Anda di halaman 1dari 10

Makalah Interaksi Obat Dengan Nutrien

(Warfarin Dengan Amiodaron, Warfarin Dengan Vitamin K)

Dosen Pengampu :
Murtiyana Sari, M.Clin.Pharm., Apt

Disusun Oleh:
Novyananda S.F (15670020)
Lailatul Badriyah (15670030)
Nila Khumaidah (15670031)
Lailin Ilmanafi’a (15670032)
Riza Ambar sari (15670034)
Ahmed Hasan (14

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung adalah suatu keadaan patofiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan (Price dan Wilson,2006). Gagal jantung terjadi
jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen.
Penyakit gagal jantung termasuk salah satu diagnosis kardiovaskular yang
paling cepat meningkat jumlahnya. Penyakit gagal jantung ini merupakan
penyakit dengan kematian tertinggi. Pada penyakit gagal jantung tidak hanya
mengganggu funsi kerja jantung saja, akan tetapi juga akan berakibat pada
penyakit penyerta lainnya sehingga membutuhkan berbagai macam obat dalam
terapinya.
Penyakit penyerta pada penyakit gagal jantung salah satunya adalah stroke
iskemik transien. Salah satu pengobatannya yakni dengan memberikan obat
amiodaron. Tetapi amiodaron juga menghambat kerja beta blocker maka
diberikan obat antikoagulan yakni warfarin. Maka dari itu untuk mengatasi
penyakit penyerta pada penyakit gagal jantung diberikan obat amiodaron dan
warfarin. Selain dapat berinteraksi secara farmakokinetik dengan amiodaron
warfarin juga dapat berinteraksi secara farmakodinamik dengan vitamin K baik
yang dikonsumsi oral maupun vitamin K yang ada dalam tubuh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana interaksi farmakokinetik antara Warfarin dan Amiodaron?
2. Bagaimana interaksi farmakokinetik antara Warfarin dan Vitamin K?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui interaksi farmakokinetik antara Warfarin dan Amiodaron
2. Untuk mengetahui interaksi farmakokinetik antara Warfarin dan Vitamin K
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Interaksi Farmakokinetik Antara Warfarin Dan Amiodaron


Interaksi yang terjadi antara warfarin dan amiodaron ini termasuk dalam
interaksi farmakokinetik dengan onset delayed yang memiliki level signifikansi 1
dengan tingkat keparahan mayor ( efek fatal dapat menyebabkan kematian) dan
memiliki dokumentasi estabilised yaitu interaksi obat yang sering terjadi
(Tatro,2009). Peningkatan efek antikoagulan yang diamati ketika amiodarone
dan warfarin yang bersamaan disebabkan oleh penghambatan CYP2C9, isozim
P-450 terutama bertanggung jawab untuk konversi (S) -warfarin ke metabolit
utama, (S) -7-hydroxywarfarin. CYP2C9 merupakan enzim P450 yang
memetabolisme S-warfarin membentuk metabolit inaktif. Secara umum S-
warfarin pada konsentrasi terapeutik dimetabolisme terutama oleh CYP2C9,
yang mengubah obat menjadi metabolit 7-hidroksiwarfarin inaktif yang
dikeluarkan dalam urin.
Mekanisme interaksi farmakokinetik yang terajadi antara warfarin dan
amiodaron adalah dengan menghambat proses metabolisme dari warfarin.
Penelitian yang dilakukan oleh Heimark,dkk (1992) diketahui bahwa amiodaron
dan beberapa metabolitnya menghambat reduksi dari S-warfarin alkohol-1 dan
oksidasi kedua S-warfarin ke fenolik metabolit. Potensi interaksi ini warfarin
tergantung pada penghambatan P4502C9, pada isoenzim P450 terutama
bertanggung jawab untuk konversi S-warfarin untuk metabolit utama (S)-7-
hydroxywarfarin.
Dari data penelitian Hiemarki et al. (1992) diatas dapat dilihat bahwa 7-
hidroksiwarfarin yang merupakan hasil metabolit utama dari warfarin mengalami
penurunan kadarnya saat diekresikan melalui urin. Hal ini dikarenakan adanya
hambatan proses metabolisme warfarin karena adanya amiodaron yang dapat
menginhibisi atau menghambat CYP450 2C9 yang berfungsi untuk metabolisme
warfarin di hepar. Sehingga tidak dapat menghasilkan metabolit inaktif yang
akan diekskresikan melalui urin.
Menurut Fajriansyah dkk (2015) Amiodaron dapat meningkatkan efek
warfarin dengan cara inhibisi CYP450 2C9 yang berfungsi untuk metabolisme
warfarin di hepar. Pengambatan oksidasi sitokrom P450 ini lebih kuat pada S-
warfarin dari pada R-warfarin. Seperti yang kita tahu bahwa S-warfarin ini
merupakan bentuk obat yang paling umum di indonesia, sehingga
penggunaannya bersama amiodaron ini perlu mendapat perhatian. Adanya
penghambatan warfarin oleh amiodaron ini menyebabkan eliminasi dari warfarin
terhambat. Sehingga kadar warfarin dalam darah meningkat dan t 1/2 warfarin
semakin panjang sehingga meningkatkan efek warfarin dan bisa menjadi toksik.

