Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH


INDUSTRI

LUMPUR AKTIF

Dosen Pembimbing : Ir. Endang Kusumawati, MT.

Kelompok/Kelas : VII / 3A-TKPB

Nama : 1. Rhandalia Fanny G. NIM : 151424025

2. Rozan Nugraha NIM : 151424026

3. Salma Liska NIM : 151424027

4. Shabrina Ghassani NIM : 151424028

Tanggal Praktikum: 28 Februari 2018

Tanggal Pengumpulan Laporan: 7 Maret 2018

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG TAHUN 2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh manusia, hewan, dan
tumbuhan. Limbah cair merupakan unsur pencemaran yang sangat potensial bagia lingkungan
air. Unsur tersebut dapat membahayakan baik terhadap mausia maupun biota air. Oleh karena
itu, pengolahan limbah cair menjadi semakin penting artinya sebagai bagian dari upaya
manusia untuk mengamankan sumber-sumber air yang sangat dibutuhkan mengingat air
tersebut sangat terbaas (Milasari, 2010)

Metode penolahan air limbah dengan menggunakan sistem lumpur aktif konvensional
merupakan metode yang banyak digunakan dalam pengolahan air limbah industri. Alasan yang
mendasari hal tersebut adalah efisiensi pengolahan cukup tinggi (penyisihan BOD sekitar
85%), desain reaktor sederhana, dan rentang dari jenis limbah cair yang dapat diolah cukup
luas

1.2 Tujuan Praktikum

Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa mampu :

1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif dan konsentrasi
kandungan organik setelah percobaan berlangsung selama lima hari

2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili
kandungan mikroorganisme dalam lumpur aktif

3. Menentukan konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah dalam


lumpur aktif

4. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan bahan
organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam lumpur aktif
terhdap kandungan bahan organik mula-mula
BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Dasar Teori

Limbah cair merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan. Sebelum dibuang ke
lingkungan, limbah cair harus diolah untuk melindungi keselamatan masyarakat dan kualitas
lingkungan. Tujuan dasar pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar
padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk penyisihan unsur hara (nutrien)
berupa nitrogen dan fosfor (Departemen Perindustrian, 2007).

1. Sistem Lumpur Aktif

Pada dasarnya sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses utama, yaitu bioreaktor
(tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur aktif, limbah cair dan biomassa
dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor dan diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga
berfungsi sebagai sarana pengadukan suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam limbah cair
kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi, dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah.
Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor dan air yang telah terolah
dibuang ke lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor konstan (MLSS = 3 - 5 gfL),
sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut sebagai excess sludge. Skema proses dasar
sistem lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Lumpur Aktif (Sumber: Departemen Perindustrian, 2007)

Pada semua sistem lumpur aktif, pengadukan memegang peranan yang penting dalam
menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan organik, oksigen, dan mencegah
pengendapan lumpur aktif. Penyisihan bahan organik pada sistem ini bisa mencapai 85 – 95%
(Gonzales, 1996). Menurut (Metcalf dan Eddy, 1991), dalam bioreaktor, mikroorganisme
mendegradasi bahan-bahan organik dengan persamaan stoikiometri pada reaksi di bawah ini:

a. Proses Oksidasi dan Sintesis:

b. Proses Respirasi Endogenus:

Meski memiliki presentase keberhasilan yang tinggi, pengolahan menggunakan lumpur


aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor krusial yang jika tidak diperhatikan akan mengakibatkan
kegagalan. Berdasarkan berbagai penelitian telah banyak dilakukan, dapat diketahui bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi optimalnya sistem lumpur aktif antara lain kelarutan oksigen (DO),
rasio Food/Microorganism (rasio F/M), serta interaksi kandungan mineral dan lumpur dalam
pengendapan lumpur (Argaman, 1981; Casey dkk., 1992; Piirtola dkk., 1999). Pohan (2008)
menambahkan, proses ini juga sangat peka terhadap faktor suhu, pH, dan zat-zat inhibitor terutama
zat-zat beracun.

Kelebihan dari sistem lumpur aktif adalah dapat diterapkan untuk hampir semua jenis
limbah cair, baik untuk oksidasi karbon, nitrifikasi, denitrifikasi, maupun eliminasi fosfor secara
biologis. Kendala yang mungkin dihadapi oleh dalam pengolahan limbah cair dengan sistem ini
kemungkinan adalah besarnya biaya investasi maupun biaya operasi karena sistem ini memerlukan
peralatan mekanis seperti pompa dan blower. Biaya operasi umumnya berkaitan dengan
pemakaian energi listrik.

