik 20 48,8 21 51,2
Baik 61 83,3 12 16,4 0,000
Responden baik dengan jenis kelamin laki- laki (60,5%) Anatomi sistem pernapasan
laki maupun perempuan proses inhalasi pada anak perempuan dan laki-laki berbeda,
berjalan efektif yaitu 69,6%dan 73,3%. pada laki-laki anatomi pernapasan lebih
Sedangkan pada proses terapi inhalasi sempit dibandingkan perempuan sehingga
nebuliser yang tidak efektif pada laki-laki partikel obat akan lebih sulit masuk
sebesar 30,4% dan perempuan 26,7%. kedalam saluran pernapasan, disamping itu
Responden yang caring perawatnya buruk keberhasilan pengobatan terhadap
sebagian besar proses inhalasi nebuliser pneumonia dipengaruhi oleh perbedaan
tidak efektif (51,2%) dan pada responden daya tahan tubuh antara laki-laki dan
yang caring perawatnya baik sebagian perempuan (Suryatamingkamto, 2004).
besar proses inhalasi nebuliser (83,6%).
Hasil uji statistik mendapatkan p value Hubungan antara caring perawat dengan
0,000 dan nilai ini lebih kecil dari nilai alfa keberhasilan proses pemberian inhalasi
(0,05). nebuliser.
Salah satu dampak akibat keberhasilan
PEMBAHASAN proses pemberian terapi inhalasi nebuliser
Rata-rata usia anak yang mendapatkan akan menghasilkan konservasi energi. Hal
terapi inhalasi nebuliser adalah 15,33 bulan. ini dikarenakan ketika anak tenang dan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim kooperatif selama mendapatkan inhalasi
(2012), mendapatkan bahwa semakin nebuliser maka anak tidak akan kehilangan
bertambahnya usia maka kemampuan anak banyak energi karena meronta-ronta dan
untuk bernapas akan semakin baik, pada menangsi. Anak yag selama pemberian
pemberian obat melalui inhalasi anak yang terapi meronta maka setelah terapi anak akan
lebih besar pengiriman aerosol akan lebih merasa kelelahan. Selain itu, pemberian
efektif dibandingkan dengan usia yang inhalasi nebuliser yang efektif akan
lebih muda. Oleh karena itu semakin membantu membersihkan jalan napas
bertambahnya usia maka pemberian terapi sehingga anak tidak mengalamisesak napas
inhalasi akan lebih efektif dan obat akan dan kebutuhan oksigen anak akan terpenuhi.
dapat masuk ke saluran pernapasan dan
Perkembangan balita dapat dipantau dan
tidak terbuang.Pada usia balita anak melihat
dinilai kualitas tumbuh kembangnya
sesuatu yang menyebabkan
melalui pencapaian kemampuan
ketidaknyamanan adalah ancaman yang
psikomotor, sosialisasi dan kognitif.
dapat menimbulkan cidera, sehingga akan
Kemampuan balita melakukan sosialisasi,
menolak pengobatan atau tindakan yang
berinteraksi dengan lingkungan dan
akan dilakukan (Devadason & Souef,
kemampuan mandiri dalam memenuhi
2002).
kebutuhan. Dengan demikian, perawat
Jenis kelamin responden pada penelitian ini dapat berperawan sebagai pencipta
paling banyak adalah berjenis kelamin laki- lingkungan yang nyaman, mampu berperan
32
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 6 No 1, Hal 28 - 36, April 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
33
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 6 No 1, Hal 28 - 36, April 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Betz, L., &Sowden, L.A., (2009). Buku phisicians, nurse, pharmacist, and
saku keperawatan pediatrik (alih other health care professional. USA:
bahasa: Eni Meyliya; editor: Egy American assosiation for respiratory
Komara Yudha). Jakarta: EGC.
Esposito,S., Brivio, A., Tagliabue, C.,
Dahlan, M.S., (2009). Besar sampel dan Galeone, C.,Tagliaferri, C.,Serra, D.,
cara pengambilan sampel: Dalam Esposito,S., Brivio, A., Tagliabue, C.,
penelitian kedokteran dan kesehatan. Galeone, C.,Tagliaferri, C.,Serra, D.,
Jakarta: Salemba Medika. et al. (2008). Knowledge of oxygen
administration, Aerosol medicine,
Davey, P.(2005). At a glance medicine. and Chest physiotherapy among
Jakarta: EGC. pediatric healthcare workers in Italy.
journal of aerosol medicine and pulmonary
Departemen Kesehatan RI. (2006). drug delivery. 24 (3). : 149–156. DOI:
Pedoman pelaksanaan stimulasi, 10.1089/jamp.2010.0850.
deteksi dan intervensi dini tumbuh
kembang anak ditingkat pelayanan Geller, D.E. (2005). Comparing Clinical
kesehatan dasar. Jakarta: Depkes RI. features of the nebulizer, metered
dose inhaler, and dry powder
Devadason, & Souef, L. (2002). Age- inhaler.Respiratory Care.10(50).
associated factors influencing the
efficacy of various forms of aerosol Hariadi, S., Winariani & Wibisono, M.J.
therapy. Journal of Aerosol (2010). Buku ajar penyakit paru.
Medicine. (15): 343–345. Surabaya: Departemen ilmu penyakit
paru FK UNAIR RS Dr. Soetomo
Dharma, K.K. (2011). Metodologi Surabaya.
penelitian keperawatan: Panduan
melaksanakan dan menerapkan hasil Ikatan Dokter Anak Indonesia, (2012).
penelitian. Jakarta: Trans Info Media. Buku ajar respirologi anak edisi
pertama. Jakarta : Badan penerbit
Dinas kesehatan kota Semarang (2012). IDAI.
Profil kesehatan kota Semarang
2012. Semarang: Dinas kesehatan James, S.R., Nelson, K.A., & Ashwill, J.
kota Semarang. (2013). Nursing care of children:
Principle and practice. Missouri:
Direkwatanachai, et al. (2011). Comparison ELSEVIERE
of salbutamol efficacy in children via
the metered-dose inhaler (MDI) with Kementrian Kesehatan RI. (2012). Profil
Volumatic spacer and via the dry kesehatan Indonesia tahun 2013.
powder inhaler, Easyhaler, with the Jakarta: Kementrian Kesehatan
nebulizer in mild to moderate asthma Republik Indonesia
exacerbation: a multicenter,
randomized study. Journal Medicine. Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset
29:25-33. kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun
2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Doenges, M.E, (1999). Rencana asuhan Republik Indonesia.
keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian Mansjoer, A. (2001). Kapita selekta
perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.
EGC
Misnadiarly, (2008). Penyakit infeksi
Elliot, D., & Dunne, P. (2011). Guide to saluran napas pneumonia pada anak,
aerosol delivery device: For orang dewasa, usia lanjut,
34
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 6 No 1, Hal 28 - 36, April 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Mulyana, A., Nugraha, P., &Adi,S. (2006). Sukmawati, A. & Sukmawati, D., (2010).
Faktor-faktor ibu balita yang Hubungan status gizi, berat badan
berhubungan dengan kepatuhan lahir, imunisasi dengan kejadian ISPA
Follow up penderita pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas
balitadi puskesmas Cisaga Ciamis Tunikamaseang Kecamatan Bontoa
Jawa Barat. Jurnal Promosi Kabupaten Maros.Media Gizi Pangan.
Kesehatan Indonesia.2. 10 (2).
35
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 6 No 1, Hal 28 - 36, April 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
36