Dari data penelitian Hiemarki et al. (1992) diatas dapat di ketahui karena ada
inhibisi CYP450 2C9 yang berfungsi untuk metabolisme warfarin di hepar, maka
proses metabolisme warfarin dihati terhambat yang dapat pula berpengaruh
terhadap eliminasi dari warfarin. Pada hasil data diatas maka dapat dilihat bahwa
ketika warfarin dikombinasi amiodaron maka nilai AUC dari warfarin
meningkat sehingga dapat dikatakan bahwa kadar obat dalam plasma tinggi
sehingga t 1/2 dari warfarin lebih panjang, sedangkan untuk clearance warfarin
sendiri turun dengan adanya amiodaron hal tersebut dikarenakan terhambatnya
proses metabolisme. Keadaan tersebut dapat menyebabkan hipoprotrombinemia
dan perdarahan. Peningkatan efek antikoagulan terjadi setelah pemberian
amiodaron satu minggu atau lebih dan bertahan beberapa bulan setelah
amiodaron dihentikan (Fajriansyah dkk , 2015).
Managemen Terapi
Menurut Cheung dkk (1996), manifestasi dari interaksi tersebut yaitu
terjadinya risiko pendarahan pada pasien. Terdapat laporan kasus yang terjadi
yaitu seorang pria berusia 72 tahun mengalami fibrilasi atrium setelah operasi
bypass graft arteri koroner, pasien tersebut diberikan pengobatan dengan
amiodaron (600 mg/hari). Dua minggu kemudian dia mengalami dua serangan
iskemik transien. Saat itu, 18 hari setelah memulai amiodaron, dosis amiodaron
dikurangi menjadi 400 mg/hari dan diberikan kombinasi dengan antikoagulan
lain yaitu warfarin. Ketika setelah pelaksanaan terapi terlihat protrombin pasien
tampaknya telah stabil dan dia keluar dari rumah sakit dengan mengambil
warfarin dosis 2 mg dan 2-5 mg. Delapan belas hari kemudian dia dirawat
kembali di rumah sakit dengan gross hematuria dan International Normalized
Ratio (INR) yang menunjukkan indikator kecenderungan pembekuan darah
mencapai 4-7 (tinggi), sehingga untuk menormalkan kembali kondisinya, pasien
tersebut diberikan transfusi plasma beku segar dan penarikan warfarin, sehingga
INR menjadi normal yaitu berdasarkan Chrisholm-Burns et al. (2016), target
INR pasien yang menggunakan warfarin yaitu sebesar 2,5 (2-3). Hal ini juga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Shirolkar (2010), penurunan dosis dari
warfarin diperlukan ketika warfarin dikombinasikan dengan amiodaron.
Penurunan dosis warfarin pada paisen dengan BB 70 kg yang mengonsumsi
amiodaron 200 mg/hari dilakukan penurunan dosis warfarin hingga 35%,
sedangkan pada pasien yang mengambil amiodaron 400-600 mg/hari diperlukan
penurunan dosis warfarin hingga 50-65%.
2.2 Interaksi Farmakodinamik Antara Warfarin Dengan Vitamin K
Warfarin terserap dengan baik dalam tubuh serta sangat terikat dengan
protein plasma (99%). Warfarin dimetabolisme melalui sitokrom P450.
Warfarin secara tidak langsung dapat mencegah daur ulang vitamin K
teroksidasi sehingga mengurangi produksi vitamin K yang disintesis oleh
hati. Metabolisme warfarin tersebut memungkinkan terjadinya mekanisme
interaksi obat secara farmakokinetik dan farmakodinamik.
Interaksi yang terjadi antara warfarin dan Produksi vitamin K dalam
hati termasuk dalam interaksi farmakodinamik dengan onset delayed yang
memiliki level signifikansi 2 dengan tingkat keparahan moderate yang dapat
menyebabkan kerusakan organ serta memiliki dokumentasi estabilised yaitu
interaksi obat yang sering terjadi (Tatro,2009).
Obat antikoagulan warfarin mempunyai sepasang enantiomer, yang
mempunyai cara metabolisme berbeda oleh sitokrom P450 (CYP). R-Warfarin
utamanya dimetabolisme oleh CYP1A2 menjadi 6- dan 8-Hydroxywarfarin, oleh
CYP3A4 menjadi 10-hydroxywarfarin, dan oleh Carbonyl reductase menjadi
diastereisomeric alcohol. S-Warfarin terutama dimetabolisme oleh sitokrom CYP2C9
menjadi 7-Hydroxywarfarin.

Interaksi vitamin K dengan coumarin adalah interaksi obat yang paling umum
dan penting dengan antikoagulan oral. Secara umum diterima bahwa antikoagulan
oral mempengaruhi sintesis kompleks prothrombin melalui kompetisi dalam hepatosit
dengan reseptor yang biasanya adalah situs di mana vitamin K diperlukan sebagai co-
faktor untuk sintesis faktorfotografi II, VII, IX dan X (Koch-Weser dan Seller, 1971).
Atau, telah dipostulatkan bahwa tindakan utama antikoagulan oral adalah untuk
memblokir serapan hepatoselular ke vitamin K (Lowenthal dan Birnbaum).

Produksi enterik dan bioavailabilitas Vitamin K secara teoritis penting sebagai


deter-minant dari aksi coumarin. Ketersediaannya Vitamin K sebagian ditentukan
melalui produksi oleh bakteri usus. Jika ini adalah jurusan penentu sintesis faktor
penggumpalan, pemberian antibiotik spektrum luas semacam itu sebagai neomisin,
dengan penurunan berikutnya dalam flora usus dan berkurangnya produksi vitamin
K, seharusnya meningkatkan efikasi antikoagulan oral. Saya nampaknya,
bagaimanapun, bahwa asupan makanan vitamin K lebih penting daripada produksi di
usus itu sendiri dan akibatnya interaksi coumarin dengan obat antimikroba belum
ditemukan signifikansi klinis kecuali dalam kelemahan pasien atau mereka yang
menjalani alstitusi parenteral jangka panjang.

Obat-obatan lain mungkin, setidaknya secara teori, mengganggu penyerapan


vitamin K. Karena vitamin larut dalam lemak, interaksi ini akan sangat menonjol
dengan cholestyramine, resin yang mengikat garam empedu dan dengan demikian
mengganggu penyerapan lemak. Mungkin juga diantisipasi bahwa vitamin akan
berinteraksi dengan minyak mineral di mana ia menunjukkan kelarutan preferensial.
Singkatnya, setiap faktor yang mengubah asupan diet dari vitamin K, sintesis bakteri
di kecil usus atau disposisi dalam tubuh secara teoritis mampu mengubah aksi
kumarin. Konsensus saat ini adalah bahwa interaksi ini jarang memiliki signifikansi
klinis (Koch-Weser dan Seller, 1971).