Pertumbuhan Lumpur yang baik sangat dipengaruhi oleh banyak factor, mencakup factor fisika,
kimia dan biologi. Pengaruh dari lingkungan terhadap aktivitas mikroorganisme / bakteri ini
menjadi pertimbangan penting karena :

1. Kultur Lumpur aktif harus tetap dijaga pada kondisi aktivitas yang optimum
2. Faktor lingkungan penting untuk menilai kinerja dari proses Lumpur aktif dalam mengolah
limbah organik
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses

Terdapat berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam aplikasi lumpur aktif dalam
pengolahan air limbah diantaranya :

 Kualitas air limbah yang akan dioleh meliputi : derajat keasaman (pH), temperatur,
konsentrasi bahan organic yang dinyatakan dalam besaran chemical oxygen demand
(COD) dan biological oxygen demand (BOD), dan konsentrasi logam berat.
 Laju alir air limbah, laju alir air limbah berpengaruh terhadap waktu tinggal (waktu proses)
didalam tangki aerasi, semakin besar laju alir, waktu tinggal semakin kecil dan ini akan
berdampak pada hasil pengolahan air limbah
 Konsentrasi mikroorganisme didalam tangki aerasi, konsentrasi mikroorganisme
berpengaruh terhadap hasil pengolahan air limbah, jika konsentrasi mikroorganisme terlalu
kecil maka hasil pengolahan tidak maksimal, dan jika terlalu besar mikroorganisme bekerja
tidak maksimal dan hasil pengolahan juga tidak maksimal. Pada umum dipergunakan
perbandingan antara jumlah makanan (F) sebagai nutrient terhadap jumlah
mikroorganisme yaitu (F/M) ratio yang besarnya berkisar 0,8 – 1,0. Artinya jika COD air
limbah sebesar 5000 mg/L, maka konsentrasi mikroorganisme dalam tangki aerasi kurang
lebih 5000 mg/L
 Injeksi udara, besarnya udara yang diinjeksikan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen
dalam tangki aerasi, kelarutan oksigen berpengaruh terhadap hasil pengolahan air limbah.
Jika oksigen terlarut sangat kecil, maka hasil pengolahan tidak maksimal. Kelarutan
oksigen dalam air limbah diharapkan maksimal sehingga hasil pengolahan air limbah
maksimal. Berdasarkan data kelarutan oksigen yang baik sekitar 2 mg/L.
 Distribusi Udara, Injeksi udara kedalam air limbah dimaksudkan untuk membantu
kebutuhan oksigen mikroorganisme dan proses oksidasi. Distribusi udara yang tidak
merata dapat mempengaruhi hasil pengolahan air limbah, diharapkan udara terdistribusi
secara merata agar hasil pengolahan air limbah maksimal. Kekurangan oksigen berdampak
pada kehidupan mikroorganisme, warna mikroorganime menjadi pucat dan sulit untuk
mengendap dan dapat mengganggu proses pengendapan pada clarifier.
 Laju alir (recycle) mikroorganisme, besarnya laju alir recycle mikroorganimse
berpengaruh terhadap waktu tinggal dan konsentrasi mikroorganisme pada tangki aerasi.
Laju alir recycle harus dilakukan pengendalian agar konsentrasi mikroorganisme pada
tangki aerasi tidak berlebih maupun berkurang dan waktu tinggal terpenuhi sehingga hasil
pengolahan air limbah maksimal.
 Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MVLSS) merupakan material organik yang
terkandung dalam MLSS, tanpa mikroba hidup, mikroba mati, serta hancuran sel.
MVLSS diukur dengan memanaskan sampel filter yang telah kering pada temperatur 600-
6500C. Nilai dari MVLSS biasanya mendekati 65-75% dari MLSS.
 Food to Microorganism Ratio atau Food to Mass Ratio (F/M Ratio) Parameter ini
menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang hilang dibagi dengan jumlah
mikroorganisme di dalam bak aerasi. Besarnya nilai F/M ratio umumnya ditunjukkan
dalam kg BOD per kg MLSS per hari. Nilai F/M ratio dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut.

