Laporan Praktikum
Laporan Praktikum
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Residu sejumlah bahan kimia yang ditinggalkan pestisida sintetik melalui berbagai
siklus secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi manusia. Namun kenyataan
bahwa pestisida atau bahan pembasmi serangga kini digunakan secara luas oleh masyarakat
petani. Pestisida, selain merupakan alat pembasmi serangga, dirasa sebagai kebutuhan pokok
masyarakat dalam usaha budidaya pertanian. Masyarakat juga belum mengerti pengetahuan
akan pemakaian pestisida kimia secara tepat sesuai dengan peraturan ambang ekonomi. Oleh
karena itu diperlukan solusi agar masyarakat mengurangi ketergantungannya terhadap
pestisida kima. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah mengalihkan penggunaan
pestisida kimia menjadi pestisida nabati.
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau
bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi
berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang
merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian
tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida nabati
mempunyai beberapa keunggulan. Keunggulan pestisida nabati adalah murah dan mudah
dibuat sendiri oleh petani, relatif aman terhadap lingkungan, tidak menyebabkan keracunan
pada tanaman, sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama, kompatibel digabung dengan
cara pengendalian yang lain, menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu
pestisida kimia.
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama
digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih
dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan
yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-
an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida,
diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek
batang padi.
Namun setelah ditemukannya pestisida sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari
bahan tumbuhan atau bahan alami lainnya tidak digunakan lagi. Selain memiliki senyawa
aktif utama dalam ekstrak tumbuhan juga terdapat senyawa lain yang kurang aktif, namun
keberadaannya dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Serangga
tidak mudah menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa bahan aktif,
karena kemampuan serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap beberapa
senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil daripada terhadap senyawa insektisida tunggal.
Selain itu cara kerja senyawa dari bahan nabati berbeda dengan bahan sintetik sehingga
kecil kemungkinannya terjadi resistensi silang. Pada umumnya pestisida sintetik dapat
membunuh langsung organisme sasaran dengan cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida
nabati, insektisida nabati tidak dapat mematikan langsung serangga, namun bersifat Refelen,
artinya yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat.
Selain itu pestisida nabati bersifat Antifidan atau menyebabkan serangga tidak menyukai
tanaman, misalnya
disebabkan rasa yang pahit.
1.2 Tujuan
Mengetahui cara pembuatan pestisida nabati beserta karakter (aroma, warna, dan
endapan) pada berbagai jenis bahan pestisida nabati.
BAB 3. METODOLOGI
4.2 Pembahasan
Pestisida merupakan campuran dari berbaga senyawa-senyawa kimia yang mampu
membasmi berbagai organisme pengganggu tanaman. Ada beberapa jenis pestisida, yaitu
insektisida untuk mengendalikan hama (serangga pengganggu), herbisida (untuk
mengendalikan gulma), nematisida (untuk mengendalikan nematoda), dan bakterisida untuk
mengandalikan batkeri penyebab penyakit. Berdasarkan sumber bahannya pestisida ada dua,
yaitu pestisida sintetik dan pestisida nabati. Pestisida sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia
(non alami) biasa diproduksi di pabrikan, sedangkan pestisida nabati dibuat dari bahan-bahan
nabati (alami), dari tumbuh-tumbuhan atanu tanaman yang mengandung senyawa-senyawa
yang bisa mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Berhubung penggunanaan
pestisida sintetik mulai dirasakan dampak negatifnya, maka mulai diadakan konversi
penggunaan pestisida yang berasal dari bahan-bahan alami (pestisida nabati).
Pestisida nabati ini tidak menimbulkan efek racun sebagaimana jika menggunakan
pestisida sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia. Hal inilah yang menjadi salah satu
keunggulan dari penggunaan pestisida nabati. Beberapa keunggulan yang lain yaitu biaya
pembuatan pestisida nabati ini sangat terjangkau, sehingga bisa diterapkan oleh berbagai
kelas petani, dari petani yang berekonomi rendah sampai yang berekonomi tinggi dan tidak
meninggalkan residu yang berbahaya, yang bisa mencemar lingkungan terutama air tanah
yang nantinya akan dikonsumsi manusia yang akibatny bisa keracunan. Oleh karena sifatnya
yang ramah ligkungan da bernilai ekonomi, penggunaan pestisida nabati ini merupakan
inovasi yang cukup baik untuk dikembangkan juga turut mendukung terciptanya sistem
pertanian yang berkelanjutan.
