Konsep Medis
A. Pengertian.
AIDS juga didefinisikan sebagai bentuk paling berat dari rangkaian penyakit
yang disebabkan oleh infeksi virus HIV. HIV yang disebabkan oleh sekelompok
virus yang disebut dengan retrovirus (Smeltzer S. , 2013).
B. Etiologi
HIV yang dulu disebut juga dengan virus limfotrofik sel T manusia tipe
III (HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV) adalah suatu retrovirus manusia
sitopatik dari family lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya
(RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk kedalam sel
pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS diseluruh dunia (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011).
HIV menyerang sel T helper yang membawa antigen CD4+, dimana sel-sel
CD4+ mencakup monosit, magrofag dan limfosit T4 helper. Limfosit t4 helper ini
merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel diatas. Sesudah terikat
dengan membrane sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang
RNA yang identic kedalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang
dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemprograman ulang
materi genetic dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA
(DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan kedalam nucleus sel T4 sebagai
sebuah provirus dan kemudian menjadi infeksi yang permanen.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,
sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti
sitomegalovirus (CMV; cytomegalovirus), virus Epstein-Barr, herper simpleks
dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan,
replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan.
HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas kedalam plasma darah dan
menginfeksi CD+ lainnya.
Salah satu infeksi oportunistik yang sering ditemukan pada pasien dengan
HIV/AIDS adalah kandidiasis oral. Dimana kandidiasis oral dapat terjadi karena
menurunnya system imun yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan flora di dalam mulut (candida albicans) sehingga terjadi
pertumbuhn jamur candida albican yang menyerang system imun akibatnya
terjadi proses infeksi dan yang akan menyebabkan kandidiasis oral. Selain itu,
faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya kandidiasis oral pada
penderita HIV/AIDS adalah jumlah sel CD4 yang menurun (Walangere, Hidayat,
& Basuki, 2014).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis AIDS adalah konsekkuensi langsing dari defisiensi
imunologis yang progresif dan parah yang diinduksi oleh HIV. Pada penderita
HIV rentan terjangkit beragam infeksi oportunistik atau apitikal oleh pathogen
virus, bakteri, protozoa, dan jamur. Gejala nonspesifik umum mencakup demam,
keringan malam dan penurunan berat badan. Penurunan berat dapat disebabkan
oleh mual, muntah, anoreksia atau diare. Gejela-gejala ini sering menandakan
prognosis yang buruk.
Insiden infeksi meningkat seiring dengan penurunan jumlah limfosit T CD4.
Infeksi paru oleh Pneumocystis jiroveci adalah infeksi opotunistik tersering
mengenai 75% pasien. Pasien dengan demam, batuk, sesak napas dan hipoksemia
dengan keparahan yang berkisar dari ringan sampai mengancam nyawa.
Diagnosis pneumonia dapat ditegakkan dari gejala klinis dan radiografik yang
dipertegas oleh pemulasan sampel sputum. Akibat disfungsi imun kronik, orang
yang terinfeksi HIV juga berisiko terkena infeksi paru lain, termasuk infeksi
bakteri oleh S. pneumonia dan H.influenza infeksi mikrobakteri M tuberkolosis
atau Mavium-intracellulare (MAC); dan infeksi jamur C neoformans, H.
capsulatun, atau C. immitis.
Terjadinya tuberkolosis aktif secara bermakna dipercepat oleh infeksi HIV
akibat penurunan imunitas. Selain itu pada penderita HIV ditemukan kandidiasis
oral (thrush) dan hairy leukoplakia pada pemeriksaan fisik berkolerasi erat pada
infeksi HIV dan menandakan perkembangan cepat menuju AIDS. Pertumbuhan
berlebihan kandidiasis di mulut adalah penyebab kandidiasis oral persisten.
Lesi kulit yang sering terkait dengan infeksi HIV biasanya diklasifikasikan
sebagai infeksi (virus, bakteri, jamur), neoplastic atau non spesifik virus herpes
simpleks (HSV) dan virus herpes zoster (HZV) dapat menyebabkan lesi progresif
atau persisten kronik pada pasien dengan gangguan imunitas selular.HSV sering
menimbulkan lesi pada oral dan perineum tetapi dapat menjadi penentu AIDS
jika mengenai paru atau esophagus. Risiko infeksi HSV atau HZV diseminata
serta adanya molluskum contagiosum tampaknya berkolerasi dengan derajat
contagiosum. Dermatitis yang disebabkan oleh jamur juga dapat ditemukan pada
pasien HIV.
Selain itu juga terdapat menifestasi gastrointestinal pada penyakit AIDS yaitu
mencakup kehilangan selera makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta
esophagus dan diare kronis. Diare persisten, terutama jika disertai demam tinggi
dan nyeri abdmen dapat menandakan enterokolitis infeksius. Gastropati dan
malabsorsi yang terkaid HIV sering ditemukan pada pasien karena kurangnya
kosentrasi asamlambung pasien berisiko terinfeksi oleh Campylobactery,
Salmonella dan Shigella.
Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur yang ditemukan pada semua
penderita AIDS serta keadaan yang berhubukan dengan AIDS. Infeksi ini
umumnya mendahului infeksi serius lainnya. Kandidiasis oral ditandai dengan
ditemukannya bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Kandidiasis oral
yang tidak segera ditindaki akan menyebar ke esophagus dan lambung. Tanda
dan gejala yang menyertai adalah mencakup keluhan kesulitan menelan, serta
nyeri dan rasa sakit dibalik sternum (nyeri retrosternal). Sebagian pasien yang
menderita kandidiasis oral juga rentan terhadap penyebaran kandidiasis di seluruh
tubuh (Smeltzer & Bare, 2013).
Stadium klinis HIV/AIDS menurut WHO (Tanto, Liwang, Hanifati, &
Pradipta, 2014).
1. Stadium 1 (asimtomatis)
Asimtomatis
Limfadenopati generalisata
2. Stadium 2 (ringan)
Penerunan berat badan ˂10%
Manifestasi mukokutanes minor. Dermatitis seborolk, prurigo,
onikomikosis, ulkus oral rekurens, kelitis angularis, erupsi popular
pruritic.
Infeksi herpes zoster dalam 5 tahun terakhir.
Infeksi saluran napas atas berulang sinusitis, tonsillitis, faringitis,
otitis media.
3. Stadium 3 (lanjut, advanced)
Penurunan berat badan ˃10 % tanpa sebab jelas
Diare tanpa sebab jelas ˃ 1 bulan
Demam berkepanjangan (suhu ˃ 36,7°C. Intermiten/Konstan ) ˃ 1
bulan.
Kandidiasis oral haily leukoplakia
Tuberculosis paru
Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis emplema. Infeksi
tulang/sendi menginitis, bakterimia.
Stomatitis/gingivitis/periodontitis ulseratif nekrotik akut
Anemia (Hb ˂ 8g/dL) tanpa sebab jelas neutropenia (˂ 0,5x109L)
tanpa sebab jelas, atau trombositopenia kronis (˂ 50x109L) tanpa
sebab jelas.
4. Stadium 4 (Berat, servere)
HIV wasting syndrome
Pneunomonia akibat pneumocystis carinil
Pneumonia bacterial berat rekumen
Toksoplasmosis serebral
Kriptosporodiosis dengan diare ˃ 1 bulan
Sitomegalovirus (cytomegalovirus, CMV) pada orang selain hati,
limpa atau kelenjar getah bening.
Infeksi herpes simpleks mukokutan (˃ 1 bulan) atau visceral.
Leukoenselofati multifocal progresif
Mikosis endemic diseminata
Kandidiasis esophagus, trakea, atau bronkus
Mikobakterius atipik. Diseminata atau paru
Septikimia salmonella non-tifoid yang bersifat rekuran
Tuberkolosis ektrapulmonal
Limfoma atau tumor pada terkaid HIV
Sarkoma Kaposi
Ensefalopati HIV
Kripto kokosis ektrapulmoner termasuk meningitis
Isiporiasis kronik
Karsinoma serviks invatif
Leismaniasis atipik diseminata
Nefropati terkaid HIV simtomatis atau kardiomiopati terkaid HIV
simtomatis
E. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibody terhadap
HIV (Price & Wilson, 2005).
1. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya
antibody dalam serum yang memperlihatkan warna yang lebih jelas
apabila terdeteksi antibody virus dalam jumlah besar. Karena hasil positif-
palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar maka hasil uji
ELISA positif diulang dan apabila keduanya positif, maka dilakukan uji
yang lebih spesifik Western blot.
2. Western blot pemeriksaan ini dapat dilakukan secara berulang ketiga hasil
uji pertama didapatkan positif.
F. Komplikasi
Salah satu infeksi oportunistik yang banyak di derita pada psien HIV/AIDS
adalah kandidiasis oral. Kandidiasis oral merupakan kelainan pada mukosa mulut
yang disebabkan jamur candida albicans. Infeksi kandidiasis oral memeliki
beberapa gambaran klinis yang sering dijumpai seperti : kandidiasis
pseudomembran, kandidiasis eritematus, kandidiasis hiperplastik, angular
cheilitis, kandidiatis atrofik kronis, glosisitis rhomboid medial dan Black hairy
tongue (Walangere, Hidayat, & Basuki, 2014).
Etiologi kandididiasis oral
Penyebab utama kandidiasis oral adalah candida albicans. Candida dapat
dengan mudah membentuk koloni ragi yang bersifak khas yakni menonjol
dari permukaan koloni harus, licin dan berwarna putih kekuning kuningan.
Jamur candida dapat hidup didalam tubuh manusia sebagai parasite dan
saprofit salah satunya didalam system pencernaan. Salah satu faktor yang
dapat menyebabkan perkembangan bakteri candida didalam oral adalah
menurunnya system imun yang dapat menyebabkan candida albican didalam
mulut mengalami gangguan keseimbangan akibatnya pertumbuhan jamur
tidak terkontrol (Siregar, 2004).
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala kandidiasis oral adalah terjadi pada mukosa mulut, tampak
bercak putih kekuningan.
Klasifikasi kandidiasis oral
Terapi yang dapat menyembuhkan AIDS sampai saat ini masih belum
ditemukan. Terapi primer meliputi penggunaan berbagai kombinasi tiga tipe obat
antivirus yang berbeda untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dalam
menghambat replikasi virus HIV dengan mengurangi reaksi yang merugikan.
Rekomendasi terakhir dengan menggunakan dua preparat nukleusida dan satu
inhibitor protease dan satu preparat nonnukleosida untuk membantu menghambat
produksi strain muntah yang resisten (Price & Wilson, 2005). Obat obat ini
adalah:
PENGKAJIAN
1. Pengkajian
Anamnesa melipiti identifikasi klien, identifikasi faktor risiko
potensial termasuk riwayat praktik social dan penggunaan obat injeksi IV.
Kaji status fisik dan psikologis. Secara keseluruhan gali faktor-faktor yang
mempengaruhi fungsi system imun (Smeltzer S. , 2013).
2. Status Nutrisi
Dapatkan riwayat diet.
Identifikasi faktor-faktor yang dapat mengganggu asupan oral, seperti
anoreksia, mual, mntah, nyeri oral atau kesulitan menelan.
Kaji kemampuan pasien untuk membeli dan mempersiapkan
makanan.
Ukur status nutrisi berdasarkan berat badan, pengukuran antropometri
(pengukuran lipatan kulit trisep), dan nitrogen urea darah (BUN),
protein serum, albumin, dan kadar transferrin.
3. Membran Kulit dan mukosa
Inspeksi adanya lecet, ulserasi, dan infeksi setiap hari.
Pantau rongga mulut terhadap adanya kemerahan, ulserasi dan bercak
krem keputihan (kandidiasis)
Kaji adanya ekskoriasis dan inspeksi pada area perinatal
Dapatkan kultur luka untuk mengidentifikasi organisme penginfeksi.
4. Status pernapasan
Pantau batuk, produksi sputum, sesak napas, ortopnea, takipnea, dan
nyeri dada kaji suara napas.
Kaji parameter fungsi paru yang lain (foto ronsen dada, gas darah
arteri, oksimetri denyut nadi, pemeriksaan fungsi pulmonal/paru).
5. Status neurologi
Kaji status mental sedini mungkin sebagai data dasar. Catat tingkat
kesadaran dan orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu serta
kejadian kehilangan memori.
Pantau deficit sensori, seperti perubahan visual, sakit kepala dan
kebas serta kesemutan pada ekstremitas.
Pantau kerusakan motoric, seperti perubahan gaya berjalan dan
paresis.
Pantau aktivitas kejang.
6. Status cairan dan elektrolit
Kaji turgor dan kekeringan kulit dan membrane mukosa.
Kaji dehidrasi dengan mengobservasi peningkatan rasa haus,
penurunan haluaran urine, tekanan darah rendah, nadi lemah dan
cepat, atau mengkaji berat jenis urine.
Pantau ketidakseimbangan elektrolit. (Studi laboratorium
menunjukkan rendahnya kadar natrium serum, kalium, kalsium,
magnesium dan klorida).
Kaji tanda dan gejala deficit elektrolit, termasuk perubahan status
mental, kedutan otot, kram otot, denyut nadi tak teratur, mual dan
muntah, serta pernapasan dangkal.
7. Tingat pengetahuan
Evaluasi pengetahuan pasien mengenai penyakit dan penyebarannya.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan teman.
Gali reaksi pasien terhadap diagnosis infeksi HIV atau AIDS.
Gali bagaimana pasien menghadapi penyakit dan stressor kehidupan
mayor di masa lalu.
Identifikasi sumber-sumber dukungan pasien.
8. Penggunaan terapi alternative
Tanyakan pasien mengenai penggunaan terapi alternative.
Anjurkan pasien untuk melaporkan setiap penggunaan terapi
alternative kepenyedia layanan kesehatan primer.
Kenali kemungkinan efek samping dari terapi alternatif jika efek
samping diduga terjadi akibat terapi alternatif, diskusikan bersama
pasien dan penyedia layanan kesehatan primer dan alternatif.
Pandang terapi alternative dengan pikiran terbuka, dan coba pahami
pentingnya terapi tersebut bagi pasien.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi
2. Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi).
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia akibat
proses penyakit.
4. Hipertermi
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Risiko Infeksi NOC: NIC
Faktor risiko : Setelah dilakukan tindakan Bersikan lingkungan
Imunosupresi keperawatan …x 24 jam setelah digunakan oleh
Leukopenia pasien menunjukkan kontrol pasien
Penurunan hemoglobin resiko: proses infeksi Ganti peralatan pasien
Malnutrisi adekuat setiap selesai tindakan
Proses invasive Dengan Kriteria hasil : Jelaskan tanda dan gejala
Kurang pengetahuan untuk - Mengenali faktor resiko infeksi
menghindari pemajanan infeksi Batasi jumlah
patogen - Mengenali tanda dan pengunjung
Gangguan integritas kulit gejala infeksi Ajarkan cuci tangan
- Mempertahankan untuk menjaga kesehatan
Gangguan peristaltic
lingkungan yang bersih individu.
Merokok - Mencuci tangan Anjurkan pasien untuk
Perubahan pH sekresi - Monitor perubahan cuci tangan dengan tepat
Statis cairan tubuh status kesehatan Gunakan sabun
antimikrobial untuk cuci
tangan
Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan
sebelum dan setelah
meninggalkan ruangan
pasien
Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien
Gunakan sarung tangan
steril
Lakukan perawatan
aseptic pada semua jalur
IV
tingkatkan asupan nutrisi
Anjurkan asupan cairan
yang cukup
Anjurkan istirahat
Ajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda-
tanda dan gejala dari
infeksi
Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana mencegah
infeksi
Berikan terapi antibiotik
jika perlu
Pantau adanya infeksi :
demam nyeri menelan,
dan nyeri oral
Pantau tanda-tanda vital
termasuk suhu.