Dengan : Q= debit air limbah yang masuk (m3/hari)


S0= konsentrasi BOD dalam air limbah yang masuk (kg/m3)
V= volume reaktor (m3)
S= konsentrasi BOD dalam effluent (kg/m3)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data Konsentrasi Penambahan Nutrisi

Tabel 4.1. Data Perhitungan Penambahan Nutrisi


No Senyawa Berat (gram)
1 Glukosa 4.6875
2 KNO3 1.8036
3 KH2PO4 0.2194

4.2 Data Pengamatan Analisa COD

Kondisi Bak Proses Pengolahan dengan Lumpur Aktif :

pH = 7.46

Dissolved Oxigen (DO) = 7.1 mg/L

Tabel 4.2. Data Analisa COD Awal


No Sampel Volume FAS (ml) Rata-rata
2
1 Blanko 2.25 a
2.5
1.8
2 Sampel 2.15 b
2.5

Tabel 4.3. Data Analisa COD Akhir (Setelah 5 Hari)


No Sampel Volume FAS (ml) Rata-rata
2.5
1 Blanko 2.5 a
2.5
2.5
2 Sampel 2.45 b
2.4

4.3 Data Pengamatan Analisa MLVSS

Volume Sampel : 40 ml

Tabel 4.4. Data Analisa Mixed Liquor Volatile Suspended Solid MLVSS
Berat
No Data
(gram)
1 Cawan Pijar (a) 36.852
2 Kertas Saring (b) 0.925
3 Kertas Saring + Endapan + Cawan Pijar dari Oven (c) 39.193
4 Kertas Saring + Endapan + Cawan Pijar dari Furnace (d) 36.896

4.4 Data Hasil Perhitungan

Tabel 4.5. Data Hasil Perhitungan


No Data Satuan Jumlah
1 TSS mg/L 58525
2 VSS mg/L 57425
3 FSS mg/L 1100
4 MLVSS mg/L 57425
5 COD Awal 𝑚𝑔𝑂2 /𝐿 1063.2
6 COD Akhir 𝑚𝑔𝑂2 /𝐿 531.6
7 Efisiensi Penurunan COD % 50

4.5 Pembahasan
Pembahasan Oleh Rhamdalia Fanny G (151424025)

Kadar COD pada limbah cair kurang dari 2000 mgO2/L sehingga cocok menggunakan
metode aerob dalam praktikum ini praktikan menggunakan lumpur aktif konvensional. Seharusnya
untuk lebih yakin dalam memilih metode pengolahan, disarankan untuk mengecek BOD dari
limbah cair tersebut namun dikarenakan adanya keterbatasan waktu praktikum praktikan tidak
melakukan pengencekan BOD.

Efisiensi yang didapat dari praktikum lumpur aktif konvensional ini adalah sebesar 50%,
dapat dikatakan pengolahan limbah cair secara aerob lumpur aktif konvensional sudah berjalan
dengan efisien. Dibandingkan dengan praktikum pengolahan limbah cair secara anaerob, tingkat
efisiensi pengolahan limbah cair secara aerob lumpur aktif konvensional lebih tinggi. Mengacu
dari pengalaman praktikan pada saat praktikum lumpur aktif dan anaerob, hal ini disebabkan
karena lingkungan lumpur aktif yang lebih mendukung mikroorganisme untuk mendegradasi
material organik dibanding pada pengolahan anaerob. Menurut Milasari Ika (2010), faktor-faktor
yang mempengaruhi pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif adalah kandungan oksigen,
nutrisi, komposisi organisme, pH, dan temperatur.
Kandungan oksigen dalam kolam lumpur aktif konvensional sebanyak 7,1 mg/L,
menandakan terdapat oksigen didalam kolam lumpur aktif konvensional, sehingga proses
degradasi dapat berlangsung

pH pada kolam lumpur aktif konvensional sebesar 7,46. Nilai pH praktikan termasuk pada
pH optimum untuk pertumbuhan bagi mikroorganisme antara 6,5 – 7,5 (Milasari Ika, 2010).
Optimum disini dimaksudkan bahwa aktivitas enzim pada mikroorganisme berjalan dengan baik.

Nutrisi ditambahkan oleh praktikan bertujuan untuk membantu mikroorganisme


mendegradasi limbah. Kehadiran glukosa, KNO3, KH2PO4 sebagai nutrisi untuk memberikan
oksigen terikat dan makro nutrien N, P, K.

Temperatur dalam lumpur aktif konvensional pratikan sebesar 25ºC. Temperatur ini
termasuk kedalam temperatur optimum sehingga proses kerja enzim bekerja dengan baik.

