Anda di halaman 1dari 5

Definisi Pemimpin

Pemimpin berasal dari kata “pimpin” (dalam bahasa Inggris, lead) berarti bimbing dan
tuntun. Dengan demikian, di dalamnya ada dua pihak yang terlibat, yaitu yang dipimpin dan
yang memimpin. Setelah ditambah awalan “pe” menjadi pemimpin (dalam bahasa Inggris,
leader), ia berarti orang yang menuntun atau yang membimbing. Secara etimologi pemimpin
adalah orang yang mampu mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan
pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal
struktur dan pusat proses kelompok.

Definisi kepemimpinan sesuai dan sebanyak dengan pandangan masing-masing yang


mendefinisikannya. Kemudian pemimpin yang dikemukakan oleh Edwin A. Locke adalah
orang yang berproses membujuk (inducing) orang lain untuk mengambil langkah-langkah
menuju suatu sasaran bersama.

Terkait dengan hal ini, ada tiga pandangan dalam memahami fenomena kepemimpinan.
Pertama, kepemimpinan tidak memusatkan perhatian pada kekuatan individual, bukan pada
posisi atau status yang ia miliki. Dalam perspektif Weber, sebuah kepemimpinan yang
memusatkan perhatian pada prosedur hukum disebut otoritas hukum. Kedua, tipe
kepemimpinan tradisional yang didasarkan pada kepercayaan yang mapan tentang kesucian
tradisi lama. Status seorang pemimpin ditentukan oleh adat-kebiasaan lama yang dipraktekkan
oleh masyarakat di dalam tradisi tertentu. Ketiga, kepemimpinan bisa dipahami sebagai
kemauan dalam diri seseorang. Di dalam perspektif Weber, kepemimpinan yang memiliki
sumber dari kekuasaan yang terpercaya disebut otoritas kharismatis.

Definisi Kepemimpinan Menurut Islam

Dalam perspektif al-Qur’an, istilah pemimpin dalam pengertian sebagaimana yang telah
diuraikan dapat merujuk pada term khalīfah, imāmah dan ulu al-amr.
1. Khalifah
Menurut bahasa, kata khalīfah merupakan subjek dari kata kerja lampau khalafa
yang bermakna menggantikan atau menempati tempatnya. Dalam pengertian yang
lainnya, kata ini digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi
Muhammad (setelah beliau wafat) dalam kepemimpinan Islam. Khalifah juga sering
disebut sebagai amīr almu’minīn atau “pemimpin orang yang beriman.”
Kata khalifah sendiri muncul di beberapa ayat dalam :
a. Q.S. Al-Baqarah ayat 30

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui".
b. Q.S. Shad ayat 26

Artinya : “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah


(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat
darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan
hari perhitungan.”

2. Imamah
Term Arab imāmah berasal dari kata imam. Dalam Maqāyīs al-Lughah
dijelaskan bahwa term imam pada mulanya berarti pemimpin shalat. Imam juga berarti
orang yang diikuti jejaknya dan didahulukan urusannya, demi-kian juga khalifah
sebagai imam rakyat, dan al-Qur’an menjadi imam kaum muslimin. Imam juga berarti
benang untuk meluruskan bangunan. Batasan yang sama dikemukakan juga oleh al-
Asfahāni bahwa al-imam adalah yang diikuti jejaknya, yakni orang yang di-dahulukan
urusannya, atau perkataannya, atau perbuatannya. Imam juga berarti kitab atau
semisalnya. Jamak kata alimam tersebut adalah a’immah. Dalam Al-Qur’an, kata
imamah muncul dalam Q.S. Al-Anbiya ayat 73 :

Artinya : “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang


memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka
mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya
kepada Kamilah mereka selalu menyembah,”
3. Ulul Al-Amr
Kata ulu al-amr diterjemahkan sebagai pemilik urusan dan pemilik kekuasaan
atau hak memberi perin-tah. Kedua makna ini sejalan, karena siapa yang berhak
memberi perintah berarti ia juga mempunyai kekuasaan mengatur sesuatu urusan dan
mengendalikan keadaan. Melalui pengertian semacam inilah maka ulu al-amr
disepadankan dalam arti “pemimpin.” Dalam Al-Qur’an, kata ulu al-amr disebutkan
dalam Q.S. An-Nisa ayat 59 :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Indikator Kepemimpinan dalam Islam

Di dalam Q.S. Shad ayat 26, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan menguasai dan
mengatur, bersikap adil, dan tidak mengikuti hawa nafsu :

