Anda di halaman 1dari 163

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan jasa angkutan dibutuhkan oleh seluruh rakyat di
berbagai wilayah di Indonesia agar dapat mempermudah
konektivitas dan ekonomi antar daerah. Transportasi laut menjadi
kunci strategis dalam membangun hubungan antar wilayah dan
pulau, terutama yang belum dapat terjangkau oleh moda darat dan
udara. Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki
sumber daya yang beraneka ragam baik dalam varietas dan
jumlahnya.
Kondisi transportasi laut yang dimiliki oleh Indonesia masih
mengalami keterbatasan dalam pengembangan dan
penggunaannya, dibandingkan dengan transportasi darat dan udara
yang berkembang pesat. Di lain sisi, kebutuhan transportasi laut
yang dapat terjangkau oleh berbagai wilayah Indonesia semakin
meningkat. Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan
pergerakan barang, baik antar pulau atau antar negara, didominasi
oleh transportasi laut. Transportasi laut dapat menjadi sarana untuk
membangun keterjangkauan bagi pulau yang berada di wilayah
depan (luar). Selain itu juga diharapkan adanya transportasi yang
dapat mengakses perairan sungai yang berguna untuk menjangkau
daerah pedalaman dan daerah terpencil.
Salah satu jenis moda transportasi laut yang dapat dimanfaatkan
adalah sarana pengangkut jenis RO-RO (Roll On-Roll Off). Sarana
pengangkut RO-RO memiliki multifungsi serta memiliki draft
(kebutuhan clearance bawah permukaan air) minimum.
Keuntungan lainnya adalah Angkutan Laut RO-RO dapat
memberikan biaya pengangkutan yang relatif lebih murah, baik
bagi penumpang maupun barang, karena dapat melakukan
kegiatan bongkar muat barang yang tidak terlalu lama
dibandingkan kapal lain. Hal ini menjadi salah satu alasan
mengapa sistem Angkutan Laut RO-RO diperlukan untuk
dikembangkan sebagai tulang punggung sistem transportasi laut
nasional. Angkutan Laut RO-RO juga memiliki keunggulan dalan
memperpendek lead time pengiriman barang, dilihat dari
perspektif sistem logistik nasional. Hal ini disebabkan barang yang
dibawa melalui Angkutan Laut RO-RO diangkut dalam kendaraan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 1


beroda (sarana pengangkutan darat), sehingga setelah melakukan
bongkar dan diturunkan ke dermaga, sara pengangkut tersebut
dapat langsung bergerak membawa muatannya ke lokasi tujuan
akhir penyerahan barang.
Pembangunan transportasi laut RO-RO di Indonesia merupakan
bagian dari sistem tranportasi nasional yang tercetak dalam Cetak
Biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Dengan menggunakan
Angkutan Laut RO-RO, diharapkan dapat memenuhi peningkatan
permintaan pelayanan transportasi laut seperti yang dijelaskan
dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengembangan
Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pengunaan Angkutan Laut RO-RO
yang dapat mendukung akses transportasi ke beberapa daerah yang
memiliki potensi pertumbuhan ekonomi, sehingga diharapkan
dapat terbentuk konektivitas antar koridor ekonomi
Angkutan laut RO-RO di Indonesia sudah berjalan sejak lama,
akan tetapi dalam operasionalnya, angkutan laut ini dirasa masih
belum efisien dan optimal. Hal ini dapat dilihat masih terjadinya
kongesti di beberapa pelabuhan utama nasional dan kurangnya
pasokan ruang kapal (unit kapal). Melalui studi ini, pengembangan
Angkutan Laut RO-RO diharapkan dapat menjadi masukan bagu
pemangku kepentingan dalam pengembangan transportasi laut
yang menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah kongesti
trasportasi, sekaligus dapat menjadi dasar dalam pembuatan
kebijakan di sektor laut, serta mendorong angkutan laut RO-RO
menjadi pendukung transportasi laut sebagai tulang punggung
sistem logistik nasional.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud studi ini adalah melakukan kajian mengenai
pengembangan angkutan laut RO-RO yang dapat mendukung
kelancaran distribusi barang dan arus pergerakan penumpang di
Indonesia. Studi ini bertujuan untuk menyusun suatu konsep
kebijakan dan strategi pengembangan angkutan laut RO-RO di
Indonesia.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 2


C. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Studi
Berdasarkan uraian di atas dalam kegiatan studi ini, maka dapat
dirumuskan beberapa langkah untuk mendukung kegiatan studi
tersebut, meliputi:
a. Inventarisasi kondisi geografis laut Indonesia
b. Identifikasi dan karakteristik arus barang yang memiliki
kepadatan (pangsa) yang besar.
c. Identifikasi pola pergerakan barang, penumpang dan kapal
laut di Indonesia.
d. Identifikasi pengembangan potensi wilayah di Indonesia.
e. Identifikasi pola pengembangan angkutan laut RO-RO di
Jepang dan Filipina.
f. Analisis dan prediksi pola pergerakan penumpang dan
barang Angkutan Laut RO-RO dalam jangka panjang.
g. Merumuskan kebutuhan Angkutan Laut RO-RO.
h. Merumuskan jaringan angkutan laut potensial yang dapat
dilayani Angkutan Laut RO-RO.
i. Analisis kemungkinan meningkatkan peran Angkutan Laut
RO-RO dalam mengurangi bottleneck di pelabuhan.
j. Analisis strategi mengembangkan dan meningkatkan peran
Angkutan Laut RO-RO serta model pembiayaan yang
efektif.
k. Rekomendasi yang menyangkut Pola Pengembangan
Angkutan RO-RO dan Kebijakan Pendukung.

Materi Kerangka Acuan Kerja Studi Pengembangan Angkutan


Laut RO-RO perlu ditambahkan dan diperluas perspektif /
sudut pandang analisanya, tidak hanya sebagai transportasi
alternatif dalam rangka “debottle-necking” permasalahan di
pelabuhan. Beberapa perspektif tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman Angkutan Laut RO-RO dari Perspektif
Ekonomi Regional ASEAN
Bagi negara Indonesia, Angkutan Laut RO-RO menjadi
program yang penting untuk dikembangkan dan
dijalankan. Beberapa negara tetangga berjarak relatif dekat
dengan wilayah terdepan Indonesia, yang dapat dijangkau
dengan menggunakan kapal-Angkutan Laut RO-RO. Oleh
karena itu untuk menghadapi rencana liberalisasi jasa
logistik, termasuk juga jasa transportasi laut, maka sudah
selayaknya negara Indonesia juga menyiapkan diri untuk

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 3


memperkuat sistem transportasi lautnya, khususnya
angkutan laut domestik, dengan menerapkan kebijakan
penguatan transportasi RO-RO bersama dengan penguatan
transportasi RO-RO menjadi tulang punggung transportasi
barang nasional, baik antar wilayah antar pulau maupun
dalam satu pulau.
b. Pemahaman Angkutan Laut RO-RO dari Perspektif
Ekonomi Nasional
Pengembangan Angkutan RO-RO menjadi hal yang sangat
penting, strategis dan ke depan bersama-sama dengan RO-
RO menjadi tulang punggung sistem logistik nasional,
mendorong percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi di setiap koridor ekonomi nasional seperti
diamanatkan dalam MP3EI.
Walaupun dalam Sistranas Angkutan RO-RO belum
terelaborasi secara komprehensif (masih dikelompokan
sebagai pelayaran perintis) akan tetapi semangat untuk
menciptakan sistem transportasi laut yang efektif dan
efisien secara implisit ada dalam transportasi penumpang
dan barang melalui jalur pelayaran perintis dan
penyeberangan.
Dalam kebijakan di sektor transportasi laut baik dalam
RPJM maupun RPJP, telah diamanatkan bahwa
transportasi laut menjadi faktor kunci pembangunan
ekonomi nasional dan sekaligus juga menegaskan bahwa
Indonesia adalah sebuah negara maritim. Membangun
transportasi laut menjadi program strategis nasional dalam
rangka memanfaatkan sumber daya kelautan, membangun
konektivitas (keterhubungan) antar wilayah, antar pulau
yang pada gilirannya akan membangun ketahanan nasional
dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sesuai dengan yang diamanatkan dalam Cetak Biru
Sislognas, yaitu locally integrated–terintegrasinya seluruh
wilayah nusantara beserta dengan kegiatan ekonominya.
Maka salah satu faktor kunci untuk mewujudkannya
adalah dengan membangun sektor maritim, salah satunya
adalah transportasi laut dimana Angkutan RO-RO menjadi
tulang punggungnya.
Selain itu pengembangan RO-RO diharapkan dapat
menjadi alternatif bagi pemecahan masalahan kongesti di

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 4


pelabuhan dan juga diharapkan secara bisnis menarik
sehingga dapat mengalihkan beban transportasi darat dan
sekaligus dapat menciptakan sistem logistik nasional yang
efektif dan efisien, dan pada gilirannya akan menciptakan
daya saing nasional di sektor transportasi.
c. Pemanfaatan Angkutan RO-RO bagi Distribusi
Komoditas Bapokstra
Pengembangan Angkutan RO-RO sangatlah strategis,
khususnya didalam mendukung pelaksanaan Pusat –Pusat
Distribusi Bahan Pokok dan Strategis (Bapokstra)
Nasional yang mencakup komoditas beras medium, tepung
terigu, semen, baja batangan, kedelai, minyak goreng
curah, dan gula yang diangkut secara break bulk atau
secara kubikasi. Oleh karena itu pengembangan RO-RO
perlu didukung dan diintegrasikan dengan program
pengembangan Pusat-Pusat Distribusi Nasional. Integrasi
RO-RO dengan PD akan menciptakan Sistem Logistik
Nasional dan Sistem Ketahanan Nasional yang tangguh.
d. Pemahaman Angkutan RO-RO dari Perspektif
Regulasi dan Sektor yang Terkait
Mengingat dalam pengembangannya nanti, Angkutan Laut
RO-RO perlu didukung oleh stakeholder terkait baik
pemerintah sebagai regulator maupun pihak masyarakat
usaha maka diperlukan payung kebijakan dan peraturan
yang terkait dengan sarana & prasarana, tata kelola
pelabuhan, dan tata laksana logistik barang (bapokstra).
Begitu juga perlu diciptakan insentif bagi masyarakat
usaha agar tertarik untuk melakukan investasi di sektor
angkutan laut khsususnya Angkutan RO-RO.
e. Tantangan Bagi Pengembangan Angkutan RO-RO
Nasional
Beberapa hal yang diperkirakan akan menjadi tantangan
bagi pelaksanaan Angkutan RO-RO adalah pada
penciptaan kebijakan yang dapat menyelesaikan tantangan
sebagai berikut: 1) Harmonisasi kebijakan Angkutan
Penumpang, Angkutan Barang dan Transportasi
Antarmoda; 2) Sistem dan struktur tarif Angkutan Laut
RO-RO; 3) Tidak adanya subsidi BBM bagi angkutan laut;
4) Pengenaan pajak-pajak pada angkutan laut yang tidak
sebanding dengan angkutan darat.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 5


2. Ruang Lingkup Wilayah
Studi mengenai pengembangan angkutan laut RO-RO ini
dilakukan di beberapa pelabuhan di Indonesia.Wilayah studi
pekerjaan terbagi dalam 3 koridor ekonomi utama, yaitu Jawa,
Kalimantan, dan Sulawesi. Pelabuhan yang akan diteliti adalah
pelabuhan yang terletak di Jakarta, Surabaya, Balikpapan,
Sampit, Kendari, Palu, dan Makassar.

Gambar 1.1 : Peta Wilayah Studi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 6


D. Dasar Hukum
Adapun dasar hokum yang dijadikan pedoman dalam penyusunan
kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional
Tahun 2005-2025
2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran
3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia
4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1 Kementerian
Republik Indonesia
5 Peraturan Presiden Republik Nomor 32 Tahun 2011 Tentang
MP3EI 2011-2025
6 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan
7 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 2012
tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional
8 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 7 Tahun 2010
tentang Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun
2010-2014
9 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 22 Tahun 2012
tentang Pengangkutan Barang/Muatan Antar Pelabuhan Laut
di Dalam Negeri
10 Keputusan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2005 Tentang
Sistem Transportasi Nasional dan Undang Undang
Transportasi

E. Output
Keluaran (output) dari pekerjaan ini adalah 4 buku laporan yang
terdiri dari Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Draft Laporan
Akhir, dan Laporan Akhir yang memuat konsep pengembangan
angkutan transportasi Angkutan Laut RO-RO sebagai sarana

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 7


transportasi laut nasional yang efektif, efisien, dan optimal dalam
rangka mengurangi bottleneck di pelabuhan.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 8


BAB 2
TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN

A. Transportasi Laut
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut
dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan
menggunakan kapal. Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan
angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dala
menunjang usaha pokoknya. Kegiatan angkutan laut dalam negeri
disusun dan dilaksanakan secara terpadu, baik intra-maupun
antarmoda yang merupakan satu kesatuan sistem transportasi
nasional.
Berdasarkan UU No 17 Tahun 2007, jenis angkutan di perairan
terdiri atas:
1 angkutan laut
2 angkutan sungai dan danau
3 angkutan penyeberangan

Angkutan laut diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, yaitu:


1 angkutan laut dalam negeri
2 angkutan laut luar negeri
3 angkutan laut khusus
4 angkutan laut pelayaran rakyat

Angkutan laut menurut PP No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di


Perairan, memilki definisi sebagai kegiatan angkutan yang
menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut.
Kapal didefinisikan sebagai kendaraan air dengan bentuk dan jenis
tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik,
energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta
alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
1. Pola Karakteristik Lintas Pelayaran
Implikasi dari penerapan konsepsi ideal jaringan/lintas
pelayanan penyeberangan pada wilayah geografis Indonesia

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 9


melahirkan 4 pola karakteristik pelayanan penyeberangan,
sebagai berikut:
a. Penyeberangan Antar Pulau
Karakteristik pelayanan penyeberangan yang sepenuhnya
berfungsi sebagai jembatan bergerak yang memindahkan
penumpang dan kendaraan beserta muatannya yang
hendak melanjutkan perjalanan ke jaringan jalan atau jalan
rel di seberang perairan. Contoh nyata dari karakteristik
pelayanan penyeberangan ini antara lain: Merak-
Bakauheni, Ketapang-Gilimanuk, Lembar-Padang Bai, dll
b. Penyeberangan Gugus Kepulauan
Karakteristik pelayanan penyeberangan jenis ini banyak
terdapat di wilayah berkarakter kepulauan, misalnya Riau,
Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara dan Nusa
Tenggara. Konteks pelayanan penyeberangan gugus
kepulauan ini hampir sama dengan pelayanan
penyeberangan antar pulau, hanya saja pelayanan
penyeberangan menghubungkan antar pulau dalam suatu
gugus atau wilayah kepulauan. Dalam konteks ini, terdapat
beragam kemungkinan keterhubungan yang terbentuk,
antara lain:
1) pulau besar dengan pulau kecil (dengan jaringan jalan
yang sudah maupun belum berkembang);
2) antar pulau kecil (dengan jaringan jalan yang masing-
masing sudah atau belum berkembang).
c. Penyeberangan Intra Pulau (Coastal Ferry dan
Shortcut Ferry)
Karakter pelayanan penyeberangan ini, sejauh ini,
berkembang sebagai respon atas dua kondisi, yaitu:
1) pelayanan shortcut terkait bentuk garis pantai dimana
jarak pelayanan moda jalan secara signifikan lebih
jauh, misalnya: Lintas Bajoe-Kolaka, Subaim-
Tobelo,dll
2) pelayanan menyusur pantai (coastal ferry) sebagai
implikasi atas kondisi jaringan jalan yang belum
memadai untuk menghubungkan dua titik asal tujuan,
misalnya: Sorong-Teminabuan, dll.
d. Penyeberangan Sungai
Bagian dari karakteristik pelayanan penyeberangan yang
menggantikan peran jembatan dan / atau mengurangi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 10


beban jembatan yang melintasi sungai terkait dengan
kondisi geografis tertentu, misalnya Kota Kandis – Teluk
Buan (Jambi), dan Kota Pontianak – Siantan (Kalimantan
Barat).

Gambar 2.1 : Kapal RO-RO untuk Penyeberangan

2. Terminologi Kapal Penyeberangan


Kapal penyeberangan pada prinsipnya hampir sama dengan
kapal konvensional, perbedaannya terdapat pada hal-hal yang
berkaitan dengan operasi kapal yang memiliki kemampuan
mengangkut kendaraan bermuatan penumpang dan barang di
dalam lambung kapal. Kapal penyeberangan sebagai salah satu
moda transportasi yang cukup berkembang di Indonesia
memiliki karakteristik tersendiri. Kapal penyeberangan
berdasarkan fungsinya terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
a. Kapal penyeberangan yang memuat penumpang
(Passenger)
b. Kapal penyeberangan yang memuat kendaraan (RO-RO)
c. Kapal penyeberangan yang memuat penumpang dan
kendaraan (Ro-Pax)
Kapal penyeberangan yang sangat umum beroperasi di lintas
penyeberangan di Indonesia saat ini adalah tipe kapal
penyeberangan RO-RO yang dapat memuat kendaraan beroda
masuk dan ke luar kapal penyeberangan dengan penggeraknya
sendiri. Konsep ini disebut juga sebagai kapal Roll On - Roll

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 11


Off disingkat RO-RO. Kapal ini wajib dilengkapi dengan ramp
door yang akan menjadi jembatan sementara dari kapal ke
daratan/terminal/ pelabuhan penyeberangan.
Angkutan laut RO-RO merupakan kapal penumpang dengan
satu atau lebih dek kapal baik terbuka maupun tertutup yang
digunakan mengangkut penumpang, kendaraan atau barang
yang berbentuk curah atau palet atau box termuat di atas
kendaraan beroda. Angkutan laut RO-RO juga mampu memuat
kendaraan di atas kendaraan, container carry dan lain-lain yang
bongkar muatnya bersifat horisontal (Lloyd’s Register).
Perkembangan Angkutan laut RO-RO selain digunakan untuk
angkutan mobil barang juga digunakan untuk mengangkut
mobil penumpang, sepeda motor serta pejalan kaki sehingga
penggunaan istilah Angkutan laut RO-RO berkembang menjadi
istilah Ro-Pax (RO-RO–Passenger). Desain kapal
penyeberangan harus disesuaikan dengan tipe muatannya
sehingga harus memenuhi kriteria :
a. Kapal penyeberangan sebagai ‘unit loading ship’ yang
memperhatikan penempatan kendaraan yang aman stabil
dan mudah keluar masuk.
b. Kapal penyeberangan sebagai ‘passenger loading ship’
yang memperhatikan penempatan, ruang gerak, sirkulasi
dan perilaku penumpang secara manusiawi.

B. Angkutan Laut RO-RO


Nersesian (1981) menyatakan bahwa kapal dibangun untuk
mengangkut bahan baku, barang-barang, dan berbagai komoditi.
Kapal yang mengangkut petikemas dibedakan menjadi Kapal RO-
RO, Kapal FOFO, dan Kapal LOLO.

Gambar 2.2 : Contoh Kapal RO-RO

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 12


Angkutan RO-RO merupakan moda transportasi laut yang dapat
masuk ke wilayah pedalaman dan mempunyai multifungsi.
Angkutan laut RO-RO banyak digunakan di negara berkembang
karena cost operasional sebanding dengan tingkat pendapatan yang
bersumber angkutan kendaraan dan penumpang.Angkutan laut
RO-RO yang digunakan di Indonesia sebagian besar merupakan
kapal Ferry yang dilengkapi multideck untuk mengangkut trailer,
mobil dan berbagai jenis muatan unit. Angkutan laut RO-
ROmemiliki pengertian secara umum sebagai berikut:
1 Kapal Roll-on/Roll-off (RO-RO) adalah kapal yang dirancang
untuk dapat mengangkut “kargo beroda” seperti mobil
penumpang, truck, semi-truck, truck trailer yang dinaikkan ke
atas dan diturunkan ke bawah kapal dengan menggunakan
rodanya sendiri. Berbeda dengan kapal LO-LO (Lift On / Lift
Off), dimana akan menggunakan crane dalam menaikkan dan
menurunkan muatan.
2 Angkutan laut RO-RO mempunyai “built-in ramps” yang
berfungsi sebagai jembatan antara kapal dan dermaga dimana
dimungkinkan “kargo beroda” tersebut dapat menggelinding
masuk ke dalam atau keluar dari kapal pada saat kapal
bersandar di pelabuhan.
3 Kapal ferry kecil yang beroperasi di sungai dan jalur perairan
jarak pendek umumnya juga memiliki built-in ramps dan
mempunyai fungsi yang sama dengan angkutan laut RO-RO.
Hanya saja kapasitasnya lebih kecil dibandingkan dengan
Angkutan laut RO-RO pada umumnya. Istilah RO-RO
umumnya digunakan untuk menggambarkan Angkutan laut
RO-RO yang lebih besar dari kapal ferry dan yang melintasi
lautan luas.
De Monie (1986) menyebutkan bahwa angkutan laut RO-RO
multideck laut dalam memiliki perbedaan utama menyangkut tipe
ramp, dimensi ramp,dan kapasitasnya, tipe kargo yang diangkut
dan metode bagaimana cargo dimuat/bongkar dan jumlah dek serta
ketinggian dek yang relevan. Kelompok angkutan laut RO-RO
terdiri dari angkutan laut RO-RO tradisional atau jarak dekat dan
angkutan laut RO-RO untuk pelayaran Samudera.
Kapal RO-RO terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1. Kapal ROPAX, yaitu kapal Roll On Roll Off Passenger yang
dibangun untuk melayani akomodasi penumpang dan
kendaraan.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 13


2. ConRo merupakan hybrid dari kapal RO-RO dan kapal
kontainer. Memiliki area bawah kapal yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan kendaraan dan area atas kapal yang
dimanfaatkan untuk bongkar muat barang
3. Kapal RoLo (roll-on lift-off) merupakan bentuk lain dari
kapal RO-RO yang memiliki dek untuk kendaraan, namun
dek untuk barang hanya bisa diakses oleh crane.
4. Large, Medium-Speed Roll-on/Roll-off (LMSR) merupakan
bentuk kapal RO-RO dengan kelas Military Sealift Command
(MSC). Beberapa dibangun dengan tujuan membawa barang
militer, sedangkan yang lain dikonversi.
1. Spesifikasi, Ukuran dan Daya Muat Kapal
Penyeberangan
Kapal penyeberangan RO-RO umumnya dirancang agar dapat
membawa muatan kendaraan dan penumpang secara
bersamaan. Spesifikasi kemampuan muatan kapal dibagi
berdasar :
a. Ukuran menurut isi kapal (Gross Registered Tonnage
dan Net Registered Tonnage)
b. Ukuran menurut bobot kapal (Deadweight Tonnage dan
Displacement Tonnage)
c. Ukuran menurut daya mesin kapal (PK atau Horse
Power)
Perusahaan Jasa Angkutan Penyeberangan yang
mengoperasikan kapal penyeberangan sangat memperhatikan
berbagai kriteria dan komposisi terkait rancangan kebutuhan
ruang angkut penumpang dengan ruang angkut kendaraan di
suatu lintasan penyeberangan. Hal ini akan mempengaruhi
tingkat pendapatan dan keuntungan operasional kapal
penyeberangan tersebut. Keinginan atas pola operasi yang
efisien mengakibatkan kapal penyeberangan yang ada
memiliki rancangan konstruksi yang unik. Hal ini tentu
berbeda dengan rancangan sarana untuk kepentingan
transportasi udara (pesawat) maupun transportasi darat (roda
dua dan roda empat) yang umumnya bersifat ‘mass
production’ dan memiliki kesetaraan dari sisi rancang
bangunnya.
Spesifikasi rancang bangun kapal penyeberangan yang perlu
ditinjau, diantaranya adalah:

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 14


a. Spesifikasi Bagian Kapal (Lambung, Kulit, Cerobong,
Buritan, Haluan, Propeller, Geladak, Bangunan Atas,
Ramp Door, dan lain-lain)
b. Ukuran dan Kriteria Muatan Kapal (GT, DWT, PK, dll)
c. Dimensi Horizontal Kapal (LOA, LWL, LBP, Breadth
Extreme dan Breadth Moulded)
d. Dimensi Vertikal Kapal (Sarat Air, Tinggi Geladak,
Lambung Bebas, dll)
e. Koefisien Kapal (Koefisien Bentuk, Koefisien Waterline
dan Koefisien Midship)
f. Stabilitas Kapal (Titik Berat, Titik Apung, Titik
Metasentris, dll)
g. Hal-hal lain yang terkait dengan kepentingan keamanan
pelayaran serta operasional penyeberangan
2. Klasifikasi Kapal
Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang
melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan
kapal, jaminan mutu material marine, pengawasan
pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai
dengan peraturan klasifikasi. Pasal 129 dalam Undang Undang
Pelayaran menyatakan bahwa:
a. Kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib
diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk keperluan
persyaratan keselamatan kapal.
b. Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing
yang diakui dapat ditunjuk melaksanakan pemeriksaan dan
pengujian terhadap kapal untuk memenuhi persyaratan
keselamatan kapal.
c. Pengakuan dan penunjukan badan klasifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri.
d. Badan klasifikasi yang ditunjuk sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib melaporkan kegiatannya kepada
Menteri.
Klasifikasi kapal merupakan kewajiban para pemilik kapal
berbendera Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri
Perhubungan yang menyatakan bahwa kapal-kapal yang wajib
klas adalah kapal-kapal dengan ketentuan memiliki panjang
lebih dari 20 m dan atau tonase lebih dari 100 GT dan atau
bermesin penggerak lebih dari 250 PK dan atau yang
melakukan pelayaran Internasional meskipun telah bersertifikat
dari Biro Klasifikasi Asing. Lingkup klasifikasi kapal meliputi :

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 15


a. Lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik,
perlengkapan jangkar.
b. Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan
merupakan bagian dari kapal.
c. Semua perlengkapan dan permesinan yang di pakai dalam
operasi kapal.
d. Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe
kapal.
Spesifikasi, ukuran, muatan dan data kapal didaftarkan pada
suatu organisasi independen yang diakui secara internasional
(classification society) hingga diterbitkan suatu sertifikat
klasifikasi kapal. Badan ini akan mengikuti perkembangan
kapal mulai dari rancangan, pembangunan hingga pemusnahan
kapal tersebut. Organisasi yang diakui untuk melakukan hal ini
di Indonesia adalah Biro Klasifikasi Indonesia atau disingkat
BKI. Beberapa biro klasifikas dan registrasi kapal lain di dunia
diantaranya adalah :
a. Lloyd’s Register of shiping (L_R) di London, Inggris
b. American Bureau of shipping (A-B) di New York,
Amerika Serikat
c. Bureau Veritas (B-V) di Paris, Perancis
d. Nopske Veritas (N-V) di Oslo, Swedia
e. Germanische Lloyd (G-L) di Berlin, Jerman
f. Registro Italion (R-I) di Roma, Italia
g. Nippon Kaiji Kyokai (N-K) di Tokyo, Jepang

C. Tinjauan Kebijakan
Pengembangan kapal RO-RO tidak lepas dari fungsi transportasi
laut yang menjadi tulang punggung sistem logistik nasional. Maka
dalam pengembangan kapal RO-RO ini, perlu diperhatikan
beberapa kebijakan yang memuat informasi mengenai
pembangunan transportasi, serta fungsi transportasi untuk
mendukung ekonomi nasional.
1. RPJP/RPJM
Sasaran pembangunan transportasi nasional jangka panjang
untuk periode 2005-2025 adalah:
a. Terwujudnya pertumbuhan sektor transportasi minimal
dua kali pertumbuhan ekonomi nasional dalam rangka
memberikan sumbangan terhadap kesinambungan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 16


pertumbuhan ekonomi nasional dan perluasan lapangan
kerja
b. Terjaminnya kepastian dan stabilitas penyediaan jasa
transportasi ke seluruh pelosok tanah air untuk
meningkatkan kelancaran distribusi barang, jasa dan
mobilitas penumpang dalam rangka memberikan
kontribusi terhadap pengendalian laju inflasi
c. Terwujudnya penghematan pengeluaran devisa dan
peningkatan perolehan devisa dalam penyelenggaraan jasa
transportasi dalam rangka memberikan kontribusi terhadap
penyehatan neraca pembayaran khususnya dalam menekan
defisit neraca jasa dalam neraca transaksi berjalan
d. Terwujudnya peningkatan dan pemerataaan pelayanan jasa
transportasi ke seluruh pelosok tanah air dalam rangka
memberikan kontribusi terhadap pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya dan menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sasaran peningkatan dan pemerataan pelayanan jasa
transportasi ke seluruh pelosok tanah air, terutama untuk
transportasi laut meliputi:
a. Terwujudnya peraturan perundang-undangan dan
peraturan pelaksanaannya yang terkait dengan pelayaran
dan kepelabuhanan;
b. Terwujudnya multi operator kepelabuhanan;
c. Terwujudnya peningkatan kinerja dan efisiensi pelabuhan,
baik yang dikelola BUMN, BUMD maupun swasta;
d. Terwujudnya azas cabotage 100% angkutan laut nasional;
e. Terwujudnya keberadaan perusahaan pelayaran nasional
dalam keanggotaan MLO;
f. Terwujudnya penurunan pelayanan keperintisan sebesar >
60% dan digantikan dengan pelayanan komersial;
g. Terwujudnya international hub port di kawasan barat dan
timur Indonesia, yaitu pelabuhan Batam, Tanjung
Priok/Bojonegara, Tanjung Perak dan Bitung;
h. Terwujudnya kelaikan armada dan penurunan kecelakaan
di laut;
i. Terwujudnya 100% kecukupan dan keandalan sarana
bantu navigasi pelayaran dan mampu berfungsi 24 jam;
j. Terwujudnya sarana dan prasarana komunikasi pelayaran
yang memadai (GMDSS, VTIS, SRS) sehingga jaringan
sistem komunikasi pelayaran dapat menjangkau di seluruh
wilayah perairan Indonesia setiap saat;

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 17


k. Terwujudnya alur dan perlintasan yang aman di seluruh
wilayah perairan Indonesia;
l. Terwujudnya 100 % kecukupan kapal patroli KPLP dan
target operasional dan pemeliharaan untuk kapal-kapal
patroli KPLP, tercukupinya Bahan Bakar Minyak, Patrol
Vessels Management Systems, Alat SAR di Laut, Alat
Pemadam Kebakaran, dan Senjata Api dalam rangka
penegakan hukum di laut;
m. Terwujudnya kelancaran arus lalu lintas kapal yang aman
dan tertib, pengawasan keselamatan pelayaran,
implementasi ISPS Code, pengoptimalan bantuan
pencarian dan pertolongan musibah di laut, perairan yang
bersih dan peningkatan kesiapan sarana dan prasarana
penjagaan laut dan pantai.
Strategi pembangunan transportasi nasional yang disebutkan
dalam RPJP 2005-2025 adalah:
a. Pembangunan transportasi dilakukan berdasarkan
penerapan prinsip ekonomi dalam rangka
memaksimumkan manfaat dan meminimumkan biaya
dengan penggunaan asumsi yang rasional dan variabel-
variabel ekonomi yang signifikan, sehingga dapat
menghasilkan pengembalian biaya (cost recovery), baik
dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
b. Pembangunan transportasi dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek politik, sosial, budaya dan
pertahanan, sehingga hasil pembangunan perhubungan
memiliki dayaguna yang tinggi bagi seluruh lapisan
masyarakat.
c. Pembangunan transportasi difokuskan kepada segmen-
segmen tertentu dalam rangka menunjang kegiatan sektor-
sektor lain yang memiliki kontribusi besar dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
memberdayakan daerah.
d. Pembangunan transportasi dilaksanakan dengan
mempertimbangkan aspek keselamatan, keadilan,
kepastian hukum dan kelestarian lingkungan dalam rangka
mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan
(sustainable development).
e. Pembangunan transportasi dilakukan dengan orientasi
peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui
mekanisme pasar dan campur tangan pemerintah dalam
rangka meminimalisasi kegagalan pasar (market failure).