Efluen lumpur aktif konvensional hasil praktikum praktikan memiliki kandungan COD
sebesar 531,6 mgO2/L. Menurut Permen Lingkungan Hidup tahun 2014 mengenai Kualitas Air
Bersih, baku mutu kandungan COD seharusnya sebesar 100 mgO2/L. Dapat dikatakan efluen hasil
praktikum praktikan tidak layak dibuang ke badan air. Hal ini dipengaruhi oleh nilai F/M atau
rasio antara jumlah nutrisi yang diberikan dengan jumlah mikroorganisme, oleh praktikan
didapatkan nilai F/M pada awal praktikum sebesar 0,009 kg BOD/hari/kg MLVSS. Hal ini F/M
jauh dari kondisi yang ideal yaitu, sebesar 0,2 – 0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS ternyata baru
diketahui kelompok praktikum sebelumnya tidak menambahkan nutrisi pada kolam lumpur aktif
sehingga mempengaruhi kinerja mikroorganisme.

Pembahsan Oleh Rozan Nugraha (151424026 )


Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif. Metode
pengolahan limbah dengan cara lumpur aktif merupakan metode dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk mendegradasi kandungan zat organik yang terdapat dalam air limbah. Pada
metode pengolahan limbah ini, mikroorganisme yang tumbuh tersuspensi dan tercampur secara
merata dalam air limbah.Dalam percobaan ini, diperoleh nilai efisiensi dan MLVSS. Untuk
mengetahui efisiensi pengolahan maka dilakukan pengukuran kandungan organik sebelum dan
setelah proses sehingga dilakukan pengukuran COD sebelum dan setelah proses. Sedangkan
MLVSS untuk mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan organik. Pada proses
pendekomposisian oleh mikroba ini yang diperhatikan adalah adanya oksigen (aerasi) sebagai
sumber oksigen bagi mikroba untuk menghasilkan energi untuk mendekomposisi bahan organik.
Dilakukan pengecekan pH awal, diperoleh nilai pH 7,46 . Dengan nilai pH tersebut,mikroba bisa
bertahan hidup,karena masih ada direntang pH 6-8. Apabila nilai pH diatas ataupun dibawah
rentang tersebut, mikroba dapat mati. Sedangkan nilai DO yang terkandung dalam lumpur aktif
yaitu 7,1 mg/L, lumpur aktif yang tersedia belum sesuai DO yang optimal yaitu 3-4 mg/L. Apabila
nilai DO diatas rentang nilai, maka mikroba akan terapung di permukaan air dan apabila nilai DO
dibawah rentang nilai, maka mikroba tidak dapat mendegradasi zat organic di dalam lumpur aktif
karena kekurangan oksigen dalam lumpur aktif. Sebelum dilakukan pengukuran COD, dilakukan
pengukuran suhu di dalam lumpur aktif yaitu 25oC. Suhu tersebut sesuai dengan rentang suhu pada
proses aerobic yaitu 25-30oC. Apabila suhu diatas rentang suhu tersebut, maka mikroba akan mati
dan apabila dibawah rentang suhu tersebut, maka mikroba tidak akan tumbuh dengan optimal.
Pada percobaan dilakukan pengukuran COD yaitu untuk mengetahui kandungan organik
dalam sampel, pengukuran COD ini untuk mengetahui berapa banyak oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi kandungan organik dalam sampel, sehingga bila semakin banyak zat yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik maka semakin banyak pula kandungan zat organiknya.
Artinya semakin tinggi nilai COD maka kandungan organik dalam sampel semakin banyak atau
kualitas air semakin buruk. Sebelum dilakukan analisis pada COD, sebelumnya dilakukan terlebih
dahulu standarisasi FAS oleh K2Cr2O7, dimana reaksi yang terjadi reaksi redoks dalam keadaan
asam karena penambahan H2SO4 dimana dalam keadaan asam ini berfungsi untuk mengasamkan
larutan sehingga K2Cr2O7 dapat mengoksidasi Fe dengan reaksi:
Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O
Fe2+ Fe3+ + e
Cr2O72- + 14H+ + 6 Fe2+ 2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+
Reaksi dekomposisi bahan organic secara aerobik dan reaksi pertumbuhan mikroorganisme
yang terjadi sebagai berikut