1. Kemampuan Menguasai dan Mengatur


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan “menguasai”
adalah berkuasa atas (sesuatu); memegang kekuasaan atas (sesuatu), mengenakan kuasa
(pengaruh dan sebagainya) atas; dapat mengatasi keadaan, mengurus. Sementara
“mengatur” adalah membuat (menyusun) sesuatu menjadi teratur (rapi).
Aspek ini berhubungan tentang bagaimana kemampuan manajerial seorang
pemimpin. Berdasarkan Penelitian oleh Centre for Creative Leadership pada 2004
menunjukkan bahwa kepemimpinan strategis adalah tentang kemampuan seorang
pemimpin mengubah orang melalui visi dan nilai-nilai, budaya dan iklim kerja, serta
struktur dan sistem. Kepemimpinan strategis lebih jauh berarti kemampuan yang
dimiliki pemimpin untuk mengelola, mengkoordinasikan, memengaruhi serta
memotivasi dan meningkatkan kinerja orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai
tujuan organisasi.

2. Bersikap Adil
Menurut bahasa Arab, adil di sebut dengan kata ‘adilun yang berarti sama
dengan seimbang, dan al’adl artinya tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak
kepada yang benar, tidak sewenang-wenang, tidak zalim, seimbang dan sepatutnya.
Adil merupakan kemampuan memberikan hasil kepada orang yang berhak
menerimanya tanpa ada pengurangan dan meletakkan segala urusan pda tempat ang
sebenarnya tanpa ada aniaya dan mengucapkan kalimat yang benar tanpa ada yang
ditakuti.

3. Tidak Mengikuti Hawa Nafsu


Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan, Hawa nafsu
adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya. Ibnu
Qoyyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata, “Ketika sikap yang sering terjadi pada
orang yang mengikuti hawa nafsu, syahwat dan amarah tidak bisa berhenti sampai pada
batas mengambil manfaat saja (darinya), karena itulah (banyak) disebutkan nafsu,
syahwat dan amarah dalam konteks yang tercela. Karena dominannya bahaya yang
ditimbulkannya (dan) jarang orang yang mampu bersikap tengah-tengah dalam hal itu
(mengatur nafsu, syahwat, dan amarahnya)”
Umumnya hawa nafsu itu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang
disukainya, lalu jika condongnya kepada sesuatu yang sesuai dengan syari’at, maka
terpuji, namun sebaliknya, jika kecondongannya kepada sesuatu yang bertentangan
dengan syari’at, maka tercela. Sedangkan jika disebutkan hawa nafsu secara mutlaq
tanpa terikat dalam kondisi tertentu atau disebutkan tentang celaan terhadap hawa nafsu,
maka yang dimaksudkan dalam konteks itu adalah hawa nafsu yang tercela.
Dalam kepemimpinan, tidak mengikuti hawa nafsu yang dimaksud adalah
menghindari kecenderungan jiwa pada hal yang diinginkan, kehendak jiwa pada hal
yan disukai, kecintaan manusia terhadap sesuatu hinga mengalahkan qalbu-nya,
suka/asik terhadap sesuatu kemudian menjadi isi qalbu-nya.

DP

Amin, Surahman & Ferry M. Siregar. 2015. Tanzil : Jurnal Studi Al-Qur’an (Pemimpin dan
Kepemimpinan dalam Islam) Volume 1 Nomor 1 tersedia di
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=392049&val=8600&title=Pemimpin%2
0Dan%20Kepemimpinan%20Dalam%20Al-Qur%C3%A2%E2%82%AC%E2%84%A2an
diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 20:09 WIB

Feggy Aristyanto. 2016. Konsep Keadilan dalam Pemasaran pada Citra Swalayan Syariah
Rumbai menurut Ekonomi Islam. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau. Tersedia di http://repository.uin-suska.ac.id/2721/4/BAB%20III.pdf diakses pada
tanggal 30 April 2018 pukul 20:58 WIB

Abu Ukkasyah, Sa’id. 2015. Hawa Nafsu, Lawana tau Kawan?. Artikel. Tersedia di
https://muslim.or.id/24461-hawa-nafsu-lawan-atau-kawan.html diakses pada tanggal 30 Aprl
2018 pukul 21:02 WIB

______. 2018. Pentingnya Kepemimpinan Strategis, Poros Manajerial Organisasi. Artikel.


Tersedia di https://www.beastudiindonesia.net/pentingnya-kepemimpinan-strategis-poros-
manajerial-organisasi/ diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 21:21 WIB

Anda mungkin juga menyukai