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 18


f. Pembangunan transportasi dilakukan sesuai dengan arah
pengembangan sosial dan ekonomi yang diadopsi dalam
perencanaan makro nasional, perencanaan sektoral,
perencanaan daerah dan penganggaran secara realistik dan
rasional.
g. Pembangunan transportasi dilakukan dengan
mengikutsertakan masyarakat (sektor swasta) untuk
berperan aktif dalam penyelenggaraan dan melakukan
pengawasan baik pada skala kecil, menengah, maupun
skala besar.
Strategi pembangunan untuk transpotasi laut sendiri adalah
sebagai berikut:
a. Angkutan Laut
Dalam rangka meningkatkan share muatan pelayaran
nasional dilakukan melalui beberapa strategi:
1) Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif
antara lain dilakukan melalui regulasi terkait dengan
pemberian kemudahan perbankan dan fasilitas
perpajakan serta penetapan term of trade yang
berpihak kepada industri pelayaran nasional, sehingga
dapat meningkatkan kinerja industri pelayaran di
Indonesia.
2) Pendanaan
Kebutuhan pendanaan bagi pengembangan angkutan
laut nasional diharapkan dapat diperoleh baik dari
lembaga keuangan bank maupun non bank, disamping
kemampuan industri pelayaran untuk berkembang
dengan hasil aktivitas usahanya sendiri. Pemerintah
dalam hal ini akan berperansebagai fasilitator untuk
menjembatani kesenjangan pembiayaan melalui
mekanisme seperti two-step loan dan berbagai skema
pendanaan lainnya. Minat lembaga keuangan untuk
membiayai peremajaan dan pembangunan armada
pelayaran nasional perlu didukung oleh iklim usaha
yang kondusif dan kepastian adanya muatan yang
diangkut oleh perusahaan pelayaran.
3) Kepastian Muatan
Kepastian muatan antara lain direalisasikan dalam
bentuk kontrak angkutan jangka panjang (multi years
contract) antara pemilik kapal dan pemilik barang.
Melalui forum Informasi Muatan dan Ruang Kapal

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 19


(IMRK) akan didapatkan informasi secara terus
menerus mengenai ruang muat kapal dan ketersediaan
muatan yang siap dikapalkan. Disamping itu,
penerapan azas cabotage dan pembatasan jumlah
pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri
juga akan memberikan kemudahan bagi terciptanya
kepastian muatan untuk armada angkutan laut
nasional. Pada sisi lain, kepastian muatan harus
didukung oleh tersedianya kapasitas armada nasional
yang cukup sehingga diperlukan peningkatan
kapasitas produksi industri galangan kapal secara
nasional.
Berdasarkan strategi pengembangan angkutan laut secara
parsial, maka strategi peningkatan kapasitas armada
angkutan laut nasional adalah:
1) Merancang jenis kapal yang tepat untuk daerah
operasi tertentu;
2) Mengoptimalkan lembaga pendanaan baik bank
maupun non bank;
3) Memberikan insentif yang wajar dalam iklim usaha
angkutan laut nasional;
4) Menyederhanakan pemberian fasilitas pajak bagi
usaha di bidang angkutan laut nasional;
5) Melakukan kontrak jangka panjang muatan antara
shippers dan ship owners yang dimulai oleh BUMN
dan perusahaan pelayaran nasional;
6) Mendorong pengembangan industri galangan secara
bertahap dengan jaminan kepastian muatan;
7) Mendorong perubahan term of trade sehingga ekspor
dapat dilaksanakan dengan CIF (Cost Insurance
Freight) dan impor dapat dilaksanakan dengan FOB
(Freight on Board);
8) Membatasi pelabuhan yang terbuka untuk ekspor;
9) Melaksanakan azas cabotage secara penuh;
10) Mendorong terwujudnya kepastian pelayanan perintis
secara efektif dan sistematis;
11) Menyediakan kapal perintis sebagai embrio
pengembangan armada niaga nasional;
12) Meninggalkan rute perintis yang mulai bersifat
komersial;
13) Menyusun rerouting tahunan sejalan dengan
keberhasilan penyelenggaraan angkutan laut perintis;

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 20


14) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
keberhasilan angkutan laut perintis secara periodik;
15) Melakukan kontrak jangka panjang angkutan laut
perintis dengan swasta untuk peremajaan armada;
16) Mengurangi subsidi pemerintah secara bertahap
dengan cara memperkuat daya saing operator
angkutan laut perintis;
17) Mendorong pelayaran rakyat memanfaatkan teknologi
dan manajemen untuk penyelenggaraan yang efisien
dan efektif.
b. Kepelabuhanan
Strategi pengembangan dan peningkatan pelayanan
pelabuhan laut nasional adalah:
1) Mengkaji ulang dan mengembangkan indikator
kinerja operasional pelabuhan dengan menyusun
pedoman kinerja operasional untuk diterapkan pada
masing masing pelabuhan;
2) Merencanakan secara berkala kebutuhan
pengembangan kapasitas pelabuhan yang tercantum
dalam Rencana Induk setiap pelabuhan;
3) Merancang secara berkala prioritas pengembangan
fasilitas, perangkat lunak maupun SDM
kepelabuhanan sesuai Rencana Induk;
4) Melakukan monitoring secara berkala terhadap hasil
pelayanan jasa kepelabuhanan melalui otomatisasi
sistem pelaporan;
5) Menyusun pedoman teknis pembangunan dan
pengembangan pelabuhan untuk pembangunan dan
pengembangan fasilitas, pemeliharaan fasilitas,
monitoring kegiatan pembangunan, pengerukan dan
reklamasi, pengaturan lalu lintas kapal serta
penyelenggaraan pelabuhan khusus;
6) Meningkatkan manajemen lalu lintas kapal di
pelabuhan dengan teknologi informasi yang bersifat
real time;
7) Melakukan kerjasama dengan sektor terkait dalam
mengantisipasi perkembangan pasar;
8) Mengkaji kembali secara berkesinambungan pola
tatanan kepelabuhanan nasional sejalan dengan
perkembangan dan perubahan kinerja sektor produksi.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 21


2. Sistem Logistik Nasional
Infrastruktur tranportasi memiliki peran dan fungsi untuk
memperlancar pergerakan arus barang secara efektif dan efisien
serta dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara
maritim, yang memiliki kedaulatan dan ketahanan ekonomi
nasional dan laut sebagai wahana pemersatu bangsa dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi
yang ingin dicapai dari jaringan logistik adalah tersedianya
jaringan infrastruktur transportasi yang memadai dan handal
dan beroperasi secara efektif dan efisien sehingga terwujud
konektivitas domestik, yaitu konektivitas lokal, konektivitas
nasional, dan konektivitas global yang terintegrasi dengan
transportasi laut dan transportasi massal sebagai tulang
punggungnya.
Indonesia memiliki tantangan secara geografis dalam sektor
logistik, oleh karena itu perlu diterapkan Konsep Logistik
Maritim Indonesia, yang memperkenalkan konsep Wilayah
Depan dan Wilayah Dalam. Konsep Wilayah Depan dan
Wilayah Dalam sendiri merupakan perwujudan UU No 6
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang Undang No 17
Tahun 1985 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan
Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut, UU No 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2002 Tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan
pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur
Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang
Ditetapkan, dan PP 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di
Perairan. Batas wilayah perairan Indonesia adalah 12 mil laut
dari wilayah daratan terluar, dan ditambah dengan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil. Dengan adanya ZEE
ini maka wilayah NKRI dapat dibedakan atas wilayah depan
dan wilayah dalam. Wilayah Depan adalah wilayah yang
langsung berbatasan dengan negara lain atau wilayah yang
berbatasan dengan perairan internasional, sedangkan wilayah
dalam adalah wilayah yang berupa daratan dan lautan yang
dikelilingi oleh wilayah depan.
Dengan adanya konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam,
diharapkan pelabuhan Hub International dapat bertransformasi
menjadi Logistic Port, sebagai fasilitas untuk memperlancar
arus barang menggantikan pelabuhan sebagai tempat bongkar
muat. Konsep ini dapat membantu dalam percepatan
pengembangan pelabuhan Short Sea Shipping di wilayah Jawa,

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 22


Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggaram dan Papua
dan dalam mengembangkan Logistic Support di wilayah laut
dalam untuk menunjang aktivitas eksploitasi kekayaan laut
Indonesia di wilayah ZEE.
a. Jaringan Transportasi Lokal
Infrastruktur dan jaringan transportasi lokal merupakan
bagian dari konektivitas domestik yang diharapkan mampu
menghubungkan masyarakat pedesaan, perkotaan, pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi di dalam satu pulau atau satu
koridor ekonomi.
b. Jaringan Transportasi Antar Pulau
Infrastruktur dan jaringan transportasi antar pulau
merupakan nagian dari konektivitas domestik yang
diharapkan mampu menghubungkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baik dalam (intra) koridor ekonomi
dan wilayah belakangnya (hinterland), termasuk ke daerah
tertinggal, terpencil dan terdepan (perbatasan) maupun
antar (inter) koridor ekonomi, dan antar pulau
(interisland). Titik simpul transportasi penting antar pulau
akan dipusatkan melalui pelabuhan laut dan bandar udara
yang terhubung secara efektif dan efisien dengan jalur
pelayaran dan jalur penerbangan.Setiap Provinsi
diharapkan memiliki minimal pelabuhan pengumpul,
pelabuhan pengumpan berada pada Kabupaten/Kota untuk
menunjang kelancaran arus lalu litas komoditas unggulan
ekspor dan komoditas pokok dan strategis serta
penumpang.
c. Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Global
Infrastruktur dan jaringan transportasi global termasuk
dalam konektivitas global yang diharapkan dapat
menghubungkan pusat pertumbuhan ekonomi utama
kepelabuhan hub internasiona, dan antara Pelabuhan Hub
Internasional di Indonesia dan negara lain. Berdasarkan
konsep wilayah depan dan wilayah dalam, maka
diharapkan pelabuhan sebagai pintu masuk dapat
mencapai kelancaran barang ekspor terdistribusi dan dapat
menjangkau seluruh pelosok secara efektif dengan biaya
logistik yang rendah dan menjamin keberlangsungan
pasokan. Selain itu, strategi ini dapat menciptakan de-
efisiensi terhadap produk-produk impor yang menjadi
pesaing produk nasional, sehingga produk nasional mampu
bertahan dan bersaing di negara sendiri.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 23


d. Transportasi Multimoda
Transportasi multimoda adalah transportasi barang dengan
menggunakan setidaknya dua moda transportasi yang
berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan
dokumen transportasi multimoda dari satu tempat barang
dan diterima oleh operatur transportasi multimoda ke satu
tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut.
e. Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diperuntukkan untuk mendukung
kelancaran operasi ekspor dan impor dalam rangka
mendukung Kawasan Ekonomi Khusus, industri
pertambangan dan migas, industri perikanan.
f. Industri Perkapalan sebagai Industri Strategis Pendukung
Logistik
Industri perkapalan merupakan industri strategis yang
berfungsi mendukung kelangsungan pelayaran domestik
yang berperan sebagai komponen kunci logistik.
Pembangunan industri perkapalan yang dimaksud adalah
revitalisasi dan pendirian galangan baru yang terletak di
sekitar jalur pelayaran domestik maupun ALKI yang
dilakukan untuk mendukung kehandalan dan keselamatan
pelayaran.
Fokus utama kegiatan pembangunandan pengembangan
infrastruktur diarahkan kepada: (1). pelabuhan utama dan hub
internasional, (2). angkutan laut, (3). angkutan sungai, danau
dan penyeberangan, (4) angkutan jalan (truk), (5). kereta api,
dan (6). bandar udara serta angkutan udara. Sasaran strategis
yang ingin dicapai adalah tersedianya jaringan infrastuktur
transportasi yang memadai dan handal dan beroperasi secara
efisien. Secara umum strategi yang akan ditempuh adalah
membangun konektivitas domestik (domestic connectivity) baik
konektivitas lokal (local connectivity) maupun konektivitas
nasional (national connectivity) dan konektivitas global (global
connectivity) yang terintegrasi sehingga mampu meningkatkan
kelancaran arus barang untuk mendukung efisiensi dan
efektifitas kinerja sistem logistik nasional. Adapun program
yang direncanakan untuk setiap komponen infrastruktur
transportasi adalah:
a. Transportasi Laut
]

Sasaran pembangunan dan pengembangan transportasi laut


diarahkan agar pembangunan pelabuhan hub laut

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 24


internasional di Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan
Barat Indonesia dapat beroperasi secara efektif dan efisien,
dan beroperasinya jaringan transportasi antar pulau secara
efektif sehingga transportasi laut berperan sebagai
backbone transportasi nasional. Sasaran ini akan dicapai
melalui program:
1) Pembangunan konektivitas global dengan
mengembangkan pelabuhan ekspor-impor dan
Pelabuhan Hub Internasional baik di Wilayah Barat
Indonesia maupun di Wilayah Timur Indonesia.
2) Pembangunan konektivitas antar pulau, dan nasional
secara terintegrasi dengan mengembangkan dan
revitalisasi pelabuhan pengumpul disetiap Provinsi dan
pelabuhan utama di beberapa Provinsi, dan
pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan.
3) Pembangunan konektivitas lokal, antar pulau, dan
nasional secara terinegrasi dengan mengembangkan
jalur pelayaran short sea shipping, dan operasi
pelayarannya secara terjadwal, dan pemberian insentif
kepada pelaku dan penyedia jasa logistik yang bergerak
dalam jalur short sea shipping.
4) Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan
pelabuhan melalui penetapan dan peningkatan kapasitas
beberapa pelabuhan utama sebagai pusat distribusi
regional, peningkatan efisiensi waktu angkut
pelabuhan-pelabuhan utama, penguatan dan ekspansi
kapasitas pelabuhan untuk terminal hasil
pertambangan, pertanian dan peternakan, dan
pengembangan pelabuhan perikanan.
5) Pemberlakuan azas cabotage untuk angkutan laut dalam
negeri secara penuh sesuai jadwal Roadmapmelalui
pelaksanaan azas cabotage untuk seluruh jenis
barang/muatan kecuali untuk penunjang kegiatan usaha
hulu dan hilir migas (offshore), seluruh muatan
angkutan laut dalam negeri diangkut oleh kapal
berbendera Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan
angkutan laut nasional (full cabotage), mempromosikan
kemitraan kontrak jangka panjang antara pemilik
barang dan pemilik kapal melalui pemanfaatan
informasi ruang kapal dan muatan sesuai Inpres
Nomor 5 Tahun 2005, dan melaksanakan Inpres Nomor
2 tahun 2009 terkait dengan kewajiban angkutan barang

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 25


milik pemerintah diangkut oleh kapal berbendera
Indonesia.
6) Peningkatan aksesibilitas angkutan barang di daerah
tertinggal dan/atau wilayah terpencil, dan daerah padat
(macet) melalui revitalisasi pelabuhan lokal serta
optimalisasi pelayaran perintis, dan mekanisme Public
Service Obligation (PSO), optimalisasi angkutan
perintis untuk mendukung kelancaran arus barang di
daerah terpencil, termasuk short sea shipping,
mendorong pembangunan kapal nasional untuk
menunjang logistik antar pulau, mendorong
penggunaan angkutan laut RO-RO (short sea shipping)
di sepanjang Pantura untuk mengurangi beban jalan.
7) Peningkatan jumlah armada angkutan laut melalui
pembangunan kapal nasional dan armada nasional.
8) Peningkatan efisiensi dan efektifitas pelayanan
angkutan laut secara terpadu melalui peningkatan dan
membangun pelayaran lintas di dalam koridor ekonomi,
percepatan implementasi pengembangan jaringan
pelabuhan nasional sesuai dengan Rencana Induk
Pelabuhan Nasional (RIPN), dan peningkatan
keamanan untuk menekan risiko kerugian dalam
angkutan barang.
b. Angkutan Sungai, Danau Dan Penyeberangan
Sasaran pembangunan dan pengembangan adalah
menjadikan angkutan sungai, danau dan
penyeberangansebagai bagian integral dari sistem
angkutan multi moda dalam rangka mewujudkan
konektivitas lokal dan nasional yang dilakukan melalui
program:
1) Pengembangan angkutan sungai, danau dan
penyeberangan dalam rangka konektivitas lokal melalui
pengembangan sungai yang potensial untuk transportasi
sungai di pedalaman khususnya di Kalimantan untuk
angkutan penumpang dan barang, restrukturisasi dan
reformasi kelembagaan angkutan sungai, danau dan
penyeberangan, peningkatan pembangunan prasarana
dan sarana angkutan sungai danau dan penyeberangan,
dan intensifikasi kerjasama keterlibatan sektor swasta
dalam penyediaan pelabuhan dan sarana angkutan
penyeberangan
2) Revitalisasi sungai yang berpotensi untuk dimanfaatkan
menjadi bagian dari sistem transportasi melalui

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 26


revitalisasi angkutan penyeberangan dan mekanisme
PSO, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan
fasilitasi dermaga sungai, danau dan penyeberangan,
dan peningkatan pelayanan pada lintas penyeberangan
di sabuk utara, sabuk tengan dan sabuk selatan
3) Pengembangan industri angkutan ferry untuk
meningkatkan kelancaran dan kapasitas lintasan
pelayaran di sabuk selatan, tengah dan utara sehingga
membentuk jaringan transportasi multi-moda yang
efisien
c. Transportasi Jalan dan Lalu Lintas Angkutan
Sasaran pembangunan dan pengembangan transportasi
jalan adalah menjadikan angkutan truk sebagai bagian
integral dari sistem angkutan multi moda dalam rangka
mewujudkan konektivitas lokal dan nasional yang
dilakukan melalui program:
1) Pengurangan beban jalan secara bertahap dengan
meningkatkan kapasitas jalan eksisting dan
mengembangkan jaringan transportasi multimoda dan
logistics center sebagai upaya meningkatkan
kelancaran angkutan barang dari pusat produksi
menunju oulet-inlet ekspor impor dan antar pulau, dan
peningkatan keterhubungan jaringan jalan nasional
dengan pelabuhan dan stasiun kereta api, yang
merupakan jalur logistik, dan perbaikan kapasitas
pelayanan jalan lintas Kabupaten/Kota;
2) Peningkatan kelancaran angkutan barang antar pulau
dan antara pusat produksi ke dengan oulet-inlet ekspor
impor, melalui peningkatan kapasitas jalan pada lintas-
lintas utama, peningkatan kualitas jalan (lebar jalan dan
kekuatan tekanan jalan) dan kelas jalan di wilayah
pedesaan, peningkatan konektivitas jaringan jalan
Kabupaten/Kota, peningkatkan dan pembangunan jalan
lintas di dalam koridor, peningkatan jalan akses lokal
antara pusat-pusat pertumbuhan dengan fasilitas
pendukung (pelabuhan) dan dengan wilayah dalamnya,
pengembangan jaringan logistik darat antar lokasi
perkebunan-sentra pengolahan dan akses ke pelabuhan,
penguatan jalan untuk mengangkut produk peternakan,
peningkatan dan pengembangan akses ke daerah
eksplorasi, pembangunan jalan antara areal tambang
dengan fasilitas pemrosesan, perbaikan akses jalan di

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 27


perkebunan menuju pengolahan sawit, dan peningkatan
kualitas infrastruktur untuk mendukung distribusi dan
logistik migas.
3. MP3EI Tahun 2011-2025
Indonesia memiliki beberapa dinamika yang perlu ditanggapi
serius dalam perwujudan percepatan pembangunan ekonomi.
Dalam hal ini perlu ada transformasi agar percepatan
pembangunan ekonomi tidak terhambat. Berikut merupakan
dinamika yang perlu ditanggapidi Indonesia.
a. Kompetisi regional dan global yang menguat
b. Belum optimalnya pengembangan potensi daerah dan
sinergi dengan pengembangan sektoral
c. Keterbatasan infrastruktur
Salah satu transformasi yang dapat dilakukan adalah dengan
menyediakan konektivitas strategis yaitu konektivitas yang
didefinisikan oleh konetivitas utama yang menghubungkan
pusat-pusat ekonomi dan konektivitas pendukung yang
menghubungkan sektor-sektor fokus ke infrastruktur
pendukung.

Gambar 2.3 : Konektivitas Pusat Ekonomi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 28


Terkait hal itu indonesia perlu meningkatan kapasitas baik
dalam hal sarana prasarana maupun kelembagaan. MP3EI
2011-2025 ini adalah salah satu produk pemerintah Indonesia
dalam rangka pengembangan dan percepatan pertumbuhan
atau pembangunan ekonomi di Indonesia yang didalamnya
terdapat salah satu program penguatan dan peningkatan
kapasitas Indonesia agar dapat mempercepat pembangunan
ekonomi di Indonesia. MP3EI merupakan arahan strategis
dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak
tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka
pelaksanaanRencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005 - 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. MP3EI
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian untuk menetapkan kebijakan sektoral
dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas
masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen
rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian sebagai bagian dari
dokumen perencanaan pembangunan; dan
b. Acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota terkait.
c. MP3EI tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan
ekspor sumber daya alam namun lebih pada penciptaan
nilai tambah
d. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan ekonomi
yang dikendalikan oleh pusat namun pada sinergi
pembangunan sektoral dan daerah untuk menjaga
keuntungan kompetitif nasional
e. MP3EI tidak menekankan pembangunan transportasi
darat saja namun pada pembangunan transportasi yang
seimbang antara darat, laut, dan udara
f. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan
infrastruktur yang mengandalkan anggaran pemerintah
semata namun juga pembangunan infrastruktur yang
menekankan kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS)
g. MP3EI tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi
ekonomi pada daerah tertentu namun lebih pada
pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif. Ini

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 29


memungkinkansemua wilayah di Indonesia untuk
berkembang sesuai potensinya masing-masing.

Gambar 2.4 : Rencana Induk Koridor Indonesia

4. Rencana Induk Pelabuhan Nasional


Waktu tunggu kapal untuk bersandar di pelabuhan-pelabuhan
Indonesia sangat tinggi dan produktivitas penanganan
muatannya relatif rendah. Kinerja pelabuhan yang rendah
akan meningkatkan biaya transportasi untuk impor dan
ekspor, kecuali pada Terminal peti kemas utama dan beberapa
terminal khusus untuk memiliki perlengkapan penanganan
curah berkapasitas tinggi.
Pelabuhan peti kemas di Indonesia akan menghadapi
konsekuensi menjadi bottleneck bagi arus muatan yang terus
meninngkat, yang akhirnya akan meningkatkan biaya dan
resiko dalam menjalankan usaha di Indonesia.
Kerangka kerja kelembagaan pelabuhan Indonesia
meneteapkan serangkaian tanggung jawab baru dalam
pengelolaan pelabuhan yang mengatur kejelasan tentang
peran dan tujuan setiap lembaga yang ada di setiap pelabuhan.
Undang Undang Pelayaran No.17 dan peraturan-peraturan
pelengkapnya memberikan Kementerian Perhubungan
tanggung jawab untuk:

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 30


a. Merencanakan pembangunan pelabuhan-pelabuhan laut
komersil dan non komersial Indonesia
b. Menjamin dan memfasilitasi investasi atas pembangunan
dan perbaikan pelabuhan
c. Menetapkan peraturan dan pedoman bagi otoritas
pelabuhan dan Unit Pengelola Pelabuhan yang dirancang
untuk memastikan pengaturan sektor pelabuhan yang
efektif, perencanaan yang terkoordinir dan terpadu, dan
penyelenggaraan yang efisien
d. Merumuskan model pendidikan dan pelatihan untuk
memastikan kinerja fungsi-fungsi terkait pelabuhan yang
efektif dan tersedianya sumber daya manusia sektor
pelabuhan yang kompeten
e. Mengesahkan tarif-tarif yang diusulkan oleh otoritas
pelabuhan dan Unit Pengelola Pelabuhan dan menyusun
struktur tarif pelabuhan untuk badan-badan usaha
pelabuhan
f. Mengeluarkan izin-izin untuk pembangunan, konstruksi,
dan opearasi pelabuhan
g. Mengesahkan otoritas pelabuhan, unit Pengelola
Pelabuhan, dan pembangunan pelabuhan yang
direncanakan oleh sektor swasta
Otoritas pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan
bertanggung jawab untuk:
a. Menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan dan
menetapkan standar kinerja operasional
b. Menyediakan wilayah daratan dan perairan untuk
pelabuhan
c. Memberikan persetujuan kepada badan usaha pelabuhan
untuk melakukan kegiatan usaha pelabuhan
d. Mempersiapkan tarif untuk layanan-layanan yang
diberikan oleh berbagai otoritas pelabuhan dan Unit
Pengelola Pelabuhan dan menyerahkan tarif tersebut
untuk disetujui oleh Kementerian Perhubungan
e. Mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengatur
penggunaan pelabuhan, Bandar, dan layanan pemanduan
f. Mempersiapkan rencana-rencana induk daerah/individual
untuk disetujui oleh Kementerian Perhubungan
g. Menjamin perlindungan lingkungan di wilayah-wilayah
h. Memfasilitasi penyebaran informasi terkait pelabuhan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 31


VISI
Terwujudnya sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif,
yang mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah.

TUJUAN
• Meningkatkan daya saing dalam perdagangan global dan pelayanan jasa transportasi
• Meningkatkan daya saing jasa kepelabuhanan, mengurangi biaya pelabuhan dan
• meningkatkan pelayanan jasa pelabuhan
• Mensinergikan pelabuhan dengan pembangunan sistem transportasi nasional, sistem logistik
• nasional dan pembangunan ekonomi
• Mengembangkan kapasitas pelabuhan untuk memenuhi permintaan kebutuhan jasa transportasi
• Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dalam sektor kepelabuhanan.

RENCANA AKSI

Kelembagaan Perencanaan Peraturan


• Transisi • Integrasi dengan • Penyusunan peraturan
implementasi perencanaan sistem pelaksanaan dari UU
• kelembagaan transportasi nasional Pelayaran No. 17/2008
Otoritas Pelabuhan danwilayah • Penyusunan peraturan
• Kejelasan fungsi • Integrasi dengan pelaksanaan untuk
Otoritas Pelabuhan rencanapembangunan efektivitas perencanaan,
dan Pelindo ekonomi nasional pembangunan dan
• Penyerahan • Pengembangan manajemen pelabuhan
pelabuhan kapasitas untuk • Mendorong persaingan
pengumpan kepada memenuhi kebutuhan dan pengurangan
pemerintah daerah jasa kepelabuhanan hambatan akses pasar

Pengembangan Teknologi Pembiayaan dan


SDM Investasi
• Mempercepat
• Mendorong
pembangunan • Menerapkan skema
peningkatan sistem informasi Partisipasi Sektor
Produktivitas terintegrasi Swasta (KPS)
pelabuhan kepelabuhanan • Pemanfaatan sumber
• Transisi penerapan • Mendorong pendanaan domestik
praktek aplikasi • Pengaturan arus
internasional teknologi yang pendapatan dari
dalampengembang sesuai dengan konsesi/sewa dan
an SDM dan sumber lainnya kepada
tenaga kerja
kebutuhan pasar Otoritas Pelabuhan
pelabuhan

Gambar 2.5 : Kerangka kerja RIPN

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 32


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan
Studi pengembangan Angkutan Laut RO-RO ini menggunakan
pendekatan deskriptif dan kuantitatif, yang ditunjang oleh data
primer hasil pengukuran, pengamatan dan wawancara serta data
sekunder berupa data statistik, kepustakaan dan peraturan
perudang-undangan. Kerangka studi Pengembangan Angkutan
Laut RO-RO harus mencakup program nasional seperti MP3EI,
Sislognas, Sistranas dan RPJP/RPJM, serta situasi dan kondisi.
Langkah selanjutnya adalah proyeksi perkembangan sosio-
ekonomi dan permintaan pelayanan Angkutan Laut RO-RO di
masa yang akan datang.

Analisa masalah

Permintaan muatan
(penumpang & kargo)

Desk Study dan survey lapangan Rute, frekuensi


(data sekunder dan primer)
Jenis, ukuran & jumlah unit
vessel

Sarana / prasarana
Situasi dan kondisi saat ini Proyeksi masa depan
Transportasi RORO Nasional Tarif / struktur biaya Sosio-Ekonomi di lokasi survey
Sosio-Ekonomi di lokasi survey Estimasi permintaan
Cuaca & Kondisi Pelabuhan
Operasional Transportasi Transportasi RORO di lokasi
RORO di lokasi survey survey
Kebijakan & Regulasi

Konsep Pelayanan RORO

Estimasi biaya
pengembangan

RPJP RPJM SISLOGNAS MP3EI


Estimasi biaya pengembangan Kebijakan Pelayanan & Tarif
RORO Nasional
Kebijakan insentif & subsidi
Pengembangan Rute
Rencana Pengembangan Transportasi RORO Nasional
Kebijakan investasi sarana &
Pembangunan Prasarana
prasarana
Pola Pengembangan Transportasi
Pembangunan Sarana Kebijakan & Regulasi
RORO Nasional Kebijakan Tata Kelola Pelabuhan
Desain standar Terminal RO-RO
Kebijakan terkait Perdagangan,
Tata Kelola Terminal RO-RO Transportasi dan Logistik Nasional
SISTRANAS RIPN
Pengembangan Teknologi Kebijakan terkait kerjasama
Summary & Recommendation
Pendukung Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah

Gambar 3.1 : Kerangka Berpikir Studi Pengembangan


Angkutan Laut RO-RO di Indonesia

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 33


B. Metodologi Kerja
Proses metodologi pekerjaan yang meliputi latar belakang, tujuan,
sasaran, dan ruang lingkup. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk
menentukan apa saja yang diinginkan oleh pemberi kerja. Pada
sub-bab ini disampaikan suatu kerangka kerja analisa yang
terstuktur sehingga mampu mengarahkan proses pekerjaan secara
efektif, melaksanakan semua lingkup pekerjaan dan menghasilkan
rekomendasi sesuai maksud, tujuan, dan sasaran pelaksanaan
pekerjaan ini. Kerangka Analisa yang disusun untuk pekerjaan ini
disampaikan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.2 : Alur Metodologi Pekerjaan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 34


C. Metode Analisis dan Perhitungan
1. Metodologi Penentuan Rute yang Akan Dikembangkan
Berdasarkan Prediksi Demand
Adapun dalam melakukan studi pengembangan angkutan laut
RO-RO ini akan dilakukan penentuan rute pelayaran yang
akan dikembangkan berdasarkan prediksi demand. Pada
gambar berikut dijelaskan secara sistematik mengenai
metodologi penentuan rute potensial yang akan
dikembangkan untuk pengembangan angkutan laut RO-RO
ini.

Gambar 3.3 Metodologi Penentuan Rute Potensial

Adapun secara detail metodologi penentuan rute potensial ini


dijabarkan pada poin – poin berikut ini:
a. Sesuai dengan lingkup transportasi penyeberangan,
pengembangan RO-RO semestinya dilakukan secara
terintegrasi dengan pengembangan jaringan jalan.
b. Pemodelan jaringan yang akan dikembangkan untuk
memenentukan rute potensial ini berupa sequential
model (model 4 tahap) yang terintegrasi dengan jaringan
jalan.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 35


c. Adapun untuk pemodelan ini ini digunakan data asal –
tujuan dari data pergerakan ATTN tahun 2011 untuk
pergerakan 3 pulau (Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi)
sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan. Pada gambar
berikut menjabarkan mengenai pergerakan barang antar
kabupaten antara ketiga pulau tersebut yaitu pulau Jawa,
Kalimantan, dan Sulawesi.

Gambar 3.4 : Asal Tujuan Antar Kabupaten Antar Pulau


Jawa – Kalimantan - Sulawesi > 200 000 ton/thn
(Sumber: ATTN 2011)

d. Data asal – tujuan tersebut dilakukan lagi penyaringan


terhadap data angkutan barang non – RO-RO sehingga
data asal – tujuan tersebut hanya merupakan pergerakan
potensial untuk kapal RO-RO
e. Model jaringan dilakukan terhadap jaringan jalan dan
jaringan penyeberangan eksisting, serta dilakukan
identifikasi rute potensial untuk kapal RO-RO yang
potensial untuk dikembangkan
f. Setelah model jaringan terbentuk, maka dikembangkan
pula model pemilihan moda antara kapal RO-RO dan
kompetitor laut (angkutan laut lainnya). Dimana model
pemilihan moda yang digunakan adalah Binomial Logit.
g. Adapun Utilitas yang akan digunakan pada model
pemilihan moda ini adalah Fungsi dari Biaya dan Waktu
(f(biaya,waktu))

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 36


h. Kemudian model akan digunakan untuk menganalisis
manfaat (penghematan biaya transportasi total) dari
beberapa rencana pengembangan jaringan RO-RO yang
telah teridentifikasi, berdasarkan ukuran kapal dan
frekuensi yang mungkin diterapkan selama horison
perencanaan dan diintegrasikan juga dengan rencana
pengembangan jaringan jalan
i. Dicari skema (jaringan, ukuran kapal dan frekuensi) yang
memberikan penghematan biaya transportasi yang
terkecil berdasarkan tahapan pengembangannya selama
horison perencanaan
j. Dari masing-masing koneksi penyeberangan RO-RO
(lintas) kemudian dicek kelayakan finansialnya
(perbandingan antara perolehan tarif (revenue) vs biaya
investasi dan operasi RO-RO serta biaya-biaya lainnya)
k. Sehingga dapat diperkirakan lintas RO-RO yang mana
saja yang dapat dikembangkan menjadi lintas komersial
atau menjadi lintas yang memerlukan subsidi untuk
dikembangkan atau menjadi lintas perintis.
2. Model Binomial Logit
Pemilihan moda merupakan fungsi dari utilitas yang terdiri dari
komponen utilitas deterministik atau terukur dan komponen
utilitas random atau acak. Komponen utilitas random – atau
disebut juga disturbances - bergantung kepada karakteristik
model yang dikembangkan dan karakteristik pemilihan
alternatif yang ada.
Pemodelan dengan binary logit didasarkan pada asumsi bahwa
εin - εjn terdistribusi secara logistik (Ben Akiva dan Lerman,
1985), yaitu:

Probabilitas untuk alternatif i adalah:

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 37


Jika parameter Vin dan Vjn linear, maka

Pada model pemilihan moda ini membandingkan probabilitas


kemungkinan pemilihan antara 2 jenis moda, dimana model
pemilihan moda yg dilakukan adalah Demand Kapal RO-RO vs
Kompetitor (angkutan laut lainnya), sehingga dapat kita ketahui
probabilitas kemungkinan pemilihan antara kapal RO-RO dan
kompetitornya. Model pemilihan moda ini menggunakan 2
jenis utilitas pada model pemilihan moda ini yaitu Fungsi dari
Biaya dan Waktu (f(biaya,waktu)).