Bahan organik + O2 + nutrisi CO2 + NH3 + mikroba baru + produk akhir lain
Mikroba + 5O2 5CO2 +2H2O + NH3 + energi
Berdasarkan percobaan terlihat bahwa nilai COD pada sampel limbah sebelum proses
degradasi yaitu 1063,2 mg O2/L. Nilai COD sebelum proses masih tinggi sehingga dilakukanlah
proses dekomposisi bahan organik untuk menurunkan kandungan organiknya. Sedangkan nilai
COD setelah proses selama 5 hari adalah sebesar 531,6 mgO2/L. Nilai COD setelah proses ini
lebih kecil dibanding nilai COD sebelum proses. Hal ini menunjukan adanya penurunan
kandungan organik pada sampel limbah, dimana penurunan kandungan organik ini disebabkan
mikroorganisme yang mendekomposisi bahan organik tersebut menjadi CO2, H2O dan NH4
sehingga kandungan organik setelah proses menjadi turun. Besarnya penurunan kandungan
organik ini menghasilkan efisiensi sebesar 50%.Apabila dibandingkan dengan literature, efisiensi
yang dapat digunakan untuk industry yaitu diatas 70%. Jadi, lumpur aktif belum siap digunakan.
Selain COD, untuk mengetahui kandungan mikroorganisme dalam air limbah dianalisis pula
kandungan MLVSS sampel. Nilai ini dapat diasumsikan sebagai jumlah mikroba yang terdapat
dalam sampel. Nilai MLVSS ini diharapkan akan mengalami kenaikan di akhir proses pengolahan
karena hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme dalam sampel bertambah yang
berarti kandungan zat organik yang dapat terdegradasi semakin meningkat. Nilai MLVSS sampel
influen adalah sebesar 57425 mg/L dengan jumlah padatan tersuspensinya (TSS) sebesar
58525mg/L dan padatan yang tidak teruapkannya adalah sebesar 110 mg/L. Nilai MLVSS yang
diperoleh belum sesuai dengan nilai MLVSS yang optimal yaitu 1500-4500 mg/L, jadi lumpur
aktif belum siap digunakan untuk keperluan industry.
Pada tahap terakhir, dilakukan pemberian nutrisi pada lumpur aktif. Pemberian nutrisi ini
bertujuan sebagai penambah energi bagi mikroorganisme untuk memecah senyawa organik dalam
limbah. Kebutuhan nitrogen didapatkan dari KNO3 yang berfungsi sebagai cadangan makanan
karena mikroorganisme akan mengeluarkan enzim proteolitik untuk mengubah protein menjadi
asam amino. Kebutuhan fosfor didapatkan dari KH2PO4 sebagai unsur makro yang dibutuhkan
sebagai cadangan makanan dari mikroorganisme. Kebutuhan Oksigen didapatkan dari glukosa
yang berfungsi pada oksidasi biologis oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, penambahan glukosa
akan lebih tinggi daripada penambahan KNO3 dan KH2PO4. Perbandingan yang digunakan untuk
memberi nutrisi bagi mikroorganisme lumpur aktif yaitu glukosa: KNO3:KH2PO4 100:5:1.
Berdasarkan perhitungan, jumlah Glukosa yang harus ditambahkan adalah 4,6875 gram, KNO3
sebanyak 1,8036 gram dan KH2PO4 sebesar 0,2914 gram.
Pada Percobaan kali ini dilakukan perhitungan harga rasio F/M, Parameter ini merupakan
indikasi beban organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam
kilogram BOD per kilogram MLSS per hari. Rasio food to microorganism (F/M) yang ideal untuk
sistem lumpur aktif konvensional berkisar antara 0,2-0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS (Metcalf dan
Eddy, 1991). Namun hasil perhitungan yang didapatkan nilai F/M sebesar 0,009 yang dimana
hasilnya belum ideal. Hal ini dikarenakan mikroorganisme dalam lumpur aktif kekurangan nutrisi.

Pembahasan Oleh Salma Liska (151424027)

Pengolahan air limbah secara aerob dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan menggunakan lumpur aktif. Proses pengolahan lumpur aktif dilakukan dalam sebuah bak
yang dilengkapi dengan aerator yang berfungsi untuk memberi udara dan agar terjadi kontak yang
sempurna antara lumpur aktif dengan senyawa organik didalam limbah (Badjoeri et al., 2002).
Reaksi yang berlangsung pada proses aerob ini adalah sebagai berikut.

