PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut
yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah
angkutan laut sebagai sarana mobilitas dan penggerak pembangunan ekonomi
nasional. Bahkan disebagian wilayah Indonesia transportasi laut merupakan satu-
satunya sarana transportasi yang digunakan untuk berhubungan dengan dunia luar.
Kegiatan pengangkutan penumpang, barang, dan hewan oleh angkutan laut
memberikan nilai tambah bagi kegiatan itu sendiri (time utility dan place utility).
Namun potensi dan peran transportasi laut belum sepenuhnya didukung oleh sistem
keselamatan dan keamanan yang kondusif serta sarana dan prasarana yang
memadai. Berbagai kendala timbul dalam upaya meningkatkan kualitas jangkauan
pelayanan, peningkatan sarana dan prasarana termasuk mempertahankan dan
meningkatkan keselamatan pengguna jasa transportasi.
3.3. Tujuan
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan wilayah geografis yang terdiri
dari 17.504 pulau, indonesia sangat membutuhkan sistem transformasi laut yang berpihak
pada ekonomi maritim. Atas tantangan dan pontensi laut yang demikian besar,
pembangunan di sekor maritim akan lebih baik apabila di prioritaskan dalam
pembangunan nasional. Sehingga ciri dari keunggulan bangsa Indonesia sebagai bangsa
bahari dapat tercemin dari kemajuan, ekonomi, dan Iptek di bidang kemaritiman. Salah
satu sub-sektor utama di bidang kemaritiman adalah transportasi laut. Sub-sektor ini
sangat berpengaruh dalam meunjang perekonomian nasional.
Sebagai gambaran, pada tahun 1994, moda laut mengangkut lebih 430,6 juta ton
dari 453 juta ton jumlah angkutan barang secara nasionalatau mendekati 95 persen.
Sedangkan moda angkutan kereta api dan udara masing-masing hanya4,9 persen dan 0,1
persen. Untuk angkutan penumpang, pada tahun yang sama, terdapat sekitar 146,2 juta
penumpang. Dimana moda kereta api menempati urutan pertama sebesar 79,3 persen
diikuti moda angkutan laut sebesar 13,21 persen atau sekitar 13,21 juta penumpang, dan
angkutan udara sebesar 7,44 persen atau sekitar 10,87 juta penumpang.
Namun karena kurangnya sarana transportasi maka potensi yang ada belum
optimal dikembangkan, sebagai contoh Maluku utara memiliki luas potensi budaya rumput
laut 35.000 ha. Jika di kembangkan akan menghasilkan sekitar 560.000 ton pertahun
rumput laut kering. Dengan nilai ekonomi sekitar 280 juta dolar AS. Nilai ini tidak berarti
apapu jika tidak ada sarana pengankutan untuk ekspor maupun distribusi ke wilyah yang
memiliki industry pengelolahan rumput laut.Masalah yang sering muncul di Indonesia
pada transportasi laut yaitu :
Kata Logistik memiliki asal kata dari bahasa perancis loger yaitu untuk
menginapkan atau menyediakan. Tujuan dari Konsep/ilmu Logistik yaitu mendapatkan
barang yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan jumlah yang tepat, kondisi yang tepat,
dengan biaya yang terjangkau, dengan tetap memberikan kontribusi profit bagi penyedia
jasa logistik.
• Tanjung Priok, berjarak sekitar 526 mil dari center gravity perdagangan dunia lewat
laut (selat malaka), bila kapal kontainer dengan kecepatan sekitar 20 knot maka
diperlukan waktu sekitar 26,3 jam / 1 hari lebih.
• Tanjung Perak, berjarak 763 mil maka untuk mencapai center gravity di perlukan
waktu sekitar 38,15 jam atau 1,5 hari lebih.
Terlebih pada Kupang yang memiliki waktu lebih lama. Jarak tempuh yang lebih
lama akan menimbulkan pemborosan pada aktu dan biaya yang pada akhirnya end user
atau konsumen akan menanggungnya.
Letak permasalahannya, Hingga saat ini belum ada kajian yang komprehesif
tentang daftar peraturan perundangan yang bertentangan dengan UU itu.
6. Asas Cabotage Terhambat
Dari segi kapasitas armada nasional yang ada pada sebuah negara dengan
luas laut 75% dari keseluruhan wilayahnya, indonesia menunjukan sebagai negara maritim
di tingkat ASEAN dengan kekuatan armada pelayaran nasional di urutan terendah, berada
di bawah Malasyia dan Filipina. Akibatnya Indonesia masih memerlukan kekuatan armada
yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan peningkatan arus barang dan jasa, selain itu
juga untuk mengamankan perairan NKRI, karena dengan luas wilayah yang ada dan
terbuka tanpa hubungan sarana dan prasarana transportasi laut yang akan mudah disusupi
(infiltrasi) pihak asing dan pencurian kekayaan perairan indonesia.
Sistem navigasi laut merupakan perpaduan antara teknologi dan seni yang
mencakup beberapa aktivitas. Sistem navigasi yang mengkhawatirkan mencakup pada
navigasi pelabuhan dan sistem navigasi terpadu.
Pada Sistem Navigasi Terpadu permasalahan yang kerap muncul yaitu masalah
ilegal fishing yang kerap dilakukan nelayan asing di wilayah laut Indonesia. Namun
penangkapan ikan ilegal sangat minim dilakukan.
11. Sistem Transportasi Makro
Flow
Transportasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada, seperti faktor ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Secara makro, hubungan
antara sistem transportasi, sistem aktivitas, aliran lalu-lintas, di tengah-tengah seluruh faktor
yang mempengaruhinya (lingkungan) dapat dilihat pada diagram Gambar 2.3.
Manheim membagi sistem transportasi dalam lima komponen utama, yang setiap
komponennya terbagi dalam sub-sub sistem sebagai berikut:
a. Sistem pembawa beban (kendaraan, pipa, ban berjalan, dan lain sebagainya)
dengan sub-sistem: sistem pembebanan, sistem pendukung, sistem tenaga, pelayanan
pendukung, dan sistem bongkar-muat;
b. Media penghubung (jalan rel, udara, laut, atau jalan raya) dengan sub-sistem:
sistem pendukung, sistem tenaga, serta sistem control dan penuntun;
c. Fasilitas pemindahan (intramoda dan intermoda), dengan sub- sistem: sistem
kontrol dan penuntun, sistem bongkar muat, sistem pelayanan kendaraan, sistem
penyimpanan, dan sistem pendukung untuk beban;
d. Sistem perawatan, dengan sub-sistem: sistem perawatan
kendaraan, sistem perawatan media penghubung, dan sistem fasilitas transfer;
Transportasi diartikan sebagai perpindahan orang ataupun barang dari suatu tempat ke
tempat lain untuk suatu maksud tertentu. Jadi, jelaslah bahwa transportasi hanyalah
merupakan alat melawan jarak yang secara geografis terpisah, guna memenuhi kebutuhan
manusia.
Nilai ini dapat diperoleh jika sesuatu yang telah diangkut ke tempat lain, dimana
nilainya lebih tinggi dan dapat dimanfaatkan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, selama
pengorbanan (dapat dilihat dari segi biaya, waktu, ketidaknyamanan, resiko kecelakaan,
kelelahan, dan sebagainya) yang dikeluarkan oleh pengguna jasa lebih rendah dari tingkat
utilitas yang diperoleh, maka perpindahan tersebut akan tetap berjalan. Tentu saja,
perpindahan ini membutuhkan prasarana dan sarana yang sesuai dengan sistem
aktivitas yang terjadi.
Tabel 2.1
NO ATRIBUT VARIABEL
1. Waktu Waktu perjalanan total;
Keandalan (variasi waktu perjalanan);
Waktu transfer;
Frekuensi perjalanan;
Jadwal waktu perjalanan.
2. Ongkos Ongkos transportasi langsung, seperti: tarif,
Pengguna Jasa biaya peralatan, biaya bahan bakar, dan biaya
parkir;
Ongkos operasi langsung lainnya, seperti:
biaya muat dan dokumentasi;
Ongkos tak langsung, seperti:
biaya pemeliharaan, biaya gudang, atau
asuransi.
3. Keselamatan Kemungkinan terjadinya kerusakan barang
dan saat bongkar muat;
Keamanan Kemungkinan terjadinya kecelakaan;
Perasaan aman.
2. Trayek Tetap dan Teratur (Liner) adalah : pelayanan angkutan yang dilakukan
secara tetap dan teratur dengan berjadwal dan menyebutkan pelabuhan singgah;
3. Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur (Tramper) adalah : pelayanan angkutan
yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan jaringan trayek
linier dan tramper tidak terlepas dari aspek pengembangan wilayah potensi angkutan,
sehingga potensi wilayah tersebut dapat berkembang dan menjadi penggerak roda
perekonomian masyarakat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pemetaan wilayah untuk menghubungkan antara
daerah yang satu dengan yang lainnya dalam satu jaringan trayek yang dapat
menghubungan keterpaduan intra dan antarmoda transportasi, sehingga penetapan
kriteria dalam trayek linier dan tramper berorientasi pada keterhubungan
transportasi daerah dalam menunjang potensi ekonomi dan kegiatan masyarakat.
C. PELABUHAN
1. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
2. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan
internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau
barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar provinsi.
Dari penjelasan di atas, secara harfiah dapat dikatakan bahawa pelabuhan berasal dari kata
port dan harbour, namun pengertiannya tidak dapat sepenuhnya diadopsi secara harafiah.
Harbour adalah sebagian perairan yang terlindung dari badai, aman dan baik/cocok untuk
akomodasi kapal-kapal untuk berlindung, mengisi bahan bakar, persediaan, perbaikan dan
bongkar muat barang. Port adalah harbour yang terlindung, dengan fasilitas terminal laut,
yang terdiri dari tambatan/dermaga untuk bongkar muat barang dari kapal, gudang, transit
dan penumpukan lainnya untuk menyimpan barang dalam jangka pendek ataupun jangka
panjang (Triatmodjo, 2003).
Secara umum, pelabuhan dapat didefinisikan sebagai wilayah perairan yang terlindung,
baik secara alamiah maupun buatan, yang dapat digunakan untuk berlindung kapal, sebagai
tempat untuk melakukan aktivitas bongkar muat baik barang, manusia ataupun hewan serta
dilengkapi dengan fasilitas terminal yang terdiri dari tambatan, gudang dan tempat
penumpukan lainnya. Pelabuhan berperan sebagai pintu gerbang komersial suatu
daerah/negara, titik peralihan darat dan laut serta sebagai tempat penampungan dan distribusi
barang (Pelabuhan, 2000).