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 38


BAB 4
HASIL PENGUMPULAN DATA DAN
INFORMASI

A. Sistem Transportasi Laut di Indonesia


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki
wilayah seluas 7,7 juta Km2, dengan luas lautan 2/3 wilayah
Indonesia, dan garis pantai terpanjang ke empat di dunia sepanjang
95.181 km, serta memiliki 17.480 pulau mempunyai potensi
ekonomi pada jasa transportasi laut (pelayaran) yang sangat besar.
Sarana transportasi laut memiliki manfaat guna menjangkau dan
menghubungkan pulau-pulau di wilayah nusantara sehingga
menciptakan konektifitas antar pulau di Indonesia.
1. Kondisi Infrastruktur Transportasi Indonesia
Saat ini Indonesia memiliki 4 (empat) pelabuhan utama
berskala nasional, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Perak,
Belawan, dan Makassar. Keempat pelabuhan utama tersebut
mengendalikan angkutan barang melalui kontainer untuk
kegiatan ekspor dan impor.
Gambaran pelabuhan nasional yang ada saat ini berdasarkan
Pengaturan Sistem Kepelabuhan Nasional dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), terdapat 25 Pelabuhan
strategis utama, yaitu:
a. PT. PELABUHAN INDONESIA I
1. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan
2. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai
3. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang
Lhokseumawe
4. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Pekanbaru
5. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Tanjung
Pinang
b. PT. PELABUHAN INDONESIA II
6. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Banten
7. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Palembang
8. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Panjang
9. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pontianak

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 39


10. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung
Priok
11. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Teluk
Bayur
c. PT. PELABUHAN INDONESIA III
12. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang
Banjarmasin
13. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa
14. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tenau
15. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung
Emas
16. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung
Perak
d. PT. PELABUHAN INDONESIA IV
17. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Ambon
18. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang
Balikpapan
19. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Biak
20. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Bitung
21. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Jayapura
22. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Makasar
23. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang
Samarinda
24. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Sorong
e. Pelabuhan Otorita
25. Pelabuhan Otorita Batam

Gambar 4. 1 Persebaran Pelabuhan Strategis di Indonesia

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 40


Tabel 4.1 : Jumlah Armada Angkutan Penyebrangan Tahun 2010
No Jenis Kapal Jumlah
1 RO-RO 210
2 Truck Air 0
3 Passenger 3
4 LCT 8
Sumber: Statistik Perhubungan, 2010

Tabel di atas memberikan gambaran mengenai arus pergerakan


yang memanfaatkan moda transportasi laut, baik penumpang
maupun barang. Tujuh pelabuhan yang menjadi sampel dalam
lingkup wilayah studi ini memiliki intensitas aktivitas bongkar
muat barang dan arus penumpang, baik yang melayani
transportasi antar pulau di Indonesia maupun kegiatan berskala
internasional. Masing-masing pelabuhan memiliki fungsi
sebagai pendukung arus logistik di masing-masing koridor
ekonomi yang ada di Indonesia.

2. Kondisi Oseanografi di Wilayah Perairan di Indonesia


Kondisi oseanografi di wilayah perairan Indonesia dapat dilihat
berdasarkan beberapa poin berikut ini.
a. Upwelling
Karena terletak di daerah tropis, maka hampir sepanjang
tahun perairan Indonesia mempunyai suhu permukaan
yang tinggi, berkisar antara 26o dan 30o C. Sifat ini
umumnya berasosiasi dengan air laut yang berkadar garam
atau bersalinitas rendah, yaitu 27,33 % di lapisan
permukaan. Kedua sifat ini mengakibatkan terjadinya
pemisahan yang bersifat kekal secara alami antara air
permukaan dengan lapisan air di bawahnya, akibat dari
pemisahan lapisan air laut pada musim tertentu terjadi arus
yang bergerak menaik (vertikal) dari suatu kedalaman
tertentu ke permukaan. Fenomena ini disebut upwelling
atau disebut arus vertikal atau penaikan massa air. Daerah
perairan Indonesia lainnya yang diketahui terjadi
upwelling adalah di laut Banda, di sebelah Selatan Pulau
Jawa sampai Timor pada bulan September, dan di
sepanjang Paparan dan Daerah lereng Laut Arafura bagian
Timur dari Kepulauan Aru sampai Teluk Carpentaria.
b. Arus laut
Arus laut lain yang mempengaruhi karakteristik perairan di
Indonesia adalah arus laut yang dibangkitkan oleh angin.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 41


Pada musim barat di atas Laut Jawa bertiup angin dari
barat ke timur sehingga arus Laut Jawa secara umum
mengalir dari barat ke timur. Sedangkan pada musim timur
arus Laut Jawa mengalir sebaliknya. Di bagian lain pada
laut, arus di permukaan air laut mengalir hampir sama
dengan arah angin yang membangkitkannya. Arus-arus di
kedalaman laut yang lebih dalam lebih banyak dipengaruhi
oleh keadaan pasang surut dan sifat-sifat fisik lainnya
seperti perbedaan temperatur, salintas dan tekanan.
c. Pasang Surut
Tipe pasang surut suatu perairan ditentukan oleh frekuensi
air pasang dan surut perhari. Jika perairan tersebut
mengalami satu kali pasang dan surut perhari, maka
kawasan tersebut dikatakan bertipe pasang surut harian
atau tunggal. Jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam satu hari, maka pasangnya dikatakan bertipe pasang
surut ganda. Tipe pasang surut lainnya merupakan
peralihan antara tipe tunggal dan tipe ganda, dan dikenal
sebagai pasang surut campuran.
Keadaan pasang surut (pasut) di wilayah perairan
Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari
Samudra Pasifik dan India serta morfologi pantai dan
Batimeri perairan yang kompleks, dimana terdapat banyak
selat, palung laut yang dangkal sampai yang sangat dalam.
Keadaan perairan yang disebut diatas membentuk pola
pasang surut yang sangat beragam.
1. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian
(semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah
tersebut;
2. Tipe pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka
pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan
tipe ganda yang menonjol;
3. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat
Karimata dan Laut Jawa;
4. Pasang Surut di Ujung Pandang bertipe campuran
dengan tipe tunggal yang menonjol;
5. Kawasan Indonesia di bagian timur dipengaruhi oleh
pasang surut setengah harian;
6. Kecuali laut Arafura yang menunjukkan pasang surut
campuran yang didominasi pasang surut
harian/tunggal.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 42


Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi
antara 1 sampai dengan 6 meter. Laut Jawa umumnya
tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 meter kecuali di Selat
madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6
meter dapat dijumpai di kawasan timur Indonesia,
khususnya di Papua.
d. Gelombang
Keadaan gelombang di perairan Indonesia berbeda-beda,
ada yang mempunyai gelombang laut relatif kecil misalnya
Selat Madura, Selat rupat, Teluk Ratai, Selat Malaka dan
ada yang mempunyai gelombang relatif tinggi misalnya
perairan yang menghadap Samudra Indonesia yaitu dari
Sumatera sampai Nusa Tenggara Timur yang merupakan
kawasan yang berpotensi akan gelombang besar, Samudra
Pasifik dan Laut Cina Selatan yang mencapai tinggi
gelombang 2 meter. Tinggi gelombang yang terbesar
terjadi di perairan Indonesia pada musim barat.
Segmen pantai kawasan pesisir utara Pulau Jawa yang
menghadap ke arah timur adalah kawasan pesisir yang
sangat berpotensi untuk terkena gelombang badai yang
terjadi pada saat Musim Timur berlangsung di bulan Mei.

e. Fenomena Tsunami
Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang
melanda ke daratan. Fenomena ini dapat terjadi karena
gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar laut,
seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunung api
di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang
tsunami dapat merambat sangat cepat mencapai kecepatan
950 km/jam, panjang gelombangnya sangat panjang, dapat
mencapat panjang 250 km. Indonesia pernah mengalami
bencana tsunami yang terjadi karena erupsi letusan
gunung api Krakatau pada tahun 1883 di Selat sunda dan
yang terjadi karena longsoran bawah laut pernah terjadi
pada tahun 1998 di sebelah utara Papua.
Bagi Kepulauan Indonesia yang posisi geografisnya yang
diapit oleh dua samudera (Samudera Pasifik dan Hindia),
serta posisi tektonik yang terletak di kawasan interaksi tiga
lempeng kerak bumi utama, dan kehadiran gunung api
bawah laut membuatnya menjadi sangat potensial untuk
terkena bencana tsunami. Secara garis besar dapat

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 43


dikatakan bahwa kawasan-kawasan pesisir Indonesia yang
sangat berpotensi terkena tsunami adalah:
1. Kawasan pesisir dari pulau-pulau yang menghadap ke
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Potensi
sumber kejadian tsunami yang utama di kawasan-
kawasan itu adalah sistem penunjaman yang ada di
hadapan kawasan-kawasan pesisir itu.
2. Kawasan pesisir dari pulau-pulau di kawasan Laut
Banda. Di kawasan ini, tsunami dapat berasal dari
kawasan Busur Banda maupun berasal dari Samudera
Pasifik atau Samudera Hindia yang masuk ke
kawasan itu.
3. Kawasan pesisir pulau-pulau yang berhadapan dengan
gunungapi bawah laut, seperti kawasan pesisir di
kedua sisi Selat Sunda yang mengelilingi Gunung
Krakatau.

3. Permasalahan Infrastruktur dan Moda Transportasi Laut


di Indonesia
Permasalahan utama pelabuhan yang ada di Indonesia
mencakup tiga hal pokok, yaitu belum tersedianya pelabuhan
hub internasional, rendahnya dan produktivitas dan kapasitas
pelabuhan, dan belum terintegrasinya manjemen kepelabuhan.
a. Belum adanya pelabuhan Hub Internasional
Pelabuhan hub internasional merupakan salah satu faktor
penting dalam pengembangan logistik suatu negara.
Pelabuhan hub internasional memiliki fungsi sebagai pusat
pengendalian arus barang nasional dan internasional. Saat
ini Indonesia telah memiliki beberapa pelabuhan utama,
akan tetapi belum ada yang berfungsi sebagai pelabuhan
hub internasional. Perkembangan kapal dengan kapasitas
angkut lebih dari 10.000 kontainer yang diprediksikan
akan melintasi pelayaran dunia, terutama rute Asia dan
Eropa akan membutuhkan kesiapan pelabuhan dan
infrastruktur penunjang agar dapat melayani kapal yang
lebih besar.
b. Rendahnya produktivitas dan kapasitas pelabuhan
Pelabuhan utama di Indonesia sudah sangat membutuhkan
pengembangan kawasan pelabuhan untuk mengantisipasi
penanganan arus barang yang semakin meningkat.
c. Belum terintegrasinya manajemen kepelabuhan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 44


Pengurusan pergerakan barang dan dokumen saat ini
masih dilakukan berbasis transaksi, karena belum adanya
pelayanan jasa logistik yang terpadu antara badan pengatur
pelabuhan, pengusahaan pelabuhan, penggunaan jasa
pelabuhan, karantina, dan kepabeanan serta stake holders
lain yang terkait yang berorientasi kepada kelancaran arus
barang dan kepuasan peanggan. Selain itu belum ada
sistem atau mekanisme kerjasama antara otoritas pengelola
pelabuhan dengan kawasan industri yang berorientasi
kelancaran arus barang ekspor dan impor untuk keperluan
industri.

Indonesia membutuhkan pelayanan dan tingkat keselamatan


angkutan laut yang memadai, dan perlu didukung dengan
industri penunjang galangan kapal dan rancang bangun kapal
ferry nasional yang memadai. Saat ini angkutan sungai dan
penyebrangan beriorientasi pada dinamika lingkungan daerah
dan bisnis, harga dinamis, kompetisi layanan (customer focus),
dan entitas infrastruktur –- bisnis (mixed). Potret masa depan
industri ferry Indonesia akan menuju Pola tarif Ferry berbasis
pasar (Pro-Market Mechanism), memperjuangkan Peremajaan
Armada Kapal angkutan penyeberangan/Ferry (Excelent Ferry
Ship), dan meningkatkan Citra layanan angkutan
penyeberangan/Ferry (Superior Services at the highest safety
standard)

Saat ini penggunaan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia bisa


dikategorikan sebagai angkutan penyebrangan dan angkutan
laut. Sebagai angkutan laut, Angkutan Laut RO-RO dapat
dimanfaatkan untuk mendukung sistem distribusi komoditas
nasional antar koridor ekonomi. Dengan memanfaatkan
angkutan laut RO-RO, maka angkutan barang seperti truk yang
naik ke atas kapal harus diperhatikan muatan yang dibawanya.
Jenis barang dan volume barang yang diangkut menggunakan
kapal RO-RO harus diperhatikan.
Permasalahan terkait kondisi angkutan laut yang sering muncul
di Indonesia, terutama jenis angkutan laut RO-RO adalah sering
terjadinya kecelakaan. Angkutan laut RO-RO yang memiliki
fungsi sebagai angkutan barang dan penumpang memiliki
desain dengan sarana keselamatan yang lebih baik
dibandingkan kapal jenis cargo atau kapal angkutan
penumpang biasa. Akan tetapi, pengawasan yang kurang
menyebabkan sering terjadinya kerawanan yang melebihi
volume muatan angkutan laut RO-RO sendiri.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 45


Saat ini, Indonesia belum memiliki konsep multimoda di sektor
angkutan barang dan belum memiliki regulasi yang mengatur
prosedur transportasi bagi barang berpindah moda. Selain itu,
akses transportasi multimoda belum memadai, seperti ketika
barang dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok dan satu-satunya
akses transportasi pengangkutan barang hanya melalui
transportasi darat. Padahal, infrastruktur jalan yang sangat
terbatas menyebabkan lalu lintas di Pelabuhan Tanjung Priok
mengalami kemacetan. Akses jalan kereta api yang ada saat ini
tidak difungsikan lagi, sehingga tidak terdapat alternatif bagi
para pelaku industri untuk dapat mengelola distribusi
barangnya secara efektif dan efisien.
Kendala lain dalam transportasi multimoda adalah:
a. Infrastruktur yang belum menunjang, seperti akses jalan
Kereta Api dari Tanjung Priok belum bisa langsung ke
container yard dan dari Gede Bage masih memerlukan dua
kali customs handling.
b. Gudang transit yang belum memadai, baikdipelabuhan
udara maupun di pelabuhan laut.

B. Kondisi Angkutan Laut RO-RO Eksisting


Transportasi laut mempunyai peran yang sangat penting di
Indonesia, tidak hanya sebagai alat penghubung dari satu wilayah
ke wilayah yang lain di Indonesia, namun juga sebagai alat angkut
perdagangan nasional maupun internasional. Indonesia adalah
negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih dari 17.000. Dari
sejumlah pulau tersebut, ada beberapa pulau besar, yaitu Pulau
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pulau-pulau
tersebut memiliki letak yang sangat strategis dan penting artinya
bagi masyarakat. lndustri transportasi laut serta perkapalan
merupakan industri yang harus diprioritaskan, selain sarana dan
prasarana yang dibutuhkan untuk meningkatkan perkembangan
daerahnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan di sektor pelayaran
dan industri perkapalan menjadi titik tolak kekuatan dan
kemakmuran bangsa.
Pergerakan barang, baik antar pulau maupun antar Negara, di
dominasi oleh transportasi laut, karena transportasi laut dapat
menjangkau daerah pedalaman dan daerah-daerah terpencil,
dimana transportasi lain belum dapat masuk. Salah satu jenis
transportasi laut yang dapat masuk jauh kepedalaman dan daerah-
daerah terpencil adalah angkutan laut RO-RO. Sarana angkutan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 46


laut RO-RO dan sejenisnya mempunyai teknologi yang dapat
melayani masyarakat tersebut, karena selain mempunyai draft
minimum juga multifungsi. Pola ini harus dapat dikembangkan
dan bersaing dengan angkutan lainnya, dengan tarif yang relative
murah dan terjangkau. Jenis angkutan laut RO-RO yang didesain
sedemikian rupa, selain dapat mengangkut manusia, sekaligus juga
dapat mengangkut barang tanpa harus melakukan kegiatan
bongkar muat di pelabuhan. Bentuk kemudahan yang timbul
dengan adanya teknologi angkutan laut RO-RO ini tentu
dipandang lebih efektif dan efisien oleh pengguna jasa transportasi
laut.

Adapun pada gambar - gambar berikut menjelaskan mengenai


spesifikasi Angkutan Laut RO-RO yang ada di Indonesia saat ini.

Gambar 4.2 : Spesifikasi Angkutan Laut RO-RO Menurut Draft


di Indonesia

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa mayoritas sekitar 49


persen, Angkutan Laut RO-RO di Indonesia mempunyai
kebutuhan draft sekitar 1,5 – 2,25 meter dan sekitar 21 persen
Angkutan Laut RO-RO di Indonesia mempunyai kebutuhan draft
sekitar 0,75 – 1,5 meter.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 47


Gambar 4.3 : Spesifikasi Angkutan Laut RO-RO Menurut Daya
Tampung Kapal di Indonesia

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa mayoritas atau sekitar 60


persen, Angkutan Laut RO-RO di Indonesia dapat menampung
hanya kurang dari 20 kendaraan dan sekitar 32 persen Angkutan
Laut RO-RO di Indonesia dapat menampung 20 – 40 kendaraan.
Dari fakta ini dapat kita ketahui bahwa kapasitas Angkutan Laut
RO-RO yang ada di Indonesia saat ini mayoritas mempunyai
kapasitas yang kecil atau tidak terlalu besar.

Gambar 4.4 : Spesifikasi Angkutan Laut RO-RO Menurut Ukuran


GRT Kapal di Indonesia

Angkutan laut RO-RO umumnya dirancang agar dapat membawa


muatan kendaraan dan penumpang secara bersamaan. Spesifikasi
kemampuan muatan angkutan laut RO-RO dibagi berdasarkan :

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 48


1) ukuran menurut isi kapal (Gross Registered Tonnage
dan Net Registered Tonnage)
2) ukuran menurut bobot kapal (Deadweight Tonnage dan
Displacement Tonnage)
3) ukuran menurut daya mesin kapal (PK atau Horse
Power)
Dari gambar diatas dapat dilihat mengenai spesifikasi Angkutan
Laut RO-RO menurut isi kapal dengan ukuran Gross Registered
Tonnage. Dapat dilihat bahwa, Angkutan Laut RO-RO di
Indonesia mayoritas sekitar 85 persen mempunyai ukuran GRT
kurang dari 1500 GRT.

Gambar 4.5 : Spesifikasi Angkutan Laut RO-RO Menurut Jumlah


Penumpang di Indonesia

Dari gambar diatas dapat dilihat mengenai spesifikasi Angkutan


Laut RO-RO menurut jumlah penumpang yang dapat diangkut.
Dapat dilihat bahwa, Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
mayoritas sekitar 43 persen dapat mengangkut sekitar 250 – 500
orang dan sekitar 41 persen Angkutan Laut RO-RO yang ada
hanya dapat mengangkut penumpang kurang dari 250 orang.

Ketersediaan dan jumlah unit Angkutan Laut RO-RO masih sangat


terbatas. Di beberapa pelabuhan, frekuensi singgah Angkutan Laut
RO-RO relatif rendah. Selain karena keterbatasan jumlah, dari segi
penumpang juga tidak terlalu banyak yang menggunakan
Angkutan Laut RO-RO. Usia kapal yang beroperasi juga menjadi
masalah yang seringkali ditemukan pada jenis Angkutan Laut RO-
RO. Rata-rata kapal jenis RO-RO yang dioperasikan sudah berusia

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 49


tua sehingga sering terjadi permasalahan umum seperti mesin
kapal yang mogok sehingga berpengaruh pada keterlambatan
kinerja Angkutan Laut RO-RO.
Meskipun saat ini Angkutan Laut RO-RO sudah berlabuh di
beberapa pelabuhan, akan tetapi bentuk dermaga peruntukan
Angkutan Laut RO-RO masih belum didesain secara khusus.
Bukan hal yang aneh apabila dermaga yang digunakan adalah
dermaga dengan fungsi multiguna.

1. Operasional Angkutan Laut RO-RO


Angkutan Laut RO-RO yang beroperasi di Indonesia dikelola
oleh PT Pelni dan beberapa perusahaan swasta. Berikut adalah
deskripsi mengenai beberapa perusahaan yang mengoperasikan
Angkutan Laut RO-RO.
a. PT. Pelni
PT Pelni memiliki satu Angkutan Laut RO-RO yang masih
beroperasi hingga saat ini, yaitu KM Egon.
Pemanfaatannya diutamakan sebagai kapal penumpang.
Kapal Egon merupakan kapal yang dibuat pada tahun
1991 oleh Shinhama Ship Building, Jepang.
Kapal Egon memiliki panjang keseluruhan (LOA) sebesar
94.30 m, panjang antara garis tegak (LBP) sebesar 88.00
m dan lebar (Breadth) sebesar 16.00 m. KM Egon dapat
memuat kurang lebih sebanyak 500 orang penumpang.
Spesifikasi lainnya terkait Kapal KM Egon adalah:
1) Bobot mati (DWT) : 780.18 T
2) Isi kotor (GT) : 4914 T
3) Isi bersih (NT) : 1928 T
4) Kecepatan (speed); 17.50 knot/ skr 15 knot
5) Kecepatan maksimal : 20.00 knot
6) Draft : 3.36 m
7) Sarat minimum : 3.36 m
8) Sarat maksimum (full loaded) : 4.16 m
9) Tinggi s/d Car Deck : 5.60 m
10) Tinggi s/d Passenger deck : 10.50 m
11) Freeboard : 3067 mm

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 50


Tabel 4.:2 : Distribusi Angkutan Penumpang KM Egon
Berdasarkan Pelabuhan Asal dan Tujuan Tahun 2009
Pelabuhan
No Jumlah
Asal Tujuan
Banjarmasin 9.412
1 Semarang Kumai 11.752
Pontianak 3.574
2 Banjarmasin Semarang 2.674
3 Kumai Semarang 13.844
Banjarmasin 55
4 Tanjung Priok
Pontianak 318
Semarang 1.601
5 Pontianak
Tanjung Priok 620
Jumlah 43.850
Sumber: Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2010

b. PT. Prima Vista


PT Prima Vista mengoperasikan beberapa kapal
penumpang sekaligus melayani angkutan kendaraan
bermotor. PT Prima Vista berpusat di Surabaya, dan
merupakan kerja sama dengan PT Jembatan Madura.
Angkutan Laut RO-RO yang dimiliki oleh PT Prima Vista
merupakan kapal eksekutif yang didirikan oleh Jepang.
Beberapa kota tujuan yang dilayani oleh Angkutan Laut
RO-RO dari PT Prima Vista adalah Medan, Kumai,
Belawan, Makassar, Banjarmasin, Pontianak, dan
Surabaya. PT Prima Vista memiliki kapal dengan
kapasitas angkut yang besar, yaitu dapat menampung
1.000-2.500 penumpang.

c. PT. Dharma Lautan Utama


PT Dharma Lautan Utama berpusat di Surabaya dan
melayani angkutan barang penumpang dari Surabaya ke
pulau lain di Indonesia. Beberapa tujuan yang dilayani
oleh Angkutan Laut RO-RO yang dimiliki oleh PT
Dharma Lautan adalah Pare-pare, Makassar, dan
Balikpapan.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 51


Gambar 4.6 : Aktivitas Angkutan Laut RO-RO milik
PT Dharma Lautan

PT Dharma Lautan memiliki 6 jenis Angkutan Laut RO-


RO, yang digunakan sebagai kapal penumpang. Sebagian
besar merupakan kapal ferry RO-RO yang berasal dari
Jepang. Kapal yang dimiliki PT Dharma Lautan kurang
lebih dapat menumpang sekitar 1.000 orang penumpang
dan 50-80 unit kendaraan.

2. Isu Mengenai Pengembangan Angkutan Laut RO-RO


Sesuai dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan yang
demikian pesat pada saat ini, maka perkembangan kapal laut
sebagai alat angkut sangat strategis. Selain itu, sebagai alat
angkut barang dalam rangka perdagangan, baik jaringan
Nasional maupun lntemasional, banyak mengalami perubahan,
khususnya dalam desain sesuai jenis barang yang akan diangkut
dan cara bongkar serta muatnya.
Adapun Angkutan Laut RO-RO merupakan salah satu angkutan
kapal laut yang cukup berprospek untuk dikembangkan dalam
mengmbangkan kapal laut sebagai alat angkut strategis.
Pengembangan angkutan Angkutan Laut RO-RO ini perlu
mengkaji mengenai isu – isu mengenai pengembangan
Angkutan Laut RO-RO yang akan dilakukan pada masa yang
akan datang. Adapun isu – isu tersebut seperti dijabarkan pada
gambar berikut ini.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 52


Gambar 4.7 : Isu Pengembangan Angkutan Laut RO-RO

Adapun poin – poin dibawah ini merupakan penjabaran dari


gambar diatas mengenai si pengembangan Angkutan Laut RO-
RO sebagai berikut:
a. Pelabuhan yang terdapat dan/atau melayani sandar
Angkutan Laut RO-RO pastinya memerlukan jalan akses
langsung keluar pelabuhan , sehingga kendaraan yang
akan keluar/masuk kapal tidak perlu masuk kawasan
pelabuhan. Hal ini sangat perlu dipertimbangkan agar
tidak terjadi kemacetan didalam maupun diluar kawasan
pelabuhan akibat adanya antrian kendaraan yang akan
masuk ke dalam Angkutan Laut RO-RO. Kehadiran
kendaraan (menuju terminal RO-RO) juga berpotensi
menambah beban jaringan jalan di dalam kawasan
pelabuhan
b. Kinerja jalan akses harus baik, hal ini disebabkan karena
Angkutan Laut RO-RO merupakan kapal yang
mengangkut kendaraan sehingga setiap ada Angkutan Laut
RO-RO yang bersandar pastinya akan menambah beban
jalan karena Angkutan Laut RO-RO mengangkut
kendaraan Sehingga akan terjadi pertambahan jumlah
kendaraan pada daerah tujuan dari pelabuhan asal dan
belum lagi karena yang menggunakan jalan ini adalah
semua kendaraan yang akan ke pelabuhan tidak hanya
kendaraan yang akan menggunakan jasa Angkutan Laut
RO-RO saja.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 53


c. Angkutan Laut RO-RO membutuhkan dermaga sandar
khusus yang juga dilengkapi fasilitas untuk bongkar/muat
penumpang. Hal ini perlu dipertimbangkan agar
keberadaan Angkutan Laut RO-RO tidak menggangku
aktifitas sandar untuk kapal – kapal jenis lain.
d. Dermaga Angkutan Laut RO-RO memerlukan lahan parkir
yang cukup luas untuk menampung kendaraan yang
menganteri untuk masuk ke Angkutan Laut RO-RO akan
tetapi biasanya lahan yang tersedia di pelabuhan eksisting
sudah sangat terbatas.
e. Perlu dipertimbangkan kinerja operasional pelabuhan
eksisting, apabila akan mengusulkan diadakannya
penyeberangan Angkutan Laut RO-RO di pelabuhan
tersebut. Apabila kinerja pelabuhan tersebut sudah cukup
padat maka perlu dipertimbangkan untuk membangun
pelabuhan Angkutan Laut RO-RO tersendiri untuk
menghindari kejenuhan dari pelabuhan eksisting.

C. Karakteristik Pelabuhan Objek Survey


Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia tidak akan
lepas dari kesiapan pelabuhan sebagai infrastruktur transportasi
laut. Kondisi sebagian besar pelabuhan angkutan laut di Indonesia
belum secara khusus menyediakan fasilitas yang dapat melayani
Angkutan Laut RO-RO. Namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan pelabuhan di Indonesia dapat dikembangkan, baik
pelabuhan eksisting yang menjadi pelabuhan strategis, maupun
pelabuhan yang memiliki potensi menjadi pelabuhan yang
melayani Angkutan Laut RO-RO.
1. Pelabuhan Tanjung Priok
Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar di
Indonesia. Terletak pada posisi koordinat 06 06/ 00" LS dan
106 53/ 00" BT, Pelabuhan Tanjung Priok memiliki fungsi
utama sebagai pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-
impor maupun barang antar pulau. Pelabuhan Tanjung Priok
memiliki luas daratan seluas 604 Ha.
Pelabuhan Tanjung Priok terletak di Jakarta Utara, Pelabuhan
Tanjung Priok merupakan pelabuhan dan tersibuk di Indonesia.
Pelabuhan ini menangani lebih dari 30% komoditi Non Migas
Indonesia, disamping itu 50% dari seluruh arus barang yang
keluar / masuk Indonesia melewati pelabuhan ini. Karenanya
Tanjung Priok merupakan barometer perekonomian Indonesia.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 54


Fasilitas intermoda yang lengkap di pelabuhan ini mampu
menghubungkan Tanjung Priok dengan seluruh kota di
Indonesia. Dengan Teknologi dan fasilitas modern, Tanjung
Priok telah mampu melayani kapal-kapal generasi mutakhir
yang secara langsung menuju ke berbagai pusat perdagangan
internasional (direct call). Pengembangan pelabuhan ini
diarahkan mampu mengantisipasi percepatan bongkar muat
barang melalui penyediaan dan kelengkapan fasilitas pelayanan
spesialisasi.
Pelabuhan Tanjung Priok terletak di ibukota dan pusat bisnis,
yang memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan
pengembangan industri nasional dalam posisi sebagai
pelabuhan utama. Hinterland pelabuhan ini mulai dari kawasan
industri di Merak, Cilegon, Serang atau Tangerang di sebelah
barat, melalui Bekasi Timur, Cikarang, Karawang, Cikampek,
Purwakarta sampai Cirebon. Hinterland pelabuhan ini hingga
ke daerah selatan yaitu daerah perkebunan, mulai dari
Cibinong, Bogor, Sukabumi, Cianjur sampai ke Bandung.

Gambar 4.8 : Layout Pelabuhan Tanjung Priok

Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di ibukota Indonesia


dan pusat bisnis, menjadikan pelabuhan ini memiliki peran
dalam mengembangkan industri nasional sebagai pelabuhan
utama. Hinterland yang dilayani oleh Pelabuhan Tanjung Priok
adalah sebagian besar kota yang ada di Jabodetabek, Provinsi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 55


Banten, dan Provinsi Jawa Barat, seperti: Merak, Cilegon,
Serang, Tangerang, Bekasi, Cikarang, Karawang, Cikampek,
Purwakarta, Cibinong, Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan
Bandung.
Kawasan hinterland Pelabuhan Tanjung Priok memiliki
komoditas utama dalam industri tekstil, sepatu, elektronik yang
berasal dari kawasan industri seperti Jakarta, Bogor,
Tangerang, dan Bekasi. Selain itu juga, hasil perkebunan
seperti teh dan karet juga menjadi komoditas utama.
Terminal Tanjung Priok memiliki fasilitas yang terbagi
berdasarkan fungsinya. Bongkar muat yang dilayani oleh
Pelabuhan Tanjung Priok dibedakan berdasarkan kegiatan
bongkar muat yaitu:
a. Fasilitas yang melayani kegiatan bongkar muat secara
konvensional; Pengelolaannya berada dibawah manajemen
PT. Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok yang
berfungsi melayani kegiatan bongkar muat barang umum,
bag cargo, curah cair/kering dan petikemas antar pulau.
b. Fasilitas yang khusus melayani bongkar muat Petikemas
Internasional; Pengelolaannya berada di bawah
manajemen PT. Jakarta International Container Terminal
(JICT), Terminal Petikemas Koja dan PT. Multi Terminal
Indonesia (MTI). Berfungsi melayani kegiatan bongkar
muat petikemas internasional yang didukung dengan
fasilitas modern, teknologi informasi yang canggih dan
Petikemas Terminal Management System.
c. Fasilitas yang khusus melayani bongkar muat curah cair;
Dermaga DKP pengelolaannya berada dibawah
manajemen cabang Pelabuhan Tanjung Priok berkerjasama
dengan PT. Dharma Karya Perdana (DKP) dan Dermaga
PT. Pertamina dikelola dan dioperasikan oleh PT.
Pertamina (Persero).
d. Fasilitas yang khusus melayani bongkar muat curah
kering;
1) Curah kering khusus semen dan batu bara
Pengelolaannya berada dibawah manajemen
Pelabuhan Tanjung Priok yang pengoperasiannya
bekerjasama dengan PT. MTI dan PT. Semen Padang.
2) Curah kering khusus pangan
Merupakan pengembangan fasilitas pelabuhan laut
Tanjung Priok yang pengelolaan dan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 56


pengoperasiannya bekerjasama dengan PT. Bogasari
dan PT. Sarpindo.
e. Fasilitas yang khusus melayani naik turun penumpang;
Pengelolaannya berada dibawah manajemen cabang
Pelabuhan Tanjung Priok yang berfungsi khusus
melayani kegaiatan turun naik penumpang kapal laut.