1. Proses Oksidasi dan Sintesis


bakteri
CHONS + O2 + Nutrien CO2 + NH2 + C5H7NO2 + sel bakteri baru

2. Proses Respirasi Endogenus

C5H7NO2 + 5O2 5CO2 +2H2O +NH3 + energi sel

Parameter yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan air limbah dengan lumpur aktif
diantaranya adalah:

1. pH
Nilai pH air limbah yang akan diproses dengan lumpur aktif disarankan pada rentan 6-9
karena pada rentan pH tersebut dimungkinkan adanya kehidupan biologis (aktivitas enzim
dari mikroorganisme) yang berjalan dengan baik dalam air limbah (Ariyanti, 2017). Pada
praktikum diperoleh nilai pH sebesar 7.46.
2. Suhu
Suhu dalam lumpur aktif praktikan adalah sebesar 25ºC. Dan jika dibandingkan dengan
teoritis, suhu tersebut termasuk dalam suhu optimum proses lumpur aktif.
3. Kandungan Oksigen
Kandungan oksigen seharusnya dicek secara berkala karena jika oksigen berlebih akan
mengganggu pertumbuhan mikroorganisme dan jika oksigen kurang akan mengganggu
proses degradasi senyawa organik oleh mikroba. Pada saat pengukuran awal, praktikan
memperoleh nilai Dissolved Oxygen (DO) sebesar 7.1 mg/L.
Berdasarkan hasil analisa sampel awal, diperoleh nilai MLVSS sebesar 57425 mg/L dengan nilai
TSS 58525 mg/L dan FSS 1100 mg/L.

Selanjutnya praktikan melakukan penambahan nutrisi bagi mikroorganisme, yaitu penambahan


Glukosa sebanyak 4.6875 gram yang berperan sebagai oksigen yang berfungsi pada proses
oksidasi biologis mikroorganisme, penambahan KNO3 sebanyak 1.8036 gram yang berperan
sebagai sumber kebutuhan nitrogen untuk pembangun sel, dan penambahan KH2PO4 sebanyak
0.2194 gram yang berperan sebagai sumber kebutuhan fosfor.

Pengamatan lain yang dilakukan praktikan adalah dengan mengukur jumlah kandungan organik
(COD). Diperoleh nilai COD awal 1063.2 mg/l dan COD akhir setelah ditambahkan nutrisi
kemudian didiamkan selama 5 hari adalah 531.6 mg/l, sehingga diperoleh efisiensi penurunan
COD sebesar 50%. Batas nilai COD pada standar kualitas air bersih adalah 100 mgO2/L (Permen
LH No. 5 Tahun 2014) dan diperoleh nilai ratio F/M adalah 0.009 kg BOD/hari/kg MLVSS.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa kualitas air yang diperoleh oleh praktikan
setelah 5 hari belum memasuki standar kualitas air yang baik. Hal ini dimungkinkan karena kurang
lamanya waktu proses sehingga aktivitas mikroba dalam mendegradasi senyawa organik belum
sempurna dan jika dilihat dari ratio F/M media lumpur aktif kekurangan nutrisi karena seharusnya
batas minimum ratio F/M pada lumpur aktif adalah 0.2 kg BOD/hari/kg MLVSS.

Pembahasan Oleh Shabrina Ghassani (151424028)

Pada praktikum ini dilakukan pengolahan air limbah secara aerobic menggunakan lumpur
aktif. Lumpur aktif digunakan untuk mengolah limbah dengan kadar COD yang rendah <2000
mgO2/liter. Analisis yang dilakukan pada praktikum ini adalah menentukan konsentrasi awal
kandungan organik dalam lumpur aktif dan konsentrasi kandungan organik setelah percobaan
berlangsung selama lima hari , menentukan kandungan MLVSS, menentuka konsentrasi nutrisi
bagi mikroorganisme pendegradasi lumpur aktif, dan meghitung efisiensi pengolahan.

Melalui uji kadar COD praktikan memperoleh kadar COD awal yang terdapat pada air
limbah adalah 1063.2
𝑚𝑔𝑂2 /𝐿 dan setelah 5 hari dilakukan pengujian kadar COD kembali dan diperoleh kadar COD
sebesar 531.6 𝑚𝑔𝑂2 /𝐿. Dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan kandungan COD dalam reaktor
lumpur aktif sehingga diperoleh nilai efisiensi pengolahan sebesar 50%. Menurut Permen
Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah nilai batas COD pada air
bersih adalah 100 𝑚𝑔𝑂2 /𝐿.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi nilai efisiensi pada pengolahan air limbah
dengan metode lumpur aktif yaitu sebagai berikut.