Pestisida nabati yang saat ini sering digunakan adalah untuk pengendalian hama, jadi
dalam hal ini digunakan sebagai insektisida. Beberapa tumbuhan yang bisa digunakan
sebagai pestisida nabati adalah daun mimba, daun pacar cina, daun sirsat, dan daun mindi.
Beberapa jenis daun dari tumbuh-tumbuhan tersebut mengandung senyawa-senyawa yang
merupakan bahan aktif dalam insektisida, sehingga bisa digunakan secara langsung sebagai
insektisida nabati. Pestisida nabati diaplikasikan dalam bentuk ekstrak dari tumbuh-tumbuhan
tersebut, berupa larutan cair hasil dari pengekstrakan daun-daun dari beberapa jenis
tumbuhan yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk pengaplikasiaannya bisa langsung
disemprotkan pada bagian tanaman yang terserang.
Pestisida berbahan nabati bersifat sebagai racun perut yang tidak membahayakan
terhadap musuh alami atau serangga bukan sasaran, sehingga penggunaan pestisida berbahan
nabati dapat dikombinasikan dengan musuh alami. Selain memiliki senyawa aktif utama
dalam ekstrak tumbuhan juga terdapat senyawa lain yang kurang aktif, namun keberadaannya
dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Serangga tidak mudah
menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa bahan aktif, karena
kemampuan serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap beberapa senyawa yang
berbeda sekaligus lebih kecil daripada terhadap senyawa insektisida tunggal. Selain itu cara
kerja senyawa dari bahan nabati berbeda dengan bahan sintetik sehingga kecil
kemungkinannya terjadi resistensi silang. Pada umumnya pestisida sintetik dapat membunuh
langsung organisme sasaran dengan cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida nabati, sebagai
contoh insektisida nabati yang umumnya tidak dapat mematikan langsung serangga, biasanya
berfungsi seperti berikut: Refelen, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan
baunya yang menyengat, Antifidan menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman,
misalnya disebabkan rasa yang pahit, Attraktan sebagai pemikat kehadiran serangga yang
dapat digunakan sebagai perangkap, mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan
proses penetasan telur, pestisida nabati bersifat racun syaraf dan mengacaukan sistem hormon
di dalam tubuh serangga.
Pada praktikum ini bahan alami yang digunakan sebagai bahan baku pestisida nabati
adalah nimba, lengkuas, serai, daun sirsak, dan daun tembakau. Bahan-bahan tersebut
memiliki kandungan kimia yang berbeda, sehingga sasaran hama yang ditujupun juga
berbeda. Berikut keterangan dari bahan-bahan baku tersebut
1. Mimba (Azadirachta indica)
Daun dan biji dari tanaman mimba dapat digunakan untuk mengendalikan ulat,
kumbang, serta kutu daun yang selalu menyerang tanaman pangan dan hortikultura. Zat yang
terkandung dalam mimba mampu menghambat pertumbuhan serangga hama. Tanaman
mimba mengandung zat azadirachtan, triol, salanin, dan nimbin. Tanaman ini dapat
mengendalikan OPT seperti : Helopeltis sp,; Empoasca sp.; Tungau jingga (Erevipalpis
phoenicis), ulat jengkal (Hyposidra talaca), Aphis gossypii, Epilachna varivestis, Fusarium
oxyporum, Pestalotia, sp.; Phytophthora sp.; Heliothis armigera, pratylenchus sp.;
Nilaparvata lugens.
2. Tembakau (Niocotiana tabacum L.)
Selain mimba, tembakau juga berpotensi digunakan sebagai insektisida nabati untuk
mengendalikan ham. Bagian tanaman tembakau yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida
nabati untuk mengendalikan hama. Bagian tanaman tembakau yang dapat dimanfaatkan
sebagai insektisida nabati adalah batang dan daunnya. Tembakau mengandung zat beracun
berupa nikotin.
3. Sirsak (Annona muricata L.)
Daun sirsak mengandung bahan aktif annonain dan resin. Pestisida nabati daun sirsak
efektif untuk mengendalikan hama trip. Jika ditambahkan daun tembakau dan sirsak akan
efektif mengendalikan hama belalang dan ulat. Sedangkan jika ditambahkan jeringau dan
bawang putih akan efektif mengendalikan hama wereng coklat. OPT sasaran : wereng batang
coklat.
4. Lengkuas (Alpinia galanga SW.)
Daun lengkuas memiliki bahan aktif berupa tanin, saponin, alkaloid, terpenoid dan
flavanoid yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangga.
