Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI LAHAN

ACARA IV
IDENTIFIKASI PANJANG DAN KEMIRINGAN LERENG
(HASIL PENGUKURAN DI LAPANGAN DAN PENGOLAHAN DEM
PADA SOFTWARE ARCGIS 10.4)

Dosen Pengampu:
Drs. Didik Taryana, M. Si

Disusun Oleh:

Nama : Aathif Haidar El Adl


NIM : 160722614646
Off/Thn : G/2016
Asisten : Agus Syarif
Hetty Rahmawati Sucahyo

PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI


JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2017
I. TUJUAN
1) Mahasiswa dapat menghitung panjang dan kemiringan lereng dari hasil
pengukuran di lapangan dan pengolahan DEM pada software ArcGIS 10.4
2) Mahasiswa dapat menganalisis hasil perhitungan panjang dan kemiringan
lereng terhadap tingkat erosi

II. ALAT DAN BAHAN


1) Pengukuran di lapangan
a. Yallon
b. Kompas geologi
c. Abney level
d. Laser distance
2) Pengolahan DEM di ArcGIS 10.4
a. Laptop
b. Software ArcGIS 10.4
c. Peta Penggunaan Lahan Kota Batu
d. Data DEM ASTER

III. DASAR TEORI


Kemiringan lereng (slope) merupakan suatu unsur topografi dan faktor
erosi yang dipengaruhi oleh run off. Kemiringan lereng terjadi akibat
perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang disebabkan oleh gaya-
gaya eksogen dan endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan
letak ketinggian titik-titik di atas permukaan bumi (Kartasapoetra, 1986).
Kemiringan lereng menunjukkan besarnya sudut lereng dalam persen
atau derajat. Dua titik yang berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai
selisih tinggi 10 meter membentuk lereng 10 %. Kecuraman lereng 100% sama
dengan kecuraman 45 derajat. Selain dari memperbesar jumlah aliran
permukaan, semakin curamnya lereng juga memperbesar energi angkut air.
Jika kemiringan lereng semakin besar, maka jumlah butir-butir tanah yang
terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan akan semakin banyak. Hal ini
disebabkan gaya berat yang semakin besar sejalan dengan semakin miringnya
permukaan tanah dari bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang
tererosi akan semakin banyak. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali
lebih curam, maka banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih
banyak (Arsyad, 2000).
Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman
dan panjang lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%)
memiliki pengaruh gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan
dengan kemiringan lereng agak curam (15-30%) dan landai (8-15%). Hal ini
disebabkan gaya berat semakin besar sejalan dengan semakin miringnya
permukaan tanah dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan persyaratan
mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (sedimentation) (Wiradisastra, 1999).
Kondisi lereng yang semakin curam mengakibatkan pengaruh gaya
berat dalam memindahkan bahan-bahan yang terlepas meninggalkan lereng
semakin besar pula. Jika proses tersebut terjadi pada kemiringan lereng lebih
dari 8%, maka aliran permukaan akan semakin meningkat dalam jumlah dan
kecepatan seiring dengan semakin curamnya lereng. Berdasarkan hal tersebut,
diduga penurunan sifat fisik tanah akan lebih besar terjadi pada lereng 30-45%.
Hal ini disebabkan pada daerah yang berlereng curam (30-45%) terjadi erosi
terus menerus sehingga tanah-tanahnya bersolum dangkal, kandungan bahan
organik rendah, tingkat kepadatan tanah yang tinggi, serta porositas tanah yang
rendah dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya
dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan banyaknya air tersedia
bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di
tempat tersebut (Hardjowigeno, 1993).
Hubungan antara lereng dengan sifat-sifat tanah tidak selalu sama di
semua tempat, hal ini disebabkan karena faktor-faktor pembentuk tanah yang
berbeda di setiap tempat. Keadaan topografi dipengaruhi oleh iklim terutama
oleh curah hujan dan temperatur (Salim, 1998). Mengetahui besar kemiringan
lereng adalah penting untuk perencanaan dan pelaksanaan berbagai kebutuhan
pembangunan, terutama dalam bidang konservasi tanah dan air antara lain
sebagai suatu faktor yang mengendalikan erosi dan menentukan kelas
kemampuan lahan. Besar kemiringan lereng yang dinyatakan dalam satuan
derajat (0) atau (%). Untuk menentukan besar kemiringan lereng dapat diukur
melalui beberapa metode atau alat antara lain dengan metode alat tipe A (ondol-
ondol), abney level, dan clinometer (Saleh, 2010).

IV. LANGKAH KERJA


1) Pengukuran di Lapangan
a. Menentukan titik awal untuk dijadikan patokan pengukuran dengan
menancapkan yallon
b. Menentukan titik kedua untuk dijadikan sebagai obyek bidikan dengan
jarak 10 meter yang dapat diukur menggunakan laser distance dengan
menancapkan yallon
c. Menentukan azimuth terhadap titik kedua dengan menggunakan
kompas geologi
d. Mengukur kemiringan lereng menggunakan abney level dari titik awal
ke titik kedua dengan jarak yang telah ditentukan sebelumnya. Tinggi
bidikan harus sama dengan tinggi abney level (pembidik)
e. Mencatat derajat kemiringan dan persen kemiringan lereng untuk
menghitung besar kemiringan lereng
f. Pengukuran yang sama juga dilakukan untuk titik kedua ke titik ketiga
dan titik ketiga ke titik keempat seperti yang dilakukan diatas