Trafik Pelabuhan Tanjung Priok meliputi tiga pengguna utama


pelabuhan, yaitu kunjungan kapal, arus penumpang dan dan
arus barang (termasuk dalam kategori ini adalah arus peti
kemas). Pelabuhan Tanjung Priok memiliki dermaga yang biasa
menjadi tempat berlabuh Angkutan Laut RO-RO, yaitu
dermaga 106 dan 107. Kedua dermaga tersebut menggunakan
konstruksi beton dengan panjang 300 m2. Beberapa Angkutan
Laut RO-RO yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok adalah
kapal milik Pelni dan beberapa perusahaan swasta seperti Prima
Vista, Bukit Merapin Nusantara Line, Munic Line, Sentosa
Lestari Abadi, dan Dharma Bahari Utama. Sebagian besar
Angkutan Laut RO-RO tersebut digunakan sebagai moda
transportasi angkutan penumpang
1) Arus Penumpang
Arus penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok sejak tahun
2000 sampai dengan tahun 2009 yang tercantum pada
tabel dibawah ini. Hampir seluruhnya adalah penumpang
kapal pelayaran dalam negeri, dan sebagian besar kapal
Pelni. Selama lima tahun terakhir, arus penumpang
mengalami penurunan.

Tabel 4.3 : Jumlah Penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok


Penumpang (orang)
Tahun
Embarkasi Debarkasi Total
2005 291,431 285,208 576,638
2006 235,464 250,180 485,644
2007 222,109 237,035 459,144
2008 299,891 275,605 575,496
2009 227,927 192,845 420,772
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok

2) Arus barang dan peti kemas


Adapun arus barang berdasarkan jenis perdagangannya
sejak tahun 2003-2008 dan tingkat laju pertumbuhannya di

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 57


Pelabuhan Tajung Priok adalah sebagaimana terlihat pada
tabel dan gambar di bawah ini.

Tabel 4.4 : Arus Barang Per Jenis Pergadangan


di Pelabuhan Tanjung Priok
Volume 2004 2005 2006 2007 2008
Import 12,161,217 11,738,888 11,551,523 11,996,578 12,336,717
Export 5,675,937 7,622,715 7,216,030 7,379,221 5,479,989
in Bound 13,547,588 13,054,157 14,020,612 15,787,613 16,868,999
Out Bound 4,688,972 5,738,610 5,948,414 6,817,502 7,363,821
Total 36,073,714 38,154,370 38,736,579 41,980,914 42,049,526
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok

3) Kunjungan Kapal
Kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok dalam
statistik pelabuhan dibedakan dalam dua pengelompokan,
yaitu berdasarkan atas jenis pelayaran dan atas jenis kapal.
Berdasarkan jenis pelayaran, kapal dibedakan menjadi
kapal niaga dan kapal non-niaga. Kapal non-niaga pada
umumnya adalah kapal negara atau kapal tamu. Sedangkan
kapal niaga, dibedakan menjadi kapal pelayaran luar
negeri yang mengangkut barang perdagangan luar negeri
atau internasional, dan kapal pelayaran dalam negeri yang
mengangkut perdagangan domestik atau antar pulau.
Kunjungan kapal berdasarkan jenis pelayaran di Pelabuhan
Tanjung Priok sejak tahun 2005 sampai dengan tahun
2010 adalah sebagaimana terlihat pada gambar dibawah
ini.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 58


Gambar 4.9 : Arus Kunjungan Kapal Per Unit
di Pelabuhan Tanjung Priok

Gambar 4.10 : Arus Kunjungan Kapal per GT


di Pelabuhan Tanjung Priok

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 59


Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No.42 Tahun
2011 mengenai rencana induk Pelabuhan Tanjung Priok
bahwa pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok terdiri
atas 3 (tiga) tahapan, yaitu tahapan Jangka Pendek (2011-
2015), jangka Menengah (2011-2020), dan Jangka Panjang
(2011- 2030). Adapun rencana pengembangan pelabuhan
Tanjung Priok ini adalah sebagai berikut:
1) Pada jangka pendek diperlukan pembangunan
terminal peti kemas di Kalibaru Utara yang
dilengkapi dengan tambatan sepanjang 1200 meter di
kedalaman 15,5 meter. Terminal ini mempunyai
kapasitas 1,9 Juta TEU’s per tahundan alat-alat
penanganan kontainer, termasuk gantry cranes. Selain
itu dibangun juga jembatan akses yang
menghubungkan terminal kontainer dengan daratan
sepanjang 1100 meter.
2) Pada jangka menengah dibangun terminal peti
kemas di Cilamaya dengan panjang tambatan 2160
meter pada kedalaman 12,5 – 15,5 meter. Luas area
terminal sekitar 87 hektar dengan kapasitas 3,2 juta
TEU’s per tahun. Selain itu dibangun juga jembatan
akses yang menghubungkan terminal kontainer dengan
daratan sepanjang 800 meter.
3) Pengembangan jangka panjang dilakukan di Kedua
lokasi, yaitu di Kalibaru Utara dan Cilamaya. Pada
lokasi Kalibaru utara dibangun Terminal Curah Cair
dengan panjang tambatan 1080 meter pada kedalaman
15,5 meter dan Terminal Curah Kering dengan
panjang tambatan 915 meter di kedalaman 15,5 meter.
Sedangkan di lokasi Cilamaya dibangun Terminal
Multi Purpose dengan panjang tambatan 600 meter di
kedalaman 9 meter dan Kolam Perbaikan Kapal
dengan panjang tam batan 800 meter di kedalaman 4
meter. Selain itu, dilakukan penambahan panjang
jembatan sebanyak 150 meter, sehingga total panjang
jembatan akses adalah 950 meter.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 60


Gambar 4.11 : Rencana Pengembangan Pelabuhan
Tanjung Priok di Terminal Kalibaru Utara

2. Pelabuhan Tanjung Perak


Pelabuhan Tanjung Perak menjadi pintu gerbang menuju
Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, terhubung dengan
Indonesia bagian timur, barat, dan negara-negara Asia yang
bertetangga. Tanjung Perak merupakan salah satu pelabuhan
pintu gerbang di Indonesia. Tanjung Perak telah menjadi pusat
kolektor dan distributor barang ke Kawasan Timur Indonesia,
khususnya untuk Provinsi Jawa Timur. Pelabuhan Tanjung
Perak merupakan pusat pelayaran intersulair Kawasan Timur
Indonesia karena Ietaknya yang strategis dan didukung oleh
daerah hinterland Jawa Timur yang potensial. Pelabuhan
Tanjung Perak terletak pada posisi 112°43'22" garis Bujur
Timur dan 07°11'54" Lintang Selatan, tepatnya di Selat Madura
sebelah utara kota Surabaya yang meliputi daerah perairan
seluas 1.574,3 ha dan daerah daratan seluas 574,7 ha. Tinggi
Gelombang maksimal di sekitar ambang luar 1,5 m dan di
tempat berlabuh kurang Iebih 0,5 m. Rata-rata kecepatan angin
di pelabuhan 12 knot.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 61


Gambar 4.12 : Layout Pelabuhan Tanjung Perak

Gambar 4.:13 : Kondisi Terminal Mirah Pelabuhan Tanjung Perak

Pelabuhan Tanjung Perak merupakan pelabuhan wajib Pandu.


Pelayanan pandu diberikan oleh 39 orang pandu yang terdiri
dari 28 pandu laut dan 11 pandu bandar. Pandu Laut bertugas
memandu kapal selama berlayar di alur dan Pandu Bandar
memandu kapa' untuk olah gerak dalam pelabuhan. Untuk
keamanan dan kelancaran olah gerak kapal di bandar, tersedia 8
kapal tunda berkekuatan 800¬2400 HP, 5 kapal pandu
berkekuatan 350 - 960 EB' dan 6 kapal kepil berkekuatan 125 -
250 MK.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 62


Alur pelayaran barat merupakan alur utama untuk memasuki
pelabuhan Tanjung Perak yang panjangnya 25 mil laut, lebar
100 meter dengan kedalaman bervariasi antara 9,7 sampai 12
meter A.R.P dilengkapi dengan 24 buoy dan Stasiun Pandu di
Karang Jamuang yang slap melayani 24 jam. Alur Iainnya yaitu
alur pelayaran timur, yang panjangnya 22,5 mil laut, lebar 100
meter dengan kedalaman antara 2,5 sampai 5 meter A.R.P
dilengkapi dengan 8 buoy.
Pelabuhan Tanjung Perak memiliki beberapa terminal yang
melayani dan mendukung aktivitas di pelabuhan tersebut.
Adapun terminal – terminal tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Terminal Kontainer, yakni UTPK I dan UTPK II
b. Terminal Konvensional :
1) Terminal Jamrud (Peruntukan Samudera Penumpang
antar pulau)
2) Berlian Terminal (Peruntukan Samudera)
3) Terminal Nilam (Peruntukan Barang Curah, Barang
Cair)
4) Terminal Mirah (Peruntukan Antar Pulau)
5) Terminal Intan (Peruntukan Bongkar Minyak)
6) Terminal Kalimas (Peruntukan Kapal Layar, Kapal
Fery)
7) Terminal Penyeberangan Ujung I Ujung II (Peruntukan
Kapal Fery)
8) Terminal Penumpang yakni Terminal Gapura
Nusantara Gapura Surya (Peruntukan Kelas Ekonomi)

Tabel 4.5 Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan Tanjung Perak

No. Fasilitas/Peralatan Total

1 Terminal Internasional - Draft -10,5 LWS


2 Terminal Domestik -Draft -7,5 LWS
3 Container Yard 49 Hektar
4 Container Freight Station 16.500 M2
5 Quays Cranes 10 units
6 RTG 23 units
7 Reach Stacker 40 Ton 3 units
8 Side Container Loader 7.5 Ton 2 units
9 Sky Stacker 8 Ton 2 units
10 Forklift Electrik 2,5 Ton 12 units

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 63


No. Fasilitas/Peralatan Total

11 Double Trailer 40 units


12 Head Truck 54 units
13 Chassis 20 Ft 3 units
14 Chassis 40 Ft 45 units
15 Chassis 45 Ft 30 units
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak

Tabel 4.6 : Profil Terminal RO-RO di Pelabuhan Tanjung Perak

No Uraian Besaran
Luas Terminal Penumpang :
- Embarkasi 2.371,65 M2
1
- Debarkasi 201 ,50 M2
- Teras Sisi Barat 294,25 M2
2 Kapasitas Terminal Penumpang 700 Orang
3 Draft -7,2 M.LWS
4 Panjang Dermaga 140 M
Luas Lapangan Parkir :
- Truk (Besar dan Kecil) 3.870 M2
5
- Sedan / Sejenis 515 M2
- Kendaraan ex bongkaran 1.912,5 M2
6 Kapasitas Parkir Mobil 250 Kendaraan
7 Tempat Ibadah (Mushollah) 32 M2
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak

Trafik Pelabuhan Tanjung Perak meliputi tiga pengguna utama


pelabuhan, yaitu kunjungan kapal, arus penumpang dan dan
arus barang (termasuk dalam kategori ini adalah arus peti
kemas).
1) Arus Penumpang
Arus penumpang di pelabuhan Tanjung Perak ini puncak
jumlah penumpang angkutan laut yaitu di tahun 2000,
sebesar 1,792 ribu penumpang, setelah itu jumlah tersebut
makin menurun tahun demi tahun, walaupun pada tahun-
tahun terakhir ini jumlah tersebut sedikit banyak telah
stabil (863 ribu penumpang pada tahun 2006). Alasannya
dikatakan karena adanya kompetisi kuat dari jasa angkutan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 64


udara. Jumlah Angkutan Laut RO-RO telah meningkat
pada dekade terakhir, membawa 197 ribu penumpang pada
tahun 2006.
2) Arus barang dan peti kemas
Adapun arus barang berdasarkan jenis kapalnya dan
menurut kemasan dan distribusi pada tahun 2011 di
pelabuhan Tajung Priok adalah sebagaimana terlihat pada
tabel dibawah ini.

Tabel 4.7 : Arus Kapal Berdasarkan Jenis Kapal


di Pelabuhan Tanjung Perak
Realisasi Tahun
No Jenis Kapal Satuan
2011
Unit 4,749
1 Kapal Petikemas
GT 33,227,848
Unit 2,566
2 Kapal General Cargo
GT 7,342,545
Unit 469
3 Kapal Bag Cargo
GT 1,380,129
Unit 667
4 Kapal Tanker BBM
GT 4,430,160
Unit 310
5 Kapal Curah Cair Non BBM
GT 1,151,709
Unit 832
6 Kapal Curah Kering (Bulk)
GT 8,055,929
Unit 868
7 Kapal Tongkang
GT 1,213,303
Unit 1,095
8 Kapal Penumpang
GT 9,044,499
Unit 878
9 Perahu / PLM / Pelra / Kapal Perikanan
GT 118,912
Unit 1,683
10 Lain-lain
GT 6,765,554
Unit 14,117
JUMLAH TRAFIK (JENIS KAPAL)
GT 72,730,588
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak

3) Kinerja Pelayanan Kapal


Adapun untuk frekuensi keberangkatan Angkutan Laut RO-RO
dari Pelabuhan Tanjung Perak ini adalah setiap 2 hari sekali dan
untuk frekuensi kedatangan Angkutan Laut RO-RO ke Pelabuhan
Tanjung Perak ini adalah 2 hari sekali. Adapun kinerja dari
pelayanan Angkutan Laut RO-RO yang terdapat di Pelabuhan
Tanjung Perak ini seperti yang dijabarkan pada tabel dibawah ini.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 65


Tabel 4. 8 Kinerja Pelayanan Angkutan Laut RO-RO
di Pelabuhan Tanjung Perak
Jenis Kinerja Angkutan Laut RO-
(Jam) RO
1) Turn Around Time 11.06 Jam
2) Waiting Time 1,84 Jam
3) Approach Time 2,10 Jam
4) Postpone Time 0,10 Jam
5) Berthing Time 0,99 Jam
6) Non Operating Time 0 Jam
7) Berth Working Time 7,02 Jam
8) Effective Time7 7,02 Jam
9) Idle Time 0 Jam
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak

3. Pelabuhan Makassar
Pelabuhan Makassar termasuk pelabuhan utama strategis
Indonesia yang berada di bawah PT Pelabuhan Indonesia IV,
terletak pada posisi titik koordinat 050 – 08’ -08” LS 1190 -24’ -
02” BT. Pelabuhan Makassar terletak di bagian barat kota
Makassar, menyusuri pantai jalur Selat Makassar, Sulawesi
Selatan. Keberadaan Pelabuhan Makassar karena fungsinya
sebagai jembatan antara Pulau Jawasa dengan daerah timur
Indonesia, sehingga menjadi pintu pelabuhan utama untuk
mendukung aktivitas di Indonesia Timur.
Pintu masuk (acces channel) di Pelabuhan Makassar memiliki
lebar 150 meter sepanjang 2 mil, dengan kedalaman rata-rata -
10 hingga -14 meter. Ukuran maksimal draft Pelabuhan
Makassar adalah 16 m, 30.000 DWT.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 66


Gambar 4.14 : Aktivitas Pelabuhan Makassar

Pelabuhan Makassar dibagi menjadi pelabuhan utama dan


pelabuhan petikemas. Pelabuhan Makassar memiliki dua
dermaga utama, yaitu dermaga Soekarno dan dermaga Hatta.
Masing-masing melayani kapal barang dan kapal
penumpang.Sebagai pelabuhan utama di kawasan Indonesia
timur, Pelabuhan Makassar menjadi pintu masuk untuk supply
barang yang berasal dari pulau Jawa.

Gambar 4. 15 :Layout Eksisting Pelabuhan Makassar

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 67


Makassar menjadi pusat distribusi barang dan penumpang,
terutama yang berasal dari Jakarta dan Surabaya. Selain itu,
sebagai pintu utama untuk aktivitas di Indonesia bagian timur,
Makassar menjadi simpul utama bagi barang dan penumpang
sebelum didistribusi ke daerah barat Indonesia. Kota Makassar
memiliki beberapa kawasan khusus yang berfungsi sebagai
daerah pendukung kegiatan pelabuhan, yaitu Kawasan Industri
Makassar, Zona Kawasan Berikat Makassar, Pusat Pengolahan
Kayu dan Cargo Terminal dan Pergudangan Kota.
Kawasan Industri Makassar terletak pada sebelah timur kota
Makassar sekitar 12 Km dari Pelabuhan Makassar. Zona
kawasan Industri ini merupakan pusat pengolahan limbah,
pusat pelayanan kesehatan dan keamanan. Pusat pengolahan
kayu terletak di kawasan Sungai Tallo. Aktivitas yang terdapat
di kawasan tersebut adalah pusat pengolahan dan penampungan
kayu dan hasil pengolahan kayu, serta sebagai pusat pelayanan
baan baku bagi industri kayu di dalam dan luar kawasan Sungai
Tallo. Cargo Terminal dan Pergudangan Kota yang terletak
pada 5 Km dari Pelabuhan Makassar nerfungsi sebagai tempat
penyimpanan, akomodasi, dan distribusi barang, serta tempat
pengepakan, proses, sortasi, making, dan handling barang.
Gudang lini II berfungsi sebagai penunjang Pelabuhan
Makassar dan tempat handling container, serta sebagai
penopang kawasan ekonomi terpadu.

Gambar 4.16 :Terminal Peti Kemas Pelabuhan Makassar

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 68


Pelabuhan Makassar memiliki 4 dermaga utama, yaitu dermaga
Soekarno, Hatta, Hasanuddin, dan Paotere. Keempat dermaga
ini memiliki fungsi masing-masing. Dermaga Soekarno
merupakan dermaga terpanjang yang digunakan untuk
peruntukan multiguna. Dermaga Hatta diperuntukan khusus
untuk terminal petikemas. Dermaga Hasanuddin merupakan
dermaga yang kerap digunakan untuk tempat berlabuh
Angkutan Laut RO-RO, namun juga digunakan untuk fungsi
lainnya. Kapal tradisional diarahkan untuk berlabuh di dermaga
Paotore.

Tabel 4.9 : Dermaga di Pelabuhan Makassar

Nama Panjang Kedalaman


Peruntukan
Dermaga (m) (MLWS)
1. Soekarno 1.360 -9,00 Multipurpose
2. Hatta 850 -12,00 Container
3. Hassanuddin 210 -5,00 RO-RO, multipurpose
4. Paotere 510 -3,00 Tradisional
Sumber: PT. (Persero) Pelindo IV Cabang Makassar

Beberapa perusahaan yang memiliki pabrik berlokasi di


Pelabuhan Makassar juga memiliki dermaga tersendiri, antara
lain pabrik terigu dan semen. Dermaga untuk kapal penumpang
berada di bawah pelayanan PT Pelni.
Realisasi kinerja fasilitas dan peralatan Pelabuhan Makassar
seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.10 : Realisasi Kinerja Fasilitas dan


Peralatan Pelabuhan Makassar
REALISASI
No. URAIAN Satuan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Fasilitas
1 Dermaga
a) B O R % 51,03 49,15 44,99 52,02 101,62
2 1.495,1 1.275,8 1.738, 2.028,
b) BTP Ton/M 188,27
a. 35 25 89 81
2 Gudang
a) S O R % 23,88 17,65 17,08 5,40 33,53
b) S T P Ton/M2 17,664 13,314 15,22 11,74 82,22
3 Lapangan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 69


REALISASI
No. URAIAN Satuan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
a) YOR % 3,58 2,97 13,85 57,56 335,80
b) YTP Ton/M2 37,307 32,438 61,58 85,80 541,54
Peralatan Darat
1 Kran Air % 24,49 18,68 16,59 12,12 12,12
Reach
2 % 0,00 8,07 17,89 21,26 21,26
Stacker
3 Forklift % 10,14 8,07 8,16 10,10 10,10
4 Top Loader % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Head Truck/
5 % 0,00 0,00 7,57 7,25 7,25
b. Chasis
6 Bottom Lift % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Mobil
7 % - - - - -
Tronton
8 PMK % - - - - -
9 Transtainer % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1 Container
% 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0 Crane
Peralatan Apung
c. Kapal
1 % 24,73 18,86 20,89 24,64 24,64
Tunda
Kapal
2 % 15,83 16,05 24,38 24,38 24,38
Pandu
Sumber: PT. (Persero) Pelindo IV Cabang Makassar

Kebutuhan untuk melayani kebutuhan masyarat di Makassar


dan daerah hinterlandnya, Angkutan Laut RO-RO tetap
berlabuh di dermaga Makassar. Meskipun demikian, ke
depannya terdapat rencana pengembangan Pelabuhan Makassar
untuk car terminal yang diharapkan dapat menjadi dermga
yang sesuai untuk Angkutan Laut RO-RO berlabuh.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 70


Gambar 4.17 : Peta Rencana Pengembangan Pelabuhan
Makassar

4. Pelabuhan Balikpapan
Pelabuhan Balikpapan terletak pada teluk Balikpapan,
Kalimantan Timur. Posisi koordinat Pelabuhan Balikpapan
adalah 01° 07’ 00” LS / 116° 48’ 00” BT. Pelabuhan Semayang
Balikpapan memiliki luas DLKR Daratan sebesar 4,8 Ha dan
luas DLKR Perairan 10.395,208 Ha. Luas DLKP perairan
Pelabuhan Semayang adalah seluas 65.862,840 Ha.

Gambar 4.18 : Kondisi Pelabuhan Balikpapan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 71


Berada di bawah manajemen PT. Pelabuhan Indonesia IV,
pelabuhan ini melayani kegiatan arus kapal, bongkar muat
barang, dan turun naik penumpang. Pelabuhan Balikpapan
memiliki status sebagai pelabuhan terbuka untuk perdagangan
luar negeri.

Gambar 4.19 : Layout Pelabuhan Semayang Balikpapan

Pelabuhan Semayang Balikpapan memiliki dermaga sebesar


489 m dengan kedalaman 6 mLWS hingga 13 mLWS. Luas
gudang penyimpanan yang terdapat di Pelabuhan Balikpapan
adalah seluas 2.450 m2, lapangan penumpukan sebesar 11.820
m2, dan bangunan terminal penumpang seluas 2.500 m2.
Lapangan parkir yang mendukung kegiatan di Pelabuhan
Balikpapan memiliki luas sebesar 5.000 m2.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 72


Gambar 4.20 : Dermaga Pelabuhan Balikpapan

Pelabuhan Semayang Balikpapan memiliki fasilitas kapal


pandu sebanyak 4 unit dan kapal tunda sebanyak 6 unit.
Fasilitas lain yang tersedia di Pelabuhan Balikpapan adalah
forklift 5 ton sebanyak 1 unit, Crane dengan ukuran 25 ton dan
35 ton sebanyak 2 unit, 1 unit PMK, Reach Stacker 45 ton
sebanyak 1 unit, serta 3 unit mobil tronton.

Gambar 4.21 : Aktivitas di Pelabuhan Balikpapan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 73


Berikut adalah realisasi kinerja fasilitas dan peralatan di
Pelabuhan Makassar tahun 2009, serta perbandingan antara
anggaran dan realisasi tahun 2011.

Tabel 4.11 : Realisasi Kinerja Fasilitas dan Peralatan


Pelabuhan Makassar
Realisasi
Satua Anggaran Realisasi
Uraian Tahun
n Tahun 2011 Tahun 2011
2009
a. Fasilitas
1. Dermaga :
a. B.O.R. % 80.29 67.00 63.68
b. B.T.P. T/M 1,925.00 1,897.04 1,532.80
2. Gudang :
a. S.O.R. % 37.95 37.00 24.43
b. S.T.P. T/M2 35.17 78.11 14.71
3. Lapangan :
a. O.S.O.R. % 99.10 97.50 71.72
b. O.S.T.P. T/M2 229.85 156.87 114.41
b. Peralatan Darat :
1. Kran Darat % 2.56 15.00 3.02
2. Reach Stacker % 30.37 15.00 24.33
3. Forklift % 8.76 5.00 3.57
4. Top Loader % - - -
5. Head Truck % - - -
6. Bottom Lift % - - -
7. Mobil
% 14.06 14.00 22.65
Tronton
8. PMK % 23.32 25.00 30.13
9. Transtainer % - - -
10. Gantry
% - - -
Crane
c. Peralatan Apung
:
1. Kapal Tunda % 33.04 25.00 32.73
2. Kapal Pandu. % 21.29 20.00 29.56
Sumber: PT. (Persero) Pelindo IV Cabang Balikpapan

5. Pelabuhan Sampit
Pelabuhan Sampit merupakan pelabuhan yang terletak di
Kalimantan Tengah. Pelabuhan Sampit memiliki fasilitas yang
mendukung kelancaran aktivitas ekspor komoditi seperti kayu
olahan, plywood, karet, jelitung, dan sebagainya. Pemerintah
juga merencanakan untuk mengembangkan Pelabuhan Sampit
agar dapat mendukung operasional kontainer, penyediaan kapal

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 74


khusus penumpang oleh PELNI, dan peningkatan tranportasi
antar pulau dan samudera serta terminal curah cair CPO.
Pelabuhan Sampit juga diarahkan agar dapat menjadi pintu
masuk utama Kalimantan Tengah. Saat ini, Pelabuhan Sampit
melayani embarkasi dan debarkasi penumpang, bongkar muat
barang-barang cargo, serta bongkar muat petikemas.
Pelabuhan Sampit memiliki 3 kawasan pelabuhan, yaitu
Pelabuhan Samuda, Pelabuhan Pagatan-Mendawai, dan
Pelabuhan Kuala Pembuang. Sungai Mentaya di kota Sampit
dapat menjadi akses untuk dilalui oleh kapal dengan GT yang
besar. Pelabuhan Sampit mendirikan pelabuhan baru di daerah
Bagendang untuk bongkar muat CPO serta pengembangan
bongkar muat petikemas.
Pelabuhan Sampit memiliki satu buah dermaga sepanjang 316
m, serta terminal penumpang seluas 1.200 m2.
4) Arus Penumpang
Pelabuhan Sampit melayani pelayaran dalam negeri.
Dalam setahun terakhir, jumlah penumpang yang naik di
Pelabuhan Sampit hingga bulan Juni 2012 adalah 55.289
orang, sedangkan jumlah penumpang yang turun di
Pelabuhan Sampit adalah 64.482 orang.

Tabel 4.12 : Data Naik Turun Penumpang di Pelabuhan Sampit


Realisasi Juni 2012
Uraian s/d s/d Bulan
Bulan Ini
Mei 2012 Ini
Debarkasi/turun 51,125 13,357 64,482
Embarkasi/naik 44,158 11,313 55,289

Jumlah 2 : 95,283 24,488 119,771


Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Sampit

5) Kinerja Pelayanan Kapal


Berikut adalah kinerja pelayanan Fasilitas di Pelabuhan
Sampit hingga bulan Juni 2012.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 75


Tabel 4.13 : Realisasi Kinerja Fasilitas dan Peralatan
Pelabuhan Sampit
Realisasi Juni 2012
RKAP
No. Uraian Satuan s/d Bulan s/d
2012
bln lalu ini bulan ini
A DERMAGA
1 Dermaga Umum
a. BOR %
b. BTP T/M 65.00 66.05 66.45 65.75
2 Darmaga Petikemas 131.00 55.28 3.30 44.79
a. BOR %
b. BTP TEU's/M - - - -
Darmaga Pelayanan
3 Rakyat - - - -
a. BOR %
b. BTP T/M - - - -
4 Darmaga Lain - - - -
a. BOR %
b. BTP T/M - - - -
B PENUMPUKAN - - - -
1 KONVENSIONAL
a. Gudang
YOR %
YTP T/M2 - - - -
b. Lapangan - - - -
YOR %
YTP T/M2 - - - -
2 Terminal Petikemas - - - -
a. Countainer Freight
Storage (CFS)
YOR %
YTP T/M2 - - - -
b. Countainer Yard (CY) - - - -
YOR %
YTP TEU's/slot - - - -
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Sampit

6. Pelabuhan Pantoloan
Pelabuhan Pantoloan terletak di Teluk Palu, Sulawesi Tengah,
dengan letak koordinat 00° 42’ 03” LS / 119° 51’ 03” BT,
dengan jarak 23 Km dari pusat kota Palu. Wilayah kerja
Pelabuhan Pantoloan terdiri dari 681,9 Ha dan wilayah daratan
seluas 10,5 Ha. Pelabuhan Pantoloan berada di bawah PT.
Pelabuhan Indonesia IV. Beberapa komoditi ekspor yang
dilayani dalam proses bongkar muat di Pelabuhan Pantoloan
antara lain kopra, kayu, dan rotan. Pelabuhan Pantoloan
memiliki fungsi sebagai lokasi untuk kegiatan bongkar muat
barang ekspor-impor maupun domestik, serta melayani

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 76


kegiatan embarkasi dan debarkasi penumpang. Pelabuhan
Pantoloan secara khusus melayani Angkutan Laut RO-RO yang
berada di dermaga Taipa, dengan tujuan untuk membantu
kegiatan penyebrangan Palu-Balikpapan.

Gambar 4.22 : Layout Pelabuhan Pantoloan

Gambar 4.23 : Kondisi Dermaga Pelabuhan Pantoloan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 77


Pelabuhan Pantoloan memiliki wilayah hinterland yang
mencakup seluruh Provinsi Sulawesi Tengah, serta mencakup
kebutuhan Sulawesi Utara dan Tengah. Pelabuhan Pantoloan
menjadi simpul dari wilayah hinterlandnya. Beberapa komoditi
memiliki daerah tujuan utama di Kalimantan Timur seperti
Balikpapan dan Tarakan.
Pelabuhan Pantoloan memiliki kapal tunda berkapasitas 800 Hp
dan kapal pandung yang berkapasitas 2x85 Hp. Terminal
penumpang di Pelabuhan Pantoloan memiliki luas sebesar 2000
m2, yang terdiri dari ruang tunggu kelas I,II, III, dan ekonomi
dengan kapasitas 1500 orang; ruang pengantar/penjemput
dengan kapasitas 1500 orang; dan ruang VIP yang dapat
menampung 250 orang.

Tabel 4.14 : Kinerja Pelabuhan Pantoloan Tahun 2011

No Kinerja Nilai
1 Jam Operasi 1 Hari 24 Jam
2 TRT (Rata-rata) 63 Jam
3 Effective Time 54 %
4 BOR 67 %
5 SOR 31 %
6 YOR 65 %
Produktivitas Gencar
7 52
(Ton/Ship/Jam)
Produktivitas Peti Kemas
8 20
(Box/Ship/Jam)
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Pantoloan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 78


Gambar 4.24 : Arus Barang Dalam dan Luar
Negeri Pelabuhan Pantoloan

Pelabuhan Pantoloan akan dikembangkan menjadi 5 dermaga,


yaitu Terminal Curah Cair, Pergudangan, Terminal Curah
Kering, dan Depo Petikemas

Gambar 4.25 : Layout Rencana Zonasi Pengembangan


Pelabuhan Pantoloan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 79


7. Pelabuhan Kendari
Pelabuhan Kendari merupakan satu di antara beberapa
pelabuhan yang berada di Sulawesi Tenggara. Pelabuhan yang
berada di bawah PT. Pelabuhan Indonesia IV ini memiliki luas
lahan daratan sebesar 22.125 Ha dan luar lahan perairan 7.201
Ha. Luas lahan DLKP sebesar 5.203 Ha. Pelabuhan ini
sebagian besar melayani aktivitas peti kemas. Pelabuhan
Kendari memiliki dua buah dermaga, yaitu Dermaga Pangkalan
Nusantara dan Dermaga Pangkalan Perahu. Dermaga
Pangkalan Nusantara memiliki panjang 21 meter dan lebar 15
meter. Demaga Pangkalan Perahu memiliki panjang 21 meter
dan lebar 6 meter.