5. Sirih (Piper betle)
Kandungan kimia daun sirih adalah minyak atsiri 0,8 - 1,8 % (terdiri atas chavikol,
chavibetol (betel phenol), allylprocatechol (hydroxychavikol), allypyrocatechol-mono dan
diacetate, karvakrol, eugenol, p.cymene, cineole, caryophyllene, cadinene, esragol, terpenena,
seskuiterpena, fenil propane, tannin, diastase, karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat,
vitamin C, gula, pati dan asam amino. Chavikol yang menyebabkan sirih berbau khas dan
memiliki khasiat antibakteri (daya bunuh bakteri lima kali lebih kuat daripada fenol biasa).
Selain itu, kandungan bahan aktif fenol dan kavikol daun sirih juga dapat dimanfaatkan
sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama penghisap.
6. Serai (Andropogon nardus L.)
Daun serai wangi (Andropogon nardus L.). Serai wangi memiliki kandungan kimia
yang terdiri dari saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri. Minyak atsiri serai
wangi terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metilheptenon,
dipentena, eugenol metil eter, kadinen, kadinol dan limonene. Senyawa geraniol dan
sitronellal dilaporkan dapat berfungsi sebagai fungisida nabati. Eugenol yang terkandung
dalam serai wangi mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan dan
perkembangan jamur patogen. Tanaman ini dapat mengendalikan Tribolium sp,; Sitophilus
sp.; Callosobruchus sp.; Meloidogyne sp.; dan Pseudomonas sp.
7. Rimpang Jeringau
Rimpang jeringau mengandung bahan aktif arosone, kalomenol, kalomen, kalameone,
metil eugenol yang jika dikombinasi dengan bahan aktif daun sirsak akan efektif
mengendalikan hama wereng.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa ekstrak daun mimba, ekstrak daun
sirsak, ekstrak daun sirih-tembakau, dan ekstrak belengse dari karakter fisik (warna dan
endapan) sama, secara umum ekstrak yang terbentuk berwarna korelasi hijau dan semua
ekstrak kecuali ekstrak daun sirih-tembakau terdapat endapan yang merupakan suspensi dari
ekstrak yang telah dibuat. Pada saat baru diekstrak semua perlakuan daun beraroma
menyengat daun (aroma bisa dipengaruhi dari berbagai zat yang terkandung di dalam
ekstrak). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa-senyawa yang terkandung di dalam ekstrak,
yang berupa senyawa fenol pada daun bereaksi sehingga menimbulkan aroma pada setiap
perlakuan. Selain berbahan baku ekstrak daun, pembuatan pestisida nabati juga ditambahkan
senyawa pelarut seperti sabun colek dan alkohol. Penambahan sabun colek pada ekstrak
daun-daun tersebut bertujuan agar bisa merekatkan berbagai senyawa yang terdapat pada
larutan ekstrak nabati, yang pada dasarnya saling terlepas, sehingga dengan adanya
penambahan detergen diharapkan senyawa-senyawa (senyawa yang mengandung bahan aktif
untuk mengendalikan hama) tersebut saling berikatan, sehingga pestisida nabati akan menjadi
cukup efektif dalam mengendalikan hama, juga agar pestisida nabati ini saat disemprotkan
bisa melekat cukup lama pada tanaman.
Setelah disimpan selama 24 jam, terjadi perubahan aroma dan perubahan warna pada
ekstrak. Secara umum aroma ekstrak yang tadinya menyengat dan beraroma sabun colek
menjadi lebih meningkat dan warna ekstraknya pun menjadi lebih kecoklatan dan
kekuningan. Pada ekstrak daun mimba setelah setelah disimpan sehari warnanya cenderung
sama yaitu hijau, namun aroma ekstrak ini berubah menjadi aroma mirip bawang putih.
Untuk ekstrak daun sirsak, warnanya juga tidak terlihat mengalami perubahan yaitu tetap
hijau tua, sedangkan aromanya berubah semakin menyengat. Ekstrak daun sirih-tembakau,
ekstrak ini menggunakan dua bahan yang sama-sama beraroma kuat, namun sejak pertama
hingga hari kedua aroma ekstrak ini lebih kuat beraroma daun sirih, dibandingkan aroma
daun tembakau. Ekstrak balengse juga terbuat dari beberapa bahan baku, yaitu mimba,
lengkuas dan serai. Bahan-bahan tersebut memiliki aroma kuat dan bisa dibedakan dengan
jelas. Namun setelah dari awal pengamatan hingga hari kedua aroma serai lebih tercium kuat
daripada bahan lain, sedangkan warna ekstrak ini berubah menjadi hijau kekuningan.
