Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PROSES MENUA

DISUSUN OLEH :

MILA SUSANTI

1614401120179

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

PRODI D3 KEPERAWATAN REGULER

2018/2019
1. Lanjut Usia (Lansia)

1. Pengertian Lanjut Usia


Menurut Ratna Suhartini dari UNAIR lansia atau lanjut usia adalah tahap akhir dari
proses penuaan. Pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami
kemunduran fungsi fisiologis organ tubuh. Penggolongan lansia menurut WHO
dikutip dari Ratna Suhartini dari UNAIR (2010) dikelompokkan menjadi empat,
yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 – 74
tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun (Vina Dwi W, Fitrah, 2010).

Menurut UU No.4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan sebagai jompo atau
lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai
atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain. UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah,
2011).

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan


jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994 dalam Siti Bandiyah, 2009).

2. Batasan-batasan Lanjut Usia


Menurut Hurlock (1979), perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua tahap, yaitu : a).
Early old age (usia 60-70 tahun); b). Advanced old age (usia 70 tahun ke atas).
Sedangkan menurut Burnside (1979), ada empat tahap lanjut usia yakni : a). Young
old (usia 60-69 tahun); b). Middle age old (usia 70-79 tahun); c). Old-old (usia 80-
89 tahun); d). Very Old-old (usia 90 tahun ke atas).

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


Menurut Azizah (2011), semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses
penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada
diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial, dan
seksual.

2.1.3.1 Perubahan Fisik


a. Sistem panca indra
Perubahan sistem panca indra pada lansia antara lain sebagai berikut :
1). Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitanya dengan
presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga
lansa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak
jauh atau dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem
penerangan yang baik dapat digunakan.
2). Sistem pendengaran: presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada –nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun.
3). Sistem integumen;

b. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai
berikut:
1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai
pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur. Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab
turunya fleksibelitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak
berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan
otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan
dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
2) Kartilago; jaringan kartilago pada persendian lunak mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan regenerasi
yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan
sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat
perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri,
keterbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
3) Tulang; berkurangannya kepadatan tulang setelah di observasi
adalah bagian dari penuaan fisiologis. Dampak berkurangnya
kepadatan akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
4) Otot; perubahan struktur pada otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif, dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan
kekuatan, penurunan fleksibelitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot.
5) Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligamen dan
jaringan periarkular mengalami penurunan daya lentur dan
elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan klasifikasi pada kartilago
dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi
penurunan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan
gangguan berupa bengkan, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan
dan aktifitas keseharian lainnya.

c. Sistem Kardiovaskuler
Masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA node dan
jaringan ondksi berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi O2 pada
tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun.

d. Sistem Respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi
kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan
pernafasan terganggu dan kemampuan perengangan toraks berkurang.
Umur tidak berhubungan dengan perubahan otot diafragma, apabila
terjadi perubahan otot diafragma, maka otot thoraks menjadi tidak
seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding toraks selama
respirasi berlangsung.
e. Pencernaan dan Metabolisme

Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk


dan gizi yang buruk.

Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di


lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.

Eosephagus melebar.

Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.

Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

Daya absorbsi melemah.

f. Sistem perkemihan
Ginjal Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus
(nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang
air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada
pria.
g. Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penuruanan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respons
motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor propioseptif,
hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami
perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Menurut Surini dan Utomo
(2003) yang dikutip oleh Azizah (2011).
h. Sistem Reproduksi
Menciutnya ovari dan uterus
Atrofi payudara.
Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal
kondisi kesehatan baik.
Selaput lendir vagina menurun.

2.1.3.2 Perubahan Kognitif.


a. Memory (Daya ingat, ingatan)
Pada lanjut usia , daya ingat (memory) merupakan salah satu fungsi
kognitif yang seringkali paling awal mengalami penurunan. Ingatan
jangka panjang (Long term memory) kurang mengalami perubahan,
sedangkan ingatan jangka pendek (short term memory) atau seketika
0-10 menit memburuk.

b. IQ (Intellegent Quocient)
Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi matematika
(analisis, linier, sekuensial) dan perkataan verbal. Tetapi persepsi dan
daya membayangkan (fantasi) menurun. Walaupun mengalami
kontroversi, tes intelegensia kurang memperhatikan adanya penurunan
kecerdasan pada lansia (Cockburn & Smith, 1991 dikutip oleh
Lumbantobing, 2006).
c. Kemampuan belajar.
Menurut Brocklehurst dan Allen (1987); Darmojo & Martono (2004),
lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami demensia masih memiliki
kemampuan belajar yang baik, bahkan di negara industri maju
didirikan University of the third age.
d. Kemampuan pemahaman (Compherension).
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada lansia
mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan
fungsi pendengarannya lansia yang mengalami penurunan.
e. Pemecahan masalah (Problem Solving).
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin
banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah tanpa dipecahkan
menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lanjut
usia.
f. Pengambilan keputusan (Decission Making).
Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau seolah-
olah terjadi penundaan.
g. Kebijaksanaan (Wisdom).
Bijaksana (Wisdom) adalah aspek kepribadian (personality) dan
kombinasi dari aspek kognitif. Kebijaksanaan menggambarkan sifat
dan sikap individu yang mampu mempertimbangkan antara baik dan
buruk serta untung dan ruginya sehingga dapat bertindak secara adil
atau bijaksana. Menurut Kuntjoro (2002), para lansia semakin
bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan.
h. Kinerja (Performance)
Pada lanjut usia memang akan terlihat penurunan kinerja baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performance yang
membutuhkan kecepatan dan waktu mengalami penurunan
(Lumbantobing, 2009).
i. Motivasi
Pada lanjut usia, motivasi baik kognitif maupun afektif untuk
mencapai/memperoleh sesuatu cukup besar, namun motivasi tersebut
seringkali kurang memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun
psikologis, sehingga hal-hal diinginkan banyak berhenti di tengah
jalan.

2.1.3.3 Perubahan Spiritual


Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam kehidupan
(Maslow, 1976); Stuart dan Sundeen, 1998). Lansia makin teratur dalam
kehidupan keagamaannya. Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari (Murray dan Zentner, dikutip Nugroho, 2000). Pada
tahap perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian
(Sense of Awareness of Mortality).

2.1.3.4 Perubahan Psikososial


a. Pensiun
Pensiun sering dikaitkan secara salah dengan kepasifan dan
pengasingan. Dalam kenyataannya, pensiun adalah tahap kehidupan
yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran, yang dapat
menyebabkan stress psikososial.
b. Perubahan aspek kepribadian
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dengan adanya penurunan
kedua fungsi tersebut, lansia mengalami perubahan kepribadian.
Menurut Kuntjoro (2002), kepribadian lanjut usia dibedakan menjadi
5 tipe kepribadian yaitu tipe kepribadian konstruktif (construction
personality), mandiri (independent personality), tipe kepribadian
tergantung (dependent personality), bermusuhan (hostile personality),
tipe kepribadian defensive, dan tipe kepribadian kritik diri (self hate
personality).
c. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak
fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia, misalnya badannya menjadi bungkuk,
pendengaran sangat berkurang, penglihatan semakin kabur dan
sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.

2.1.3.5 Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik. Menurut kuntjoro (2002),
faktor psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan seksualitas,
antara lain seperti rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan
seksual pada lansia.

2. Konsep Gout Artritis/Asam Urat


1.1. Pengertian Gout Artritis/Asam Urat
Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan
defek genetic pada metabolism purin atau hiperuricemia. (Brunner & Suddarth.
2001).
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat
yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas,
pergelangan dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie. 2005).
Khomsan A.S. Harlinawati Y (2008) mengatakan asam urat ialah terjadinya
penumpukan kristal asam urat pada daerah persendiaan.
Silvia S (2009) berpendapat bahwa asam urat adalah asam yang berbentuk kristal
yang merupakan hasil akhir dari metabolism purin (bentuk turunan nukeloprotein)
yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh.
Menurut Mutia Sari (2010) asam urat adalah akibat tingginya kadar asam urat
ditubuh.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa asam urat merupakan bagian
metabolism purin. Dalam keadaan normal dan jika tidak berlangsung normal
asam urat akan menumpuk dalam jaringan tubuh. Akibatnya, terjadi
penumpukkan kristal asam urat pada daerah persendian sehingga menimbulkan
rasa sakit yang luar biasa.

1.2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan
kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit
dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam
pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.

Beberapa faktor lain yang mendukung, seperti :

a. Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam


urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
b. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi,
gangguan ginjal yang akan menyebabkan :
 Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia.
 Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asam urat
seperti : aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta
zolamid dan etambutol.

1.3. Patofisiologi

Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang


mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequat
akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah
(Hiperurecemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam
tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon
inflamasi.
Hiperurecemia merupakan hasil :

a. Meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purine abnormal.


b. Menurunnya ekskresi asam urat.
c. Kombinasi keduanya.

Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka asam
urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan
berakumulasi atau menumpuk di jaringan konectiv diseluruh tubuh, penumpukan
ini disebut tofi. Adanya kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil
melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga
menyebabkan inflamasi.

Pada penyakit gout akut tidak ada gejala-gejala yang timbul. Serum urat
maningkat tapi tidak akan menimbulkan gejala. Lama kelamaan penyakit ini akan
menyebabkan hipertensi karena adanya penumpukan asam urat pada ginjal.
Serangan akut pertama biasanya sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan ini
meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini sangat nyeri yang
menyebabkan tulang sendi menjadi lunak dan terasa panas, merah. Tulang sendi
metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi, kemudian mata
kaki, tumit, lutut, dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejalanya disertai
dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang dan
dengan interval yang tidak teratur.

Periode intercritical adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan gout.
Kebanyakan pasien mengalami serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2 tahun
setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan polyarticular yang
tanpa kecuali menyerang tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai
dengan demam. Tahap akhir serangan gout atau gout kronik ditandai dengan
polyarthritis yang berlangsung sakit dengan tofi yang besar pada kartilago,
membrane synovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari, tangan,
lutut, kaki, ulnar, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal seperti
ginjal. Kulit luar mengalami ulcerasi dan mengeluarkan pengapuran, eksudat yang
terdiri dari kristal asam urat.

1.4. Pathway

1.5. Tanda dan Gejala


Menurut Mutia Sari (2010) biasanya asam urat mengenai sendi ibu jari, tetapi bisa
juga pada tumit, pergelangan kaki dan tangan atau sikut. Kebanyakan asam urat
muncul sebagai serangan kekambuhan. Penyakit ini timbul dari kondisi
hiperurikemi, yaitu keadaan dimana kadar asam urat dalam darah di atas normal.
Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3,5-7 mg/dL, sedangkan pada wanita
2,6-6 mg/dL. Serangan asam urat biasanya timbul secara mendadak/akut,
kebanyakan menyerang pada malam hari. Jika asam urat menyerang, sendi-sendi
yang terserang tampak merah, mengkilat, bengkak, kulit diatasnya terasa panas
disertai rasa nyeri yang sangat hebat, dan persendian sulit digerakkan. Serangan
pertama asam urat pada umumnya berupa serangan akut yang terjadi pada
pangkal ibu jari kaki, dan sering kali hanya pada sendi yang diserang. Namun,
gejala-gejala terebut dapat juga terjadi pada sendi lain seperti tumit, lutut, siku
dan lain-lain.
Asam urat yang berlebih kemudian akan terkumpul pada persendian sehingga
menyebabkan rasa nyeri atau bengkak.

1.6. Manifestasi Klinik


a. Nyeri tulang sendi
b. Kemerahan dan bengkak pada tulang sendi
c. Tofi pada ibu jari, mata kaki dan pinna telinga
d. Peningkatan suhu tubuh.

Gangguan akut :

a. Nyeri hebat
b. Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang terserang
c. Sakit kepala
d. Demam.