Gambar 4.26 : Layout Pelabuhan Kendari

Pelabuhan Kendari tidak hanya melayani kebutuhan di Kota


Kendari saja, namun juga untuk beberapa daerah di sekitar
Kota Kendari. Daerah hinterland yang dilayani oleh Pelabuhan
Kendari adalah Kabupate Konawe, Kabupaten Konawe Utara,
Kabupaten Kanowe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten
Kolaka, Kabupaten Muna, Kabupaten Buton.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 80


Tabel 4.15 : Realisasi Utilitasi Fasilitas Pelabuhan Kendari
Tahun 2007-2011
TAHUN
URAIAN SATUAN
2007 2008 2009 2010 2011
1 Dermaga
a. B O R % 82.44 86.63 87.88 74.31 71.50
2,292. 2,578. 202.6
b. B T P Ton/M2 1,992 69 73 195.43 2
2 Gudang
a. S O R % 60.98 49.67 20.77 41.70 -
b. S T P Ton/M2 60.92 114.73 69.29 7.04 -
3 Lapangan
a. Y O R % 154.38 135.19 41.18 41.86 37.53
b. Y T P Ton/M2 68.61 109.71 90.83 11.18 12.86

PERALATAN
1 Kran Darat % - - - - -
Reach
2 Stacker % - - - - -
3 Forklift % - - - - -
Kapal Motor
4 Pandu Kpl/Grk 21.00 - 48.29 0.91 0.43
Pemadam
Kebakaran
5 (Tabung) % 1.48 2.51 2.01 - -
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Kendari

Tabel 4.16 : Arus Penumpang Pelabuhan Kendari


Tahun 2007-2011
TAHUN
NO URAIAN SATUAN
2007 2008 2009 2010 2011
1 LUAR NEGERI
a. Embarkasi Orang 0 0 0 0 0
b. Debarkasi Orang 0 0 0 0 0
Jumlah 1 : Orang 0 0 0 0 0
2 DALAM NEGERI
a. Embarkasi Orang 111,081 208,654 251,488 245,748 279,600
b. Debarkasi Orang 126,947 182,066 223,824 218,716 258,492
Jumlah 2: Orang 238,055 390,720 475,312 464,464 538,092
JUMLAH 1 + 2 : Orang 238,055 390,720 475,312 464,464 538,092
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Kendari

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 81


D. Pola Pergerakan Barang Antar Provinsi di Indonesia
Adapun keadaan oseanografi dari wilayah perairan di Indonesia
seperi dijelaskan dan dijabarkan pada poin – poin berikut ini.
1. Pergerakan di Pulau Jawa
Wilayah Pulau Jawa merupakan pusat aktivitas dan produksi.
Disamping itu, wilayah Jawa merupakan titik konsentrasi
tekanan lahan mayoritas penduduk Indonesia. Dampak aktivitas
masyarakat menuntut kebutuhan transportasi untuk pemenuhan
mobilitas penduduk yang sampai saat ini paling tinggi. Pola
pergerakan transportasi darat di region Jawa memberikan
gambaran sebagai berikut :

Gambar 4.27 : Karakteristik Pergerakan


Transportasi Darat di Pulau Jawa

Dari skema di atas, nampak bahwa jaringan jalan raya di region


Jawa terdiri dari 3 (tiga) lintas yaitu: lintas selatan, lintas tengah
dan lintas utara (pantura). Jaringan jalan rel KA di region Jawa
melintas mengikuti pola jalan raya, sehingga keduanya saling
melengkapi. Saat ini, jaringan jalan raya memiliki peran utama
dalam pergerakan manusia dan barang, sedangkan jalan rel KA
masih didominasi oleh pergerakan penumpang.
Angkutan penyeberangan memiliki peran sebagai media
penghubung antar wilayah daratan, yang selama ini untuk
mengakomodasi pergerakan dari dan ke pulau Jawa. Ujung-
ujung daratan wilayah pulau Jawa merupakan simpul atau pintu
gerbang perpindahan manusia dan barang antar pulau. Simpul
ini sangat vital peranannya sebagai titik perpindahan antar

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 82


moda antar wilayah (region). Di wilayah ini, selama ini tidak
melayani angkutan sungai seperti halnya di region Sumatera.
Karakteristik geografis wilayah pulau Jawa tidak
memungkinkan untuk pengembangan angkutan sungai, karena
alur-alur sungainya tidak besar.

Tabel 4.17 : Permasalahan Setiap Provinsi di Pulau Jawa


NO PROVINSI ISU STRATEGIS
1 Banten Akan dibangunnya jembatan selat sunda
Armada penyeberangan hampir semuanya beralih ke kapal
tradisional (kapal nelayan).
2 DKI Jakarta Rencana pengembangan pelabuhan baru, yaitu Muara Angke
untuk kapal tradisional (nelayan).
3 Jawa Barat Pengembangan rute baru di Jawa Barat
Tinggi gelombang diatas 2 meter, sehingga armada tidak
dapat beroperasi.
Rencana pengembangan lintas baru : Semarang –
Karimunjawa menjadi Kendal – Karimunjawa; Kendal –
Kume; Kendal – Banjarmasin dan Kendal – Pontianak.
Jawa Rencana pengembangan penyeberangan Nusakambangan –
4 Cilacap dengan sarana sky lift.
Tengah
Adanya rencana pengembangan pelabuhan baru, yaitu
Pelabuhan Kendal.
Masih adanya keterbatasan sarana prasarana pelabuhan
Keterbatasan SDM dengan teknologi sehingga efektivitas
pelayanan kurang optimal.
Mengupayakan pembukaan akses untuk pelayaran nasional
dan internasional.
Mensinergikan pelabuhan-pelabuhan yang telah ada.
5 DIY Tidak terdapat pelayanan angkutan penumpang dan barang.
Tidak memiliki fasilitas pelabuhan.
Belum tersedianya jaringan jalan pendukung.
Adanya rencana pengembangan lintas baru, yaitu Paciran.
Rencana pengembangan pelabuhan baru, yaitu Pelabuhan
Sampang (arah Probolinggo).
6 Jawa Timur Adanya program pengurangan jumlah armada sejak adanya
jembatan SURAMADU, namun seharusnya tidak
direalisasikan sebab untuk alternative arus mudik lebaran.

Berdasarkan data ATTN antar Provinsi Tahun 2011, dapat


dilihat bahwa pergerakan barang dari beberapa Provinsi di
Pulau Jawa. Barang yang berasal dari DKI Jakarta memang
secara umum memiliki nilai asal tujuan terbesar ke Provinsi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 83


yang berada di sekitarnya, yaitu Jawa Barat dan Banten, di luar
distribusi barang di dalam Provinsi DKI Jakarta sendiri. Nilai
asal tujuan barang dari DKI Jakarta ke koridor lain di Indonesia
adalah sebagai berikut: Pulau Sumatra memiliki total sebesar
89.291.308, Jawa (836.722.703), Bali dan Nusa Tenggara
(5064710), Kalimantan (7.116.757), Sulawesi (5.922.304), dan
Papua (712.098).
Industri yang menjadi potensi yang dapat dikembangkan di
Koridor Jawa adalah:
a. Industri Makanan dan minuman
Industri makanan-minuman adalah kontributor yang cukup
signifikan terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2008 nilai
produksi industri makanan-minuman mencapai USD 20
Miliar dan tumbuh rata-rata sebesar 16 persen setiap tahun.
Disamping itu, industri makanan-minuman merupakan
industri yang menyerap tenaga kerja paling besar diantara
industri manufaktur lainnya. Pada tahun 2010, industri ini
mampu menyerap tenaga kerja sebesar 3,6 juta orang atau
terjadi peningkatan sebesar 3,28 persen dibandingkan
dengan tahun 2009.
Kinerja lainnya dari industri makanan minuman
ditunjukkan oleh peningkatan nilai ekspor dari industri ini
selama periode Januari-Agustus 2010. Selama periode
tersebut, nilai ekspor dari industri makanan terjadi
peningkatan sebesar 16 persen dan minuman sebesar 13
persen dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya. Produksi industri makanan-minuman
menyumbang sekitar 22,3 persen dari total produksi
manufaktur di
Koridor Ekonomi Jawa atau kedua terbesar setelah industri
permesinan. Besarnya produksi yang dihasilkan oleh
industri makanan-minuman tidak terlepas dari banyaknya
investasi yang terealisasikan untuk industri tersebut. Total
investasi yang terealisasi di Indonesia pada industri
makanan-minuman sampai dengan akhirtahun 2010 adalah
IDR 25 Triliun; dimana IDR 9 Triliun merupakan investasi
dari luar negeri/PMA dan IDR 16 Triliun merupakan
investasi dalam negeri/PMDN. Industri makanan-minuman
menduduki peringkat tertinggi untuk jumlah PMDN yang
terealisasikan pada tahun 2010. Pada tahun 2011 ini,
investasi pada industri makanan-minuman ditargetkan
untuk mencapai IDR 38,87 Triliun.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 84


b. Industri Tekstil
Industri tekstil adalah salah satu penyerap tenaga kerja
terbesar di Indonesia (lebih dari 1,3 juta orang secara
langsung). Dari jumlah tenaga kerja tersebut, lebih dari
setengah (600 ribu orang) bekerja di industri tekstil
garmen yang juga merupakan industri padat karya. Industri
tekstil juga merupakan salah satu sumber devisa yang
penting sebagai satu-satunya manufaktur non-migas
dengan net ekspor positif. Produk tekstil juga merupakan
komoditi ekspor terbesar Indonesia ke Amerika Serikat..
Sementara, kontribusi produk tekstil terhadap PDB
nasional cukup signifikan, yaitu sebesar IDR 90 Triliun
pada tahun 2007, walaupun sempat turun karena krisis di
tahun 2009, produk tekstil diperkirakan dapat terus
meningkat di masa yang akan datang.
Dari sisi hulu, Indonesia masih mengimpor 90 persen
kapas alam bahan baku. Indonesia memiliki iklim yang
cocok untuk budi daya kapas, sehingga peluang integrasi
ke arah hulu untuk mengurangi kebergantungan impor dan
meningkatkan nilai tambah perlu mendapat perhatian lebih
lanjut. Dari sisi hilir, saat ini telah mulai berkembang
industri desain garmen di Jakarta. Desain adalah kegiatan
dengan nilai tambah yang tinggi, sehingga perlu didukung
oleh kemampuan desain yang mampu bersaing.
Secara spesifik, industri tekstil hulu (serat menjadi kain)
sebagai jenis industri yang padat modal dan full
technology sangat memerlukan energi yang besar,
sehingga ketersediaan dan harga listrik berpengaruh
terhadap tingkat daya saing produk yang dihasilkan (harga
listrik Indonesia di atas Cina dan Vietnam).
Hal lain yang menghambat adalah tingginya biaya angkut
produksi melalui pelabuhan, karena tingkat efisiensi
pelabuhan Indonesia yang sangat rendah. Waktu
turnaround kapal di pelabuhan Jakarta, Semarang, dan
Surabaya adalah 67, 77, dan 38 jam yang jauh lebih lama
dibandingkan Singapura yang hanya 26 jam.
Di samping beberapa faktor penghambat pengembangan
industri tekstil tersebut di atas, kondisi peralatan indsutri
tekstil juga mempengaruhi produktivitas tekstil selama ini,
dimana mayoritas alat tekstil yang dimiliki sudah berusia
lebih dari 20 tahun.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 85


c. Peralatan Transportasi
Di sektor industri peralatan dan mesin, segmen peralatan
transportasi merupakan kontributor terbesar. Sebagai
contoh, 93 persen dari sektor peralatan dan mesin di
Jakarta datang dari segmen peralatan transportasi. Industri
peralatan transportasi terkonsentrasi dan membentuk hub
utama produksi peralatan transportasi di Jakarta, Bogor,
Bekasi, dan Karawang/Purwakarta (greater Jakarta).
Industri peralatan transportasi berpeluang besar untuk
tetap berkembang, karena kepemilikan kendaraan di
Indonesia saat ini masih rendah dan diperkirakan akan
semakin naik seiring dengan meningkatnya PDB.
Lebih jauh, pertambahan penjualan mobil tersebut
diharapkan dapat diikuti oleh pertumbuhan produksi. Di
sisi lain, kegiatan ekonomi utama peralatan transportasi
menghadapi sejumlah tantangan dan permasalahan untuk
tumbuh dan berkembang. Ketersediaan tenaga listrik
merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh
industri ini. Pemadaman berkala dan biaya yang tinggi
adalah hambatan yang banyak dikeluhkan pengusaha.
Keterbatasan infrastruktur pelabuhan juga berpotensi
menghambat perkembangan industri ini. Pengembangan
dan pengoperasian car terminal di Tanjung Priok
dirasakan sebagai hal yang kritis, walaupun dalam jangka
menengah diproyeksikan adanya penambahan terminal.
d. Perkapalan
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, industri
perkapalan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang
cukup baik. Pada bulan Maret 2010, Indonesia telah
memiliki armada sebanyak 9.309 unit kapal (11,95 juta
Gross Tonnage) atau meningkat sebanyak 3.268 unit kapal
(54,1 persen) dibandingkan dengan bulan Maret
2005 yang hanya memiliki 6.041 unit kapal (5,67 juta
Gross Tonnage) (IPERINDO,2011). Peningkatan ini
merupakan dampak dari diberlakukannya asas cabotage
yaitu angkutan dalam negeri 100 persen diangkut oleh
Kapal Berbendera Indonesia (Inpres No.5 /2005 tentang
Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional).
2. Pergerakan di Pulau Kalimantan
Pulau Kalimantan memiliki karakteristik wilayah yang khas,
berupa alur-alur sungai yang melintas membentuk pola koridor

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 86


utara-selatan. Angkutan sungai di region kalimantan memiliki
peran penting sebagai pendukung mobilitas penduduk, terutama
penduduk yang bertempat tinggal di pedalaman. Sementara
angkutan jalan raya belum menjangkau ke seluruh pelosok
begitu pula angkutan jalan rel. Gambaran pola pergerakan
transportasi darat di region Kalimantan adalah seperti gambar,
berikut ini.

Gambar 4.28 : Karakteristik Pergerakan Transportasi


Darat di Pulau Kalimantan

Pada angkutan penyeberangan, pola pergerakannya adalah


bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain antar Provinsi. Titik-
titik simpul gerbang keluar-masuk menjadi point penting bagi
pergerakan manusia dan barang antar region.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 87


Tabel 4.18 : Permasalahan Setiap Provinsi di Pulau Kalimantan
NO PROVINSI ISU STRATEGIS
Adanya legalitas antara kapal sungai dengan kapal
Kalimantan laut
1
Barat Load factor kendaraan lebih tinggi dibandingkan
dengan penumpang.
Keselamatan armada dalam beroperasi cukup rawan,
sebab masih terdapat ranjau didaerah sekitar
Kalimantan
2 pelabuhan penyeberangan.
Selatan
Rencana penambahan 1 armada dengan grup
jembatan SURAMADU.
Diperlukan adanya pengerukan, sebab kondisi air
sudah semakin surut.
Tarif kapal ferry terutama pada ruas jalan Pangkalan
Raya – Buntok masih relatif mahal.
Terdapat beberapa daerah terpencil (Pulang Pisau,
Pegatan, Mendawai, Kuala Pembuang dan Sukamara)
sehingga belum ada angkutan komersil yang mau
Kalimantan menjangkau daerah tersebut.
3
Tengah Rencana pengembangan pelabuhan baru, yaitu
Pelabuhan Kumai, Bahaur, Sampit dan Kuala.
Rencana pengembangan lintas baru, yaitu Kumai –
Kendal; Bahaur – Kumai.
Terdapat masalah pembangunan pelabuhan
penyeberangan, yaitu jika turun hujan akses menuju
dermaga sulit dicapai sebab jalan tersebut akan
tertutup air karena jalan tersebut merupakan rawa.
Kalimantan a. SDM masih kurang
4
Timur b. Sarana dan prasarana penyeberangan

Kalimantan memiliki potensi sumber daya alam mineral dan


kelapa sawit. Komoditas utama di Kalimantan adalah batu bara
dan kelapa sawit. Terdapat 5 (lima) Terminal batu bara di
Kalimantan yang memiliki fasilitas bagi Armada Kapal
Angkutan barang Besar. Terminal batu bara tersebut 3 terletak
di Kalimantan Timur dan 2 terletak di Kalimantan Selatan.
f. Kalimantan Timur
Luas areal kelapa sawit baru mencapai 663.563 Ha yang
terdiri dari 126.756 Ha sebagai tanaman plasma / rakyat,
17.237 Ha milik BUMN sebagai inti dan 519.540 Ha milik
Perkebunan Besar Swasta.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 88


Tabel 4.19 : Pusat-pusat Areal Pertanaman Kelapa Sawit
No. Kabupaten Kecamatan
1 Paser Kuaro
Long Ikis
Paser Belengkong
Tanah Grogot
2 Penajam Paser Utara Waru
Penajam
3 Kutai Kartanegara Kembang Janggut
Kenohan
Kota Bangun
4 Kutai Barat Tanjung Isuy
Bongan
5 Berau Tanjung Redep
Talisayan
Lempake
Batu Putih
6 Nunukan Nunukan
Lumbis
Sebuku

Perkebunan besar pemerintah mencatat produksi tanaman


kelapa sawit sebesar 236.087 ton dari luas tanaman 15.397
ha. Sedangkan perkebunan besar swasta mencatat produksi
kelapa sawit 1.515.987,50 ton dengan luas sebesar 385.338
ha dan dari perkebunan rakyat produksi tanaman kelapa
sawit tersebut mencapai 546.111 ton.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 89


6. Kab. Nunukan
Luas Lahan ditanami : 22.967,00 Ha
Produksi TBS : 4,00 Ton
CPO : 0,96 Ton

2. Kab. Bulongan
Luas Lahan ditanami : 2.105,00 Ha
Produksi TBS : 0,00 Ton
CPO : 0,00 Ton

1. Kab. Berau
Luas Lahan ditanami : 8.226,00 Ha
Produksi TBS : 2.100,00 Ton
CPO : 504,00 Ton

5. Kab. Kutai Timur


Luas Lahan ditanami : 39.568,00 Ha
Produksi TBS : 113.933,00 Ton
CPO : 27.343,92 Ton
3. Kab. Kutai Barat
Luas Lahan ditanami: 5.371,00 Ha
4. Kab. Kutai Kartanegara
Produksi TBS : 2.500,00 Ton
Luas Lahan ditanami : 20.548,00 Ha
CPO : 600,84 Ton
Produksi TBS : 212.845,00 Ton
CPO : 51.082,80 Ton

8. Kab. Penajam Paser Utara


Luas Lahan ditanami : 14.153,00 Ha
Produksi TBS : 236.338,00 Ton
CPO : 56.721,12 Ton

7. Kab. Pasir
Luas Lahan ditanami : 58.642,00 Ha
Produksi TBS : 389.338,00 Ton
CPO : 93.441,12 Ton

Gambar 4.29 : Peta Potensi Kelapa Sawit di Kalimantan Timur

Kalimantan Timur mempunyai potensi batu bara yang


cukup besar. Lebih dari 70% cadangan batubara
Kalimantan berada di Provinsi Kalimantan Timur. Potensi
batu bara di Kalimantan Timur saat ini diperkirakan
sekitar 19,567 triliun ton dan cadangan batu bara mencapai
2,410 triliun ton. Pada tahun 2004, produksi batubara di
Kalimantan Timur baru mencapai 66 juta ton, dan pada
tahun 2005 mencapai 80 juta ton.
g. Kalimantan Selatan
Dilihat dari banyaknya produksi tanaman perkebunan
rakyat komoditi sawit menduduki urutan pertama dengan
503.155 ton, sementara untuk kategori perkebunan besar
swasta komoditi kelapa sawit juga menempati urutan
teratas sebesar 390.116 ton. Pada tabel di bawah ini
diperlihatkan luas lahan serta rata-rata produksi/ha/tahun
kelapa sawit untuk masing-masing daerah di Provinsi
Kalimantan Selatan.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 90


5. Kab. Tabalong
Luas Lahan Ditanami: 5.000,00 Ha
Produksi TBS : 8.847,00 Ton
1. Kab. Balangan CPO : 2.123,28 Ton
Luas Lahan Tersedia : 7.854,00 Ha
Produksi TBS : 0,00 Ton
CPO : 0,00 Ton

3. Kab. Hulusungai Utara


Luas Lahan Ditanami: 2.261,00 Ha
Produksi TBS : 3.161,00 Ton
CPO : 758,64 Ton

8. Kab. Tapin 4. Kab. Kota Baru


Luas Lahan Tersedia : 6.626,00 Ha Luas Lahan Ditanami: 100.269,00 Ha
Produksi TBS : 0,00 Ton Produksi TBS : 185.668,00
CPO : 0,00 Ton Ton
CPO : 44.560,32 Ton

2. Kab. Baritokuala
Luas Lahan Tersedia : 21.137,00 Ha 6. Kab. Tanah Bumbu
Produksi TBS : 0,00 Ton Luas Lahan Ditanami: 29.340,00 Ha
CPO : 0,00 Ton
Produksi TBS : 41.922,00 Ton
CPO : 10.061,28 Ton

7. Kab.Tanah Laut
Luas Lahan Ditanami: 23.748,00 Ha
Produksi TBS : 8.764,00 Ton
CPO : 2.103,36 Ton

Gambar 4.30 : Peta Potensi Kelapa Sawit di Kalimantan Selatan

Hasil Produksi Batubara di Kalimantan Selatan terus


meningkat tahun 2010 ini mencapai angka lebih dari 100
juta ton, angka ini telah mencapai lebih dari separoh target
produksi nasional.

Tabel 4.20 : Produksi Batubara PKP2B dan IUP/KP


No Tahun Produksi
1 2006 72,409,676.06
2 2007 82,313,243.83
3 2008 92,835,171.16
4 2009 96,521,125.59
5 2010 103,058.673.16
TOTAL 447,137,889.80

Pola pergerakan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan


dari lokasi tambang diangkut dengan truck dibawa ke
dermaga sungai dan dengan tongkang dibawa ke
pelabuhan lepas pantai atau pelabuhan muat.
h. Kalimantan Tengah
Pembangunan kebun kelapa sawit di Kalimantan Tengah
terpusat pada 2 (dua) Kabupaten yaitu Kotawaringin Barat
dan Kotawaringin Timur yang disebabkan faktor lahan dan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 91


aksebilitas/mobilitas sangat mendukung, dan selanjutnya
diikuti Kabupaten Barito Utara dan Barito Selatan.

5. Kab. Katingan 3. Kab. Barito Utara


Luas Lahan Ditanami: 11.655,00 Ha Luas Lahan Ditanami: 17.297,00 Ha
Produksi TBS : 27.539,00 Ton Produksi TBS : 65.866,00 Ton
CPO : 6.609,36 Ton CPO : 15.807,84 Ton

8. Kab. Lamandau
Luas Lahan Ditanami: 22.675,00 Ha
Produksi TBS : 206,037 Ton
CPO : 49,448,00 Ton
2. Kab. Barito Timur
Luas Lahan Ditanami: 2.260,00 Ha
9. Kab. Seruyan Produksi TBS : 0,00 Ton
Luas Lahan Ditanami: 60.305,00 Ha CPO : 0,00 Ton
Produksi TBS : 153.871,00 Ton
CPO : 36.929,04 Ton
4. Kab. Kapuas
Luas Lahan Tersedia : 350.000,00 Ha
6. Kab. Kota Waringin Barat Produksi TBS : 0,00 Ton
Luas Lahan Ditanami: na. Ha CPO : 0,00 Ton
Produksi TBS : 841.696,00 Ton
CPO : 202.007,04 Ton
1. Kab. Barito Selatan
Luas Lahan Ditanami: 257,00 Ha
Produksi TBS : 0,00 Ton
10. Kab. Sukamara CPO : 0,00 Ton
Luas Lahan Ditanami: 26.304,00 Ha
Produksi TBS : 137.213,00 Ton
CPO : 32.931,12 Ton 7. Kab. Kota Waringin Timur
Luas Lahan Ditanami: 83.362,00 Ha
Produksi TBS : 173.502,00 Ton
CPO : 41.640,48 Ton

Gambar 4.31 : Peta Potensi Produksi Kelapa Sawit


Provinsi Kalimantan Tengah

Total produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di


Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebasar 1,605,724 ton,
dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar
385,373.76 ton.
i. Kalimantan Barat
Total produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di
Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 1.239.205 ton,
dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar
297.409,20 ton. Pada tabel di bawah ini diperlihatkan luas
lahan serta rata-rata produksi/ha/tahun kelapa sawit untuk
masing-masing daerah di Provinsi Kalimantan Barat.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 92


2. Kab. Kapuas Hulu
Luas Lahan Ditanami: 8.096,00 Ha
Produksi TBS : 0,00 Ton
CPO : 0,00 Ton
1. Kab. Bengkayang
Luas Lahan Ditanami: 13.438,00 Ha
Produksi TBS : 136.928,00 Ton
CPO : 32.862,72 Ton

4. Kab. Landak
Luas Lahan Ditanami: 22.453,00 Ha
Produksi TBS : 48.097,00 Ton 8. Kab. Sekabau
CPO : 32.862,72 Ton Luas Lahan Ditanami: 42.266,00 Ha
Produksi TBS : 0,00 Ton
CPO : 0,00 Ton
7. Kab. Sanggau
Luas Lahan Ditanami: 144.659,00 Ha
Produksi TBS : 844.696,00 Ton 9. Kab.Sintang
CPO : 202.727,04 Ton Luas Lahan Ditanami: 30.499,00 Ha
Produksi TBS : 0,00 Ton
CPO : 0,00 Ton
6. Kab. Pontianak
Luas Lahan Ditanami: 5.409,00 Ha
Produksi TBS : 42.255,00 Ton 5. Kab. Melawi
CPO : 10.134,00 Ton Luas Lahan Ditanami: 14.000,00 Ha
Produksi TBS : 0,00 Ton
CPO : 0,00 Ton

3. Kab. Ketapang
Luas Lahan Ditanami: 92.342,00 Ha
Produksi TBS : 167.259,00 Ton
CPO : 40.142,16 Ton

Gambar 4.32 : Peta Potensi Kelapa Sawit Kalimantan Barat

3. Pergerakan di Pulau Sulawesi


Pergerakan transportasi darat di region Sulawesi dilayani oleh:
moda angkutan jalan dan moda angkutan penyeberangan intra-
wilayah. Angkutan penyeberangan nampaknya sangat potensial
untuk dikembangkan, mengingat karakteristik bentuk morfologi
daratannya. Di sisi lain, jaringan jalan raya sudah menjangkau
hingga ujung-ujung pulau. Pola pergerakan di Sulawesi
cenderung linier dengan simpul-simpul penghubungan antar
region. Adapun pola pergerakan transportasi darat di region
diskemakan seperti gambar berikut ini.

Gambar 4.33 : Karakteristik pergerakan transportasi darat di Pulau


Sulawesi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 93


Tabel 4.21 : Permasalahan Setiap Provinsi Pulau Sulawesi

NO PROVINSI ISU STRATEGIS


Di Dongkala dan Bau-Bau, saat kondisi air pasang kapal
Sulawesi ferry tidak dapat bersandar.
1
Utara Adanya terumbu karang di daerah Waci, sehingga alur
pelayaran harus hati-hati.
Rencana pengembangan lintas baru, yaitu Gorontalo –
Marisa.
2 Gorontalo Pembangunan dermaga penyeberangan Bumbulan di
Kabupaten Pohuwato.
Pembangunan pelabuhan ferry Paguat.
Sulawesi
3 Fasilitas pelabuhan perlu diperbaiki lagi
Tengah
Sulawesi
4 Layanan kurang optimal dan kurangnya kenyamanan
Barat
Sulawesi Rencana pengembangan lintas baru (tahun 2010), adalah
5
Selatan Dira – Bau-Bau.
Armada yang beroperasi hanya kapal cepat dan kapal
kecil untuk membawa bahan-bahan pokok.
Zona gempa di Provinsi Sulawesi Tenggara cukup tinggi
dan terdapat patahan.
Sulawesi Saat kondisi air pasang kapal ferry tidak dapat
6
Tenggara bersandar.
Transportasi penyeberangan akan mengalami
menurunan drastis terutama angkutan penumpang,
seiring dengan meningkatnya permintaan sektor
angkutan darat dan udara.