1) Disolve Oxigen (DO)

Jika oksigen terlarut kurang maka proses oksidasi tidak akan optimal atau bahkan
proses menjadi anaerobik, namun apabila oksigen terlarut atau aerasi terlalu besar maka
lumpur akan terangkat ke atas yang menyebabkan proses tidak optimal. Berdasarkan
percobaan diperoleh nilai DO sebesar 7.1 mg/L. Sedangkan nilai optimal DO proses
degradasi 1-4mg/L.

2) pH

Nilai pH limbah yang paling efektif adalah pada pH netral 6,5-8. Nilai pH air limbah
dalam reactor adalah 7,46.

3) Suhu
temperatur tidak boleh terlalu tinggi ataupu terlalu rendah, sehingga temperatur berada
pada suhu dimana mikroba dapat bekerja optimal. Berdasarkan teori, pengolahan air
limbah dengan metode ini akan efektif pada suhu 25-35℃. Sedangkan suhu dalam reactor
lumpur aktif adalah 25 ℃.

Analisa yang dilakukan selanjutnya yaitu penentuan MLVSS (Mixed Liquor Volatile
Suspended Solids). Nilai MLVSS yang diperolah adalah 57425 mg/L diperolah pula nilai TSS
58525 ml/L adalah dan FSS adalah 1100 mg/L.

Selanjutnya nilai F/M pada awal praktikum sebesar 0,009 kg BOD/hari/kg MLVSS.
Sedangkan nilai optimum F/M adalah sebesar 0,2 – 0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS. Nilai rasio F/M
cenderung rendah dikarenakan nutrisi tidak diambahkan oleh kelompok sebelumnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan:
1. Telah didapatkan nilai konsentrasi awal kandungan organik atau nilai COD sebelum proses
adalah sebesar 1063,2 mg O2/L serta nilai COD setelah proses adalah sebesar 531,6 mg
O2/L
2. Telah didapatkan nilai efisiensi pengoalahan adalah sebesar 50 %
3. Telah didapatkan nilai MLVSS atau VSS pada sampel adalah sebesar 57425 mg/L
4. Nutrisi yang ditambahkan pada sampel, glukosa sebanyak 4,687,5 gram, KNO3 sebanyak
1,8036 gram dan KH2PO4 sebanyak 0, 2194 gram kedalam sampel limbah yang telah di
aerasi

5.2 Saran
1. Dalam praktikum ini disarankan menggunakan APD
2. Sebelum memulai praktikum hendaknya praktikan membaca SOP terlebih dahulu
3. Pada saat menambahkan pereaksi dihrapkan dilakukan di ruang asam
LAMPIRAN

1. Perhitungan Penambahan Nutrisi


Diketahui : BOD = 500 mg/L
Perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1
Volume tangki lumpur = 10 L
Reaksi :
𝐂𝟔 𝐇𝟏𝟐 𝐎𝟔 + 𝟔𝐎𝟐 → 𝟔𝐂𝐎𝟐 + 𝟔𝐇𝟐 𝐎
Berat Glukosa yang ditambahkan
Mr C6H12O6 = 180 g/mol
Mr O2 = 32 g/mol
1 MrC6 H12 O6
Berat glukosa yang ditambahkan = 6 x Vtangki 𝑥 BOD 𝑥 MrO2
1 180 g⁄mol
= 6 x 10 L 𝑥 500 mg⁄L 𝑥 32 g⁄mol

= 4687.5 mg
= 4.6875 gr
Berat KNO3 sebagai N yang ditambahkan
Mr KNO3 = 101 g/mol
Ar N = 14 g/mol
5 MrKNO3
Berat KNO3 yang ditambahkan = x Vtangki x BOD x
100 ArN
5 101 g⁄mol
= × 10L x 500 mg⁄L ×
100 14 g⁄mol

= 1803.57 mg
= 1.8036 g
Berat KH2PO4 sebagai P yang ditambahkan
Mr KH2PO4 = 136 g/mol
Ar P = 31 g/mol
1 MrKH2 PO4
Berat KH2 PO4 yang ditambahkan = 𝑥 Vtangki x BOD 𝑥
100 ArP
1 136 g⁄mol
= × 10L x 500 mg/L x
100 31 g⁄mol