Gangguan kronis :

a. Serangan akut
b. Hiperurisemia yang tidak diobati
c. Terdapat nyeri dan pegal
d. Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut tofi (penumpukan
monosodium urat dalam jaringan)

1.7. Penyebab
Kelainan metabolisme dalam tubuh yaitu reaksi peradangan jaringan terhadap
pembentukan Kristal monosodium urat monohidrat yang berhubungan dengan
hiperurisemia (pengeluaran asam urat melalui urin yang berlebihan). Beberapa
faktor yang menyebabkan kadar asam urat tinggi adalah :
1. Faktor keturunan.
2. Penyakit Diabetes Melitus.
3. Adanya gangguan ginjal dan hipertensi.
4. Tingginya asupan makanan yang mengandung purin.
5. Berat badan yang berlebih (obesitas)
6. Jumlah alkohol yang dikonsumsi
7. Penggunaan obat-obatan kimia yang bersifat diuretik/analgetik dalam waktu
lama.
1.8. Perawatan dan pengobatan
Tujuan: untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan
berulang dan pencegahan komplikasi.
Cara perawatan asam urat secara mandiri :
Perawat yang dapat dilakukan berupa tindakan sewaktu terjadi serangan,
pengobatan dokter dan perawatan sendiri setelah memperoleh diagnosa. Bila anda
mengalami serangan gout secara tiba-tiba, lakukan tindakan darurat berikut :
1. Istirahatkan sendi agar cepat sembuh. Beri kompres dingin (plastic berisi es)
beberapa jam sekali selama 15-20 menit pada sendi yang nyeri untuk
mengurangi nyeri akibat radang. Kalau perlu masukkan kaki yang bengkak ke
dalam ember berisi air es.
2. Minum obat pereda sakit (analgetik biasa) untuk menghilangkan rasa nyeri.
3. Minum banyak air (lebih dari 3,5 liter atau 8-10 gelas sehari) untuk
membantu mengeluarkan asam urat dari tubuh melalui urin.

1.9. Penatalaksanaan medik

Tujuan untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan


berulang, dan pencegahan komplikasi.

a. Pengobatan serangan akut dengan Colchicine 0,6 mg (pemberian oral),


Colchicine 1,0-3,0 mg (dalam NaCl intravena), phenilbutazone,
Indomethacin.
b. Sendi diistirahatkan (imobilisasi pasien)
c. Kompres dingin
d. Diet rendah purin
e. Terapi farmakologi (Analgesic dan antipiretik)
f. Colchicines (oral/IV) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari
Kristal asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.
g. Nonsteroid, obat-obatan anti inflamasi (NSAID) untuk nyeri dan inflamasi.
h. Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk
mencegah serangan.
i. Uricosuric (Probenecid dan Sulfinpyrazone) untuk meningkatkan ekskresi
asam urat dan menghambat akumulasi asam urat (jumlahnya dibatasi pada
pasien dengan gagal ginjal).
j. Terapi pencegahan dengan meningkatkan ekskresi asam urat menggunakan
probenezid 0,5 g/hari atau sulfinpyrazone (Anturane) pada pasien yang tidak
tahan terhadap benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan
Allopurinol 100 mg 2 kali/hari.

1.10. Komplikasi
Tidak jarang penderita menjadi depresi karena kualitas dan produktivitasnya
menurun drastis, yang diwaspadai adalah komplikasi di kemudian hari, seperti
benjolan pada bagian tubuh tertentu, kerusakan tulang dan sendi sehingga dapatb
pincang, peradangan tulang, kerusakan ligament dan tendon (otot), batu ginjal,
kerusakan ginjal, dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Komplikasi yang lain
dapat berupa :
a. Erosi, deformitas dan ketidakmampuan aktivitas karena inflamasi kronis dan
tofi yang menyebabkan degenerasi sendi.
b. Hipertensi dan albuminuria.
c. Kerusakan tubuler ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronik.

1.11. Pemeriksaan penunjang


a. Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat, yang menunjukkan inflamasi
b. SDP meningkat (leukositosis)
c. Ditemukan kadar asam urat yang tinggi di dalam darah
d. Pada pemeriksaan terhadap contoh cairan sendi di bawah mikroskop khusus
akan tampak kristal urat yang berbentuk seperti jamur
e. Pemeriksaan sinar X dari daerah yang terkena untuk menunjukkan masa
tefoseus dan destruksi tulang dan perubahan sendi.