Sulawesi memiliki potensi dalam bidang pertanian dan


perkebunan. Selain itu, terdapat beberapa potensi mineral yang
dapat dimanfaatkan sebagai komoditas utama.
a. Sulawesi Utara
1) Sektor Pertanian
Provinsi ini memiliki lahan sawah irigasi teknis seluas
25.740 ha, sementara sawah irigasi semi teknis 26.738
ha. Itu semua belum termasuk lahan sawah irigasi non
teknis seluas 4.662 ha. Lahan sawah tadah hujan seluas
4.631 ha, areal sawah pasang surut seluas 634 ha,
sementara tahan palawija, hortikultura dan sayur-
sayuran seluas 341.419 ha, Sawah-sawah inilah yang

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 94


pada 2006 menghasilkan 451.700 ton padi dan
meningkat jadi 470.400 ton pada 2007 dengan luas
panen yang juga bertambah menjadi 99.500 ha.
Dibanding dua tahun terakhir, produktivitas padi yang
dicapai meningkat. Pada 2004, produksi padi di sana
mencapai 407.358 ton.
Total produksi sayur-mayur meningkat signifikan dari
91.048 ton pada 2000 menjadi 325.135 ton pada 2005,
namun produksi buah-buahan menurun dari 158.441
ton pada 2000 menjadi 129.662 ton pada 2005.
Produksi kentang meningkat dari 38.884 ton pada 2000
menjadi 195.826 ton pada 2005, dibarengi produksi
nanas yng juga meningkat dari 1.851 ton pada 2000
manjadi 2.813 ton pada 2005. produksi wartel dari
tahun sebelumnya menjadi 11.113 ton pada 2005.
Komoditi pertanian Sulawesi Utara yaitu:
a) Padi Sawah
b) Jagung
c) Ubi Kayu
d) Ubi Jalar
e) Kedelai
f) Kacang Tanah
g) Kacang Hijau

2) Sektor Perikanan
Sulawesi Utara juga merupakan pusat pengembangan
industri perikanan. Sejak 2001, pemerintah setempat
melaksanakan apa yang disebut Gerakan
Pengembangan Komoditas Unggulan Berbasis Agri
bisnis (Gerbang Kuba) meliputi industri ikan tuna,
cakalang dan layang. Hasil penangkapan ikan di taut
merupakan produksi tertinggi di sektor perikanan. Para
nelayan kini juga tengah mengembangkan teknik-
teknik baru dalam budidaya perikanan laut, meliputi
ikan untuk umpan, ikan kerapu, baronang, rumput laut
dan kerang mutiara. Untuk budidaya perikanan darat
fokus diarahkan untuk ikan mas dan nila.
Produksi perikanan tangkap (tuna, cakalang, tongkol)
pada 2006 sebanyak 137.000 ton. Produksi ini
ditargetkan meningkat menjadi 141.000 ton pada 2007
dari 1,4 juta ton quota tangkap yang di toleransi.
Potensi ikan tangkap di sana 1,8 juta ton. Hasil

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 95


budidaya ikan dan udang air tawar mencapai 14.400 ton
dengan luas areal 981 ha pada 2006, ditargetkan
meningkat menjadi 16.600 ton dengan luas areal 1.130
ha pada 2007. Pada 2006, produksi rumput laut
mencapai 12.000 ton (basah) di atas areal tanam seluas
600 ha dan ditargetkan meningkat menjadi 13.100 ton
(basah) dengan luas areal tanam 654 ha pada 2007.
Potensi yang tersedia sebesar 5.600 ha.
3) Sektor Kehutanan
Luas hutan di provinsi ini mencapai 788.691,88 ha.
Fungsi hutan dibagi menjadi hutan lindung seluas
175.958,33 ha, hutan produksi tetap seluas 67.423,55
ha, hutan produksi terbatas seluas 219.908,86 ha, hutan
produk konversi seluas 14.643,40 ha serta hutan suaka
alam seluas 310.759,74 ha. Jenis kayu yang
dihasilkannya bervariasi dari kayu kelas satu sampai
kelas empat, jenis kayu dimaksud adalah kayu besi,
meranti, dan kayu lokal lainnya. Di samping itu juga
terdapat hasil hutan ikutan yang mempunyai nilai
ekonomi dan nilai rambah seperti rotan, damar, kayu
manis, ijuk, daun woka dan lainnya.
b. Sulawesi Barat
1. Pertanian
Provinsi Sulawesi Barat merupakan daerah penghasil
tanaman pangan yang cukup besar di Kawasan Timur
Indonesia. Selain padi sebagai komoditas tanaman
pangan andalan, tanaman pangan lainnya yang
dihasilkan Sulawesi Barat adalah jagung, ubi kayu, ubi
jalar dan kacang-kacangan. Produksi padi Sulawesi
Barat tahun 2008 sebesar 312.676 ton yang dipanen
dari areal seluas 66.631 ha atau rata-rata 4,69 ton per
hektar. Sebagian besar produksi padi di Sulawesi Barat
dihasilkan oleh jenis padi sawah. Jenis padi ini
menyumbang 95,04 persen dari seluruh produksi padi
atau sebesar 297.181 ton. Sedangkan sisanya dihasilkan
oleh padi ladang. Produksi jagung Sulawesi Barat pada
tahun 2008 sebesar 26.633 ton dengan luas panen 7.359
ha atau menghasilkan rata-rata 3,62 ton/ha.
Potensi pertanian yang telah dikelola sebesar 274.401
Ha yang terdiri dari lahan kering 219.727 Ha, lahan
sawah tadah hujan 25.985 Ha, irigasi desa 14.393 Ha,

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 96


Irigasi 1/2 teknis 3.013 Ha dan irigasi teknis 11.283 Ha
serta lahan potensial untuk percetakan sawah baru
seluas 20.600 Ha.
Produksi komoditas potensial yang telah dicapai antara
lain: padi 348.859 ton GKP, jagung 14.616 ton, ubi
jalar 9.216 ton, kacang tanah 896 ton, kedele 970 ton,
kacang hijau 1.487 ton, ubi kayu 68.624 ton, sayuran
2.499 ton dan buah-buahan antara lain : jeruk 109.483
ton, rambutan 17.378 ton, manggis 13,8 ton, durian
81.595 ton dan markisa 63,4 ton.
2. Potensi Peternakan
Pengembangan dan peningkatan usaha peternakan di
Provinsi Sulawesi Barat dapat dilihat dari potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia dan pasar.
Potensi sumber daya alam sangat mendukung kegiatan
pengembangan usaha peternakan, misalnya kegiatan
budidaya ternak, pengembangan ternak, pengelolaan
pasca panen. Tersedianya lahan kering (218.363 Ha),
lahan basah (56.038 Ha) dapat dijadikan lahan
pengembangan peternakan dan sebagai sumber hijauan
makanan ternak.
3. Perkebunan
Perkembangan bidang perkebunan mempunyai peranan
yang cukup penting dalam menggerakkan roda
perekonomian masyarakat, sebagai indikatornya adalah
terciptanya lapangan kerja, sumber pendapatan utama
bagi petani, terutama kakao, kelapa sawit, cengkeh dan
kopi penghasil devisa dan pemasok bahan baku agro
industri, baik dalam maupun luar negeri. Hasil tanaman
perkebunan yang cukup dominan di Sulawesi Barat
pada tahun 2008 adalah tanaman Kelapa Sawit, Kakao
dan Kelapa Dalam yang masing-masing berproduksi
sebesar 163.714,70 ton, 77.545,41 ton, dan 59.378,74
ton. Sebagian besar hasil perkebunan tersebut
dihasilkan oleh perkebunan besar swasta dan dapat
dikatakan peran perkebunan rakyat relatif lebih kecil.
Data tahun 2010 menunjukkan bahwa luas areal kakao
132.000 Ha dengan produksi mencapai 96.461 ton.
Kelapa sawit dengan luas areal 84.248 Ha dengan
produksi 1.182.908 ton TBS, Kelapa dalam dan kelapa
hibrida dengan luas areal 68.804 Ha dengan produksi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 97


71.688 ton. Kopra, Kopi Rebustra dan Kopi Arabika
luas areal tahun 2007 31.215 Ha dengan produksi
10.753 ton.
4. Potensi Kehutanan
Potensi hutan di Sulawesi Barat seluas kurang lebih
1.131.908 Ha yang terdiri atas kawasan hutan lindung
seluas 669.358 Ha, hutan produksi terbatas (HPT)
321.607 Ha, hutan produksi 61.600 Ha, hutan suaka
marga satwa (HSAW) 900 Ha dan hutan produksi yang
dapat dikonversi 78.443 Ha dengan potensi hasil hutan
umumnya meliputi : Kayu Eboni, Meranti, Getah
Pinus, Jati, Palapi, Durian, Damar, Rotan, Kemiri, dan
Kayu Campuran lainnya. Produksi hutan Sulawesi
Barat pada tahun 2008 yang berupa kayu sebesar
51.306 meter kubik. Hasil lainnya yakni rotan 2.927
meter kubik.
5. Potensi Lingkungan Hidup
Potensi lingkungan pada dasarnya diukur dari tingkat
pencemaran, kerusakan lingkungan dan punahnya
berbagai endemik dan berkurangnya potensi sumber
daya alam yang dapat dikembangkan oleh masyarakat.
Deskripsi ini dapat dicermati dari ditemukannya
berbagai potensi endemik flora dan fauna yang terdapat
di wilayah Sulawesi Barat seperti Burung Mandar
Dengkur, Burung Maleo, Anoa Pegunungan, Elang
Sulawesi, Musang Sulawesi, Anggrek Jamrud, Anggrek
Bulan, dan endemik spesifik lokasi lainnya, serta masih
terdapat potensi sumber daya alam yang dapat
diproduksi dan dapat memberikan akses ekonomi bagi
masyarakat.
6. Potensi Kelautan dan Perikanan
Provinsi Sulawesi Barat terletak di jazirah Sulawesi
bagian barat, persis berhadapan langsung dengan Selat
Makassar, dengan panjang garis pantai kurang lebih
752 Km. Kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi
perikanan laut (tangkap) dari berbagai jenis ikan
nelayan dan ikan domersal serta ikan-ikan karang.
Disamping itu, juga sangat potensial untuk budidaya
perikanan pantai seperti udang, bandeng, taripang dan
berbagai jenis komoditas ikan karal. Potensi perikanan
air payau cukup besar daya ketersediaan lahan seluas

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 98


13.584,6 Ha tersebar di Kabupaten Polman, Majene,
dan Mamuju belum sepenuhnya tergarap. Sementara
ini, luas lahan yang sudah berproduksi adalah 10.043,2
Ha dengan produksi untuk tahun 2009 adalah bandeng
dan udang, 842 ton.
c. Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan
bagi Kawasan Timur Indonesia dan skala internasional.
Pelayanan tersebut mencakup perdagangan, transportasi,
pendidikan, tenaga kerja, pelayanan dan pengembangan
kesehatan, penelitian pertanian tanaman pangan,
perkebunan, perikanan laut, air payau tambak, pariwisata,
dan potensi pengembangan lembaga keuangan dan
perbankan.
d. Sulawesi Tenggara
Potensi sumberdaya alam wilayah peisisir dan laut
Sulawesi Tenggara yang di dalamnya terkandung
sumberdaya alam hayati dan non hayati, mempunyai
prospek yang baik untuk dikembangkan dalam rangka
menunjang pembangunan daerah ini. Sumberdaya alam
hayati tersebut antara lain terdiri dari berbagai jenis ikan,
krustasea, moluska, rumput laut/alga, padang lamun,
mangrove dan terumbu karang. Sumberdaya alam nir
hayati yang potensial di wilayah pesisir dan laut Sulawesi
Tenggara adalah minyak bumi dan gas alam, nikel, aspal,
pasir laut, mineral dan logam lainnya, benda-benda
purbakala dan sumber energi alternatif, seperti energi
gelombang, energi pasang surut dan energi panas
diperkirakan masih terdapat SDA nir hayati yang belum
terkuantifikasi.
Potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut Sulawesi
Tenggara tidak hanya potensial dikembangkan untuk
kegiatan perikanan, namun juga dapat dikembangkan
untuk kegiatan jasa kelautan, seperti wisata bahari dan
perhubungan.
Potensi sumberdaya alam wilayah peisisir dan laut
Sulawesi Tenggara yang di dalamnya terkandung
sumberdaya alam hayati dan non hayati, mempunyai
prospek yang baik untuk dikembangkan dalam rangka
menunjang pembangunan daerah ini. Sumberdaya alam
hayati tersebut antara lain terdiri dari berbagai jenis ikan,

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 99


krustasea, moluska, rumput laut/alga, padang lamun,
mangrove dan terumbu karang. Sumberdaya alam nir
hayati yang potensial di wilayah pesisir dan laut Sulawesi
Tenggara adalah minyak bumi dan gas alam, nikel, aspal,
pasir laut, mineral dan logam lainnya, benda-benda
purbakala dan sumber energi alternatif, seperti energi
gelombang, energi pasang surut dan energi panas
diperkirakan masih terdapat SDA nir hayati yang belum
terkuantifikasi.
Potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut Sulawesi
Tenggara tidak hanya potensial dikembangkan untuk
kegiatan perikanan, namun juga dapat dikembangkan
untuk kegiatan jasa kelautan, seperti wisata bahari dan
perhubungan. Potensi wisata bahari yang dapat
dikembangkan di Sulawesi Tenggara antara lain dapat
berupa keindahan terumbu karang, mangrove, pantai
berpasir, sumber air panas, dan atraksi budaya masyarakat
pesisir.
e. Sulawesi Tengah
Di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah terdapat potensi
mineral yang berlimpah, namun masih memerlukan
penelitian lebih lanjut mengenai jumlah depositnya
maupun rencana eksplorasi dan eksploitasinya. Beberapa
jenis mineral yang tersedia di Provinsi Sulawesi Tengah
yang berupa bahan galian A (strategis), bahan galian B
(vital) maupun bahan galian C (non strategis dan vital)
antara lain:
a. Minyak dan Gas Bumi
b. Batubara
c. Emas
d. Nikel
e. Galena
f. Molibdenum
g. Chromit
h. Tembaga
i. Belerang
j. Granit

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 100


E. Kondisi Penggunaan Angkutan Laut RO-RO di Jepang
dan Filipina
Dalam studi ini, dilakukan studi banding dengan kondisi eksisting
di negara lain terkait dengan penggunaan Angkutan Laut RO-RO.
Dua negara yang menjadi pembanding penggunaan Angkutan Laut
RO-RO adalah Jepang dan Filipina. Keduanya merupakan negara
yang memiliki pulau-pulau kecil, seperti halnya Indonesia. Selain
itu, masing-masing negara telah terbukti memiilki sistem
penggunaan Angkutan Laut RO-RO yang mendukung sistem
transportasi laut secara umum.
1. Kondisi Penggunaan Kapal RO-RO di Jepang
a. Kondisi Sistem RO-RO di Jepang
Penggunaan kapal RO-RO dibedakan menjadi kapal
khusus pengangkut barang dan kapal ferry. Empat pulau
utama dari Jepang (Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan
Shikoku) saat ini telah dihubungkan melalui jembatan dan
terowongan bawah tanah, akan tetapi pulau pulau kecil
hanya dapat diakses menggunakan kapal. Namun pada
pelaksanaannya, ferry tetap dapat menjadi alternatif
transportasi antar pulau utama.
Bentuk kapal RO-RO yang membawa kendaraan bermotor
yang masih konvensional lebih rentan terhadap tekanan
angin, dilihat dari bentuk drift kapalnya. Pada tahun 2003,
Jepang mengembangkan desain teknologi wind resistance-
reducing baru untuk pure car carriers (PCCs). Desainnya
secara umum terdiri dari busur kapal yang aerodinamis
yang memabntuk mengurangi tekanan dari headwinds,
ruang kargo untuk memaksimalkan kapasitas beban,
tingkat kapal yang membantu mengurangi tekanan dari
sidewinds, serta desain yang mengurangi waktu luang oleh
tekanan angin.
Adapun perbandingan antara transportasi laut khususnya
kapal RO-RO dengan transportasi darat menurut Otoritas
Jepang adalah sebagai berikut.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 101


Tabel 4.22 : Perbandingan Transportasi Laut dan
Transportasi Darat

Keuntungan Kerugian
• Rendah emisi, • Waktu tempuh yang
sehingga lebih ramah diperlukan lebih lama
lingkungan daripada menggunakan
• Pengemudi truk truk
dapat beristirahat • Sangat dipengaruhi oleh
selama dalam cuaca, apabila cuaca buruk
pelayaran sangat memepengaruhi
Transportasi Laut
menggunakan kapal kinerja dari transportasi
RO-RO laut
• Dapat mempengaruhi • Sangat sulit untuk
kepadatan lalu lintas pengiriman yang
yang ada dijalanan berfrekuensi tinggi atau
pengiriman barang skala
kecil.
• Waktu tempuh yang • Emisi gas buang tinggi,
cenderung lebih cepat sehingga lebih tidak ramah
dibandingkan dengan lingkungan
transportasi laut. • Perjalanan jauh yang
• Relatif tidak ditempuh dapat berpotensi
Transportasi dipengaruhi oleh untuk terjadi kecelakaan
Darat keadaan cuaca • Sangat mempengaruhi
• Baik untuk keadaan lalu lintas di
pengiriman yang jalanan.
berfrekuensi tinggi
dan pengiriman
dalam skala kecil.

b. Sistem Co-Ownership dari Pembelian Kapal di Jepang


Di Jepang, operasi kapal dikelola oleh badan usaha swasta
dimana badan usaha swasta tersebut biasanya membeli
kapalnya sendiri. Dalam skenario pembelian kapal RO-RO
di jepang ini biaya pembelian kapal RO-RO oleh badan
usaha swasta tersebut mendapat bantuan dan kemudahan
dalam hal pendanaan pembelian kapal baru.
Otoritas pemerintah jepang yang menaungi transportasi
laut yaitu JRTT ini memberikan dana talang sekitar 70 % -
90 % dari harga kapal baru dan sisanya sekitar 10 % - 30
% dana berasal dari badan usaha swasta tersebut sehingga
artinya pembelian kapal ini dibiayai secara bersama –

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 102


sama antara pemerintah jepang dengan badan usaha swasta
tersebut.
Kapal yang baru dibeli tersebut dioperasikan oleh pihak
swasta untuk melakukan bisnis sehingga menghasilkan
keuntungan. Hasil keuntungan dari pada operasi kapal
tersebut yang nantinya akan digunakan untuk mencicil
pengembalian dana yang diberikan oleh pemerintah
Jepang saat pembelian kapal tersebut. Hal ini berlangsung
hingga pengembalian biaya kepada pemerintah jepang
oleh pelaku usaha selesai sehingga kapal tersebut 100
persen menjadi milik pelaku usaha tersebut.
Adapun gambaran dari sistem co-ownership pembelian
kapal di Jepang seperti dijabarkan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.34 : Sistem Co-ownership Pembelian Kapal di Jepang

c. Rute Domestik Kapal RO-RO di Jepang


Terdapat beberapa rute yang digunakan oleh ferry di
Jepang. Rute pendek dari kapal ferry dapat mengangkut
beberapa kendaraan dan penumpang, sedangkan kapal

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 103


yang memiliki kapasitas lebih besar digunakan dalam rute
yang lebih panjang. Kapal ferry yang besar dapat
mengangkut ratusan kendaraan, dan fasilitas untuk
penumpang meliputi restoran dan kamar mandi umum.
Pada rute kapal RO-RO di Jepang ini dibagi menjadi 2
jenis rute yaitu rute jarak jauh (lebih dari 300 km) dan rute
jarak menengah (100 – 300 km). Adapun jumlah rute
untuk rute kapal RO-RO jarak jauh di Jepang ini adalah
sekitar 11 rute dengan jumlah kapal yang melayani sekitar
35 vessel dan dioperasikan oleh 8 operator. Untuk rute
jarak menengah di Jepang ini mempunyai sekitar 4 rute
dengan jumlah kapal yang melayani sekita 11 vessel dan
dioperasikan oleh 4 operator. Pada gambar dibawah ini
dijabarkan mengenai rute RO-RO di Jepang.

Gambar 4.35 : Rute Domestik Kapal RO-RO di Jepang

Pemerintah Jepang masih mensubsidi beberapa rute RO-


RO untuk membantu daerah – daerah terpencil atau

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 104


terpinggir untuk terakses oleh transportasi publik.
Sehingga perkembangan wilayah tersebut akan semakin
maju dikarenakan akses yang cukup untuk wilayah
tersebut. Di Jepang, ada sekitar 571 rute pelayaran kapal
untuk penumpang. Sekitar 307 rute pelayaran merupakan
rute langsung menuju atau dari daerah terpencil di wilayah
Jepang. Sekitar 120 rute pelayaran dari 307 rute pelayaran
menuju atau dari rute terpencil tersebut disubsidi
dikarenakan tidak kompetitif dan defisit akan tetapi tidak
terdapat alternatif transportasi lainya dari atau ke wilayah
tersebut sehingga harus di subsidi oleh pemerintah Jepang.
Pada gambar berikut merupakan jenis rute pelayaran
penumpang di Jepang.

Gambar 4.36 : Tipe dan Jumlah Arus Rute Pelayaran Penumpang


di Jepang

d. Contoh rute jarak jauh, menengah, dan dekat


Berikut merupakan contoh dari beberapa rute pelayaran
jarak jauh yaitu Shinmoji – Kinki dengan jarak sekitar 458
km. Rute ini mulai dibuka pada tahun 1968 dimana rute
ini dilayanai oleh kapal jenis RO-RO. Setelah beberapa
tahun rute ini berkembang dan beberapa perusahaan
operator pelayaran mulai menggunakan jenis kapal yang

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 105


lebih besar dan pindah ke terminal baru dikarenakan
besarnya demand pada rute ini.
Komoditas utama yang menggunakan rute ini adalah hasil
pertanian dan bahan – bahan mentah lainnya. Komoditas –
komoditas tersebut menuju dan terhubung ke daerah
Kansai metropolitan area dan Kyusu region yang menjadi
wilayah konsumsi terbesar dari komoditas tersebut. Pada
gambar berikut merupakan jadwal keberangkatan dari
kapal RO-RO pada rute ini.

Gambar 4.37 : Jadwal Rute Shimoji – Kinki

Adapun dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa


untuk tahun 2011 untuk rute Kobe jumlah penumpang
yang menggunakan kapal RO-RO pada rute ini adalah
sekitar 173.427 orang dan untuk kendaraan sekitar 130.286
kendaraan dengan rincian 78.143 truk, 636 bus, dan
56.507 kendaraan pribadi. Untuk rute Izumi – Otsu jumlah
penumpang yang menggunakan kapal adalah sekitar
169.513 orang dan untuk kendaraan sekitar 155.172
kendaraan dengan rincian 98.184 truk, 570 bus, dan
56.418 kendaraan pribadi. Adapun mayoritas barang yang

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 106


menggunakan rute pelayaran ini adalah untuk barang dari
Kinki adalah komoditas, minuman, dan spare-part
kendaraan dan untuk barang dari Kyusu adalah spare part
kendaraan, produk besi, minuman, dan lain – lain. Adapun
spesifikasi dari kapal yang digunakan untuk pelayaran
pada rute ini adalah sebagai berikut.

Gambar 4. 38 : Spesifikasi kapal untuk rute Shimoji – Kinki

Gambar 4.379 : Rute Shimoji – Kinki

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 107


Adapun untuk pelayaran jarak menengah dan jarak dekat
dijabarkan pada gambar – gambar berikut ini.

Gambar 4.40 : Rute Jarak Menengah (Hachinohe – Tomakomai)

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 108


Gambar 4.41 : Rute Jarak Dekat Ogi – Takamatsu

2. Kondisi Penggunaan Kapal RO-RO di Filipina


Kebijakan RO-RO yang diterapkan di Filipina merupakan
metode utama dalam kegiatan pengiriman barang. Meskipun
demikian penggunaan sistem LO-LO (load on load off), yang
merupakan metode pengiriman barang secara konvensional,
masih kerap digunakan. RO-RO sendiri mrupakan sistem
yang dirancang untuk membawa kargo yang tidak lagi
membutuhkan crane untuk bongkar muat barang. Adanya
kargo yang memiliki roda yang diangkut uleh RO-RO
mengurangi kerja dan penggunaan peralatan kargo, serta
mengurangi waktu yang diperlukan untuk bongkar muat
barang, sehingga berpengaruh pada biaya transportasi laut
yang lebih sedikit.
Kebijakan terkait RO-RO di Filipina memiliki beberapa
tujuan utama, yaitu:
a. Untuk mengurangi biaya transportasi dari Mindanao ke
Luzon, melalui Visayas, khususnya biaya transportasi
antar pulau, memalui pembentukan RRTS (RO-RO Ferry

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 109


Terminal System) yang aman, efisien, dan hemat secara
biaya.
b. Untuk meningkatkan pariwisata, transportasi, dan
perdagangan di seluruh negeri.
c. Untuk memfasilitasi moderniasai agro-perikanan dan
program ketahanan pangan yang dilakukan oleh
pemerintah, dengan cara meningkatkan partisipasi sektor
swasta dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas
RRTS.
d. Untuk membuat kebijakan baru yang meningkatkan
pengembangan RRTS.
Kebijakan utama RO-RO difokuskan pada beberapa poin
berikut ini:
a. Penghapusan biaya penanganan kargo dan iuran bea
pelabuhan
b. Persyaratan dokumen yang lebih sederhana dan memiliki
pengawasan peraturan yang sudah tetap
c. Biaya yang diterapkan berdasarkan “jarak jalur” untuk
semua kargo
d. Dorongan pada pelabuhan swasta yang ada untuk
mengubah operasi yang sesuai dengan RRTS.
Kebijakan RO-RO ini diterapkan dalam rute pengiriman yang
diidentifikasikan sebagai link RRTS yang berada di bawah
investor swasta maupun pemerintah lokal. Saat ini, rute
jaringan RO-RO di Filipina dibatasi untuk tidak melebihi
jarak 50 mil laut, dan hanya kendaraan self-driven (truk,
mobil, bus, jeep, van, dan sepeda motor) yang boleh diangkut
sebagai bagian layanan RO-RO. Ketentuan mengenai besaran
containers on chassis tidak termasuk dalam kebijakan
tersebut. Pelaksanaan sistem RO-RO di Filipina masih
mengenakan biaya pada penanganan kargo.

Kebijakan RO-RO secara eksplisit berusaha untuk mendorong


partisipasi sektor swasta. Pilihan untuk investasi swasta
termasuk investasi terpadu jaringan RO-RO. Investasi swasta
diterapkan pada:
a. pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian
terminal (asal dan tujuan) serta akuisisi dan
pengoperasian kapal RO-RO
b. investasi di terminal RO-RO (konstruksi, pembangunan,
dan operasi)
c. investasi di kapal RO-RO (akuisisi dan pengoperasian
kapal RO-RO untuk melayani rute RRTS)

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 110


Jaringan RO-RO di Filipina terdiri dari tiga nautical
highways, yaitu Westerm, Central, dan Eastern, serta
hubungan RO-RO timur-barat, seperti yang tersajikan dalam
gambar berikut ini.

Gambar 4.38 : Jaringan RO-RO di Filipina

Jaringan RO-RO di Filipina memiliki dampak terhadap


beberapa aspek berikut ini:
a. Struktur dan kerja industri maritim
Produk hasil pertanian seringkali dianggap memiliki kelas
terendah, termasuk dalam biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan pelayaran. Hal ini mnyebabkan dampak negatif
terhadap sektor pertanian. Tingkat transportasi yang diatur
untuk mendistribusikan produk pertanian, tidak cukup
untuk mengimbangi transportasi secara umum. Oleh
karena itu, penggunaan kapal RO-RO dapat mengurangi
biaya transportasi yang dikenakan pada distribusi produk

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 111


pertanian. Hal ini dilakukan melalui adanya efisiensi
dalam siklus rantai pasokan total (hulu dan hilir),
berkurangnya kerusakan produk, pengurangan biaya
terkait manajemen persediaan perbaikan, pengurangan
terhadap biaya pergudangan, serta penghapusan biaya
tambahan.

Gambar 4.39 : Perbandingan Proses Pengiriman Barang dengan


Kontainer dan RO-RO

b. Mobilitas penumpang
Penggunaan kapal RO-RO di Filipina yang melayani
penumpang merupakan salah satu alternatif transportasi di
Filipina sendiri. Penumpang yang tidak sanggup afford
transportasi udara atau tidak coock dalam menggunakan
kapal konvensional, dapat menggunakan kapal RO-RO
karena lebih terjangkau dibandingkan perjalanan melalui
udara. Secara bertahap, terdapat peningkatan yang cukup
signifikan dalam jumlah penumpang yang menggunakan
kapal RO-RO. Dampak terhadap pembangunan area lokal

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 112


c. Mobilitias barang
Shipper cargo telah mengganti kendaraan yang digunakan
dan meningkatkan penggunaan RO-RO, karena secara
kualitas pelayanan telah terbukti dapat lebih dipercaya
dibanidngkan shipping lines antar pulau. Keuntungan
lainnya adalah tingginya frekuensi perjalanan yang
memungkinkan manajer logistik untuk menjadwalkan
perjalanan harian dengan waktu yang dibutuhkan tidak
terlalu banyak.
d. Biaya transportasi
Secara umum, RO-RO telah mengurangi biaya yang
dikeluarkan oleh transportasi logistik. Pencabutan biaya
cargo handling dan wharfage di bawah kebijakan RO-RO
merupakan faktor penting dalam mengurangi biaya
transportasi.

Gambar 4.40 : Perbandingan Biaya yang Dikeluarkan oleh Kapal


Konvensional dengan Kapal RO-RO

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 113


e. Produktivitas agrikultur
RRTS dirancang untuk mengatasi inefisiensi dalam
transportasi yang mendukung distribusi produk hasil
perikanan dan pertanian. RRTS, atau kemudian dikenal
dengan sebutan RO-RO “Highway Food”, membuka jalan
dalam peningkatan efisiensi perdagangan regional,
terutama pergerakan produk pertanian di berbagai pulau.
f. Pariwisata
Dampak positif dari penggunaan kapal RO-RO pada
pariwisata adalah pemimgkatan yang signifikan dalam
angka pengunjung di beberapa daerah wisata. Keuntungan
biaya yang lebih terjangkau bagi para penumpang menjadi
salah satu alasan mengapa kapal RO-RO sangat kompetitif
sebagai angkutan penumpang.
g. Kesempatan bisnis baru untuk perusahaan transportasi
Jaringan RO-RO di Filipina tersebar di seluruh negara,
sehingga industri truk telah mengalami kemajuan secara
bisnis.
h. Strategi dan operasi logistik
Pembentukan jaringan RO-RO memiliki dampak pada
berbagai perusahaan yang menggunakan jasa pengiriman
konvensional.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 114


BAB 5
ANALISIS DAN EVALUASI

A. Analisis Pergerakan Barang di Indonesia


1. Pergerakan Asal dan Tujuan Barang di Indonesia Tahun
2011
Pada bagian ini mencoba menjelaskan mengenai pergerakan
barang antar Provinsi di Indonesia pada tahun 2011
berdasarkan pada data ATTN 2011. Adapun besarnya dan
persebaran pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia
seperti dijabarkan pada Gambar 5.1.
Pada Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa pergerakan barang di
Indonesia masih di dominasi oleh wilayah barat yaitu
pergerakan di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Adapun
pergerakan barang total per tahun pada tahun 2011 di Pulau
Sumatera dan Jawa adalah sekitar 7.249.769.315 ton/ tahun.
Untuk pergerakan dari Pulau Jawa ke wilayah timur Indonesia
dari peta persebaran pergerakan barang di Indonesia dapat
diketahui pergerakan dari Pulau Jawa dimana pusat pergerakan
untuk wilayah timur dari Pulau Jawa melalui Provinsi Jawa
Timur menuju ke Sulawesi selatan melalui Makasar.
Pergerakan barang ke wilayah timur seperti ke Papua, Maluku,
dan Nusa Tenggara Timur dibandingkan dengan pergerakan
barang antara 3 pulau utama seperti Pulau Jawa, Sumatera dan
Kalimantan masih tidak terlalu besar yaitu hanya sekitar
153.632.195 ton/tahun. Hal ini mungkin disebabkan masih
sulitnya transportasi untuk mencapai daerah-daerah wilayah
timur Indonesia tersebut. Sehingga sangat perlu dilakukan
pengembangan transportasi ke wilayah timur khususnya
transportasi laut untuk meningkatkan pergerakan barang ke
wilayah – wilayah timur tersebut. Adapun gambar berikut
merupakan peta persebaran barang antar Provinsi di Indonesia
sesuai dengan data ATTN tahun 2011.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 115


116
Gambar 5.1 : Peta Persebaran Barang Antar Provinsi di Indonesia Berdasarkan Data ATTN 2011

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia


117
Tabel 5.1 : Matriks Asal Tujuan Pergerakan Barang Antar Provinsi di Indonesia Berdasarkan Data ATTN Tahun 2011

TUJUAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
ASAL DKI JAKARTA JABAR JATENG DIY JATIM BANTEN KAL.BAR KAL.TENG KAL.SEL KAL.TIM SUL.UT SUL.TENG SUL.SEL SUL.TRA GORONTALO SUL.BAR BALI NTB EXZ-1 NTT EXZ-2 MALUKU EXZ-3 PAPUA EXZ-4 SUMATERA
1 DKI JAKARTA - 388,589,781 49,617,559 4,507,574 33,779,731 107,876,133 2,803,049 1,215,193 1,946,968 1,151,547 531,800 769,447 2,843,288 840,961 314,587 393,645 1,781,765 2,015,343 1,267,602 517,335 423,338 89,291,308
2 JABAR 341,537,447 - 430,462,472 35,209,567 222,921,683 239,093,601 16,645,386 7,786,411 12,346,716 7,074,602 3,556,601 4,839,602 17,907,477 5,274,038 2,046,174 2,435,240 12,141,289 13,344,885 8,787,483 3,249,613 2,648,627 363,123,562
3 JATENG 47,692,118 413,594,682 - 170,418,947 704,785,836 100,009,830 22,893,020 13,484,464 22,585,107 11,351,495 5,309,804 7,773,114 30,765,832 8,365,012 3,158,722 4,120,184 26,026,491 25,274,588 14,514,243 5,093,442 3,976,207 218,608,954
4 DIY 5,800,102 46,183,498 255,542,393 - 120,630,772 14,458,366 3,604,653 2,027,083 3,414,926 1,833,158 857,056 1,295,514 4,969,636 1,380,566 526,137 662,420 4,496,854 4,429,675 2,886,557 841,399 638,304 30,031,744
5 JATIM 32,284,745 220,005,246 769,860,220 84,648,095 - 52,929,041 19,158,475 13,302,680 26,378,076 12,528,422 5,649,497 8,339,455 37,503,830 9,775,710 3,375,074 4,784,014 64,650,799 42,067,677 17,674,752 5,266,099 3,964,653 210,749,146

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia


6 BANTEN 110,966,030 236,768,649 120,842,593 10,664,033 54,682,043 - 3,950,948 1,538,240 2,497,064 1,521,054 768,088 1,001,528 3,809,877 1,103,685 423,778 491,995 2,363,501 3,291,631 1,767,110 693,207 554,666 139,727,682
7 KAL.BAR 516,644 3,442,777 3,871,086 330,949 4,140,822 864,360 - 546,369 706,902 468,071 178,458 259,005 826,310 234,727 104,853 117,075 2,037,425 995,600 553,535 147,002 115,436 11,688,416
8 KAL.TENG 351,097 2,624,251 3,719,645 318,457 4,798,047 609,589 886,076 - 914,944 311,052 76,458 125,323 454,293 112,579 47,897 71,551 2,583,553 1,195,940 593,201 63,505 44,349 6,699,376
9 KAL.SEL 692,341 4,140,686 6,176,733 558,676 9,354,873 953,012 1,139,803 915,895 - 4,784,172 1,156,468 2,194,321 8,407,923 1,950,242 782,271 1,403,505 5,262,733 2,711,518 1,290,498 953,409 660,364 10,538,015
10 KAL.TIM 226,005 1,378,056 1,764,573 155,934 3,355,977 336,595 429,599 164,070 2,669,400 - 305,974 583,417 1,432,293 374,449 187,824 251,076 1,525,081 815,307 490,807 202,280 134,221 4,128,842
11 SUL.UT 126,994 771,174 985,110 88,772 1,290,462 185,243 194,669 48,598 738,090 358,933 - 2,255,923 4,137,495 1,714,883 2,339,118 586,705 891,392 540,321 463,235 2,203,786 913,486 2,580,642
12 SUL.TENG 187,872 1,048,573 1,363,882 125,221 1,907,193 247,822 266,705 80,410 1,366,550 669,270 2,375,414 - 965,060 310,033 242,001 160,611 1,330,223 764,304 594,786 148,482 78,538 3,281,760
13 SUL.SEL 937,044 6,002,047 8,438,532 756,351 13,247,245 1,337,730 1,369,756 473,444 7,996,092 2,697,496 6,575,828 1,615,181 - 17,761,692 4,093,047 12,135,888 10,396,660 6,841,421 4,634,928 4,571,083 2,813,342 16,780,778
14 SUL.TRA 174,581 1,252,897 1,690,994 154,968 2,550,080 307,748 275,366 82,988 1,417,931 481,303 1,834,210 335,662 12,862,385 - 120,434 145,606 1,920,580 1,245,490 1,304,476 178,228 95,632 3,705,713
15 GORONTALO 61,136 441,582 540,609 49,919 767,979 103,038 113,890 30,251 465,925 227,677 2,154,557 219,402 2,395,988 101,537 - 522,133 519,099 308,909 255,515 980,841 483,704 1,406,797
16 SUL.BAR 76,772 585,283 821,109 69,866 1,203,218 128,752 141,900 49,016 1,003,383 349,036 642,184 185,509 8,146,792 144,360 567,052 - 839,679 501,558 337,749 547,330 327,336 1,636,509
17 BALI 345,415 2,667,216 4,650,644 435,373 12,985,047 613,008 2,219,487 1,656,638 3,522,767 1,772,463 870,940 1,323,924 6,700,532 1,782,905 510,664 755,713 - 17,169,829 3,421,788 845,685 632,366 5,583,466
18 NTB 347,667 2,564,842 4,176,398 387,486 8,537,734 680,777 1,035,522 759,887 1,667,323 906,639 512,583 747,656 4,301,964 1,109,494 298,179 454,578 16,103,290 - 2,765,890 490,178 358,936 6,098,579
19 EXZ-1 NTT 240,563 1,728,076 2,414,771 261,541 3,685,982 411,430 550,409 352,625 767,127 537,652 408,701 551,014 2,887,053 1,100,433 236,487 289,389 3,167,652 2,556,693 - 516,242 348,953 4,852,571
20 EXZ-2 MALUKU 92,613 663,096 857,568 77,885 1,155,272 159,410 152,182 38,623 581,295 231,518 2,176,605 140,500 2,794,357 159,576 969,432 466,215 817,801 481,863 522,482 - 315,701 2,203,882
21 EXZ-3 PAPUA 80,880 546,128 670,028 61,242 912,458 145,360 116,313 27,708 417,455 149,238 901,978 75,661 1,716,883 85,352 475,865 280,469 613,620 356,088 359,467 312,648 - 1,887,889
22 EXZ-4 SUMATERA 66,729,201 270,007,409 167,063,835 16,160,605 154,614,605 97,298,477 25,407,167 8,690,529 13,955,416 9,622,886 5,247,152 6,578,506 21,905,229 6,856,833 2,933,633 3,124,534 11,338,725 13,515,128 10,871,540 4,885,454 4,077,600 -
2. Proyeksi Pergerakan Barang Masa Depan
Adapun pada bagian ini dilakukan proyeksi pergerakan barang
antar Provinsi di Indonesia pada masa depan. Proyeksi yang
dilakukan per 5 tahun yaitu dilakukan proyeksi pergerakan
barang pada tahun 2015, 2020, dan 2025. Proyeksi pergerakan
barang antar Provinsi di Indonesia berdasarkan rata – rata
pertumbuhan PDRB antar zona dalah hal ini Provinsi – Provinsi
yang ada di Indonesia.
Prakiraan pergerakan barang pada tahun-tahun yang telah
ditentukan setelah tahun dasar dalam hal ini tahun 2011
diperoleh melalui suatu model prakiraan. Model prakiraan
tersebut dapat merupakan suatu ekstrapolasi dari data historis.
Adapun untuk penghitungan proyeksi lalu lintas yang terjadi
dapat menggunakan rumus ekstrapolasi sebagai berikut :
BarangT = Barangt x (1 + i)n
Keterangan :
BarangT = LHR pada tahun rencana i = Pertumbuhan
Barangt = LHR pada masa kini n = Tahun rencana

Gambar 5.2 : Peta Tingkat Pertumbuhan Pergerakan Barang


Antar Proponsi di Indonesia

Adapun dari gambar diatas dapat dilihat mengenai peta tingkat


pertumbuhan pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia
berdasarkan nilai rata – rata pertumbuhan PDRB antar zona per

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 118


tahun. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin merah
garis pada peta tersebut maka semakin besar pula pertumbuhan
pergerakan barang antar Provinsi setiap tahunnya.