2) Pengolahan DEM pada ArcGIS 10.4


a. Membuka ArcGIS lalu mengatur sistem koordinat pada lembar projek
baru

b. Add data DEM ASTER dan batas Kota Batu


c. Membuat garis kontur ArcToolbox > Spatial Analyst Tool > Surface >
Contour

d. ArcToolbox > Spatial Analyst Tool > Extraction > Extract by Mask
e. Melakukan pemotongan dengan clip melalui Analyst tool > extract >
clip (Lakukan clip untuk kota Batu jika DEM yang ditranformasi masih
daerah yang luas)

f. Hasil kontur dengan interval 50 meter


g. Gunakan tools interpolate line>menarik garis dari 1 kontor ke kontur
yang lain sesuai keinginan>klik profile graph

h. Hasil Profile graph

V. HASIL
1) Pengukuran di Lapangan
Gambar Profilling di Lapangan (terlampir)
 Sudut azimuth dari arah utara = N 8º E
 Pembacaan abney level segmen 1 = 2°30’
 Pembacaan abney level segmen 2 = 6°40’
 Pembacaan abney level segmen 3 = 0°20’
2) Pengolahan DEM pada ArcGIS 10.4
Gambar Profilling Pengolahan DEM pada ArcGIS 10.4
Sumber: Hasil Praktikum Kelompok 2
Perhitungan Kemiringan Lereng
 Untuk Derajat
𝐷𝑒𝑝𝑎𝑛
tan α =
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔
18 𝑚
=
293 𝑚
= 0,061
α = 3,49° = 3,5°
 Untuk Persen
𝐷𝑒𝑝𝑎𝑛
% = 𝑥 100%
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔
18 𝑚
= 𝑥 100%
293 𝑚
= 0,061 x 100%
= 6,1 %

VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini melakukan pengukuran kemiringan lereng di
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Azimuth yang digunakan sebagai
penampang melintang kemiringan lereng yakni 8° atau N 8° E, ini berarti
penampang memintang yang terbuat tidak jauh dari arah utara. Daerah yang
kami teliti berada di belakang pemukiman dan tertutup oleh semak belukar
serta memiliki topografi yang tidak curam. Bentuklahannya yaitu vulkan yang
terletak di kaki Gunung Arjuno. Unit lahan yang kami ukur berada pada
ketinggian 863 mdpl dan melakukan tiga segmen pengukuran kemiringan.
Segmen pertama memiliki kemiringan 2°30”. Lereng dengan kemiringan
sebesar ini tidak berpotensi besar terjadi erosi, mengingat kemiringan yang
tidak terlalu curam serta permukaan tanahnya yang tertutup oleh semak
belukar sehingga saat terjadi hujan, daerah segmen satu ini tidak berpotensi
terjadi erosi.
Segmen kedua memiliki kemiringan 6°40”. Lereng dengan kemiringan
sebesar ini juga tidak berpotensi terjadi erosi, karena topografi yang cukup
landai dan permukaan tanah yang tertutup oleh semak belukar sehingga
saat terjadi hujan, air tidak langsung menghnatam tanah, air akan diserap
dan sebagian mengalir ke lereng yang lebih rendah dengan potensi
mengangkut tanah tak lebih dari 10%.
Segmen ketiga memiliki kemiringan 0°20”. Lereng dengan kemiringan ini
lebih tidak berpotensi terjadi erosi, mel,ihat lerengnya yang hampir
mendekati datar serta permukaan tanah yang tertutupi oleh semak belukar
sehingga saat hujan turun, airnya akan terinfiltrasi secara berkala dan
sebagian teralirkan ke lereng yang lebih rendah.
Ketiga segmen diatas bila dirata-rata akan menjadi 3,13° atau setara
dengan 5,4%. Sedangkan Perhitungan kemiringan lereng menggunakan
Pengolahan DEM pada ArcGIS 10.4 didapatkan kemiringan keseluruhan
sebesar 3,5° atau setara dengan 6,1%. Dari kedua metode perhitungan diatas
didapatkan selisih sebesar 0,37° atau setara dengan 0,6%. Hal ini
membuktikan bahwa hasil pengukuran lereng menggunakan Pengolahan
DEM pada ArcGIS 10.4 cukup mebantu surveyor untuk menyurvey
kemiringan lereng untuk mengetahui potensi erosi yang ada. Namun
pengukuran manual menggunakan yallon dan abney level memiliki akurasi
data tersendiri karena surveyor datang langsung ke lapangan dan melakukan
pengukuran secara langsung sehingga data kemiringan yang didapat
merupakan data otentik dari hasil hitungan manual surveyor.
VII. KESIMPULAN
- Pengukuran kemiringan manual didapat rata-rata sebesar 3,13° atau 5,4%.
- Pengukuran lereng menggunakan Pengolahan DEM pada ArcGIS 10.4
didapatkan kemiringan keseluruhan sebesar 3,5° atau 6,1%.
- Selisih antara dua metode pengukuran kemiringan lereng sebesar 0,37°
atau setara dengan 0,6%.
- Pengukuran menggunakan DEM pada ArcGIS 10.4 mempersingkat
waktu dan mepermudah surveyor namun pengukuran manual
mendapatkan data yang otentik.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Press.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo. Jakarta.
Kartasapoetra, A. Gunarsih. 1986. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap
Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Saleh, Busri. 2010. Perbaikan Struktur Tanah pada Lahan Sangat Curam
dengan Menggunakan Teknik Hidrosiding Lumut Daun Dan
Bahan Pembenah Tanah. JIPI 12 (1). pp. 1-6.
Salim, E.H. 1998. Pengelolaan Tanah. Karya Tulis. Bandung: Jurusan Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Wiradisastra. 1999. Geomorfologi dan Analisis Lanskap. Bogor:
Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai