BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu wilayah yang sangat strategies untuk wilayah Indonesia
koridor ini diapit oleh dua alur pelayaran laut Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) II dan ALKI III dimana sebagian besar pelayaran utama
internasional.
Selain fasilitas penunjang yang mendorong hal tersebut, hasil alam dari
pelabuhan menjadi sangat lama. Hal ini dapat dilihat pada realisasi arus
dari Rencana Induk Pelabuhan tahun 2004. Saat ini, arus peti kemas telah
TEU’s pada tahun 2015. Hal ini kemudian jika tidak dilakukan alternatif
terdahulu dari
Hasil prediksi sampai tahun 2025 sudah tidak efektif lagi dengan
mengatasi arus petikemas yang masuk. Hal ini biasanya disebabkan oleh
adanya kerusakan alat/ fasilitas, faktor Dwelling Time yang terlalu lama
dan arus petikemas yang terus meningkat pada setiap tahun sementara
petikemas.
dalam areal pelabuhan, namun hal yang perlu untuk dipikirkan untuk
sehingga peti kemas bisa cepat sampai di tujuan akhir. Hal ini kemudian
transportasi.
diperlukan suatu konsep konektivitas intra dan antar moda yang mampu
pengangkutan.
tambahan lain (Roso dan Lumsden, 2008). Dry port berperan sebagai
secara keseluruhan.
lama.
pengangkutan barang
1) Mengurangi kemacetan
B. Rumusan Masalah
Selatan?
Sulawesi Selatan?
Sulawesi Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Sulawesi Selatan.
D. Manfaat Penelitian
a. Penerapan Penelitian
b. Ilmu Pengetahuan
Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas substansi dan wilayah. Secara
F. Sistematika Penulisan
wilayah dan konsep Dry Port. Selain itu terdapat pula studi banding
analisis data yang terdiri atas analisis bangkitan dan distribusi pergerakan,
analisis pemilihan moda, analisis potensi wilayah untuk konsep Dry Port
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
Teori yang disajikan dalam BAB II ini berkaitan dengan tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini. Adapun orientasi teoritis yang digunakan
LANDASAN TEORI
PERENCANAAN KONSEP DRY PORT
. Kerangka Teoritis
10
B. Transportasi
1. Definisi Transportasi
yang lain, atau dari tempat asal ke tempat tujuan. Tempat asal dapat
berupa daerah produksi, dan tempat tujuan adalah daerah konsumen atau
2. Peranan Transportasi
nasional.
c. Aspek Hukum
d. Aspek Teknik
e. Aspek Ekonomi
3. Fungsi Transportasi
4. Manfaat Transportasi
beraneka ragam. Oleh karena itu, manfaat transportasi dapat dilihat dari
a. Manfaat Ekonomi
menjadi terbatas.
disamakan.
b. Manfaat Sosial
penjagaan.
dan efisien.
d. Manfaat Kewilayahan
atau orang pada dua wilayah yang memiliki tata guna lahan yang
orang atau barang tersebut. Hal ini merupakan salah satu tujuan penting
B. Transportasi Makro
yang saling terkait dan saling mempengaruhi seperti gambar berikut ini.
16
1. Sistem Kegiatan
perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat dipenuhi oleh tataguna
2. Sistem Jaringan
wilayah tersebut. Sistem jaringan itu sendiri terdiri dari lintas (link),
api, laut dan penyebrangan. Jaringan prasarana kereta api untuk saat
pada perangkutan barang dapat berarti lebih karena pada simpul ini
b. Terminal
kendaraan lain
waktu berangkat.
tersedia dan bersifat paling minimum (dari segi jarak). Situasi ideal
2) Klasifikasi Terminal
a) Terminal penumpang
b) Terminal barang
dengan usaha dri operator terminal karena barang tidak dapat bergerak
yang cukup besar dalam desain dan operasi terminal barang. Salah
memerlukan operator.
3. Sistem Pergerakan
Trip Generation
Trip Distribution
Modal Split
Trip Assignment
Tahapan Perencanaan
Transportasi
Gambar 4. Model perencanaan transportasi empat tahap (MPTET)
Sumber: Hendarto, 2009
sebagai berikut.
a. Bangkitan pergerakan
suatu zona/tata guna lahan dan beberapa jumlah pergerakan yang akan
tertarik kepada suatu tata guna lahan atau zona. Menurut Bruton (1970)
22
1) Pergerakan dalam zona (intra zonal trip) yaitu dari dan ke zona
2) Pergerakan antar zona (inter zonal trip) yaitu pergerakan dari dan
ke zona-zona internal.
b. Distribusi pergerakan
dari tahap sebelumnya. Hasil keluaran tahap model ini berupa Matriks
permintaan perjalanan.
c. Pemilihan moda
penggunaan moda:
permukiman).
d. Pemilihan rute
tertentu yang terdiri atas ruas jaringan jalan tertentu (atau angkutan
jalan.
dilalui. Faktor penentunya adalah waktu tempuh, jarak dan biaya (biaya
alasan setiap pelaku perjalanan untuk memilih sebuah rute yang dapat
3) Pembebanan berpeluang
faktor yang tidak dapat dikuantifikasi seperti rute yang aman dan
26
C. Logistik
informasi yang terkait dari titik asal menuju titik tujuan barang dalam
bahan pendukung/pembantu;
yang terpadu sesuai dengan hierarkis fungsi dan layanan wilayah, yang
(gambar 9).
29
pergerakan masih dapat dikatakan jarak pendek (di bawah 500 –750
30
moda angkutan udara dan angkutan laut (untuk jarak yang relatif
utility (nilai guna tempat) yang berarti bahwa suatu produk akan
produk yang dihasilkan. Time gap ini menimbulkan time utility (nilai
dibutuhkan.
variasi produk tertentu yang pada saat itu tidak sama dengan apa
yang dibutuhkan oleh konsumen. Quantity gap dan variety gap ini
penerapan sistem logistik terpadu adalah adanya titik temu antara faktor
D. Proses Perangkutan
1. Perpindahan tempat
2. Moda transportasi
3. Prasarana transportasi
E. Transportasi Barang
antara lain:
1. Faktor lokasi. Lokasi sumber bahan mentah dan input untuk proses
diproduksi.
angkutan barang.
tujuan.
yaitu:
padat yang sudah dikemas dengan volume yang besar atau dengan
tonase yang besar pula. Truk yang yang digunakan juga khusus berupa
mutu ekspor. Angkutan kontainer terbagi atas dua yaitu FCL (Full
Container Load) dan LCL (Less than Container Load). Yang dimaksud
FCL adalah container yang memiliki muatan satu jenis yang diangkut
tersebut.
terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi
38
secara dinamis.
teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif
terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban
publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi
nasional.
Tabel 1
Penilaian kriteria menggunakan indikator kinerja pelayanan transportasi.
No Kriteria Penilaian
1. Keselamatan Terhindarnya pengoperasian transportasi dari
kecelakaan akibat faktor internal transportasi.
2. Aksesibilitas Jaringan pelayanan transportasi dapat menjangkau
seluas mungkin wilayah nasional dalam rangka
perwujudan wawasan nusantara dan ketahanan
nasional.
3. Keterpaduan Terwujudnya keterpaduan intramoda dan antarmoda
dalam jaringan prasarana dan pelayanan, meliputi
pembangunan, pembinaan dan penyelenggaraannya
sehingga lebih efektif dan efisien.
4. Kapasitas Kapasitas sarana dan prasarana transportasi cukup
tersedia untuk memenuhi permintaan pengguna jasa.
5. Teratur Pelayanan transportasi yang mempunyai jadwal waktu
keberangkatan dan waktu kedatangan.
6. Lancar dan Terwujudnya waktu tempuh yang singkat dengan tingkat
tepat keselamatan yang tinggi
7. Mudah dan Pelayanan menuju kendaraan dan dari kendaraan ke
cepat tempat tujuan mudah dicapai oleh pengguna jasa
melalui informasi yang jelas, kemudahan mendapatkan
tiket, dan kemudahan alih kendaraan.
8. Tepat waktu Pelayanan transportasi dilakukan dengan jadwal yang
tepat, baik saat keberangkatan maupun kedatangan,
sehingga masyarakat dapat merencanakan perjalanan
dengan pasti.
9 Nyaman Ketenangan dan kenikmatan bagi penumpang selama
berada dalam sarana transportasi.
10. Tarif terjangkau Terwujudnya penyediaan jasa transportasi yang sesuai
40
No Kriteria Penilaian
daya beli masyarakat menurut kelasnya, dengan tetap
memperhatikan berkembangnya kemampuan penyedia
jasa transportasi.
11. Tertib Pengoperasian sarana transportasi sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku dan norma atau
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
12. Aman Terhindarnya pengoperasian transportasi dari akibat
faktor eksternal transportasi baik berupa gangguan
alam, gangguan manusia, maupun gangguan lainnya.
13. Polusi rendah Polusi yang ditimbulkan sarana transportasi baik polusi
gas buang, air, suara, maupun polusi getaran serendah
mungkin.
14. Efisien Memberikan manfaat yang maksimal dengan
pengorbanan tertentu yang ditanggung oleh pemerintah,
operator, masyarakat dan lingkungan
indikator yaitu lancar dan tepat, teratur, kapasitas, aman, tarif terjangkau,
I. Dry Port
transit khusus bagi asal atau tujuan pengiriman barang yang disertai
menjadi efisien.
berikut:
yang efisien, maka terminal tersebut dapat disebut sebagai dry port.
penanganannya.
Fasilitas minimum yang harus disediakan oleh suatu dry port adalah:
Kepabeanan
propinsi, atau batas suatu negara tergantung ada atau tidaknya pelabuhan
dan wilayah yang juga merupakan hinterland dari pelabuhan lain. Wilayah
dalam hal ini faktor aksesibilitas dan volume arus muatan sangat
bongkar muat barang baik untuk kegiatan ekspor dan impor. Sebagai
dengan jalur pelayaran utama antara Asia Timur dan Barat terletak di
menangani 3,7 juta TEUs per tahun dan hampir terlampauinya kapasitas,
(laden dan kosong) sedangkan jumlah yang sama diekspor per tahun
pembuatan Internal Container Dry port di pinggiran Kota Colombo. Hal ini
Sadar akan fungsi penting dari dry port untuk melaksanakan fungsi
pembangunan ekonomi negara Srilanka. Dalam proyek dry port ini tentu
(k) Pemerintah Provinsi, (l) Freight Forwarders, (m) Kamar Dagang, (n)
8.592 lokomotif dengan 211.763 gerbong. Dari jaringan kereta api ini bisa
Sistem Indian railway (gambar 15) yang sangat efisien dan efektif ini
dihasilkan dari Indian railway pada tahun 2009/2010 adalah sebesar US$
multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993),
level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria,
pengambil keputusan.
pengambilan keputusan.
deduktif.
serupa.
pengulangan.
Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita
pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang
ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut.
Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut
diperlukan).
dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level di
E1,E2,E3,E4,E5.
bawah.
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek.
dibanding dengan i.
nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom
dengan 10 %.
yang lain. Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang terdiri
yang baru.
inkonsistensi tinggi.
komposisi hirarki.
5. Aplikasi AHP
b. Menentukan prioritas;
e. Menentukan kebutuhan/persyaratan;
f. Memprediksi outcome;
i. Penyelesaian konflik
heterogenitas.
overlay.
Dalam gis terdapat dua tipe data yang digunakan yaitu data dalam
bentuk raster dan data dalam bentuk raster. Dalam penggunaan data
dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data raster.Dalam model
data raster, realitas atau objek atau fitur dilambangkan dengan areal yang
terdiri dari satuan luas dalam bentuk segi-empat-sama sisi (gambar 16)
luasan atau objek atau titik. Data raster dari sekumpulan cell atau grid
atau pixel. Pixel berasal dari kata picture element. Tiap pixel adalah segi
empat sama sisi yang merupakan unit terkecil dari suatu luasan, dengan
ukuran tiap unit seragam. Ukuran satu pixel dapat cm2, m2, atau km2,
Pixel disusun dalam baris dan kolom dalam suatu matriks kartesian.
penamaan dimulai dari kolom kiri ke kanan dan dari baris atas ke bawah.
koordinat, jumlah pixel dan nomor baris yag mengandung satu atribut
tunggal.
kategori, atau grup. Misalnya jenis tanah, tekstur tanah, jenis peruntukan
yang kontinyu dalam suatu luasan. Tiap sel mengandung nilai yang dapat
interpretasi nilai.
Data raster mencakup citra satelit dan grid. Citra seperti foto udara,
citra satelit, atau peta hasil scanning sudah umum digunakan sebagai
data masukan untuk GIS. Citra satelit menggunakan format data raster
dengan ukuran pixel, bervariasi dari (1m x 1m) sampai dengan (10km x
dari lapagan atau derivasi dari data lain dan sering digunakan untuk
analisis pemodelan.
62
dalam tanah. Grid juga dapat diperoleh misalnya dari hasil klarifikasi citra
satelit untuk pembuatan peta peruntukan lahan. Grid juga dapat diperoleh
interpretasi
kategori tersebut.
Ukuran pixel atau sel harus cukup untuk menangkap detail objek
kasus tergantung pada resolusi data yang dibutuhkan untuk analisis lebih
ukuran pixel yang mungkin digunakan, semakin hemat waktu dan biaya
63
c. Waktu pengolahan
penyimpanan yang lebih besar pula. Untuk luas yang sama, mengubah
ukuran sel menjadi 50% lebih kecil dari ukuran aslinya, membutuhkan
resolusi. Ukuran sel yang optimum untuk menangkap detail objek spasial
64
bervariasi dari satu kasus ke kasus lain. Pada resolusi tertentu, biaya data
raster tidak dipengaruhi kompleksitas citra yang tidak akan dibeli. Scanner
data raster untuk membuat peta perumahan pada wilayah urban yang
usaha yang lebih besar. Volume pekerjaan meningkat karena setiap titik
vektor membutuhkan lebih banyak waktu dan biaya jika dibanding dengan
Note :
Sel yang semakin halus (+), resolusi semakin tinggi (+) dan informasi
semakin akurat (+) tetapi pengkodean lebih lama (-) membutuhkan tempat
penyimpanan yang lebih besar (-), pengolahan data lebih lambat (-), dan
biaya makin mahal (-).
65
Data raster lebih repetitif dan lebih mudah diprediksi maka data
berjenis raster lebih mudah dikompres. Banyak format data raster, seperti
cukup detail.
permukaan bumi. Dua atau lebih pixel dengan nilai yang sama
membentuk zone. Suatu zone dapat terdiri dari sel-sel yang terhubung
Suatu zona yang terdiri dari satu group sel yang saling
yang terkandung pada masing – masing pixel dimuat dalam value attribute
disusun dari atas kebawah mengikuti baris. Jumlah kategori sama jumlah
tersebut.
No Data Value:
a. Member nilai yang berbeda pada lokasi sel yang tidak ada datanya,
68
fungsi terkait dengan data raster tersebut, seperti focal area atau zonal,
gambar 25.
4. Pengambaran Objek
Setiap fitur (objek) di alam yang akan digambarkan didalam SIG
a. Objek Titik
Suatu objek titik (point feature) adalah setiap objek pada resolusi
26).
1) Objek Garis
object) adalah semua objek yang pada resolusi tertentu tampak sebagai
garis dinyatakan oleh identifikasi garis, suatu seri pixel yang membentuk
segmen garis dan atribut (line ID, series of coordinates formingthe line,
Objek luasan atau polygon dilambangkan dengan suatu seri dari sel-
seri koordinat yang membentuk luasan, dan atribut (area ID, a group of
coordinates, forming the area and the atributes). Objek didalam model
data raster dinyatakan dengan konsep run length, dimana tiap pixel raster
disusun sepanjang (jumlah pixel) untuk kelas sebagai berikut (gambar 31).
(gambar 31).
72
Didalm SIG, fitur – fitur dasar berupa titik garis dan polygon
bervariasi sebagai fungsi ruang dan waktu (continous data). Baik data
a. Discrete Data
permukaan air (gambar 32 a). contoh lainya adalah gedung, jalan, petak
kaplingan.
73
b. Continous Data
misalnya gerakan fluida atau udara, aliran air yang menyusuri permukaan
terhadap suatu referensi (x,y) = (11,3). Posisi pixel lain ditentukan dengan
N. Penelitian Terkait
Preference.
O. DEFINISI OPERASIONAL
tata guna lahan atau jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata
satuan waktu pada suatu zona tata guna lahan (Hobbs, 1995)
P. Kerangka Konseptual
Identifikasi
permasalahan
Kajian Literature
Pengumpulan Data
ANALISIS
BAB III
METODE PENELITIAN
dengan teori yang ada beserta data yang diperoleh baik dari lapangan
maupun dari instansi terkait. Fenomena tersebut dapat berupa bentuk dan
dan kuantitatif.
1. Penelitian Deskriptif
yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel
a. Pendekatan Kuantitatif
penelitian empiris di mana data adalah dalam bentuk sesuatu yang dapat
78
b. Pendekatan Kualitatif
diamati.
data tertentu.
diambil merupakan dua jenis yaitu untuk analisis deskriptif kualitatif dan
analisis AHP.
81
tidak dapat diketahui jumlahnya secara pasti. Hal ini disebabkan adanya
jumlah ekspedisi secara legal maupun illegal sehingga tidak terdapat data
yang valid jumlah ekspedisi. Oleh karena itu, maka penarikan sampel
Riduwan, 2008).
𝜎2 𝑍𝛼2⁄
2
n= (1)
𝑒2
n : Jumlah sampel
: proporsi sampel
82
Responden yang menjadi kunci dalam pemilihan moda ini terdiri atas
Makassar
transportasi.
barang.
Responden yang menjadi kunci dalam pemilihan lokasi ini terdiri atas
transportasi.
Perencana Wilayah.
D. Jenis Data
1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber asli atau sumber
Soekarno Hatta.
2. Data sekunder yaitu data yang telah tersedia berupa hasil kajian dari
hatta.
Makassar.