Pada pengamatan hari ke-3,atau pengamatan terakhir secara umum aroma ekstrak
yang tadinya menyengat menjadi lebih meningkat dan warna ekstraknyapun menjadi
kekuningan dan kehitaman. Ekstrak daun mimba diakhir pengamatan diketahui berwarna
tetap seperti semula, yaitu hijau, beraroma bawang putih menyengat, dan terbentuknya
endapan. Untuk ekstrak daun sirih warnanya berubah menjai hijau kehitaman, beraroma
menyengat dan terbentuk endapan. Ekstrak daun sirih-tembakau telah berubah warna menjadi
hijau kekuningan, aroma daun sirih semakin menyengat meskipun sampai akhir pengamatan
tidak ada endapan. Ekstrak balengse telah berubah warnanya menjadi kuning kehijauan, bau
serai semakin menyengat dan endapan putih telah terbentuk.
Penyebab ekstrak beraroma lebih menyengat bisa dikarenakan adanya fermentasi
pada ekstrak tersebut yang kemungkinan besar adanya peran dekomposisi dari mikrobia yang
mungkin terlarut dalam ekstrak sehingga muncul aroma yang lebih busuk, sebagaimana
sampah-sampah organik yang jika dibiarkan akan semakin beraroma busuk. Sedangkan
terjadi perubahan warna bisa karena terjadi pengendapan (suspensi yang mengandung warna
hijau akibat klorofil terendapkan) sehingga larutan nampak lebih coklat bida juga warna hijau
yang ditimbulkan klorofil mulai hilang karena klorofil sudah mulai rusak tidak ada produksi
klorofil sebagaimana dedaunan yang masih melekat pada pohon, sehingga semakin lama
klorofil daun akan rusak dan warna hijaunya mulai terdegradasi menjadi lebih kecoklatan.
Endapan yanng terjadi semakin banyak. Walaupun pestisida nabati banyak keunggulannya
dibandingkan dengan pestisida sintetik, keefektifannya dalam mengendalikan hama masih
lebih efektif jika menggunakan pestisida kimia karena memang diproduksi dari bahan-bahan
beracun, sehingga jika menggunakan pestisida nabati perlu pengaplikasian yang lebih sering
dibandingkan pengaplikasan pestisida sintetik. Hal tersebut dibuktikan pada pembuatan
pestisida nabati pada praktikum ini yang selalu mengalami perubahan indikator setelah
melewati masa penyimpanan.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan pestisida nabati yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian
tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah.
2. Pestisida nabati tidak bisa digunakan secara langsung, namun harus melewati tahap
penyimpanan dan fermentasi. Terbukti melalui pengamatan karakter ekstrak pestisida nabati
selau meningkat setelah masa penyimpanan.
5.2 Saran
Praktikan diharapkan lebih fokus dan efisien waktu terhadap jalannya proses
praktikum. Praktikan juga diharapkan lebih cermat dalam melakukan pengamatan agar data
yang diperoleh lebih detail. Selain itu alat yang digunakan saat praktikum hendaknya
ditambah, sehingga praktikan lain tidak menunggu lama.
DAFTAR PUSTAKA
M.Thamrin, S. Asikin, Mukhlis dan A.Budiman. 2005. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai
Pestisida Nabati Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Jurnal Pertanian. Vol.3(1): 35-54
Octavia Dona, Dkk .2008. Keaneka ragaman jenis tumbuhan sebagai pestisida alami di Savana
Bekol Taman Nasional Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol.5(4):355-
365.
Raharjo, Ari, dkk. 2010. Membuat Pestisida Organik. Jakarta : PT AgroMedia Pustaka.
Santosa, S.J dan Sumarmi. 2008. Pengendalian Plutella xylostella dan Crocidolomia binotalis pada
Tanaman Kobis dengan Insektisida Hayati. Jurnal Eksplorasi Vol. XX, No 1 tahun 2008.
Subiyakto. 2009. Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi, Kendala, dan Strategi
Pengembangannya. Perspektif Vol. 8 No. 2 / Desember 2009. Hlm 108 – 116
Tombe, Mesak. 2008. Pemanfaatan Pestisida Nabati Dan Agensia Hayati Untuk Pengendalian
Penyakit Busuk Jamur Akar Putih Pada Jambu Mete. Buletin Littro. Vol.19(1): 68 -77