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan


pergerakan barang per tahunnya yang paling besar adalah
pergerakan barang menuju atau dari wilayah timur. Dari peta
diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan pergerakan barang
yang cukup besar adalah menuju atau dari wilayah papua yaitu
sekitar 10% per tahunnya, dari/ke wilayah Sulawesi selatan dan
Sulawesi tengah, dan juga pergerakan barang dari/ke wilayah
Kalimantan timur dan Kalimantan selatan.
Adapun pada tabel dibawah ini menjelaskan mengenai matriks
pertumbuhan pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia
berdasarkan pada rata–rata nilai pertumbuhan PDRB anar zona.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 119


120
Tabel 5.2 : Matriks tingkat pertumbuhan pergerakan barang antar zona

TUJUAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
ASAL DKI JAKARTA JABAR JATENG DIY JATIM BANTEN KAL.BAR KAL.TENG KAL.SEL KAL.TIM SUL.UT SUL.TENG SUL.SEL SUL.TRA GORONTALO SUL.BAR BALI NTB EXZ-1 NTT EXZ-2 MALUKU EXZ-3 PAPUA EXZ-4 SUMATERA
1 DKI JAKARTA 0.00% 5.56% 5.68% 5.23% 5.87% 5.54% 5.69% 5.20% 5.86% 5.67% 4.67% 7.46% 6.68% 6.50% 6.84% 6.70% 8.28% 7.53% 5.25% 6.13% 10.17% 5.26%
2 JABAR 5.56% 0.00% 5.62% 5.40% 5.71% 5.55% 5.62% 5.38% 5.71% 5.61% 5.11% 6.51% 6.12% 6.03% 6.20% 6.13% 6.92% 6.54% 5.40% 5.85% 7.87% 5.41%
3 JATENG 5.68% 5.62% 0.00% 5.46% 5.77% 5.61% 5.68% 5.44% 5.77% 5.67% 5.17% 6.57% 6.18% 6.09% 6.26% 6.19% 6.98% 6.60% 5.47% 5.91% 7.93% 5.47%
4 DIY 5.23% 5.40% 5.46% 0.00% 5.55% 5.39% 5.46% 5.22% 5.54% 5.45% 4.95% 6.34% 5.96% 5.87% 6.04% 5.97% 6.76% 6.38% 5.24% 5.68% 7.70% 5.25%

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia


5 JATIM 5.87% 5.71% 5.77% 5.55% 0.00% 5.70% 5.78% 5.53% 5.86% 5.77% 5.27% 6.66% 6.27% 6.18% 6.35% 6.28% 7.08% 6.70% 5.56% 6.00% 8.02% 5.56%
6 BANTEN 5.54% 5.55% 5.61% 5.39% 5.70% 0.00% 5.61% 5.37% 5.70% 5.60% 5.10% 6.50% 6.11% 6.02% 6.19% 6.12% 6.91% 6.53% 5.40% 5.84% 7.86% 5.40%
7 KAL.BAR 5.69% 5.62% 5.68% 5.46% 5.78% 5.61% 0.00% 5.44% 5.77% 5.68% 5.18% 6.57% 6.18% 6.09% 6.26% 6.19% 6.99% 6.61% 5.47% 5.91% 7.93% 5.47%
8 KAL.TENG 5.20% 5.38% 5.44% 5.22% 5.53% 5.37% 5.44% 0.00% 5.53% 5.43% 4.93% 6.33% 5.94% 5.85% 6.02% 5.95% 6.74% 6.36% 5.22% 5.67% 7.69% 5.23%
9 KAL.SEL 5.86% 5.71% 5.77% 5.54% 5.86% 5.70% 5.77% 5.53% 0.00% 5.76% 5.26% 6.66% 6.27% 6.18% 6.35% 6.28% 7.07% 6.69% 5.55% 5.99% 8.01% 5.56%
10 KAL.TIM 5.67% 5.61% 5.67% 5.45% 5.77% 5.60% 5.68% 5.43% 5.76% 0.00% 5.17% 6.56% 6.17% 6.08% 6.25% 6.18% 6.98% 6.60% 5.46% 5.90% 7.92% 5.46%
11 SUL.UT 4.67% 5.11% 5.17% 4.95% 5.27% 5.10% 5.18% 4.93% 5.26% 5.17% 0.00% 6.06% 5.67% 5.58% 5.75% 5.68% 6.47% 6.10% 4.96% 5.40% 7.42% 4.96%
12 SUL.TENG 7.46% 6.51% 6.57% 6.34% 6.66% 6.50% 6.57% 6.33% 6.66% 6.56% 6.06% 0.00% 7.07% 6.98% 7.15% 7.08% 7.87% 7.49% 6.35% 6.79% 8.81% 6.36%
13 SUL.SEL 6.68% 6.12% 6.18% 5.96% 6.27% 6.11% 6.18% 5.94% 6.27% 6.17% 5.67% 7.07% 0.00% 6.59% 6.76% 6.69% 7.48% 7.10% 5.97% 6.41% 8.43% 5.97%
14 SUL.TRA 6.50% 6.03% 6.09% 5.87% 6.18% 6.02% 6.09% 5.85% 6.18% 6.08% 5.58% 6.98% 6.59% 0.00% 6.67% 6.60% 7.39% 7.01% 5.87% 6.32% 8.34% 5.88%
15 GORONTALO 6.84% 6.20% 6.26% 6.04% 6.35% 6.19% 6.26% 6.02% 6.35% 6.25% 5.75% 7.15% 6.76% 6.67% 0.00% 6.77% 7.56% 7.18% 6.04% 6.48% 8.51% 6.05%
16 SUL.BAR 6.70% 6.13% 6.19% 5.97% 6.28% 6.12% 6.19% 5.95% 6.28% 6.18% 5.68% 7.08% 6.69% 6.60% 6.77% 0.00% 7.49% 7.11% 5.98% 6.42% 8.44% 5.98%
17 BALI 8.28% 6.92% 6.98% 6.76% 7.08% 6.91% 6.99% 6.74% 7.07% 6.98% 6.47% 7.87% 7.48% 7.39% 7.56% 7.49% 0.00% 7.91% 6.77% 7.21% 9.23% 6.77%
18 NTB 7.53% 6.54% 6.60% 6.38% 6.70% 6.53% 6.61% 6.36% 6.69% 6.60% 6.10% 7.49% 7.10% 7.01% 7.18% 7.11% 7.91% 0.00% 6.39% 6.83% 8.85% 6.39%
19 EXZ-1 NTT 5.25% 5.40% 5.47% 5.24% 5.56% 5.40% 5.47% 5.22% 5.55% 5.46% 4.96% 6.35% 5.97% 5.87% 6.04% 5.98% 6.77% 6.39% 0.00% 5.69% 7.71% 5.25%
20 EXZ-2 MALUKU 6.13% 5.85% 5.91% 5.68% 6.00% 5.84% 5.91% 5.67% 5.99% 5.90% 5.40% 6.79% 6.41% 6.32% 6.48% 6.42% 7.21% 6.83% 5.69% 0.00% 8.15% 5.70%
21 EXZ-3 PAPUA 10.17% 7.87% 7.93% 7.70% 8.02% 7.86% 7.93% 7.69% 8.01% 7.92% 7.42% 8.81% 8.43% 8.34% 8.51% 8.44% 9.23% 8.85% 7.71% 8.15% 0.00% 7.72%
22 EXZ-4 SUMATERA 5.26% 5.41% 5.47% 5.25% 5.56% 5.40% 5.47% 5.23% 5.56% 5.46% 4.96% 6.36% 5.97% 5.88% 6.05% 5.98% 6.77% 6.39% 5.25% 5.70% 7.72% 0.00%
Gambar 5.3 : Peta Persebaran Barang Antar Provinsi
di Indonesia Tahun 2015

Dari gambar diatas dapat dilihat, proyeksi besarnya pergerakan


barang antar Provinsi di Indonesia pada tahun 2015 masih di
domininasi pergerakan barang dari/ke wilayah Pulau Jawa dan
Sumatera. Akan tetapi pada tahun ini dapat dilihat pergerakan
barang menuju wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barang mulai
cukup meningkat pesat. Untuk pergerakan barang dari Pulau
Jawa menuju wilayah timur masih didominasi pergerakan
dari/ke wilayah Sulawesi Selatan dalam hal ini Makasar dan
wilayah Sulawesi Tenggara dalam hal ini Kendari.

Gambar 5.4 : Peta Persebaran Barang Antar Provinsi


di Indonesia Tahun 2020

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 121


Dari gambar diatas dapat dilihat, proyeksi besarnya pergerakan
barang antar Provinsi di Indonesia pada tahun 2020 masih di
domininasi pergerakan barang dari/ke wilayah Pulau Jawa dan
Sumatera. Akan tetapi pada tahun ini dapat dilihat pergerakan
barang menuju wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Bali dan NTB meningkat pesat.

Gambar 5.5 : Peta Persebaran Barang Antar Provinsi


di Indonesia Tahun 2025

Dari gambar diatas dapat dilihat, proyeksi besarnya pergerakan


barang antar Provinsi di Indonesia pada tahun 2025 masih di
domininasi pergerakan barang dari/ke wilayah Pulau Jawa dan
Sumatera. Akan tetapi pada tahun ini dapat dilihat pergerakan
barang menuju wilayah timur dalam hal ini ke wilayah NTT
dan Papua meningkat cukup pesat.
3. Permodelan Jaringan
Selanjutnya, pemodelan jaringan sebagai alat bantu analisis
perlu dikembangkan. Model jaringan yaitu meliputi:
a. Model Makro, yang memodelkan lalu lintas/ jaringan
secara makro pada jaringan yang cukup luas, sehingga
dapat digunakan sebagai alat analisis dan kajian terhadap
beberapa skenario terkait kondisi dan penanganan
transportasi.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 122


b. Model Meso dan Mikro, yang memodelkan lalu lintas
dalam satuan pergerakan yang lebih detail, untuk wilayah
yang lebih sempit (biasanya dengan pendekatan simulasi),
sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan penanganan di lokasi-lokasi yang penting.
4. Permodelan Pengembangan Kapal RO-RO
Sesuai dengan lingkup transportasi penyeberangan,
pengembangan angkutan laut RO-RO semestinya dilakukan
secara terintegrasi dengan pengembangan jaringan jalan. Maka
pemodelannya cukup berupa sequential model (model 4 tahap)
dengan jaringan jalan. Adapun Matriks Asal-Tujuan (MAT)
yang digunakan adalah dalam satuan kendaraan, dengan
beberapa jenis (multiuser distribution and assigment: motor,
mobil roda 4, bus, kendaraan barang berat/truk)
Model jaringan dilakukan terhadap jaringan jalan dan jaringan
penyeberangan eksisting. Kemudian model akan digunakan
untuk menganalisis manfaat (penghematan biaya transportasi
total) dari beberapa rencana pengembangan jaringan RO-RO
yang telah teridentifikasi, berdasarkan ukuran kapal dan
frekuensi yang mungkin diterapkan selama horison
perencanaan dan diintegrasikan juga dengan rencana
pengembangan jaringan jalan
Pada permodelan jaringan ini akan dicari skema (jaringan,
ukuran kapal dan frekuensi) yang memberikan penghematan
biaya transportasi yang terkecil berdasarkan tahapan
pengembangannya selama horison perencanaan. Dari masing-
masing koneksi penyeberangan RO-RO (lintas) kemudian
dicek kelayakan finansialnya (perbandingan antara perolehan
tarif (revenue) vs biaya investasi dan operasi RO-RO serta
biaya-biaya lainnya). Sehingga dapat diperkirakan lintas RO-
RO yang mana saja yang dapat dikembangkan menjadi lintas
komersial atau menjadi lintas yang memerlukan subsidi untuk
dikembangkan atau menjadi lintas perintis.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 123


Gambar 5.6 : Jaringan Eksisting dan Rencana Penyeberangan
di Jawa-Kalimantan dan Sulawesi

5. Model Jaringan
Kebutuhan pergerakan secara nyata dapat direpresentasikan
dalam jumlah bangkitan/tarikan pergerakan (dalam satuan
orang, barang, maupun kendaraan) yang keluar dan masuk
dari zona-zona tinjauan. Diikuti dengan distribusi pergerakan
tersebut dalam kawasan serta keluar masuk kawasan.
Distribusi pergerakan ini lebih jauh lagi ditinjau pada tingkat
ruas serta jenis/komposisi kendaraan.
Dengan teridentifikasikannya, atau paling tidak terindikasikan
besaran kebutuhan pergerakan di tingkat ruas (demand
volume), khususnya di sekitar wilayah studi pada masa yang
akan datang, maka penilaian terhadap parameter demand bagi
perencanaan fisik maupun perubahan kinerja jaringan yang
ditimbulkannya dapat dilakukan.
Beberapa langkah dasar yang harus dilakukan dalam
mengembangkan model jaringan/ lalu lintas adalah: penetapan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 124


batas area studi, penetapan sistem zona, penetapan tingkat
kedetailan jaringan jalan, dan skala waktu analisis.
a. Sistem Zona
Secara normatif, pemodelan lalu lintas makro dilakukan
dengan merepresentasikan wilayah studi dengan sistem
zona dan jaringan (jalan/ rute) dengan ruas (link) dan
simpul (node) seperti dapat dilihat pada gambar di
bawah.
Sebelum dilakukannya pemodelan lalu lintas (jalan),
terlebih dahulu dilakukan identifikasi sistem zona
sebagai basis pergerakan tinjauan.Pemodelan lalu lintas
yang digunakan dalam studi ini merupakan pemodelan
lalu lintas yang didasarkan kepada zona (zonal base),
yang berarti bahwa pergerakan diasumsikan bersal dan
berakhir dari zona.Karena itu, pada prinsipnya semakin
kecil zona (dalam hal ini dapat diartikan sebagai satuan
wilayah), maka semakin akurat model yang dihasilkan.
Di sisi lain, ukuran zona sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan data dan disesuaikan dengan keperluan
tingkat detail keluaran modelnya.
Jaringan dimodelkan menjadi ruas dan node, di mana
node bisa dibedakan menjadi node biasa dan centroid.
Untuk kasus dalam studi ini, centroid merepresentasikan
titik-titik pusat kegiatan yang bisa merupakan ibukota
wilayah kajian atau lokasi-lokasi penting lainnya yang
harus terhubung dengan jaringan jalan dan jaringan
pelayaran kapal khususnya kapal RO-RO. Centroid-
centroid tersebut terlebih dahulu ditentukan, dan
dihubungkan dengan jaringan menggunakan centroid
connector.
Model jaringan ini merupakan model jaringan yang
umum dilakukan, hanya untuk studi ini, ruas-ruasnya
tidak terbatas pada ruas eksisting, tapi juga meliputi ruas-
ruas yang mungkin untuk dibangun. Ruas-ruas yang
menghubungkan node-node dan centroid-centroid itu
kemudian diberi nomor, seperti contohnya dapat dilihat
pada gambar di bawah ini. Contoh ini merepresentasikan
empat lokasi yang harus dihubungkan oleh jaringan jalan
yang dalam hal ini ke-empat lokasi tersebut digambarkan
dengan centroid. Ruas-ruas tunggal (tidak tumpang
tindih) yang mungkin dapat menghubungkan ke-empat

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 125


lokasi tersebut akan tampak seperti pada gambar,
sehingga terdapat 8 ruas.

Gambar 5.7 : Model Jaringan

Agar data yang tersedia baik yang berasal dari survey


primer maupun sekunder dapat dipakai secara efisien
dalam proses pemodelan, sedapat mungkin pembagian
zona di dalam model disesuaikan dengan pembagian
distrik survey yang pernah dilakukan. Maka sistem zona
pada studi ini akan mengikuti sistem perwilayahan secara
administratif untuk wilayah studi.
b. Sistem Jaringan
Ruas-ruas jalan dan rute pelayaran yang dimasukkan ke
dalam model adalah ruas-ruas jalan dan rute pelayaran
yang dianggap dapat merepresentasikan kapasitas
jaringan wilayah kajian yang sesungguhnya.
Dalam studi ini, untuk pemodelan lalu lintas makro-nya
akan digunakan paket program komputer sebagai alat
bantu analisis, dimana umumnya data base jaringan jalan
disusun berdasarkan format dasar program tersebut. Pada
tabel-tabel di bawah ini diberikan contoh penyusunan
data jaringan jalan yang digunakan.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 126


Tabel 5.3 : Contoh Data Base Jaringan Jalan Untuk Input
Program Komputer Pemodelan Lalu Lintas Makro
Arah dan
Kecepatan
Kode
Kecepatan pada Arus =
Simpul- Simpul- Kapasitas Kecepatan Panjang Nilai
arus bebas Kapasitas
A B (smp/jam) atau Wkt (m) Pangkat
(km/jam) (km/jam)
tempuh
C 110 349 15 15 9999 2S 1000 1.23
C 140 433 15 15 9999 2S 1000 1.23
C 226 432 15 15 9999 2S 1000 1.23
339 340 60 30 2464 2S 8040 1.23
348 349 60 30 1521 2S 34370 1.23
351 352 40 20 2200 2S 2660 1.23
348 350 40 20 1120 2S 28090 1.23

Tabel 5.4 : Contoh Data Base Koordinat

No. Simpul/Zona Absis(X-meter) Ordinat(Y– meter)


C 110 1363 1131
C 130 1365 806
C 219 1727 432
341 1439 629
349 1513 1202
350 1501 1136

Keterangan Tabel:
Simpul-A : simpul awal ruas jalan (berupa nomor zona yang
diawali dengan inisial “C” atau berupa nomor
simpul persimpangan jalan)
Simpul-B : simpul akhir ruas jalan (berupa nomor zona yang
diawali dengan inisial “C” atau berupa nomor
simpul/persimpangan jalan)
Arah : arah pergerakan di ruas ( searah atau dua arah)
Kode kecepatan
atau wkt tempuh : basis pengukuran kinerja jaringan jalan
(kecepatan atau waktu tempuh)
nilai pangkat : nilai pangkat dalam kurva hubungan kecepatan-
arus (speed-flow relationship curve)

c. Kalibrasi Matriks Asal Tujuan


Data total perjalanan (dari/ke) zona analisis diperoleh
dari data pencacahan lalu lintas di tahun studi untuk
mendapatkan pola perjalanan terkini. Proses estimasi ini

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 127


dilakukan dengan pendekatan pemodelan, berdasarkan
model gravitasi yang dikontrol dengan data lalu lintas
tersebut. Dari hasil estimasi matriks berdasarkan data
lalu lintas dan jaringan maka diperoleh matriks pada
tahun dasar (tahun studi) yang kemudian dapat
digunakan untuk prediksi matriks asal tujuan di masa
yang akan datang.
d. Validasi
Matriks Asal-Tujuan yang telah diperoleh perlu
dikalibrasi agar dapat diketahui kualitas prediksi yang
akan dilakukan. Validasi dilakukan dengan
membandingkan antara arus hasil pembebanan
menggunakan matriks asal tujuan yang diperoleh dan
model jaringan dengan arus hasil pengamatan lapangan.
e. Proyeksi Kondisi Demand Pada Masa yang Akan
Datang
Pergerakan maupun demand dari pelayaran Kapal RO-
RO pasti akan berubah – ubang setiap tahunnya,
sehingga perlu dilakukan proyeksi demand pada masa
yang akan datang. Zona-zona yang saat ini tingkat
pergerakan yang sudah tinggi umumnya akan memiliki
pertumbuhan lalu lintas relatif rendah dibandingkan zona
lain yang masih berkembang. Selain itu pertumbuhan
lalu lintas zona juga dipengaruhi oleh arah
pengembangan guna lahannya. Zona yang
diarahkan/dikembangkan menjadi pusat kegiatan atau
guna lahan perdagangan dan jasa akan memiliki tingkat
pertumbuhan lalau lintas yang lebih tinggi dibandingkan
guna lahan lainnya, seperti industri. Karena itu, untuk
prediksi demand ini, skenario pertumbuhan di wilayah
studi, berdasarkan ekstrapolasi pertumbuhan eksisting
maupun rencana-rencana yang secara definit akan
terealisasi di masa depan.
6. Pembangunan Basis Data Jaringan Jalan, Jalur Pelayaran
dan Sistem Zona
a. Pembangunan Basis Data Jaringan Jalan
Basis data jaringan jalan meliputi identifikasi kondisi
eksisting jaringan jalan dan jalur pelayaran beserta
dengan informasi – informasi mengenai jaringan
tersebut, beserta sistem kodifikasinya (node and centroid

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 128


numbering or codification). Selanjutnya data base
jaringan jalan dan jalur pelayaran ini dibentuk ke dalam
format pemodelan transportasi sebagai alat simulasi
dalam studi ini.
Jaringan jalur pelayaran dan jalan eksisting sebagai
prasarana pergerakan penumpang dan barang dengan
berbagai jenis moda di atasnya (berbagai jenis kapal
(seperti RO-RO), mobil pribadi, bus, dan truk) ini
dimodelkan menjadi sistem jaringan jalan yang
sederhana dan kompatibel dengan perangkat lunak.
Klasifikasi jalan yang dimodelkan adalah kelas jalan
Arteri, Kolektor 1, Kolektor 2 dan Kolektor 3 dengan
pertimbangan bahwa jalan yang akan dikaji
kelayakannya adalah jalan penghubung antar
kabupaten/kota.
Model jaringan pelayaran kapal dan jalan
direpresentasikan dengan cara menghubungkan antar
node sebagai titik awal dan akhir suatu ruas jalan. Pada
gambar berikut ini diberikan contoh penggambaran
jaringan jalan. Nomor 1, 2, 3, dan 4 adalah nomor node
yang merupakan titik awal atau akhir jalan atau titik
perpotongan jalan dengan jalan lainnya. Garis-garis
memberikan informasi jarak sebuah ruas jalan.

Gambar 5. 8 : Contoh Jaringan Sederhana

Berdasarkan informasi peta jaringan jalan dan konfirmasi


dari survey, model jaringan jalan yang dikembangkan
adalah seperti pada Gambar 5.8.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 129


b. Urutan Proses
Pokok pekerjaan yang dilakukan, adalah secara
kronologis sesuai dengan urutan yang tersaji pada sub-
bab ini, yakni:
1) Sebagai pekerjaan awal dilakukan kajian terhadap
model jaringan transportasi yang disusun
berdasarkan karakteristik pergerakan dari setiap
jenis tata guna lahan yang ada, sebagai pola awal
Matriks Asal Tujuan (Prior Matrix) yang menjadi
basis dalam pemilihan dan penentuan metoda
estimasi yang digunakan dalam mengestimasi MAT
Tahun Dasar 2010 (Base Matrix 2010).
2) Persiapan teknis berupa penyiapan data lalu lintas
(tiap jalur pelayaran dan jalan) hasil survei pada
tahun sekarang (Tahun 2012)
3) Melakukan up-date Prior Matrix (hasil butir 1)
menjadi Base Matrix Tahun 2012 dengan
menggunakan data lalu lintas (hasil butir 2).
4) Membuat Model Bangkitan Perjalanan dengan
menggunakan hasil bangkitan tarikan (trip ends)
hasil butir 3 dan mengaitkannya dengan variabel
sosial ekonomi yang ada di setiap zona yang
dimodelkan untuk wilayah studi.
Keempat tahap pemodelan ini dilakukan untuk
mempersiapkan model yang dapat digunakan untuk
melakukan prediksi permintaan perjalanan di masa yang
akan datang.
Selanjutnya dengan data lalu-lintas tahun 2012 (di sekitar
ruas yang akan dikembangkan) diprediksi MAT baru
tahun 2012. Proses pembentukan di dalam perangkat
lunak dapat diilustrasikan melalui gambar di bawah.

MAT Th 2010 MAT Th 2012

(sistem zona) (sistem zona)

Data volume lalu-lintas


tahun 2012

Gambar 5.9 : Proses Pembentukan MAT Tahun 2012


di Wilayah Studi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 130


c. Digitasi Batas Wilayah Administrasi
Pada tahap ini akan dilakukan digitasi wilayah pulau
Kalimantan, Sulawesi dan Jawa dengan menggunakan
sistem informasi geografis. Untuk batas wilayah
administrasi akan didefinisikan batasan wilayahnya yaitu
batas administrasi kabupaten di ketiga pulau tersebut.
Adapun ilustrasi dari tahapan ini seperti dijelaskan pada
gambar di bawah ini.

Gambar 5.10 : Digitasi Wilayah Administrasi

d. Digitasi Jaringan Jalur Pelayaran dan Jalan


Jaringan pelayaran dan jalan di ketiga pulau yaitu
Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi di identifikasi dalam
digitasi menurut fungsinya dalam layer masing-masing.
Adapun ilustrasi dari pembuatan digitasi jaringan
pelayaran dan jalan seperti dijelaskan pada gambar
berikut.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 131


Jalan tol

Jalur
pelayaran
Jalur Kereta

Ruas Jalan
Gambar 5.11 : Contoh Digitasi Jaringan Pelayaran dan Jalan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 132


e. Penomoran Ruas
Pada peta model jaringan jalur pelayaran dan jalan yang
telah dikembangkan dan diuraikan pada sub bab
sebelumnya, dilakukan pemilihan terlebih dahulu (karena
tidak mungkin semua ruas diperhitungkan, terutama juga
menyangkut kedalaman tingkat pemodelan jaringan),
kemudian semua ruas (atau gabungan ruas) dinomori
seperti pada gambar di bawah.

Gambar 5.12 : Penomoran Jaringan Model

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 133


f. Basis Data Jaringan Pelayaran dan Jalan
Ruas-ruas pelayaran dan jalan pada langkah selanjutnya
diberi atribut node pada ujung dan pangkal ruas sebagai
suatu segmen, dan atribut data panjang, lebar, serta arus
lalu lintas penumpang dan barang diberikan per segmen
tersebut.

Gambar 5.13 : Contoh Basis Data Dalam Pengembangan


Model Jaringan Pelayaran dan Jalan

g. Pembangunan Data Sistem Zona


Zona sebagai pusat bangkitan dan tarikan perjalanan
menggunakan dasar batas administrasi. Area yang
ditentukan sebagai wilayah studi adalah semua area.
Untuk keperluan pemodelan setiap zona diatas adalah
diwakilkan dengan 1 (satu) pusat zona (Centroid) yang
dihubungkan ke jaringan jalan melalui centroid
connector. Dalam pemodelan jaringan pelayaran dan
jalan, terdapat 2 terminologi dari zona lalu-lintas yakni:
1) Zona Eksternal, yaitu zona lalu-lintas di luar garis
kordon.
2) Zona Internal, yaitu zona lalu-lintas di dalam garis
kordon.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 134


Pada pembuatan model ini ditetapkan untuk bagian
external zone adalah wilayah Papua, Maluku, NTT dan
Sumatera. Pembagian zona diambil berdasarkan
pembagian wilayah administrasi sampai dengan level
kelurahan. Daftar nomor dan nama zona selengkapnya
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5. 14 : Sistem Zona

7. Model Pergerakan
Besaran pergerakan yang digunakan untuk model ini adalah
pergerakan orang dan barang harian. Besaran ini merupakan
besaran pergerakan dasar yang pada prosesnya akan
dikonversi kedalam satuan kendaraan, kemudian menjadi
dalam rentang waktu tahunan. Sebagai data input, pergerakan
direpresentasikan dalam bentuk matriks asal tujuan.
Pemisahan antara orang dan barang dimaksudkan agar
perbedaan pola pergerakan antara barang dan penumpang
yang seringkali terjadi di lapangan dapat diperhitungkan
dalam model ini. Dengan menggunakan pergerakan orang dan
barang sebagai dasar pemodelan, maka analisis yang
dilakukan dapat mencakup pengguna jalan dan pelayaran
yang lebih mendasar serta lebih mudah dalam melakukan
kalibrasinya, dibandingkan bila digunakan kendaraan sebagai
satuannya. Misalnya untuk menentukan satuan biaya
perjalanan, bila digunakan orang dan barang, maka satuan

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 135


biaya perjalanan bisa ditentukan dari tarif angkutan yang
relatif lebih mudah diperoleh datanya di lapangan,
dibandingkan bila menggunakan kendaraan, biaya satuan
perjalanannya lebih sulit untuk diperoleh, terutama yang
menyangkut fungsi biaya terhadap parameter perjalanan yang
digunakan (seperti kecepatan, atau lainnya).
8. Model Pembebanan
Implikasi dari pemisahan antara pergerakan barang dan
penumpang adalah pada model pembebanan yang digunakan
menjadi tidak standar karena terdapat multi-user atau lebih
dari satu pengguna/matriks asal-tujuan (MAT). Untuk kasus
dimana MAT yang berbeda dibebankan pada jaringan yang
sama, maka metoda diagonalization dapat digunakan untuk
memprediksi besaran arus yang terjadi di masing-masing ruas
untuk masing-masing pengguna (user). Pada prinsipnya
metoda ini mengiterasi proses pembebanan sedemikian rupa
sehingga tercapai kesetimbangan antar pengguna di setiap
iterasi dalam proses pembebanan. Untuk studi ini diasumsikan
penumpang dan barang (yang dikonversi dalam bentuk
kendaraan penumpang dan kendaraan barang) akan memilih
rute yang paling murah dan dalam jaringan akan tercapai
kondisi kesetimbangan bagi pengguna (user equilibrium).
Adapun dalam pembebanan pada model ini adalah sebagai
berikut:
1. Setiap simpul dalam model jaringan diberi nomor
sebagai penanda ruas
2. Setiap ruas (yg diapit oleh simpul) diberikan data yang
menyangkut kapasitas, panjang, kecepatan tempuh dan
biaya (penalty), sesuai dengan jenis ruasnya (jalan, KA,
laut, ruas-ruas di dalam terminal)
3. Setelah itu, matriks asal tujuan dibebankan kepada
jaringan tersebut, sehingga pergerakan antar zona dalam
matriks tersebut akan terdistribusi secara setimbang
diantara ruas-ruas (rute) yang ada
4. Proses Pembebanan menggunakan alat bantu perangkat
lunak aplikasi STAN (Strategic Planning of Multi-
Product Freight Transportation) yang berfungsi khusus
untuk menganalisis pergerakan barang
(multicommodity).