E. Variabel
Variabel merupakan karakteristik atau keadaan/kondisi pada suatu objek yang mempunyai variasi nilai yang secara
Tabel 3. Variabel
2 Bagaimana potensi Indikator system transportasi Pemilihan Kuestioner dan Analisis dilakukan dengan metode AHP Analisis pemilihan moda
peralihan pengguna nasional moda Survei untuk mengetahui factor yang paling untuk pengangkutan peti
jasa peti kemas Lapangan berpengaruh untuk selanjutnya kemas dari terminal peti
terhadap konsep diketahui factor yang paling kemas Makassar menuju
dry port ? berpengaruh sehingga dapat ditarik ke wilayah
kesimpulan pemilihan moda yang paling kabupaten/kota dalam
berpotensi terjadi. wilayah Sulawesi
Selatan.
86
F. KERANGKA PIKIR
Adapun Kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut (gambar 36):
LATAR BELAKANG
Potensi: Sistem Pengangkutan:
1. Koridor Ekonomi Sulsel sangat 1. Pengangkutan menggunakan truk
strategies dalam alur pelayanan dunia. Kapasitas jalan tidak sebanding
2. Hasil komoditas alam Sulsel dengan muatan truk
merupakan lumbung pangan bagi Kemacetan dan polusi udara
Indonesia. Kapasitas pelabuhan tidak
3. Perencanaan pengadaan Kereta Api di sebanding dengan muatan sehingga
Sulawesi Selatan. bongkar muat barang menjadi lama.
Observasi Lapangan:
Primer 1. Dokumentasi
2. Kuesioner
1. Sistem Transportasi
2. Dry Port 3. Wawancara
3. Pelabuhan
4. Kereta Api Teori Data
5. Penyaluran Komoditas
6. Sistem Perwilayahan
Sekunder Data dari Instansi
terkait
ANALISIS
Arahan
Konsep Dry Port
G. Metode Analisis
macam analisis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini.
Metode analisis yang digunakan mengikuti dari tujuan penelitian ini. Oleh
karena itu, metode penelitian terdiri atas 4 tahap. Tahap tersebut terdiri atas
analisis potensi wilayah yang terdiri atas analisis bangkitan dan distribusi
Selatan yang cocok dengan penerapan konsep Dry port sehingga dapat
system pengangkutan peti kemas. Adapun tahapan dari metode analisis ini
dapat dilihat pada kerangka metode analisis berikut ini (gambar 37).
89
2. Tinjauan Analisis
konsep gravity yang diperkenalkan oleh newton pada tahun 1686 yang
gaya tarik atau tolak antara dua kutub massa berbanding lurus dengan
𝑚𝑖 . 𝑚𝑑
𝐹𝑖𝑑 = 𝐺
(𝑑𝑖𝑑)2 (2)
Keterangan:
atau bangkitan dan tarikan pergerakan, serta jarak, waktu dan biaya sebagai
𝑂𝑖 . 𝐷𝑑
𝑇𝑖𝑑 = 𝑘 (3)
(𝑑𝑖𝑑)2
Keterangan:
bahwa pergerakan antara zona asal I dan zona tujuan d berbanding lurus
diyatakan sebagai:
Keterangan:
Tid = Pergerakan antara dua daerah
Oi & Dd = Bangkitan dan tarikan pergerakan
d = Jarak, waktu, biaya
k = konstanta
f (Cid) = Hambatan
dan akan berakhir di zona d. oleh karena itu, penjumlahan sel MAT menurut
Keterangan:
hanya merupakan prediksi dari ekspor dan impor yang kemungkinan memiliki
total pergerakan yang berbeda sehingga bangkitan yang menjadi asal dari
terjadinya pergerakan harus diberikan batasan. Oleh karena itu jenis model
diinginkan. Akan tetapi tarikan pergerakan tidak perlu sama. Untuk jenis ini,
Selain itu, terdapat juga hambatan f(Cij) yang dapat terdiri dari 3 jenis
yaitu waktu, jarak dan biaya. Adapun persamaan yang yang digunakan
Prosedur ini begitu powerfull sehingga sudah diaplikasikan secara luas dalam
prioritas disusun dari berbagai pilihan yang dapat berupa kriteria yang
dengan menysun suatu hirarki kriteria, dinilai secara subjektif oleh pihak yang
dari nilai 0,1. Adapun software yang digunakan untuk analisis AHP dalam
berikut:
1) Dekomposisi masalah;
rasional. Dengan kata lain, sutu tujuan (goal) yang utuh, didekomposisi
terkait dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun kita harus tetap
yang yang sama, shingga walaupun kriteria pilihan hanya sedikit namun
mempunyai makna yang besar terhadap tujuan yang ingin dicapai. Setelah
adalah kriteria, kriteria apa saja yang harus dipenuhi oleh semua alternatif
(penyelesaian) agar layak untuk menjadi pilihan yang paling ideal, dan Hirarki
adalah sesuatu yang sangat relatif dan sangat bergantung dari persoalan
96
membandingkan nilai atau karakter pilihan berdasarkan tiap kriteria yang ada.
Misalnya antara pilihan 1 dan pilihan 2, pada kriteria 1, lebih penting pilihan 1,
elemen diagonalnya bernilai = 1, jadi tidak perlu disi. Pada contoh di atas 4(4-
berdasarkan bobot nya, jika sisi kiri lebih penting dari sisi kanan maka angka
atau Expert Choice. Kali ini kita akan lanjut membahas pada prosedur
kuisioner matriks diatas. Hanya saja pada penyusunan matriks untuk analisis
kuisioner, jika kuisioner diisi oleh pakar, maka kita akan menyatukan
(7)
100
dapat dianulir atau dipending untuk perbaikan. Prinsip dasar pada uji
penting dari C, maka tidak mungkin C lebih penting dari A. Tolak ukur yang
relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot
(8)
Nilai eigen terbesar adalah jumlah hasil kali perkalian jumlah kolom
(9)
ditentukan nilai CI. Apabila nilai CI bernilai nol (0) berarti matriks konsisten.
Jika nilai CI yag diperoleh lebih besar dari 0 (CI>0) selanjutnya diuji batas
(10)
lebih kecil 10% (0,1) berarti bahwa ketidak konsistenan pendapat masing
difahami, kita menggunakan salah satu contoh data hasil penilaian salah
Data Matriks di atas dirubah dari bentuk fraksi kedalam bentuk desimal
(Matriks 1):
104
selisih antar iterasi tidak mengalami perubahan (=0), nilai iterasi yang
atau reality atau the world bersifat sangat kompleks, maka untuk dapat
representasi dari realitas dalam bentuk yang lebih sederhana, supaya kita
dapat lebih mudah memahami masalah yang sedang kita hadapi. Model akan
tersebut.
Menurut McCoy dan Johnston, 2001, ada dua jenis model dalam
permukaan bumi.
1) Representation Model
dipermukaan bumi (seperti bangunan, sungai, jalan, dan hutan) melalui layer
data di dalam Sistem Informasi Geografis. Analisis spasial pada data dapat
dilakukan pada data yang terformat dalam bentuk layer data yang berbentuk
masing-masing memiliki nilai sel. Nilai sel (dalam bentuk angka dan warna)
Pixel dari berbagai jenis layer disuperposisikan satu di atas yang lain.
hubungan spasial antara satu objek (misal; bentuk bangunan) dengan objek
menyatakan hubungan antara atribut pada satu objek dengan atribut lain
deskriptif.
2) Model Proses
(Cartographic Modelling).
sederhana, sementara operasi yang lain lebih kompleks. Operasi yang lebih
Raster Logika
Sederhana
Raster Logika
Boolean
Gambar 47. Model Raster
Sumber: Indarto dan Fais, 2012
model proses yang mewakili realitas yang ada. Dalam menjalankan analisis
ini membutuhkan satu langkah operasi atau satu fungsi untuk memodelkan
penyelesaiannya.
110
digunakan untuk mengevaluasi nilai input data raster dan menentuka nilai
dengan nilai “0”. Pemberian nilai tersebut terhadap logika terhadap setiap
atau salah. Dalam konteks pemilihan lokasi yang sesuai untuk konsep dry
3. Penerapan Analisis
Distribution).
kualitatif dan kuantitatif. Metode ini dilakukan karena keterbatasan data yang
jumlah truk peti kemas yang keluar dari terminal peti kemas dengan
dari zona asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan selama periode
tertentu (gambar 21). Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan
zona tujuan, sehingga sel matriks-nya menyatakan besarnya arus dari zona
asal ke zona tujuan. Dalam hal ini, notasi Tid menyatakan besarnya arus
Jumlah zona dan nilai setiap sel matriks adalah dua unsur penting dalam
MAT karena jumlah zona menunjukkan banyaknya sel MAT yang harus
jumlah zona, tetapi MAT cenderung berisi oleh sel yang tidak mempunyai
113
pergerakan (Tid = 0). Permasalahan yang sama timbul jika kita berbicara
menit). MAT dapat pula menggambarkan pola pergerakan dari suatu sistem
atau daerah kajian dengan ukuran yang sangat beragam, seperti pola
port adalah lancar dan tepat, teratur, kapasitas, aman, tarif terjangkau,
114
terpadu, mudah dicapai, dan polusi rendah. Hasil yang diinginkan adalah
terkait dengan keterangan dari setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 12
dibawah ini.
