Anda di halaman 1dari 3

<> Faktor-Fakor Yang Mempengaruhi Status Gizi Masyarakat Perkotaan dan

Pedesaan
Sebagaimana dikemukakan oleh seorang ahli kesehatan masyarakat HL. Blum,
yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan herediter (keturunan ). Tiga
faktor yang pertama, yaitu lingkungan yang mempengaruhi pola hidup sehat
bagaimana antara masyarakat kota dan desa bisa hidup bersih, perilaku menjadi
dasar penentu bagaimana masyarakat bisa terjauh dari penyakit agar mampu
melakukan hidup sehat dan bersih dan pelayanan kesehatan adalah yang
dominan.yang mempengaruhi kesehatan masyarakat yang bisa memberikan
informasi tentang kesehatan.

C. Pengaruh budaya pada gizi masyarakat perkotaan dan pedesaan : Pengaruh budaya antara
masyarakat perkotaan dan pedesaan selalu dijadikan pembanding. Membedakan tingkat
pengetahuan masalah tentang gizi dan pola hidup yang mereka jalani, masyarakat perkotaan lebih
cenderung terhadap kemajuan ekonomi, pengetahuan tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan.
Sedangkan masyarakat pedesaan pada umumnya disebabkan kemiskinan, kurangnya persediaan
pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasis), dan kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi.
Perilaku konsumsi masyarakat desa dan kota masih memprioritaskan karbohidrat, meskipun jika
dibandingkan antara masyarakat desa dan kota konsumsi protein dan lemak lebih baik pada
masyarakat kota. Kecukupan gizi pada masyarakat kota juga relatif baik pada masyarakat kota,
terutama untuk masyarakat desa standar kalori dan lemak masih belum memenuhi standar Pola
Pangan Harapan (PPH) nasional. Jika dibandingkan antara kelompok pendapatan rendah dan tinggi,
hampir semua sumber gizi (kalori, protein dan lemak) berbeda secara signifikan baik di desa maupun
di kota. Untuk masyarakat desa hanya lemak yang tidak berbeda, sedangkan untuk masyarakat kota
hanya kalori yang tidak berbeda. Krisis ekonomi telah menyebabkan ketersediaan pangan di tingkat
rumah tangga menjadi minim.

Secara umum, status gizi masyarakat perkotaan dan pedesaan masih banyak yang dipengaruhi oleh
berbagai hal yang membedakan pola konsumsi dan kebutuhan akibat dari budaya yang berbeda
.kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan masyarakat
Faktor-fakor yang mempengaruhi terhadap status gizi masyarakat perkotaan dan pedesaan
sebagaimana dikemukakan oleh seorang ahli kesehatan masyarakat HL. Blum, yaitu : lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan dan herediter ( keturunan ). Tiga faktor yang pertama, yaitu
lingkungan yang mempengaruhi pola hidup sehat bagaimana antara masyarakat kota dan desa bisa
hidup bersih, perilaku menjadi dasar penentu bagaimana masyarakat bisa terjauh dari penyakit agar
mampu melakukan hidup sehat dan bersih dan pelayanan kesehatan adalah yang dominan.yang
mempengaruhi kesehatan masyarakat yang bisa memberikan informasi tentang kesehatan.
kondisi lingkungan antara masyarakat perkotaan baik pedesaan masih mencerminkan lingkungan
yang kurang sehat, yang antara lain ditandai dengan rendahnya jumlah rumah tangga yang memiliki
fasilitas air minum yaitu hanya 51,60 % (64,48 % di perkotaan dan 43,25% di perdesaan); dan
rendahnya kepemilikan jamban (hanya 8,6 % rumah tangga yang memiliki jamban, yaitu 13,6 % di
perkotaan dan 8,6 % di perdesaan).
Sedangkan dari kondisi rumah tinggal, hanya 50,4 % yang memiliki rumah sesuai dengan standar
minimal rumah sehat. Selain itu, merebaknya berbagai penyakit menular seperti demam
berdarah,malaria,muntaber dan sebagainya menujukkan kualitas lingkungan yang rendah.
Dalam hal perilaku, masyarakat belum menunjukkan perilaku sehat, antara lain ditandai oleh
rendahnya partisipasi penduduk usia 10 tahun ke atas yang berolahraga (hanya 22,6%), Jumlah
Perokok Aktip yang cukup tinggi (laki-laki 62,9 % dan perempuan 1,4 %). Selain itu, pemanfaatan
tempat pelayanan kesehatan hanya 40 %. Dari masyarakat pedesaan masih kurangnya informasi
tentang kesehatan, sedangkan masyarakat perkotaan lebih dominan dengan aktivitas kerja.
Perilaku sehat yang sederhana seperti mencuci tangan sebelum makan, membuang sampah pada
tempatnya, tidak meludah di sembarang tempat, menggunakan jamban dan menjaga kebersihan air
sungai, memasak air sebelum diminum belum menjadi kebiasaan di masyarakat kita.
Dalam hal Pelayanan kesehatan, akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masih rendah,
antara lain ditandai oleh rendahnya kunjungan ke Puskesmas (61,6%), rendahnya kunjungan ke Balai
Pengobatan Umum (61,6%), dan rendahnya kunjungan ke BKIA (20,22 %). Sulitnya akses ke rumah
sakit ditandai dengan rendahnya penggunaan tempat tidur dari kapasitas yang tersedia baik di RS
Pemerintah maupun swasta Banyak orang sakit yang tidak mendapat perawatan dan pengobatan
sebagaimana mestinya dengan berbagai alasan termasuk karena ketidak tahuan dan ketiadaan
biaya.
Belum baiknya kondisi ketiga faktor di atas bukan semata-mata disebabkan oleh kemiskinan, tetapi
juga karena rendahnya tingkat pendidikan serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
akan kesehatan. Disamping itu, kurangnya kegiatan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat, tidak
berfungsinya posyandu akhir-akhir ini, ketiadaan dokter di banyak Puskesmas/Pustu terutama
dikawasan Indonesia Timur adalah penyebab yang juga harus mendapat perhatian.
2.5 Penanggulangan status gizi masyarakat perkotaan dan pedesaan
. Masyarakat perlu diber-dayakan agar mampu mengatasi masalah gizi keluarganya sendiri. Cara
memberdayakan masyarakat antara lain melalui penyuluhan gizi yang komunikatif dan efektif
merubah perilaku. Selain itu untuk jangka panjang, sebagai usaha penyelamatan dampak krisis
ekonomi tidak cukup hanya mengandalkan bantuan-bantuan yang bersifat darurat melainkan harus
pula memperhatikan potensi masyarakat.
Berangkat dari besarnya masalah gizi dan kesehatan serta bervariasinya faktor penyebab masalah ini
maka diperlukan program yang komprehensif dan terintegrasi .diantaranya :
1. Banyak hal yang harus diperkuat untuk melaksanakan program perbaikan gizi pada msyarakat
perkotaan dan pedesaan, mulai dari ketersediaan data dan informasi secara periodik untuk dapat
digunakan dalam perencanaan program yang benar dan efektif. Kajian strategi program yang efisien
untuk masa yang datang mutlak diperlukan, mulai dari tingkat nasional sampai dengan kabupaten.

2. Melakukan penanggulangan program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif untuk
jangka panjang, sementara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar
membutuhkan. Bentuk program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga
dilakukan secara professional mulai dipikirkan, dan tentunya dengan ketentuan atau kriteria yang
spesifik lokal.

3. Melakukan strategi program khusus untuk penanggulangan kemiskinan, baik di daerah perkotaan
maupun perdesaan dalam bentuk strategi pemberdayaan keluarga dan menciptakan kerja sama yang
baik dengan swasta.

4. Secara bertahap melakukan peningkatan pendidikan, strategi ini merupakan strategi jangka
panjang yang dapat mengangkat Indonesia dari berbagai masalah gizi dan kesehatan.

Hal lain juga yang mesti ditanggulangi masalah kadar gizi (kadarzi) Tahap awal strategi
pemberdayaan kadarzi dimulai dari melibatkan secara aktif keluarga dalam pemetaan kadarzi untuk
identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Dan identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga.
Hasil pemetaan dibahas bersama masyarakat untuk merencanakan tindaklanjut. Apabila masalah
tersebut bisa diselesaikan langsung oleh keluarga maka perlu dilakukan pembinaan, akan tetapi
apabila ditemui masalah kesehatan dan masalah lain maka perlu dirujuk ke petugas kesehatan dan
petugas sektor lain.
Strategi yang dilakukan dalam mewujudkan Kadarzi adalah :
1. Pemberdayaan keluarga dengan menitikberatkan pada peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku gizi seimbang, misalnya melalui pengembangan konseling dan KIE sesuai kebutuhan
setempat
2. Melakukan advokasi dan mobilisasi para pengambil keputusan, pejabat pemerintah di berbagai
tingkat administrasi, penyandang dana dan pengusaha dengan tujuan meningkatkan
kepedulian/komitmen terhadap masalah gizi di tingkat keluarga
3. Mengembangkan jaring kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi, tokoh masyarakat, organisasi
masyarakat, tokoh agama, media massa, kelompok profesi lainnya untuk mendukung tercapainya
tujuan Kadarzi
4. Menerapkan berbagai teknik pendekatan pemberdayaan petugas ditujukan untuk mempercepat
perubahan perilaku dalam mewujudkan kadarzi.

Anda mungkin juga menyukai