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 136


Gambar 5.15 : Tampilan aplikasi STAN
(Strategic Planning of Multi-Product
Freight Transportation)

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 137


9. Hasil Analisis Jaringan
Adapun pada saat melakukan analisis jaringan ini Matriks
Asal Tujuan dari OD Nasional 2011 perlu dikalibrasi
menggunakan data yang diturunkan dari data IRMS (Bina
Marga) serta data Ship Voyage Report (DitLala). Adapun
hasil analisis jaringan ini dijabarkan pada gambar berikut ini.

Gambar 5.16 : Peta Hasil Analisis Jaringan

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil analisis jaringan


ini menunjukkan bahwa konsentrasi pergerakan yang sangat
tinggi di Pulau Jawa, khususnya sekitar Banten-Jabodetabek
dan sekitar Surabaya. Dari 3 wilayah koridor studi pada
kegiatan ini yaitu Pulau Jawa, pulau Kalimantan, dan pulau
Sulawesi dapat diketahui pergerakan masih terpusat pada
wilayah jawa. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena Pulau
Jawa masih menjadi pusat aktivitas perdagangan dan jasa di
Indonesia.

Adapun dapat dilihat juga bahwa untuk pergerakan antar


pulau dari ke tiga koridor studi ini untuk pergerakan dari
Pulau Jawa menuju pulau Kalimantan cukup besar terutama
pada wilayah pulau Kalimantan bagian selatan. Untuk

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 138


pergerakan antara Pulau Jawa dan pulau Sulawesi masih
didominasi tujuan pergerakan dari Pulau Jawa menuju
wilayah Sulawesi selatan yaitu makasar.

B. Skenario Pengembangan Kapal RO-RO


Adapun pada studi ini dilakukan pengembangan skenario
pengembangan kapal RO-RO di wilayah studi ini yaitu koridor
Pulau Jawa, pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi. Pada skenario
pengembangan ini dibagi menjadi 6 skenario, masing-masing
tanpa rute RO-RO dan dengan rute RO-RO yang ditinjau tinjauan
untuk tahun rencana 2015, 2020, dan 2025.
Dari hasil analisis skenario pengembangan kapal RO-RO ini dapat
dilihat perkiraan demand yang akan menggunakan rute RO-RO
tersebut, serta dapat dibandingkan besaran arus di ruas-ruas lain
antara kondisi tanpa dan dengan rute RO-RO tinjauan. Adapun
pada skenario pengembangan kapal RO-RO ini telah dianalisis
beberapa kandidat rute RO-RO yang potensial yaitu sebagai
berikut:
1. Jakarta - Kumai
2. Surabaya - Banjarmasin
3. Makassar - Balikpapan
4. Jakarta - Surabaya
5. Surabaya - Makassar
6. Paciran – Garongkong
Pada saat melakukan analisis skenario pengembangan kapal RO-
RO ini digunakan asumsi spesifikasi RO-RO yang digunakan
dalam melakukan analisis pengembangan ini adalah sebagai
berikut.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 139


Tabel 5.5 : Spesifikasi Kapal RO-RO Untuk Analisis

Setiap rute yang telah dijabarkan tersebut kemudian dimasukkan


dalam model jaringan (dengan asumsi frekuensi 1 trip per hari)
dan dengan Matriks Asal Tujuan (MAT) yang sama dengan
jaringan tanpa RO-RO dibebankan ke jaringan tersebut. Adapun
keluaran dari model jaringan tersebut adalah perkiraan demand
untuk kapal RO-RO selama tahun rencana yaitu tahun 2015, 2020,
dan 2025. Pada grafik berikut dijabarkan mengenai demand dari
setiap rute potensial untuk tiap tahun rencana.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 140


Gambar 5.17 : Grafik Demand Angkutan Laut RO-RO Untuk Rute
Potensial Per Tahun Rencana

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa untuk rute Surabaya –


Makasar mempunyai deman terbesar untuk kapal RO-RO yaitu
sekitar 2.906 ton/hari untuk tahun 2015, sekitar 3.909 ton/hari
untuk tahun 2020, dan sekitar 6.995 ton/hari untuk tahun rencana
2025. Adapun demand Kapal RO-RO untuk rute sebaliknya itu
dari Makasar – Surabaya tidak sebanding dengan demand untuk
rute Surabaya – Makasar. Hal ini menjadi tantangan dalam
melakukan pengembangan angkutan laut RO-RO dikarenakan
kemungkinan adanya demand angkutan laut RO-RO bolak – balik
untuk suatu rute tidak seimbang. Selanjutnya rute yang cukup
potensial untuk dikembangkan juga adalah rute Paciran –
Garongkong dengan demand angkutan laut RO-RO sekitar 2.313
ton/hari untuk tahun 2015, sekitar 3.135 ton/hari untuk tahun
rencana 2020, dan sekitar 5.548 ton/hari untuk tahun rencana
2025.
Adapun pada tabel berikut dapat dilihat demand dari angkutan laut
RO-RO untuk setiap rute potensial yang telah dilakukan analisis.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 141


Tabel 5.6 : Demand Angkutan Laut RO-RO Tiap Rute Potensial
Arus (ton/hari) Arus (truk 20 ton/hari)
Rute RO-RO
2015 2020 2025 2015 2020 2025
Jakarta - Kumai 727 859 1,414 36 43 71
Kumai - Jakarta 606 816 1,609 30 41 80
Surabaya - Banjarmasin 1,288 1,672 2,703 64 84 135
Banjarmasin-Surabaya 718 757 1,054 36 38 53
Makassar-Balikpapan 1,468 1,830 2,819 73 92 141
Balikpapan-Makassar 365 447 807 18 22 40
Jakarta-Surabaya 880 1,137 1,885 44 57 94
Surabaya-Jakarta 659 825 1,334 33 41 67
Surabaya-Makassar 2,906 3,909 6,995 145 195 350
Makassar-Surabaya 951 1,296 2,345 48 65 117
Paciran-Garongkong 2,313 3,135 5,548 116 157 277
Garongkong-Paciran 1,058 1,481 2,903 53 74 145

Adapun dari tabel demand di atas dapat dilakukan analisis untuk


menentukan kombinasi rute pelayaran angkutan laut RO-RO yang
potensial. Berikut merupakan rekomendasi kombinasi rute
potensial untuk pelayaran angkutan laut RO-RO.

Tabel 5.7 : Kombinasi Rute Potensial RO-RO


Arus (ton/hari)
Kombinasi Rute RO-RO Potensial
2015 2020 2025
Jakarta - Surabaya 880 1,137 1,885
Surabaya - Jakarta 659 825 1,334
Jakarta - Kumai - Pontianak 727 859 1,414
Pontianak - Kumai - Jakarta 606 816 1,609
Surabaya - Banjarmasin - Balikpapan 1,288 1,672 2,703
Balikpapan - Banjarmasin - Surabaya 718 757 1,054
Surabaya - Paciran - Makasar - Garongkong 5,219 7,045 12,543
Garongkong - Makasar - Paciran - Surabaya 2,009 2,777 5,249
Surabaya - Paciran - Banjarmasin - Balikpapan -
7,974 10,547 18,065
Makasar - Garongkong
Garongkong - Makasar - Balikpapan -
3,092 3,982 7,110
Banjarmasin - Paciran - Surabaya

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 142


a. Perkiraan Demand Pelabuhan
Terkait dengan rute potensial yang ditinjau pada studi ini
maka perlu diketahui besarnya demand pengguna pada
pelabuhan RO-RO yang terkait rute tinjauan. Pada analisis
demand pelabuhan ini dianggap RO-RO menggunakan
terminal yang waktu tunggunya (untuk sandar) tidak lebih
dari 26 jam. Adapun hasil dari perkiraan demand pelabuhan
terkait dengan rute tinjauan seperti dijabarkan pada grafik di
bawah ini.

Gambar 5.18 : Arus Bongkar Muat Pada Pelabuhan Terkait Rute


RO-RO Tinjauan

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa arus bongkar muat


pada pelabuhan terkait dengan rute tinjauan angkutan laut
RO-RO ini untuk pelabuhan surabaya dan jakarta mempunyai
arus bongkar – muat yang paling tinggi dibandingkan dengan
pelabuhan lainnya. Hal ini perlu diperhatikan karena
pelabuhan di jakarta dan di surabaya ini merupakan pelabuhan
besar dengan arus yang cukup besar. Apabila akan
dikembangkan angkutan laut RO-RO pada pelabuhan ini
perlu dipertimbangkan dalam membuat dermaga khusus RO-
RO.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 143


Pada tabel berikut dijabarkan besarnya arus bongkar muat dari
pelabuhan yang terkait rute RO-RO tinjauan.

Tabel 5.8 : Arus Bongkar Muat Pada Pelabuhan Terkait Rute


RO-RO Tinjauan

Arus (ton/hari)
Pelabuhan
2015 2020 2025
Jakarta 2,871 11,006 17,906
Kumai 1,333 1,676 3,022
Surabaya 9,537 12,004 19,199
Banjarmasin 2,006 2,430 3,757
Makassar 2,191 3,050 5,728
Balikpapan 1,833 2,278 3,626
Paciran 3,371 4,617 8,451
Garongkong 3,371 4,617 8,451

b. Pengaruh Angkutan laut RO-RO Terhadap Jaringan Lain


Adapun dampak pengembangan rute angkutan laut RO-RO
terhadap jaringan lainnya tampak beragam. Bila dilihat dari sisi
Stasiun Kereta Api, ternyata terjadi penurunan demand kereta
api meskipun tidak terlalu signifikan jumlahnya. Hal yang sama
juga terjadi di sisi pelabuhan, kecuali untuk pelabuhan di Pulau
Jawa pada tahun 2025 yang cenderung meningkat. Pada grafik
dan tabel berikut dijabarkan mengenai pengaruh angkutan laut
RO-RO terhadap jaringan lainnya.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 144


Gambar 5.19 : Grafik Pengaruh Rute RO-RO Terhadap Jaringan
Lain

Tabel 5.9 : Pengaruh Rute RO-RO Terhadap Jaringan Lain


2015 2020 2025
Keterangan Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan
RO-RO RO-RO RO-RO RO-RO RO-RO RO-RO
Sta. KA (di P.
450,479.36 439,149.09 557,157.92 543,433.45 879,705.58 857,966.88
Jawa)
Pelabuhan di
772,926.22 775,154.87 1,008,321.86 1,011,802.82 1,718,521.27 1,723,778.85
P. Jawa
Pelabuhan di
93,873.29 91,439.32 122,301.77 119,892.10 209,077.54 204,937.47
P. Kalimantan
Pelabuhan di
54,962.24 47,717.34 74,127.10 64,249.31 136,574.39 120,487.90
P. Sulawesi

C. Analisis dan Struktur Ekonomi Angkutan laut RO-RO


Untuk mendukung informasi bahwa penggunaan angkutan laut
RO-RO memiliki efisiensi secara biaya yang lebih baik
dibandingkan kapal barang lainnya, maka dilakukan analisis
ekonomi dan finasial terhadap kapal RO-RO. Pada bagian ini akan
dibahas mengenai struktur pembiayaan terhadap angkutan laut,
perbandingannya dengan angkutan laut yang mengangkut barang
(kapal LoLo), serta skema investasi bagi pengembangan kapal RO-
RO ke depannya.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 145


1. Struktur Pembiayaan Angkutan laut RO-RO
Tahap pembiayaan yang akan menjadi dasar perhitungan
kondisi ekonomi penggunaan angkutan laut RO-RO terdiri
dari tahap pre-shipment, tahap di atas kapal, dan tahap setelah
shipment. Biaya akses di pelabuhan perlu diperhitungkan dari
masing-masing pelabuhan (asal dan tujuan kapal). Untuk
angkutan laut RO-RO, biaya yang dibutuhkan dari asal tujuan
tidak hanya dilihat berdasarkan pelabuhan tempat bersandar
kapal, namun dilihat dari biaya yang dikeluarkan secara door
to door. Biaya akses yang dikenakan dari posisi awal
kendaraan yang bergerak menggunakan angkutan laut RO-RO
dilihat dari biaya administrasi dan biaya masuk pelabuhan,
serta pajak yang dikenakan pada barang/penumpang yang
menggunakan jasa angkutan laut RO-RO.

Gambar 5. 20 : Skema Pembiayaan Kapal RO-RO Outbound

Barang yang dikirim dari produsen/distributor yang akan


dikirim mengunakan angkutan laut RO-RO melalui beberapa
proses sebelum dapat tiba di tangan konsumen atau distributor
selanjutnya. Pengiriman barang menggunakan truk dari
daerah asal menuju pelabuhan, kemudian terdapat
kemungkinan truk harus menunggu sesaat sebelum dapat
langsung dinaikkan ke kapal RO-RO. Biaya yang dikeluarkan
dari proses pre shipment hingga truk naik di kapal terdiri dari
perjalanan darat menggunakan truk dan biaya administrasi di
pelabuhan. Beban yang dikenakan selama di pelabuhan asal
adalah:
a. gate in pelabuhan
b. administrasi

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 146


c. penumpukan
d. dermaga
e. bongkar muat kendaraan
f. pajak 10%

Arus barang juga memperhitungkan biaya yang dibebankan


pada kapal. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap terdiri dari depresiasi, ABK, perawatan,
asuransi, serta beban penumpang. Sedangkan biaya variabel
kapal tergantung dari biaya yang dikenakan oleh pelabuhan
asal dan tujuan dalam pemberian beban labuh, tambat, pandu
dan tunda, serta waktu menunggu kapal sebelum menepi ke
dermaga. Selain itu biaya bahan bakar termasuk ke dalam
biaya variabel kapal.
Seperti halnya biaya yang dikeluarkan pada saat truk akan
naik menuju kapal, di pelabuhan tujuan juga terdapat beban
kepelabuhan. Dibandingkan proses barang menuju kapal,
biaya saat penurunan barang relatif lebih murah karena tidak
terdapat biaya penumpukan. Kendaraan yang membawa
barang dapat langsung turun dari kapal dan menuju tujuan
distribusi barang. Beban di pelabuhan tujuan terdiri dari:
a. jasa dermaga
b. bongkar muat barang
c. get out pelabuhan

Gambar 5. 21 : Skema Pembiayaan Kapal RO-RO Intbound

Penggunaan Angkutan laut RO-RO sebagai moda transportasi


antar pulau dapat dikembangkan, dilihat dari perbandingan
biaya yang dibutuhkan untuk menggerakan angkutan laut RO-
RO. Sebagai kapal yang tidak membutuhkan bantuan alat

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 147


khusus untuk membantu bongkar muat, angkutan laut RO-RO
dapat menjadi lebih ekonomis dibandingkan kapal besar lain
yang digunakan dalam distribusi logistik. Meskipun angkutan
laut RO-RO digunakan dalam mengangkut komoditas yang
berbeda dengan kapal lainnya, namun angkutan laut RO-RO
tentu memiliki kelebihan karena tidak membutuhkan waktu
lama untuk bongkar muat.

2. Perbandingan Antara Angkutan laut RO-RO dan Kapal


Barang Lainnya
Perbandingan dengan kapal barang lainnya dilakukan untuk
melihat berapa banyak biaya yang dikeluarkan oleh kapal lain
dengan jarak yang sama.
Hasil dari perhitungan yang dilakukan, diawali dengan titik
nol yang sama, yaitu Jakarta ( Tanjung Priok ). Jarak dari
Jakarta ke masing-masing kota yang menjadi tujuan survey
mempengaruhi banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh
masing=masing kapal. Semakin jauh jarak yang dilalui oleh
kapal, terlihat bagaimana Angkutan laut RO-RO memiliki
keuntungan biaya yang lebih efektif dan efisien.
Spesifikasi kapal RO-RO yang digunakan sama seperti
analisis sebelumnya, dengan asumsi kendaraan yang diangkut
adalah truk yang dapat memuat muatan sebesar 12 ton. Biaya
yang dihitung adalah biaya yang dikeluarkan satu truk untuk
melakukan perjalanan door to door, termasuk di dalamnya
terdapat biaya kapal RO-RO selama perjalanan.

Tabel 5.10 : Struktur Biaya Angkutan Laut RO-RO


Jakarta - Jakarta - Jakarta - Jakarta - Jakarta - Jakarta -
Komponen Biaya
Surabaya Sampit Balikpapan Makassar Palu Kendari
Biaya Pre
450,000 450,000 450,000 450,000 450,000 450,000
Shipment
Biaya Pelabuhan
743,270 743,270 743,270 743,270 743,270 743,270
Asal
Biaya Per satuan
418,891 454,445 710,781 805,975 898,302 1,008,406
Truck (12 Ton)
Biaya Pelabuhan
643,200 643,200 643,200 643,200 643,200 643,200
Tujuan
Biaya Pasca
550,000 550,000 550,000 550,000 550,000 550,000
Shipment
Biaya Pergerakan
Barang (Per 1 2,805,361 2,840,915 3,097,251 3,192,445 3,284,772 3,394,876
truck @12 ton)
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 148


Kapal barang lainnya yang merupakan kapal LoLo yang
menjadi sampel untuk perbandingan biaya kapal memiliki
spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 5.11 : Spesifikasi Kapal Barang LoLo

Item Dimensi
LOA m 100.5
LBP m 95.8
B m 18.8
H m 8.418
Draft m 6.654

GT 4,476
NT 2,197
DWT 5539
Grain (cbm) M3 Hold No.1 : 365
Hold No.2 : 3364
Hold No.3 : 3.448
Total : 7.177
Container
(20') TEU's In Hold : 141
On deck : 364

Tabel 5.12 : Struktur Biaya Kapal Barang LoLo


Komponen Jakarta - Jakarta - Jakarta - Jakarta - Jakarta - Jakarta -
Biaya Surabaya Sampit Balikpapan Makassar Palu Kendari
Biaya Pre
605,000 605,000 605,000 605,000 605,000 605,000
Shipment
Biaya
274,450 274,450 274,450 274,450 274,450 274,450
Pelabuhan Asal
Biaya Per
satuan 1,230,262 1,533,415 2,442,874 3,049,180 3,655,485 4,261,791
Container (20')
Biaya
Pelabuhan 1,086,500 1,086,500 1,086,500 1,086,500 1,086,500 1,086,500
Tujuan
Biaya Pasca
550,000 550,000 550,000 550,000 550,000 550,000
Shipment
Biaya
Pergerakan
Barang 3,746,212 4,049,365 4,958,824 5,565,130 6,171,435 6,777,741
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 149


Kapal barang LoLo memmiliki beban biaya yang lebih besar
dibandingkan kapal RO-RO disebabkan oleh adanya biaya
yang dikeluarkan saat bongkar muat barang. Saat tiba di
dermaga, proses lift on dan lift off membutuhkan biaya lebih
dibandingkan jika menggunakan kapal RO-RO, kendaraan
dapat langung keluar pelabuhan dan menuju tujuan. Selain itu,
penumpukan barang di pelabuhan asal dan tujuan untuk
diangkut ke distributor juga menyebabkan biaya yang
dikeluarkan perusahaan barang lebih besar. Salah satu
kelemahan kapal LoLo juga dapat terjadi antrian kapal yang
merapat, yang pada akhirnya berpengaruh pada biaya
pengiriman barang.

Gambar 5. 22 : Perbandingan Biaya Pergerakan Kapal RO-RO dan LoLo

3. Skema Investasi Angkutan laut RO-RO


Dalam pengembangan angkutan laut RO-RO, dibutuhkan
gambaran untuk investasi kapal ke depannya. Skema investasi
dapat berupa investasi yang berasal dari pemerintah atau
pihak swasta. Beberapa komponen yang menjadi bahan
pertimbangan dalam investasi adalah pendapatan dan
pengeluaran tetap (depresiasi kapal, ABK, perawatan,
administrasi, dll), biaya pengeluaran variabel (BBM, pelumas,
port changes), serta pajak yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Skenario dalam skema investasi yang akan dilakukan adalah
adanya kenaikan tarif setiap 10% per 3 tahun, kenaikan
pengeluaran tetap sebesar 5% per 2 tahun, serta kenaikan
pelumas sebesar 10% per 3 tahun.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 150


Bentuk kerja sama yang dapat dikembangkan untuk
mendukung investasi kapal tersebut dapat berupa public
private partnership. Kerja sama antar kedua pihak dibutuhkan
agar pengembangan angkutan laut dapat tercapai. Penyediaan
kapal dapat menjadi celah bagi pemerintah untuk melakukan
investasi. Pengelolaan angkutan laut dapat diserahkan pada
swasta. Selain itu, pihak swasta dan pemerintah dapat berkerja
sama untuk mengelola pelabuhan yang secara khusus
memmiliki dermaga yang melayani angkutan laut RO-RO
untuk proses distribusi barang.

D. Analisis Pengembangan Wilayah


Sistem transportasi di Indonesia meruapakan pendukung dalam
meratanya pengembangan wilayah di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data yang didapatkan terkait isu strategis dan potensi
wilayah yang terdapat di masing-masing provinsi, dapat dilihat
bahwa pengembangan angkutan laut akan menjadi faktor penting
dalam sistem logistik nasional. Penggunaan angkutan laut RO-RO
akan dibutuhkan, terutama pada beberapa pelabuhan kecil yang
tidak memiliki fasilitas yang memadai dalam bongkar muat
barang.
Kondisi penggunaan Angkutan laut RO-RO yang menjadi moda
dalam transportasi antar pulua, baik barang maupun penumpang,
tidak akan lepas dari kebutuhan adanya dukungan fasilitas
infrastruktur yang mendukung. Kondisi fisik jalan yang baik akan
menjadi salah satu kunci penting berjalannya pemanfaatan
angkutan laut RO-RO yang lebih baik. Hal ini secara bersamaan
menjadi kunci dari peningkatan dan pengembangan potensi
wilayah terkait.
Potensi wilayah yang terdapat di masing-masing koridor ekonomi
dapat menjadi daya tarik kegiatan ekonomi yang akhirnya
berpengaruh pada pengembangan wilayah. Kemudahan
penggunaan angkutan laut RO-RO yang tidak memerlukan alat
bongkar muat dan menjadi jembatan berjalan antar pulau, menjadi
salah satu alasan penggunaan angkutan laut RO-RO dapat menjadi
alternatif utama dalam penyebrangan penumpang dan barang.
Nilai load factor kendaraan yang dimiliki beberapa Provinsi di
Kalimantan menunjukkan kebutuhan akan kendaraan yang dapat
langsung digunakan dari ujung pelabuhan menuju lokasi kegiatan
ekonomi. Beberapa pulau kecil yang berada di sekitar Kalimantan
juga masih membutuhkan aksesibilitas angkutan transportasi.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 151


Angkutan laut RO-RO dapat mendukung kebutuhan tersebut,
sehingga pengemabangan wilayah tidak hanya terpusat di pulau
utama, namun juga pulau-pulau kecil pendukungnya.
Sulawesi, sesuai dengan MP3EI memiliki potensi pereknomian
melalui hasil pertanian dan perkebunan. Hal ini terbukti melalui
nilai produksi yang dihasilkan oleh provinsi yang ada di Sulawesi.
Indonesia timur, terutama di kawasan Maluku dan Ambon, terdiri
dari pulau-pulau kecil. Melihat aksesibilitas yang dimiliki saat ini
masih relatif sulit dijangkau, penggunaan angkutan laut RO-RO
akan membantu mempermudah pengiriman logistik dan hasil
perkebunan dan pertanian dari pulau utama ke pulau-pulau kecil
lainnya. Namun keterbatasan pelabuhan menyebabkan masih
adanya permasalahan terkait kondisi perairan di sekitarnya.
Pembangunan rute jaringan RO-RO yang didukung dengan
pelabuhan yang memadai akan membantu perkembangan ekonomi
wilayah.
Saat ini, sarana transportasi utama yang digunakan antar pulau
adalah transportasi udara. Sumber daya alam hayati dan sumber
daya alam non hayati yang dimiliki oleh Sulawesi memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai kegiatan jasa. Akses yang
lebih mudah melalui penggunaan angkutan laut RO-RO akan
membantu dalam meningkatkan angka kunjungan dari luar
Sulawesi.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 152


BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pengembangan angkutan laut RO-RO di Indonesia yang ditujukan


untuk mendukung pengembangan wilayah dan sistem logistik di
Indonesia dapat didukung dengan rencana desain kebijakan yang
terintegrasi. Usulan strategi dan kebijakan dapat dirumuskan melalui
hasil kesimpulan analisis.
A. Kesimpulan Analisis
Biaya yang dikenakan pada operasional kapal RO-RO seharusnya
tidak sebesar yang dibutuhkan oleh kapal barang kontainer yang
beroperasi. Kelebihan dari kapal RO-RO yaitu tidak membutuhkan
alat bongkar muat dapat menekan pembiayaan. Selain itu, di luar
biaya yang operasional kapal, pemeliharaan kondisi jalan di sekitar
wilayah juga menjadi biaya eksternal.
Proyeksi pergerakan barang dilihat berdasarkan nilai pertumbuhan
PDRB menunjukkan bahwa Indonesia bagian timur, seperti
Sulawesi, Maluku, dan Papua memiliki potensi pertumbuhan yang
lebih besar dibandingkan kawasan lain. Pemilihan Kapal RO-RO
dibandingkan kapal barang lainnya dapat dilihat berdasarkan
kebutuhan dari pengiriman barang sendiri. Kapal RO-RO
diperuntukan untuk general cargo, kendaraan bermotor, dan
penumpang.
B. Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil
studi ini adalah:
1. Kebutuhan akan dermaga khusus untuk melayani penggunaan
Kapal RO-RO. Hal ini diperlukan untuk mengindari kondisi
dan kinerja dermaga eksisting yang telah padat dan apabila
ditambah lagi dengan beroperasinya kapal RO-RO di
pelabuhan tersebut ditakutkan akan menambah padat kinerja
dari pelabuhan eksisting.
2. Desain kapal RO-RO yang sesuai dengan kondisi perairan
Indonesia. Kapal RO-RO yang digunakan di wilayah
Indonesia ini hendaknya disesuaikan dengan kondisi perairan
di Indonesia dan juga terhadap kondisi dermaga yang ada saat

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 153


ini. Hal ini perlu diperhatikan apabila terjadi kesalahan dalam
pemilihan jenis kapal RO-RO akan menyebabkan kesalahan
seperti tidak dapatnya bersandarnya kapal di dermaga akibat
draft dermaga yang tidak sesuai dengan kapal.
3. Penggunaan Kapal RO-RO dikawasan kepulauan di Indonesia
Timur untuk mendukung pertumbuhan pergerakan. Dari
analisis demand dan pertumbuhan yang telah dilakukan pada
studi ini dapat dilihat bahwa perkembangan wilayah timur
Indonesia cukup besar sehingga perlu sekali ditunjang dengan
transpotrasi yang memadai khususnya dari transportasi laut.
4. Reliabilitas jadwal operasional kapal RO-RO. Untuk
membuat kapal RO-RO menjadi kompetitif dibandingkan
dengan moda transportasi lain maka diperlukan ketepatan
jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal sehingga kapal
RO-RO ini dapat menarik minat pengguna.
5. Subsidi BBM kapal dan biaya kepelabuhan. Hal ini
diperlukan untuk membuat kapal RO-RO kompetitif, karena
selama ini biaya yang paling besar dikeluarkan oleh operator
pelayaran adalah dari hal BBM sedangkan untuk kendaraan
darat seperti truk mendapat subsidi BBM.
6. Peningkatan performance pengelolaan kapal RO-RO dan
pihak pelabuhan yang lebih efektif . peningkatan performance
ini harus dilakukan agar lebih efektif dan juga tidak memakan
waktu yang lama sehingga menyebabkan kurang realibitas
waktu dari kapal RO-RO.
7. Penyediaan dan perawatan infrastruktur pendukung kegiatan
yang menggunakan RO-RO (jalan akses pelabuhan dan
dermaga pelabuhan yang layak). Kapal RO-RO ini
mengangkut kendaraan maka sudah sepantasnya jalan akses
ke pelabuhan dan dermaga harus ditingkatkan untuk
menunjang dari kinerja kapal RO-RO ini juga.
8. Integrasi BUMN dan sektor swasta dalam mendukung
pemanfaatan RO-RO sebagai moda transportasi untuk
komoditas strategis. Hal ini diperlukan juga dukungan dari
BUMN dan sektor swasta untuk membantu pemanfaatan RO-
RO dengan cara menggunakan kapal RO-RO dalam
mendistribusikan komoditas – komoditas strategis.
9. Penggunaan kapal RO-RO yang mendorong interaksi antar
pulau yang mendukung terbentuknya PDR (Pusat Distribusi
Regional).

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 154


DAFTAR PUSTAKA

BUKU DAN HASIL PENELITIAN


----. 2004. Study on the Development of Domestic Sea Transportation
and Maritimie Industry in the Republic of Indonesia
(STRAMINDO). Japan International Cooperation Agency
----. 2007. Laporan Akhir Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO
di Indonesia. Jakarta: Departemen Perhubungan.
----. 2009. Studi Pengembangan Model Kompetisi Antar Terminal Di
Satu Pelabuhan dan Antar Pelabuhan. Jakarta: Departemen
Perhubungan.
----. 2009. Fasilitas dan Kinerja Operasional Pelabuhan Tahun 2008.
Jakarta: Departemen Perhubungan
Budiman, Arief (ed.). 1990. State and Civil Society in Indonesia.
Melbourne: Centre of Southeast Asian Studies, Monash
University.
Clamer, John. 2003. Neo-Marxisme Antropologi: Studi Ekonomi Politik
Pembangunan (terjemahan). Yogyakarta: Sadasiva.
Friedmann, John. 1987. Planning in Public Domain: From Knowledge
to Action. Princeton: Princeton University Press.
Healey, Patsy. 1997. Collaborative Planning: Shaping Places in
Fragmented SocieTies. London: Macmillian Press.
Hetifah Sjaifudian. 2002. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance:
20 PrakarsaInovatif dan Partisipatif di Indonesia.Bandung: Ford
Foundation,akan diterbitkan.
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar. 2000. Metodologi
Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Li, Tania Murray. 1999. Transforming the Indonesian Upland. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Patton Q., Michael. 1990. Qualitative Evaluation and Research
Methods. Newbury Park: Sage Publications, Inc.
Pierre, Jon, and B Guy Peters. 2000. Governance, Politics and the
State. London:MacMillian Press.

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 155


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional Tahun 2005-
2025
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1 Kementerian Republik
Indonesia
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 2012 tentang
Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 7 Tahun 2010 tentang
Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 22 Tahun 20120 tentang
Pengangkutan Barang/Muatan Antarpelabuhan Laut di Dalam
Negeri
Keputusan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2005 Tentang Sistem
Transportasi Nasional dan Undang Undang Transportasi
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.54 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Keputusan Menteri Perhubungan No.49 Tahun 2005 Tentang Sistem
Transportasi Nasional dan Undang-Undang Transportasi.
Rencana Induk Pelabuhan Nasional
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI).

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 156


LAMPIRAN 1

LAMPIRAN BIAYA I

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 157


Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 158
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 159
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 160
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 161
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 162
LAMPIRAN 2

FORMULIR KUESIONER

Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia 163

Anda mungkin juga menyukai