Analysis). Analisis ini adalah salah satu metode dalam proses pengambilan
kebijakan dalam memilih dari beberapa alternatif hasil model simulasi yang
a) Menentukan Fokus
Fokus yang menjadi dari analisis pada penelitian ini adalah menentukan
Adapun indikator yang menjadi landasan dalam analisis ini dapat dilihat
d) Menggabungkan kriteria
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM
kurang lebih 45.575 km2 yang sebagian besar wilayah daratnya adalah
jazirah atau jari pulau barat daya Sulawesi ditambah sebagian wilayahnya di
bentuk telapak tangan dan jari pulau tenggara. Secara geografis wilayah
darat Provinsi Sulawesi Selatan terletak antara 0012’-80 lintang selatan dan
menjadi 21 Kabupaten, 3 Kota dan terdiri dari 304 Kecamatan 2.182 Desa
serta 764 Kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8, selain
paling besar adalah Kabupaten Luwu Utara dengan luas wilayah 7.504,58
km2, sedangkan wilayah yang paling kecil luas wilayahnya adalah Kota Pare-
a. Topografi Wilayah
wilayah yang datar sampai bergunung dengan rentang yang cukup lebar,
dataran yang memiliki ketinggian di atas 1000 m di atas permukaan laut (dpl).
Selatan.
Tana Toraja, Gowa, Maros, Bone, Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur.
menjadi lahan sawah dan lahan bukan sawah. Luas wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan mencapai 45.751,91 km2 yang terdiri dari lahan sawah
seluas 5.983,89 km2 dan lahan bukan sawah seluas 39.768,91 km2.
adalah hutan negara yang luasnya mencapai 28,45% dari total wilayah atau
mencapai 13.014,56 km2. Penggunaan lahan dalam jumlah yang cukup besar
km2 atau 13,08% dari total luas lahan di Provinsi Sulawesi Selatan.
terdapat sebesar 145,79 km2 (0,32%) dan rawa seluas 194,12 km2 (0,42%).
Luwu Utara yang mencapai 3.732,79 km2 atau 28,68% dari total luas hutan
Utara, daerah yang memiliki hutan negara yang relatif luas adalah Kabupaten
Luwu Timur 2.311,25 km2 (17,75% dari total luas hutan negara) dan
Kabupaten Bone yang memiliki hutan seluas 1.489,71 km2 atau 11,45% dari
total luas hutan negara di Provinsi Sulawesi Selatan (lihat gambar 53).
124
nasional, pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal. Daerah perkotaan
Maros, Kota Sungguminasa dan Kota Takalar ditetapkan sebagai PKN dan
nasional, pusat jasa publik lainnya seperti pendidikan tinggi dan kesehatan
Ujung Pandang, Ujung Tanah, dan Wajo; wilayah Kabupaten Gowa meliputi
Selain dari pada itu, oleh pemerintah melalui Deputi Menko Perekonomian
pusat distribusi kebutuhan bahan pokok KTI. Oleh karena itu RTRWP Sulsel
menjadi PKN.
(gambar 54).
b. Kawasan Andalan
(gambar 57).
c. Aksesbilitas Jalan
Aksesbilitas jalan di Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya memiliki
17,79 km. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini.
Tipe jalan yang masuk dalam sistem jaringan transportasi darat nasional
yang terkait dengan wilayah Propinsi Sulawesi Selatan meliputi jalan arteri
55,19 km; Jl. A. Yani (Pinrang) sepanjang 11,65 km; Jl. Hasanuddin
(Pinrang) sepanjang 0,98 km; Jl. Sudirman (Pinrang) sepanjang 2,44 km;
km; Jl. Andi Arsad (Parepare) sepanjang 1,45 km; Jl. Baumasepe (Pare-
pare) sepanjang 6,07 km; Parepare – Barru sepanjang 47,56 km; Jl.
sepanjang 2,16 km; Maros - Makassar sepanjang 8,27 km; Jl. Nusantara
km; Jl. Tinumbu (Makassar) sepajang 2,22 km; Jl. Ir. Sutami (Makassar)
sepanjang 11,16 km; Jl. Andalas (Makassar) sepanjang 0,99 km; Jl.
1,85 km; Jl. Veteran Selatan (Makassar) sepanjang 2,30 km; Jl. Sultan
km; Kayulangi (KM. 550) - Wotu sepanjang 32,64 km; Wotu – Masamba
sepanjang 1,62 km; Jl. Sudirman (Palopo) sepanjang 3,15 km; Jl. Samiun
38,11 km; Pareman (KM. 325) – Batas Kabupaten Wajo sepanjang 48,28
sepanjang 144,37 Km. Secara rinci ruas-ruasnya adalah Jl. Daeng Sitaka
(Maros) sepanjang 2,44 km; Jl. Hasanuddin (Maros) sepanjang 0,30 km;
Jl. A. Yani (Maros) sepanjang 0,20 km; Jl. Ranto Daeng Paserang
km; Bangkae - Parepare sepanjang 12,27 km; dan Jl. A. Yani (Parepare)
6) Jalan yang melintas mulai dari Watampone ke Bajoe sepanjang 6,58 Km.
sepanjang 2,14 km; Jl. Tamrin (Watampone) sepanjang 0,53 km; dan
Adapun jalan kolektor primer yang berada dalam wilayah Sulsel meliputi
(gambar 61):
1) Jalan Lintas Selatan Sulawesi sepanjang 243,26 km yang terdiri atas jalur
sepanjang 5,40 km; Jl. A. Yani (Takalar) sepanjang 1,80 km; Takalar –
Jeneponto sepanjang 44,47; Jl. Takalar (Jeneponto) 1,35 km; Jl. Lamto
sepanjang 0,45 km; Jl. Hasanuddin (Bulukumba) sepanjang 0,90 km; Jl.
sepanjang 0,60 km; Jl. Sulthan Raja (Bulukumba) sepanjang 0,30 km; Jl.
2) Jalan Lintas Tengah Sulawesi sepanjang 253,09 yang melintas mulai dari
sepanjang 0,56 km; Jl. Andi Palawaruku (Sengkang) sepanjang 0,30 km;
Jl. Sudirman (Sengkang) sepanjang 0,58 km; Jl. Andi Minong (Sengkang)
sepanjang 1,93 km; Jl. Rusa (Sengkang) sepanjang 5,75 km; Sengkang –
45,33 km; Jl. Veteran (Watampone) sepanjang 0,42 km; Jl. Urip
Watampone – Arasoe (KM. 260) sepanjang 35,15 km; Arasoe (KM. 260)
141
– Bajo sepanjang 34,17 km; Bajo - Sinjai sepanjang 5,24 km; Jl.
sepanjang 1,50 km; dan Jl. A. Yani (Bulukumba) sepanjang 0,80 km.
2,17 km; Jl. Nusantara (Makale) sepanjang 1,28 km; Makale – Batas
sepanjang 16,53 km; Jl. Tana Toraja (Palopo) sepanjang 1,36 km; Jl.
Veteran (Palopo) sepanjang 0,63 km; dan Jl. A. Yani (Palopo) sepanjang
0,77 km.
142
Lintas Tengah
336,71 Km
Lintas Timur
77,63 Km
Lintas Barat
324,29 Km Bangkae – Enrekang – Makale
– Palopo : 212,42 Km
Tarumpake - Watampone –
Maros – Watampone- Bulkumba : 253,09 Km
Bajowe: 144,37 Km +
6,58 Km Lintas Selatan
243,26 Km
dan Pelabuhan
Untuk Provinsi Sulawesi Selatan, pengembangan jalur kereta api ini terdiri
64):
Lintasan 92 km.
Adapun stasiun yang direncanakan terdiri atas stasiun besar dan stasiun
stasiun kecil terletak di seluruh kabupaten dan kota yang dilalui oleh
No Program
1 Pengembangan Jaringan dan Layanan kereta Api Antar Kota
- Makassar-Pare-Pare
- Makassar-Takalar-Bulukumba
2 Pengembangan Jaringan dan Layanan kereta Api Regional
- Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar)
3 Pengembangan Jaringan dan Layanan kereta Api Perkotaan
- Makassar
4 Pengembangan Jaringan dan Layanan kereta Api Menuju Bandara
- Hassanudin (Makassar)
5 Pengembangan Jaringan dan Layanan kereta Api Menuju Pelabuhan
- Makassar (Sulawesi Selatan)
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Sulawesi Selatan Tahun 2009 - 2029
147
b. Pertumbuhan Ekonomi
nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu satu tahun dalam
wilayah tertentu.
PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga yang berlaku pada tahun 2013
sekitar 180.484,2 milyar rupiah. Sektor pertanian memiliki nilai tambah paling
besar dibandingkan sektor lain yaitu 24%. Selanjutnya disusul oleh sektor
nilai tambahnya terbesar ke empat yaitu mencapai 12%. Hal ini dapat dilihat
pada gambar terkait dengan PDRB dari berbagai sektor di Sulawesi Selatan.
151
Provinsi Sulawesi Selatan maka dapat terlihat di tahun 2013, wilayah yang
memiliki nilai PDRB yang paling tinggi adalah Kota Makassar dengan jumlah
rupiah (Tabel 17). Hal ini disebabkan karena kota Makassar merupakan
tahun 2013, wilayah yang memiliki nilai laju pertumbuhan PDRB yang paling
tinggi adalah Kab. Luwu Timur dengan persentase 9,62% sedangkan wilayah
yang paling sedikit nilai laju pertumbuhan PDRBnya adalah Kabupaten Bone
152
Tabel 18
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan (Persen),
Tahun 2010-2013
No. Kabupaten 2010 2011 2012 2013
1 Kepulauan Selayar 8,01 8,43 9,18 9,47
2 Bulukumba 6,27 7,32 8,97 8,01
3 Bantaeng 7,90 7,34 8,49 8,82
4 Jeneponto 7,25 6,20 7,27 6,97
5 Takalar 6,85 5,90 7,40 7,33
6 Gowa 6,05 7,57 7,28 7,78
7 Sinjai 6,03 9,17 6,33 7,29
8 Maros 6,03 7,41 8,00 8,67
9 Pangkep 7,03 6,20 9,61 7,93
10 Barru 6,34 7,95 7,77 7,81
11 Bone 6,54 10,93 8,01 6,09
12 Soppeng 7,63 11,82 7,48 7,57
13 Wajo 4,45 7,12 8,71 8,01
14 Sidrap 5,71 6,91 8,37 7,44
15 Pinrang 4,45 7,47 8,27 6,81
16 Enrekang 6,22 6,91 7,18 6,96
17 Luwu 6,95 7,47 7,49 7,78
18 Tana Toraja 6,31 7,88 8,02 7,57
19 Luwu Utara 5,93 7,29 8,03 8,17
20 Luwu Timur 15,39 -6,62 4,97 9,62
21 Toraja Utara 7,00 7,90 8,47 8,51
22 Makassar 9,83 9,65 9,88 8,91
23 Pare Pare 8,25 7,80 7,92 8,47
24 Palopo 7,29 8,16 8,68 8,99
Sumber: BPS, Sulawesi Selatan dalam angka tahun 2014
macam sektor.
20 Luwu timur 217,900 136,929,476 130,181,200 29,498,993 1,427 110,658 78,739.00 297,018,393
komoditas ekspor paling berpotensi untuk nilai ekspor yang palin tinggi
155
18,944,378 ton.
Sulawesi Selatan pada tahun 2005 mencapai sekitar 3.375.210 ton dari areal
seluas 725.7663 Ha. Tingkat produktivitas pada tahun ini sebesar 4,65
Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu yang dikenal dengan sebutan
Kawasan Bosowasipilu.
b. Sektor Perkebunan
tanaman kakao tahun 2005 sebesar 222.566,82 ton. Demikian pula dengan
produksi kelapa dalam sebesar 101.375,40 ton. Biji kakao merupakan salah
satu komoditi utama ekspor dari Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah penghasil
kakao terutama adalah Kabupaten Luwu Utara, Luwu Timur dan Luwu.
Komoditas ekspor lainnya adalah kopi baik kopi arabika maupun robusta,
156
c. Sektor Perikanan
umum (danau, sungai dan rawa) dan budidaya ikan (tambak air payau dan
kolam/ sawah). Produksi perikanan dari perairan umum dan tambak air
laut pada tahun 2005 mencapai 315.734 ton. Komoditas yang menonjol
adalah udang dengan total produksi sebesar 6.668 Ton, rumput laut 17.161
Ton, lainnya 1.115.295 ton. Jenis komoditi perikanan lainnya adalah ikan
cakalang, tuna, tongkol, udang, rumput laut, teripang, cumi-cumi dan lain-lain.
d. Sektor Peternakan
e. Sektor Kehutanan
Sulawesi Selatan tahun 2005 mencapai 69.095,09 m3. Hasil lainnya yakni
f. Sektor Pertambangan
dikelola oleh PT. International Nickel Company (INCO). Pada tahun 2004
volume export hasil pertambangan nikel mencapai 73.283 ton dengan nilai
g. Sektor Industri
hasil pertanian dan kehutanan, industri logam, mesin dan aneka, serta
industri kecil. Termasuk dalam kategori industri hasil pertanian adalah industri
bambu dan rotan. Termasuk dalam kategori industri aneka antara lain adalah
penjajahan. Selain itu, pelabuhan ini memiliki letak yang berada di posisi alur
Pelabuhan ini memiliki terminal yang terdiri atas 2 terminal yaitu pangkalan
Panjang dari dermaga ini adalah 850 meter dan lebar 30 meter (gambar 68).
seluas 11,45 Ha. Untuk lebih jelasnya terkait dengan peralatan yang ada di
No Peralatan Nilai
1 Kedalaman kolam -11 MLWS
2 Panjang dermaga 850 Meter
3 Lebar dermaga 9 Meter
4 Luas dermaga 7650 M2
5 Luas lapangan penumpukkan pk/cy 114400 M2
6 Jumlah blok penumpukan 13 BLOK
7 Kapasitas row per blok 6 ROW PER BLOK
8 Jumlah ground slot 2292 GROUND SLOT
9 Kapasitas petikemas 350000 TEUS/Tahun
10 Gudang cfs 1 Buah
11 Luas gedung cfs 4000 M2
12 Kapasitas gudang cfs 60 Vak
13 Luas bengkel peralatan 750 M2
14 Refer plug 70 Plug
15 Voltage refer plug 380 Volt/Unit
16 Reservoir kapasitas 1000 Ton
17 Tangki BBM (1400 l) 2 Unit
18 Gate dan jembatan timbang 4 Unit
19 Kapasitas jembatan timbang 60 Ton
20 Area parkir 50 Unit
21 Tangki Limbah 1 Unit
22 Mobil PMK 1 Unit
23 Mobil tanki 1 Unit
24 Ganzer (325 KVA) 3 Unit
Sumber: Pelindo IV Makassar
memiliki 24 jenis alat yang siap menunjang aktivitas peti kemas. Oleh karena
161
itu, pelabuhan ini dapat memberikan pelayanan yang sangat maksimal dalam
setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21.
Berdasarkan data 5 tahun dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012,
terminal peti kemas Makassar baik dari perdagangan luar negeri maupun
untuk impor, tahun 2008 mencapai 1239 box peti kemas atau 18.002 ton,
sedangkan untuk ekspor mencapai 12559 box peti kemas atau 197.410 ton.
untuk impor mencapai 2756 box peti kemas atau 65904 ton, sedangkan
untuk ekspor mencapai 15400 box peti kemas atau 354.314 ton.
Proyeksi Pertumbuhan
Tahun Aktual
(TEU's) (%)
2002 207,845
2003 232,154 11.89%
2004 249,844 7.62%
2005 244,200 -2.26%
2006 256,071 4.86%
2007 302,050 17.96%
2008 254,228 17.27%
2009 373,482 5.44%
2010 447,377 19.79%
2011 455,964 1.92%
2012 529,000 16.00%
2017 820,132 8.76%
2022 1,281,285 7.78%
2027 1,916,648 6.73%
2032 2,847,285 6.60%
Sumber: Rencana Induk Pelabuhan Makassar (Pelindo IV)
163
box peti kemas atau 2.178.077 ton sedangkan bongkar mencapai 215.943
box peti kemas atau 2.805.319 ton. Pada tahun 2012 mengalami
peningkatan, muat mencapai 225.156 box peti kemas atau 4.833.852 ton
sedangkan bongkar mencapai 215.943 box peti kemas atau 2.805.319 ton
(Tabel 22).
yang cukup signifikan dimana terjadi pertumbuhan peti kemas 6-8% sehingga
a. Proses Distribusi
Proses distribusi Peti Kemas dari terminal peti kemas melalui 4 tahap.
4) Delivery Barang
164
Sumber: Pelindo IV
b. Permasalahan Distribusi
Hal ini dilakukan karena tidak terdapat alternatif lain dalam pemilihan moda
melalui jalan tol maupun jalan biasa. Pengangkutan peti kemas dengan
kemacetan pada pagi hari pukul 08.00 – 10.00 sedangkan pada sore hari
maupun keberangkatan kapal (gambar 72). Kondisi ini terjadi karena jumlah
peti kemas yang diangkut oleh truk-truk yang masuk dan keluar pelabuhan
sedangkan kapasitas jalan yang kecil dan bercampur dengan kendaran lain
Gambar 72. Kemacetan lalu lintas dari aktivitas distribusi peti kemas
166
yang melintas di jalan mengakibatkan kerusakan jalan. Hal ini dapat di temui
di jalan yang biasa dilalui oleh truk-truk tersebut di sekitar jalan Toll Kota
Gambar 73. Material jalan yang rusak akibat Truk peti kemas
Kemacetan dan kerusakan jalan kemudian menjadi semakin berpotensi
terjadi ketika supir-supir truk yang membawa peti kemas, sering memarkir
selain Soekarno Hatta yang menjadi pusat distribusi Peti Kemas terbesar di
pengangkutan barang.
(internasional dan nasional), seperti disajikan pada Tabel 23, arus naik turun
penumpang dapat mencapai lebih dari 50% dari total, sementara untuk arus
barang mencapai 33% dari total arus barang yang melalui pelabuhan di
Sulawesi Selatan.
tinggi (35% dari total arus barang yang terjadi di seluruh pelabuhan Sulawesi
minyak kelapa sawit, pelabuhan Pare pare termasuk pelabuhan niaga yang
168
beras.
Tabel 23
Produksi Pelabuhan di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010
Penumpang
No. Pelabuhan B/M Barang (ton)
(org)
1 Benteng (Selayar) 510 53.672
2 Jampea (Selayar) 12.095 6.854
3 Bulukumba (Bulukumba) 1015 20.385
4 Bantaeng (Bantaeng) - 1.034
5 Jeneponto (Jeneponto) 807 28.430
6 Sinjai (Sinjai) 902 42.962
7 Tujuh-Tujuh (Bone) - 46.264
8 Bajoe (Bone) 20.496 50.888
9 Pattiro Bajo (Bone) 143 3.502
10 Biringkasi (Pangkep) - 3.455.989
11 Awerange (Barru) 1.646 33.193
12 Siwa (Wajo) 224.011 34.038
13 Palopo (Palopo) 7.654 595.416
14 Malili (Luwu Timur) - 1.166.794
15 Makassar (Makassar) 932.986 3.221.619
16 Parepare (Parepare) 614.206 1.063.573
Sumber : Tatrawil Sulawesi Selatan Tahun 2011
b. Alur Pelayaran
ditetapkan dalam MP3EI yang terdiri dari 6 daerah pusat ekonomi yaitu
geografis, posisi koridor ini sangat strategis karena diapit oleh alur laut
169
kepulauan Indonesia (ALKI) II yang melalui Selat Makassar dan ALKI III yang
Sulawesi Selatan memiliki alur pelayaran yang terbagi atas 4 jenis alur
yang dapat dikirim melalui peti kemas dimana terdiri dari hasil pertanian,
kemas dilakukan peninjauan terhadap jumlah peti kemas yang keluar dan
Peti kemas yang masuk ke dalam TPM tahun 2013 berjumlah 451.113
TEUs dengan jumlah peti kemas yang keluar dari TPM 226.827 TEUs dan
jumlah peti kemas yang masuk ke TPM adalah 224.286 TEUs. Sedangkan
dengan rincian peti kemas yang masuk ke TPM 237.515 TEUs dan peti
173
proyeksi bunga berganda maka pertumbuhan peti kemas yang terjadi dari
general cargo turun dari 5,52 % menjadi 0,84 % petikemas naik dari 23,83 %
a. Impor/Tujuan
Tujuan yang dimaksud adalah jumlah peti kemas yang keluar dari
Selatan maupun Provinsi lain. Berdasarkan data yang terdapat di Pelindo IV,
Peti Kemas yang keluar dari Terminal Peti Kemas tahun 2013 adalah
Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan peti kemas yang masuk
1,2%. Sedangkan peti kemas yang keluar dari TPM dengan memuat barang-
Sulawesi Selatan maupun provinsi lain berjumlah 224.151 box atau 98,8%.
174
Selayar
Bulukumba
Bantaeng
Makassar Jeneponto
56%
Takalar
Gowa
Sinjai
Maros
dengan jumlah pergerakan 1495 atau 56% dari jumlah pengangkutan bahan
adalah Kabupaten Soppeng, Kab. Luwu Utara, Kab. Toraja Utara dan Kab.
Sidrap yang hanya memiliki 1 pengangkutan peti kemas untuk impor di tahun
b. Asal/Ekspor
dalam TPM. Berdasarkan data yang terdapat di Pelindo IV, Peti Kemas yang
masuk di Terminal Peti Kemas tahun 2013 adalah 224.286 TEUs sedangkan
wilayah Sulsel ke TPM adalah 16052 TEUs. Berdasarkan data tersebut maka
dapat disimpulkan peti kemas yang masuk ke TPM dengan memuat barang-
barang khusus ekspor dari SULSEL adalah 7,15 %. Peti kemas yang masuk
Wilayah paling terkecil pergerakan peti kemasnya adalah Kab. Toraja Utara
dan Kab Tana Toraja yang hanya memiliki 1 pengangkutan peti kemas untuk
Selayar
Bulukumba
Bantaeng
Makassar Jeneponto
49,6%
Takalar
Gowa
Sinjai
Maros
pergerakannya terdapat di Kab. Toraja Utara dan Kab Tana Toraja (Tabel
20).
Jumlah Pergerakan
No Kabupaten
Peti Kemas (TEUs)
4 Jeneponto 164
5 Takalar 66
6 Gowa 210
7 Sinjai 24
8 Maros 2.444
9 Pangkep 7.396
10 Barru 66
11 Bone 1.818
12 Soppeng 260
13 Wajo 6
14 Sidrap 12
15 Pinrang 14
16 Enrekang 14
17 Luwu 24
18 TanaToraja 2
19 Luwu utara 74
20 Luwu timur 20
21 Toraja utara 2
22 Makassar 14.636
23 Pare-pare 56
24 Palopo 1758
SUL - SEL 29.534
arus pergerakan yang bergerak dari zona asal menuju ke zona tujuan yang
menjadi daerah tertentu dan periode waktu tertentu. Dalam melihat distribusi
pergerakan atau matriks asal tujuan (MAT) pada wilayah Sulawesi selatan,
yang sangat berpengaruh yaitu potensi zona asal, potensi zona tujuan dan
hambatan. Zona potensi asal yang dimiliki adalah jumlah peti kemas dengan
pergerakan ekspor yang masuk ke TPM dan berasal dari kabupaten atau
kota yang berada di Sulawesi Selatan, potensi zona tujuan adalah komoditas
maka dapat disimpulkan distribusi pergerakan dari peti kemas dengan pusat
distribusi adalah Terminal Peti Kemas Makassar (TPM) banyak terjadi di Kota
pergerakan sebesar 9.112 atau 61,7% dari total asal pergerakan yang terjadi.
memiliki pergerakan yang cukup tinggi yaitu 7318 atau 49,5%. Pergerakan
pelabuhan.
pelabuhan.
paling besar tetap berada di Kota Makassar. Jumlah asal pergerakan, Kota
Makassar memiliki pergerakan sebesar 18.220 atau 61,7% dari total asal
truk dan tronton yang ditempuh dengan melalui jalan raya untuk mencapai
terpadu merupakan hal yang baru dari pengangkutan peti kemas di Sulawesi
Pemilihan moda saat ini tidak memiliki alternatif moda yang dapat
memiliki truk sendiri sebanyak 9% dengan biaya sewa Rp. 250.000/hari (lihat
185
konsumsi BBM yang tergantung pada jarak wilayah, biaya tol, biaya handling
Truk Milik
Pribadi
30%
Truk Milik
Perusahaan
70%
kemas. Namun dalam pemilihan moda yang akan difokuskan disini adalah
stakeholder yang terlinat dalam system distribusi peti kemas. Dari indicator ini
dari 0,10 maka hasil tersebut tidak konsisten, namun jika nilai tersebut kurang
dari 0,10 maka hasil tersebut dikatakan konsisten. Berdasarkan hasil analisis
kuistioner.
nini
188
7/14/2015
Gambar 2:56:33
85.AM Page 1 of 1
Matriks Perbandingan Indikator dari Perusahaan Pelayaran
peti kemas adalah indikator Tarif Terjangkau menjadi indikator yang paling
Hasil olahan dari expert choice untuk mengetahui hasil inkonsistensi dan
prioritas. Jika nilai konsistensinya lebih dari 0,10 maka hasil tersebut tidak
konsisten, namun jika nilai tersebut kurang dari 0,10 maka hasil tersebut
0.04 sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang berasal dari pihak
sebagai berikut:
berasal dari Perusahaan Ekspedisi yang diwakili oleh perwakilan CV. Dhan
Hasil olahan dari expert choice untuk mengetahui hasil inkonsistensi dan
prioritas. Jika nilai konsistensinya lebih dari 0,10 maka hasil tersebut tidak
konsisten, namun jika nilai tersebut kurang dari 0,10 maka hasil tersebut
0.04 sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang berasal dari pihak
kuestioner AHP yang diperuntukkan bagi pengguna jasa peti kemas yang
berperan sebagai pengirim yang memiliki barang dalam peti kemas yang
Hasil olahan dari expert choice untuk mengetahui hasil inkonsistensi dan
prioritas. Jika nilai konsistensinya lebih dari 0,10 maka hasil tersebut tidak
konsisten, namun jika nilai tersebut kurang dari 0,10 maka hasil tersebut
0.03 sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang berasal dari pihak
kuestioner AHP yang diperuntukkan bagi pihak akademisi yang berasal dari
dan prioritas. Jika nilai konsistensinya lebih dari 0,10 maka hasil tersebut
194
tidak konsisten, namun jika nilai tersebut kurang dari 0,10 maka hasil tersebut
0.08 sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang berasal dari pihak
6) Kombinasi Responden
sebagai berikut:
nini
196
berikut:
pengangkutan peti kemas adalah Kereta api. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 52, dimana pemilihan moda dari kereta api mencapai 54.9%
a. Indikator
sektor perekonomian maka makin sesuai untuk lokasi Dry port . Berdasarkan
Logika Boolean maka hasilnya yaitu angka 1 merupakan wilayah dilalui oleh
jalur koridor ekonomi yang menunjang tujuan dari MP3EI, sedangkan angka
0 adalah wilayah yang tidak dilalui oleh jalur koridor ekonomi (Tabel 22).
2) PDRB
Kriteria ini adalah kelompok PDRB, dengan asumsi bahwa semakin tinggi
Hal ini akan turut berdampak pada aktivitas perangkutan logistik di wilayah
nilai PDRB paling besar adalah Kabupaten Luwu timur dengan nilai 12789.85
rentang 2015.89 sampai 12789.85. Rentang ini kemudian dibagi dua kelas
kelas (disesuaikan Logika Boolean), maka interval kelas adalah 5387 (Tabel
30 dan 31).
199
3) Distribusi Pergerakan
bahwa semakin tinggi nilai distribusi pergerakan peti kemas dalam suatu
yang efisien. Hal ini akan turut berdampak pada aktivitas perangkutan logistik
200
yang tidak terjadi sepanjang tahun adalah kabupaten Tana Toraja dan Toraja
Rentang ini kemudian dibagi dua kelas kelas (disesuaikan Logika Boolean),
8 Maros 1,968 0
9 Pangkep 5,763 1
10 Barru 51 0
11 Bone 1,363 0
12 Soppeng 202 0
13 Wajo 4 0
14 Sidrap 9 0
15 Pinrang 10 0
16 Enrekang 10 0
17 Luwu 16 0
18 TanaToraja 0 0
19 Luwu utara 52 0
20 Luwu timur 11 0
21 Toraja utara 0 0
22 Makassar 12,486 0
23 Pare-pare 42 0
24 Palopo 1,119 0
4) Jumlah Industri
terbesar dengan jumlah 23400 unit. Hal ini kemudian menjadi landasan
202
dalam menyimpulkan rentang 1473 sampai 23400 (Tabel 34). Rentang ini
kemudian dibagi dua kelas kelas (disesuaikan Logika Boolean), maka interval
5) VC Ratio
dan kapasitas jalan). Kemacetan juga dapat diukur dengan rasio volume ke -
angka yang sesuai untuk konsep dry port yaitu 0 – 0,75 sedangkan angka 0
adalah angka yang tidak sesuai untuk lokasi dry port yaitu 0,75 - >1.
6) Aksesbilitas Jalan
Kriteria ini adalah kelompok Jarak dari Jalan, dengan asumsi makin dekat
dengan jalan makin sesuai. Angka 1 untuk wilayah yang dekat dengan jalan
raya dan angka 0 untuk wilayah yang jauh dengan jalan raya (Logika
untuk aspek jarak dari jalan untuk kasus kesesuaian wilayah terhadap
konsep Dry port , dipilih standarisasi “Cost” karena semakin dekat dengan
jalan maka akses menuju dan dari lokasi tersebut semakin baik atau berbiaya
Kriteria ini adalah kelompok perencanaan jalur kereta api, dengan asumsi
makin dekat dengan jalan makin sesuai perencanaan jalur kereta api maka
wilayah tersebut makin sesuai untuk lokasi dry port. Hal ini didasarkan bahwa
dry port adalah kereta api. Nilai 1 untuk wilayah yang dekat dengan
perencanaan jalur kereta api dan nilai 0 untuk wilayah yang jauh dari
Nilai Perencanaan
No Kabupaten
Jalur Kereta Api
13 Wajo 1
14 Sidrap 1
15 Pinrang 1
16 Enrekang 0
17 Luwu 1
18 TanaToraja 0
19 Luwu utara 1
20 Luwu timur 1
21 Toraja utara 0
22 Makassar 1
23 Pare-pare 1
24 Palopo 1
Process (AHP) yang berasal dari responden dari bidang tata ruang wilayah
kuestioner AHP yang diperuntukkan bagi pihak akademisi yang berasal dari
magister tata ruang wilayah yang berperan sebagai pemikir dalam sistem
Gambar 97. Matriks Perbandingan Indikator dari Ahli Tata Ruang Wilayah
Hasil dari matriks perbandingan diatas dari responden yang berasal dari
prioritas. Jika nilai konsistensinya lebih dari 0,10 maka hasil tersebut tidak
konsisten, namun jika nilai tersebut kurang dari 0,10 maka hasil tersebut
0.04 sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang berasal dari pihak
prioritas. Jika nilai konsistensinya lebih dari 0,10 maka hasil tersebut tidak
konsisten, namun jika nilai tersebut kurang dari 0,10 maka hasil tersebut
0.04 sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang berasal dari pihak
kuestioner AHP akumulasi dari seluruh responden yang terdiri dari responden
bahwa 7/20/2015
dari indikator
7:56:07 AM penentu lokasi dryport, maka yang menjadi prioritas
Page 1 of 1
bahwa dari 100 % bobot maka terbagi 12,2% konektivitas MP3EI, 8,4%
Barang.
211
c. Menggabungkan kriteria
Ilwis untuk memperoleh hasil yang menunjukkan lokasi yang cocok untuk
Dry port bagi Sulawesi Selatan. Hasil ini dilakukan dengan proses overlay
seluruh peta indikator dengan pembobotan yang berasal dari analisis AHP.
Kab. Luwu Timur, Kab. Luwu Utara, Kab. Sidrap, Kab. Wajo, Kota
Persentase 50% untuk penerapan lokasi konsep dry port adalah kab.
Luwu, Kab. Tana Toraja, Kab. Pinrang, Kab. Wajo, Kab. Maros, Kab.
Kab. Bantaeng.
213
Selatan yang berpotensi terhadap penerapan konsep dry port. Hasil analisis
konsep dry port yaitu Kota Makassar, Kota Palopo dan Kab. Pangkep.
Kab. Bone, Kab. Pangkep, Kab. Barru, Kota Pare-Pare, dan Kota
Palopo.
Bone yang mencakup Kab. Wajo, Kab. Bone, Kab. Soppeng, Kab.
Selayar.
mencakup Kab. Takalar, Kab. Maros, Kab. Gowa dan Kab. Pangkep.
Kab. Luwu Utara, kab. Luwu Timur, Kab. Toraja Utara dan Kab. Luwu.
3. Transportasi
4. Arahan Perencanaan
a. Pelabuhan
Sulawesi Selatan, pelabuhan ini dilalui oleh perencanaan jalur kereta api
b. Dry port .
Lokasi Dry port ditetapkan di Kota Palopo. Pemilihan Kota Palopo untuk
lokasi Dry port selain karena hasil analisis, Kota palopo juga terletak di
perbatasan Provinsi Sulawesi selatan dengan Provinsi lain sehingga hal ini
tata ruang nasional (RTRW Nasional) dan propinsi Sulawesi Selatan (RTRW
jeneponto dan Bulukumba. Selain itu, Kota Palopo juga ditetapkan sebagai
Dalam hal ini sebagai Pusat Pengembangan Ekonomi bagian utara Prov.
Sulsel serta sebagai pintu gerbang bagi pengangkutan dari dan menuju ke
provinsi lain.
karena wilayah ini berdasarkan hasil analisis penentuan lokasi dry port
yang sangat besar serta merupakan pusat kegiatan wilayah. Selain itu,
2) Kabupaten bone dan kota pare-pare memiliki potensi yang cukup tinggi
untuk penentuan konsep dry port dengan persentase 75%, Selain itu juga
kedua wilayah ini juga merupakan salah satu pusat kegiatan wilayah
Tenggara.
port sebesar 50%. Kabupaten ini merupakan pusat kegiatan wilayah bagi
ekspor impor.
seluruh Sulawesi Selatan. Wilayah-wilayah yang diluar dari lokasi dry port,
terminal intermodal dan pelabuhan adalah Kab. Luwu Timur, Kab. Luwu, Kab.
Luwu Utara, Kab. Luwu, Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, Kab. Wajo, Kab. Barru,
Kab. Maros, Kab. Sinjai, Kab.Gowa, Kab. Takalar, Kab. Jeneponto, kab.
Tana Toraja, Kab. Toraja Utara, Kab. Enrekang, Kab. Soppeng, dan Kab.
Kepulauan Selayar.
219
BAB V
A. KESIMPULAN
indikator lancar dan tepat. Selain itu, yang menjadi prioritas pemilihan
3. Pemilihan lokasi dry port terletak di Kota Palopo, Kab. Pangkep dan Kota
Makassar.
dimana lokasi dry port adalah Kota Palopo, Pelabuhan di Kota Makassar,
B. SARAN
konsep dry port . Alternatif selain kereta api, terdapat pula pengangkutan
dengan menggunakan kapal laut dengan cara membangun tol laut serta
Sulsel.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.S et al. 2009. Optimalisasi peran jasa transportasi kereta api:
pendekatan model Diamond’s Porter. Depdiknas dan LIPI. Jakarta.
Khisty dan Lall, 2003. Dasar - dasar rekayasa transportasi jilid 1. Alih bahasa
Fidel Miro. Erlangga. Jakarta.