Sejumlah obat lain bertindak dalam hepatosit untuk mengubah aksi kumarin.
Afinitas dari situs reseptor warfarin untuk warfarin meningkat pada kehadiran
quinidine dan efek hipopro-trombinemik dari warfarin ditingkatkan. SEBUAH ion
interaksi serupa dari warfarin dengan anabolic steroid, klofibrat, dan d-tiroksin
dijelaskan (Deykin, 1970). Selanjutnya, obat-obatan seperti aspirin dan glukagon
dapat bertindak sinist-gistically dengan coumarin secara langsung atau tidak langsung
mekanisme untuk meningkatkan antikoagulan yang diinduksi hypoprothrombinaemia
(Koch-Weser, 1970). Obat tambahan yang diketahui berinteraksi dengan coumarin di
sel hati dengan perubahan langsung ketersediaan prokoagulan atau faktor pembekuan
sintesis, terutama hormon steroid (lihat di bawah)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Penggunaan warfarin dengan amiodaron dapat menimbulkan interaksi secara
farmakokinetik terutama pada penggunaan S-warfarin dengan onset delayed
yang memiliki level signifikansi 1 dengan tingkat keparahan mayor dan
dokumentasi estabilised. Mekanismenya yaitu dengan mempengaruhi proses
metabolisme warfarin dengan penghambatan CYP2C9, isozim P-450 terutama
bertanggung jawab untuk konversi (S) -warfarin ke metabolit utama, (S) -7-
hydroxywarfarin.
2. Penggunaan warfarin dengan vitamin K dapat menimbulkan interkasi secara
farmakodinamik karena kedua obat tersebut bekerja secara antagonis sehingga
dapat mempengaruhi kerja dari warfarin sebagai antikoagulan .
DAFTAR PUSTAKA

Cheung B, Lam FM, Kumala CR. 1996. Lesson Of The Week: Insidiously Evolving,
Occult Drug Interaction Involving Warfarin With Amiodaarone. BMJ
312. Hal 107-8
Chrisholm-Burns, M., Schwinghammer, T.L., Wells., B.G., Malone, P.M., Kolesar,
J.M., Dipiro, J.T. 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice. New
York: McGraw-Hill Education Inc.
Fajriansyah, Tahir, H., Kombong, A. 2016. Kajian Drug Relation Problem (DRPs)
Kategori Interaksi Obat, Over Dosis, dan Dosis Sub terapi pada Pasien
Gagal Jantung Kongestif di RSUP Universitas Hasanuddin. Jurnal Ilmiah
Farmasi, 5(1): 91-102.
Heimark, L.D., Wienkers, L., Kunze, M.S.K., Gibaldi, M., Eddy, C., Trager, W.F.,
O’Reilly, R.A., Goulart, D.A. 1992. The Mechanism of the Interaction
Between Amiodarone and Warfarin in Humans. Clin Pharmacol Ther, 51
(4): 398-407.
J Tammy. Bungard, BSP, PharmD; Erin Yakiwchuk, BSP, ACPR; Michelle Foisy,
BSc Pharm, PharmD, FCSHP; Cynthia Brocklebank, PharmD, ACPR.
2011. Drug interactions involving warfarin: Practice tool and practical
management tips. CPJ / RPC. Vol 114 (1)

Shirolkar, S.C., Fluzat, M., Becker, R.C. 2010. Dronedarone and Vitamin K
antagonist: A Review of Drug-Drug Interactions. American Heart
Journal,160 (4): 577-582.
Tatro,D.S.2009. Drug Interaction Facts , Fifth Edition. Saint Louis:Lippincott &
Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai