PROSES MENUA
DISUSUN OLEH :
MILA SUSANTI
1614401120179
2018/2019
1. Lanjut Usia (Lansia)
Menurut UU No.4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan sebagai jompo atau
lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai
atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain. UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah,
2011).
b. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai
berikut:
1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai
pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur. Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab
turunya fleksibelitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak
berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan
otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan
dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
2) Kartilago; jaringan kartilago pada persendian lunak mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan regenerasi
yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan
sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat
perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri,
keterbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
3) Tulang; berkurangannya kepadatan tulang setelah di observasi
adalah bagian dari penuaan fisiologis. Dampak berkurangnya
kepadatan akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
4) Otot; perubahan struktur pada otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif, dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan
kekuatan, penurunan fleksibelitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot.
5) Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligamen dan
jaringan periarkular mengalami penurunan daya lentur dan
elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan klasifikasi pada kartilago
dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi
penurunan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan
gangguan berupa bengkan, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan
dan aktifitas keseharian lainnya.
c. Sistem Kardiovaskuler
Masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA node dan
jaringan ondksi berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi O2 pada
tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun.
d. Sistem Respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi
kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan
pernafasan terganggu dan kemampuan perengangan toraks berkurang.
Umur tidak berhubungan dengan perubahan otot diafragma, apabila
terjadi perubahan otot diafragma, maka otot thoraks menjadi tidak
seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding toraks selama
respirasi berlangsung.
e. Pencernaan dan Metabolisme
Eosephagus melebar.
f. Sistem perkemihan
Ginjal Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus
(nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang
air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada
pria.
g. Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penuruanan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respons
motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor propioseptif,
hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami
perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Menurut Surini dan Utomo
(2003) yang dikutip oleh Azizah (2011).
h. Sistem Reproduksi
Menciutnya ovari dan uterus
Atrofi payudara.
Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal
kondisi kesehatan baik.
Selaput lendir vagina menurun.
b. IQ (Intellegent Quocient)
Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi matematika
(analisis, linier, sekuensial) dan perkataan verbal. Tetapi persepsi dan
daya membayangkan (fantasi) menurun. Walaupun mengalami
kontroversi, tes intelegensia kurang memperhatikan adanya penurunan
kecerdasan pada lansia (Cockburn & Smith, 1991 dikutip oleh
Lumbantobing, 2006).
c. Kemampuan belajar.
Menurut Brocklehurst dan Allen (1987); Darmojo & Martono (2004),
lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami demensia masih memiliki
kemampuan belajar yang baik, bahkan di negara industri maju
didirikan University of the third age.
d. Kemampuan pemahaman (Compherension).
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada lansia
mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan
fungsi pendengarannya lansia yang mengalami penurunan.
e. Pemecahan masalah (Problem Solving).
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin
banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah tanpa dipecahkan
menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lanjut
usia.
f. Pengambilan keputusan (Decission Making).
Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau seolah-
olah terjadi penundaan.
g. Kebijaksanaan (Wisdom).
Bijaksana (Wisdom) adalah aspek kepribadian (personality) dan
kombinasi dari aspek kognitif. Kebijaksanaan menggambarkan sifat
dan sikap individu yang mampu mempertimbangkan antara baik dan
buruk serta untung dan ruginya sehingga dapat bertindak secara adil
atau bijaksana. Menurut Kuntjoro (2002), para lansia semakin
bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan.
h. Kinerja (Performance)
Pada lanjut usia memang akan terlihat penurunan kinerja baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performance yang
membutuhkan kecepatan dan waktu mengalami penurunan
(Lumbantobing, 2009).
i. Motivasi
Pada lanjut usia, motivasi baik kognitif maupun afektif untuk
mencapai/memperoleh sesuatu cukup besar, namun motivasi tersebut
seringkali kurang memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun
psikologis, sehingga hal-hal diinginkan banyak berhenti di tengah
jalan.
1.2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan
kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit
dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam
pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
1.3. Patofisiologi
Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka asam
urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan
berakumulasi atau menumpuk di jaringan konectiv diseluruh tubuh, penumpukan
ini disebut tofi. Adanya kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil
melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga
menyebabkan inflamasi.
Pada penyakit gout akut tidak ada gejala-gejala yang timbul. Serum urat
maningkat tapi tidak akan menimbulkan gejala. Lama kelamaan penyakit ini akan
menyebabkan hipertensi karena adanya penumpukan asam urat pada ginjal.
Serangan akut pertama biasanya sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan ini
meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini sangat nyeri yang
menyebabkan tulang sendi menjadi lunak dan terasa panas, merah. Tulang sendi
metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi, kemudian mata
kaki, tumit, lutut, dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejalanya disertai
dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang dan
dengan interval yang tidak teratur.
Periode intercritical adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan gout.
Kebanyakan pasien mengalami serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2 tahun
setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan polyarticular yang
tanpa kecuali menyerang tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai
dengan demam. Tahap akhir serangan gout atau gout kronik ditandai dengan
polyarthritis yang berlangsung sakit dengan tofi yang besar pada kartilago,
membrane synovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari, tangan,
lutut, kaki, ulnar, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal seperti
ginjal. Kulit luar mengalami ulcerasi dan mengeluarkan pengapuran, eksudat yang
terdiri dari kristal asam urat.
1.4. Pathway
Gangguan akut :
a. Nyeri hebat
b. Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang terserang
c. Sakit kepala
d. Demam.
Gangguan kronis :
a. Serangan akut
b. Hiperurisemia yang tidak diobati
c. Terdapat nyeri dan pegal
d. Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut tofi (penumpukan
monosodium urat dalam jaringan)
1.7. Penyebab
Kelainan metabolisme dalam tubuh yaitu reaksi peradangan jaringan terhadap
pembentukan Kristal monosodium urat monohidrat yang berhubungan dengan
hiperurisemia (pengeluaran asam urat melalui urin yang berlebihan). Beberapa
faktor yang menyebabkan kadar asam urat tinggi adalah :
1. Faktor keturunan.
2. Penyakit Diabetes Melitus.
3. Adanya gangguan ginjal dan hipertensi.
4. Tingginya asupan makanan yang mengandung purin.
5. Berat badan yang berlebih (obesitas)
6. Jumlah alkohol yang dikonsumsi
7. Penggunaan obat-obatan kimia yang bersifat diuretik/analgetik dalam waktu
lama.
1.8. Perawatan dan pengobatan
Tujuan: untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan
berulang dan pencegahan komplikasi.
Cara perawatan asam urat secara mandiri :
Perawat yang dapat dilakukan berupa tindakan sewaktu terjadi serangan,
pengobatan dokter dan perawatan sendiri setelah memperoleh diagnosa. Bila anda
mengalami serangan gout secara tiba-tiba, lakukan tindakan darurat berikut :
1. Istirahatkan sendi agar cepat sembuh. Beri kompres dingin (plastic berisi es)
beberapa jam sekali selama 15-20 menit pada sendi yang nyeri untuk
mengurangi nyeri akibat radang. Kalau perlu masukkan kaki yang bengkak ke
dalam ember berisi air es.
2. Minum obat pereda sakit (analgetik biasa) untuk menghilangkan rasa nyeri.
3. Minum banyak air (lebih dari 3,5 liter atau 8-10 gelas sehari) untuk
membantu mengeluarkan asam urat dari tubuh melalui urin.
1.10. Komplikasi
Tidak jarang penderita menjadi depresi karena kualitas dan produktivitasnya
menurun drastis, yang diwaspadai adalah komplikasi di kemudian hari, seperti
benjolan pada bagian tubuh tertentu, kerusakan tulang dan sendi sehingga dapatb
pincang, peradangan tulang, kerusakan ligament dan tendon (otot), batu ginjal,
kerusakan ginjal, dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Komplikasi yang lain
dapat berupa :
a. Erosi, deformitas dan ketidakmampuan aktivitas karena inflamasi kronis dan
tofi yang menyebabkan degenerasi sendi.
b. Hipertensi dan albuminuria.
c. Kerusakan tubuler ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronik.
1.12. Pencegahan
a. Pembatasan purin : Hindari makanan yang mengandung purin yaitu : Jeroan
(jantung, hati, lidah ginjal, usus), Sarden, Kerang, Ikan herring, Kacang-
kacangan, Bayam, Udang, Daun melinjo.
b. Kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan
dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita
gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus
diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan
kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena
adanya badan keton yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui
urine.
c. Tinggi karbohidrat : Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi
sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan
meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine.
d. Rendah protein : Protein terutama yang berasal dari hewan dapat
meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang
mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal,
otak, paru dan limpa.
e. Rendah lemak : Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin.
Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya
dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori.
f. Tinggi cairan : Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buah-
buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan
adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air.
Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga boleh dikonsumsi
karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-buahan yang
sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai
kandungan lemak yang tinggi.
g. Tanpa alkohol : Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat
mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang
tidak mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan
meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat
pengeluaran asam urat dari tubuh.
h. Olahraga ringan: olahraga yang teratur memperbaiki kondisi kekuatan dan
kelenturan sendi serta memperkecil risiko terjadinya kerusakan sendi akibat
radang sendi, selain itu olahraga memberi efek menghambat tubuh sehingga
mengurangi rasa sakit dan mencegah pengendapan asam urat pada ujung-
ujung tubuh yang dingin karena kurang pasokan darah. Jalan kaki, bersepeda,
dan jogging bisa dijadikan alternatif olahraga untuk mengatasi rematik dan
asam urat, selain itu olahraga yang cukup dan teratur memperkuat sirkulasi
darah dalam tubuh.
Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Andarmoyo, Sulistyo. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1.
Jakarta : EGC.
Nugroho, Wahjudi. (2012). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia.A. 2008. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II.
Jakarta : EGC.
Syaifiddin. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1. Jakarta :
EGC.
Setiadi. 2011. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1. Jakarta :
EGC.