McCoy, Johnson, 2002. Using ArcGIS Spatial Analyst. ESRI, New York
Saaty, T.L., Vargas, L.G., (2001), Models, Methods, Concepts & Applications
Boston, USA.
226
LAMPIRAN
228
Lampiran 1 Hambatan Jarak
Kabupaten
/Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 0 87 117 148 175 229 166 270 291 342 223 432 482 428 422 476 436 469 620 647 478 240 395 530
2 87 0 30 61 88 142 79 183 204 255 136 345 395 341 335 389 349 382 533 560 391 153 308 443
3 117 30 0 31 78 112 97 153 147 225 166 315 365 311 305 359 379 425 576 603 434 123 278 510
4 148 61 31 0 46 80 129 121 142 193 197 283 333 279 273 327 432 393 588 615 397 91 246 481
5 175 88 78 46 0 34 175 75 96 147 219 237 287 233 227 281 364 347 548 575 358 45 200 435
6 229 142 112 80 34 0 209 41 62 113 165 203 253 199 193 247 373 313 557 584 366 11 166 401
7 166 79 97 129 175 209 0 250 271 322 69 412 467 408 402 456 312 530 509 535 367 220 375 610
8 270 183 153 121 75 41 250 0 21 72 144 212 210 212 152 208 302 280 486 513 313 30 125 360
9 291 204 147 142 96 62 271 21 0 51 165 190 144 130 130 184 297 258 452 479 276 51 103 339
10 342 255 225 193 147 113 322 72 51 0 234 140 138 88 80 134 242 208 404 431 228 102 53 288
11 223 136 166 197 219 165 69 144 165 234 0 112 75 408 208 456 240 336 425 452 267 174 118 416
12 432 345 315 283 237 203 412 212 190 140 112 0 40 88 114 168 187 242 371 398 211 192 87 322
13 482 395 365 333 287 253 467 210 144 138 75 40 0 48 112 127 139 240 323 350 181 242 85 320
14 428 341 311 279 233 199 408 212 130 88 408 88 48 0 30 58 289 122 452 478 276 188 33 202
15 422 335 305 273 227 193 402 152 130 80 208 114 112 30 0 54 209 128 321 348 146 182 27 208
16 476 389 359 327 281 247 456 208 184 134 456 168 127 58 54 0 115 74 250 277 74 236 81 154
17 436 349 379 432 364 373 312 302 297 242 240 187 139 289 209 115 0 106 199 226 96 326 235 44
18 469 382 425 393 347 313 530 280 258 208 336 242 240 122 128 74 106 0 224 251 234 310 155 80
19 620 533 576 588 548 557 509 486 452 404 425 371 323 452 321 250 199 224 0 228 193 440 348 155
20 647 560 603 615 575 584 535 513 479 431 452 398 350 478 348 277 226 251 228 0 216 565 224 182
21 478 391 434 397 358 366 367 313 276 228 267 211 181 276 146 74 96 234 193 216 0 328 173 60
22 240 153 123 91 45 11 220 30 51 102 174 192 242 188 182 236 326 310 440 565 328 5 155 390
23 395 308 278 246 200 166 375 125 103 53 118 87 85 33 27 81 235 155 348 224 173 155 0 235
24 530 443 510 481 435 401 610 360 339 288 416 322 320 202 208 154 44 80 155 182 60 390 235 0
Ket : 1. Kab. Kepulauan 7. Kab. Sinjai 13. Kab. Wajo 19. Kab. Luwu Utara
Selayar 8. Kab. Maros 14. Kab. Sidrap 20. Kab. Luwu Timur
2. Kab. Bulukumba 9. Kab. Pangkep 15. Kab. Pinrang 21. Kab. Toraja Utara
3. Kab. Bantaeng 10. Kab. Barru 16. Kab. Enrekang 22. Kota Makassar
4. Kab. Jeneponto 11. Kab. Bone 17. Kab. Luwu 23. Kota Pare-Pare
5. Kab. Takalar 12. Kab. Soppeng 18. Kab. Tana Toraja 24. Kota Palopo
6. Kab. Gowa
229
1 0.000 0.011 0.009 0.007 0.006 0.004 0.006 0.004 0.003 0.003 0.004 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.004 0.003 0.002
2 0.011 0.000 0.033 0.016 0.011 0.007 0.013 0.005 0.005 0.004 0.007 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.002 0.002 0.003 0.007 0.003 0.002
3 0.009 0.033 0.000 0.032 0.013 0.009 0.010 0.007 0.007 0.004 0.006 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002 0.008 0.004 0.002
4 0.007 0.016 0.032 0.000 0.022 0.013 0.008 0.008 0.007 0.005 0.005 0.004 0.003 0.004 0.004 0.003 0.002 0.003 0.002 0.002 0.003 0.011 0.004 0.002
5 0.006 0.011 0.013 0.022 0.000 0.029 0.006 0.013 0.010 0.007 0.005 0.004 0.003 0.004 0.004 0.004 0.003 0.003 0.002 0.002 0.003 0.022 0.005 0.002
6 0.004 0.007 0.009 0.013 0.029 0.000 0.005 0.024 0.016 0.009 0.006 0.005 0.004 0.005 0.005 0.004 0.003 0.003 0.002 0.002 0.003 0.091 0.006 0.002
7 0.006 0.013 0.010 0.008 0.006 0.005 0.000 0.004 0.004 0.003 0.014 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.003 0.002 0.002 0.002 0.003 0.005 0.003 0.002
8 0.004 0.005 0.007 0.008 0.013 0.024 0.004 0.000 0.048 0.014 0.007 0.005 0.005 0.005 0.007 0.005 0.003 0.004 0.002 0.002 0.003 0.033 0.008 0.003
9 0.003 0.005 0.007 0.007 0.010 0.016 0.004 0.048 0.000 0.020 0.006 0.005 0.007 0.008 0.008 0.005 0.003 0.004 0.002 0.002 0.004 0.020 0.010 0.003
10 0.003 0.004 0.004 0.005 0.007 0.009 0.003 0.014 0.020 0.000 0.004 0.007 0.007 0.011 0.013 0.007 0.004 0.005 0.002 0.002 0.004 0.010 0.019 0.003
11 0.004 0.007 0.006 0.005 0.005 0.006 0.014 0.007 0.006 0.004 0.000 0.009 0.013 0.002 0.005 0.002 0.004 0.003 0.002 0.002 0.004 0.006 0.008 0.002
12 0.002 0.003 0.003 0.004 0.004 0.005 0.002 0.005 0.005 0.007 0.009 0.000 0.025 0.011 0.009 0.006 0.005 0.004 0.003 0.003 0.005 0.005 0.011 0.003
13 0.002 0.003 0.003 0.003 0.003 0.004 0.002 0.005 0.007 0.007 0.013 0.025 0.000 0.021 0.009 0.008 0.007 0.004 0.003 0.003 0.006 0.004 0.012 0.003
14 0.002 0.003 0.003 0.004 0.004 0.005 0.002 0.005 0.008 0.011 0.002 0.011 0.021 0.000 0.033 0.017 0.003 0.008 0.002 0.002 0.004 0.005 0.030 0.005
15 0.002 0.003 0.003 0.004 0.004 0.005 0.002 0.007 0.008 0.013 0.005 0.009 0.009 0.033 0.000 0.019 0.005 0.008 0.003 0.003 0.007 0.005 0.037 0.005
16 0.002 0.003 0.003 0.003 0.004 0.004 0.002 0.005 0.005 0.007 0.002 0.006 0.008 0.017 0.019 0.000 0.009 0.014 0.004 0.004 0.014 0.004 0.012 0.006
17 0.002 0.003 0.003 0.002 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.004 0.004 0.005 0.007 0.003 0.005 0.009 0.000 0.009 0.005 0.004 0.010 0.003 0.004 0.023
18 0.002 0.003 0.002 0.003 0.003 0.003 0.002 0.004 0.004 0.005 0.003 0.004 0.004 0.008 0.008 0.014 0.009 0.000 0.004 0.004 0.004 0.003 0.006 0.013
19 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.003 0.003 0.002 0.003 0.004 0.005 0.004 0.000 0.004 0.005 0.002 0.003 0.006
20 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.003 0.003 0.002 0.003 0.004 0.004 0.004 0.004 0.000 0.005 0.002 0.004 0.005
21 0.002 0.003 0.002 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.004 0.004 0.004 0.005 0.006 0.004 0.007 0.014 0.010 0.004 0.005 0.005 0.000 0.003 0.006 0.017
22 0.004 0.007 0.008 0.011 0.022 0.091 0.005 0.033 0.020 0.010 0.006 0.005 0.004 0.005 0.005 0.004 0.003 0.003 0.002 0.002 0.003 0.002 0.006 0.003
23 0.003 0.003 0.004 0.004 0.005 0.006 0.003 0.008 0.010 0.019 0.008 0.011 0.012 0.030 0.037 0.012 0.004 0.006 0.003 0.004 0.006 0.006 0.000 0.004
24 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.003 0.003 0.003 0.002 0.003 0.003 0.005 0.005 0.006 0.023 0.013 0.006 0.005 0.017 0.003 0.004 0.000
230
Bd 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1