= 219.35 mg
= 0.2194 g

2. Standarisasi Larutan FAS


𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐾2𝐶𝑟2𝑂7 𝑋 𝑁 𝐾2𝐶𝑟2𝑂7
N FAS =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐹𝐴𝑆
10 𝑚𝐿 𝑋 0.25 𝑁
=
18.8 𝑚𝐿
= 0.1329 N

3. Perhitungan Penentuan Kandungan Organik (COD) dari Sampel :


Berdasarkan data titrasi dengan FAS
(𝑎 − 𝑏). 𝑐. 1000. 𝑑. 𝑝
𝐶𝑂𝐷 (𝑚𝑔𝑂2 ⁄𝐿) =
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan :
a = ml FAS untuk blanko
b = ml FAS untuk sampel
c = normalitas FAS
d = berat ekivalen oksigen ( 8 )
p = pengenceran

COD Awal (28 – Februari – 2018) COD Akhir (05 – Maret – 2018)
(𝑎 − 𝑏). 𝑐. 1000. 𝑑. 𝑝 (𝑎 − 𝑏). 𝑐. 1000. 𝑑. 𝑝
𝐶𝑂𝐷 (𝑚𝑔𝑂2 ⁄𝐿) = 𝐶𝑂𝐷 (𝑚𝑔𝑂2 ⁄𝐿) =
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(2.25 − 2.15). 0.1329.1000.8.25 (2.5 − 2.45). 0.1329.1000.8.25
=
40 40
= 1063.2 𝑚𝑔𝑂2 /𝐿 = 531.6 𝑚𝑔𝑂2 /𝐿
Perhitungan Efisiensi Penurunan COD
COD Awal − COD Akhir
Efisiensi pengolahan = x 100%
COD Awal
1063.2 − 531.6
= x 100%
1063.2
= 50 %
4. Perhitungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)
Total Suspended Solid (TSS)
𝑐−𝑎 39.913 − 36.852
𝑇𝑆𝑆 = 𝑥 106 = 𝑥 106 = 58525 𝑚𝑔/𝐿
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 40

Volatile Suspended Solid (VSS)


𝑐−𝑑 39.913 − 36.896
𝑉𝑆𝑆 = 𝑥 106 = 𝑥 106 = 57425 𝑚𝑔/𝐿
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 40
Fixed Suspended Solid (FSS)
𝐹𝑆𝑆 = 𝑇𝑆𝑆 − 𝑉𝑆𝑆 = 58525 − 57425 = 1100 𝑚𝑔/𝐿
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1. Sampel dan blanko untuk


proses pengujian kadar COD setelah
titrasi

Gambar 2. Sampel dan blanko untuk


proses pengujian kadar COD
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, Fitri Nur. 2017. “Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif dan Karbon Aktif dari
Arang Batu Bara’. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Argaman, Y. 1981. Design and Performance Charts for Single Sludge Nitrogen Removal Systems.
Wat. Res. Vol. 15 : 841-847.

Badjoeri, M., dan Suryono, T., 2002, “Pengaruh Peningkatan Limbah Cair Organik Karbon
terhadap Suksesi Bakteri Pembentuk Bioflok dan Kinerja Lumpur Aktif Beraliran
Kontinyu”. Jurnal LIMNOTEK, 9,1.

Casey, T.G., Wentzel, M.C., Loewenthal, R.E., Ekama, G.A., dan Marais, Gv.R. 1992. A
Hypothesis for The Cause of Low F/M Filament Bulking in Nutrient Removal Activated
Sludge Systems. Wat. Res. Vol. 26 (6) : 867-869.

Departemen Perindustrian: Direktorat Jendral Industri Kecil Menengah. 2007. Pengelolaan


Limbah Industri Pangan. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Gonzales, J.F. 1996. Wastewater Treatment in The Fishery Industry. FAO. Rome.

Ika Milasari, N. (2010). Pengolahan Limbah Cair Kadar Cod Dan Fenol Tinggi Dengan Proses
Anaerob Dan Pengaruh Mikronutrient Cu: Kasus Limbah Industri Jamu Tradisional
(Doctoral dissertation, Teknik Kimia UNDIP).

Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse, Fourth Edition. McGraw
Hill. New Delhi

Permen LH Nomor 5 Tentang Baku Mutu Air Limbah, tahun 2014.

Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter Aerobik. USU.
Medan.

Anda mungkin juga menyukai