1.12. Pencegahan
a. Pembatasan purin : Hindari makanan yang mengandung purin yaitu : Jeroan
(jantung, hati, lidah ginjal, usus), Sarden, Kerang, Ikan herring, Kacang-
kacangan, Bayam, Udang, Daun melinjo.
b. Kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan
dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita
gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus
diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan
kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena
adanya badan keton yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui
urine.
c. Tinggi karbohidrat : Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi
sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan
meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine.
d. Rendah protein : Protein terutama yang berasal dari hewan dapat
meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang
mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal,
otak, paru dan limpa.
e. Rendah lemak : Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin.
Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya
dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori.
f. Tinggi cairan : Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buah-
buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan
adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air.
Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga boleh dikonsumsi
karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-buahan yang
sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai
kandungan lemak yang tinggi.
g. Tanpa alkohol : Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat
mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang
tidak mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan
meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat
pengeluaran asam urat dari tubuh.
h. Olahraga ringan: olahraga yang teratur memperbaiki kondisi kekuatan dan
kelenturan sendi serta memperkecil risiko terjadinya kerusakan sendi akibat
radang sendi, selain itu olahraga memberi efek menghambat tubuh sehingga
mengurangi rasa sakit dan mencegah pengendapan asam urat pada ujung-
ujung tubuh yang dingin karena kurang pasokan darah. Jalan kaki, bersepeda,
dan jogging bisa dijadikan alternatif olahraga untuk mengatasi rematik dan
asam urat, selain itu olahraga yang cukup dan teratur memperkuat sirkulasi
darah dalam tubuh.

1.13. Makanan yang dianjurkan pada penderita asam urat


1. Konsumsi makanan yang mengandung potassium tinggi seperti kentang,
yogurt, dan pisang.
2. Konsumsi buah yang banyak mengandung vitamin C, seperti jeruk, papaya
dan strawberry.
3. Contoh buah dan sayuran untuk mengobati penyakit asam urat: buah naga,
belimbing wuluh, jahe, labu kuning, sawi putih, serai dan tomat.
4. Perbanyak konsumsi karbohidrat komplek seperti nasi, singkong, roti dan ubi
5. Kurangi konsumsi karbohidrat sederhana sejenis pruktosa seperti: gula,
permen, arum manis dan sirup.
6. Jangan minum aspirin
7. Jangan bekerja terlalu keras/kelelahan
8. Pada orang kegemukan atau obesitas, biasanya kadar asam urat cepat naik
tetapi pengeluaran sedikit, maka sebaiknya turunkan berat badan anda dengan
olahraga yang cukup.
9. Sesuaikan asupan energi dengan kebutuhan tubuh, berdasarkan tinggi dan
berat badan.

1.14. Makanan yang harus dihindari pada penderita asam urat :


1. Jeroan: ginjal, limpa, babat, usus, hati, paru dan otak
2. Seafood: udang, cumi-cumi, sotong, kerang, kremis, tiram, kepiting, ikan teri
dan ikan sarden.
3. Ekstrak daging seperti abon dan dendeng.
4. Makanan yang sudah dikalengkan contohnya kornet sapi dan sarden.
5. Daging kambing, daging sapi dan daging kuda.
6. Bebek, angsa dan kalkun.
7. Kacang-kacangan: kacang kedelai (termasuk tempe, tauco, oncom, susu
kedelai), kacang tanah, kacang hijau, tauge, melinjo dan emping.
8. Sayuran: kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur kuping, daun
singkong, daun papaya dan kangkung.
9. Keju, telur, krim, es krim, kaldu atau kuah daging yang kental.
10. Buah-buahan seperti durian, nenas dan air kelapa.
11. Makanan yang digoreng atau bersantan yang dimasak dengan menggunakan
margarine/mentega.
12. Makanan kaya protein dan lemak
13. Selain beberapa pantangan diatas, penderita asam urat juga harus selalu
banyak minum air putih apalagi bagi mereka yang mempunyai penyakit batu
ginjal. Dengan banyak minum air putih akan sangat membantu ginjal untuk
mengeluarkan kristal asam urat dari dalam tubuh melalui urin.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Andarmoyo, Sulistyo. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1.
Jakarta : EGC.
Nugroho, Wahjudi. (2012). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia.A. 2008. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II.
Jakarta : EGC.
Syaifiddin. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1. Jakarta :
EGC.
Setiadi. 2011. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai