Anda di halaman 1dari 69

ANALISIS PENGARUH KEPUASAN PELANGGAN

TERHADAP KUALITAS PELAYANAN BONGKAR MUAT PT.


TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

IMAM MUHADI
NPM.14141021

JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
2017

0
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya

adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di

persinggahan rute perdagangan dunia. Sebagai negara kepulauan, peran

pelabuhan sangat vital dalam perekonomian Indonesia. Kehadiran pelabuhan

yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

manusia di negeri ini. Pelabuhan menjadi sarana paling penting untuk

menghubungkan antar pulau maupun antar negara. Pelabuhan merupakan

salah satu rantai perdagangan yang sangat penting dari seluruh proses

perdagangan, baik itu perdagangan antar pulau maupun internasional.Sebagai

titik temu antar transportasi darat dan laut, peranan pelabuhan menjadi sangat

vital dalam mendorong pertumbuhan perekonomian, terutama daerah

hinterlandnya menjadi tempat perpindahan barang dan manusia dalam jumlah

banyak. Sebagai bagian dari sistem transportasi, pelabuhan memegang

peranan penting dalam perekonomian.

Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia

memerlukan sektor pelabuhan yang berkembang dengan baik dan dikelola

secara efesien. Salah satu komponen penting dari sistem transportasi laut

untuk Negara kepulauan seperti Indonesia adalah pelabuhan. Salah satu

fasilitas yang dimiliki oleh pelabuhan yaitu terminal petikemas yang

1
digunakan sebagai tempat keluar masuk barang khususnya petikemas

(Setyaningrum dan Irmina 2012).

Pelabuhan berperan sebagai simpul moda transportasi laut dengan

darat dalam menunjang dan menggerakkan perekonomian, dan berfungsi

sebagai gerbang komoditi perdagangan dalam suatu wilayah serta merupakan

tempat bongkar dan muat barang, embarkasi dan debarkasi bagi penumpang

kapal laut (Idrus dan Zulkifli 2013).

Daya saing produsen baik dalam pasar nasional maupun internasional,

efisiensi distribusi internal, dan yang lebih umum, kepaduan dan integritas

ekonomi nasional sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor pelabuhan (Setiono,

2010). Pelabuhan merupakan sarana yang penting terutama bagi transportasi

perairan baik sungai, danau maupun laut, dengan adanya transportasi ini,

jarak tempuh yang dibutuhkan akan terasa lebih cepat, terutama bagi

perkembangan ekonomi suatu daerah (Saikudin 2014). Pelabuhan diharapkan

dapat melayani/membantu berputarnya roda perdagangan industri regional

dan internasional menyediakan fasilitas transit untuk daerah sekitarnya. Salim

(2004) dalam Setiawan (2012). Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas

daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan

Pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat

kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang,

berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan

serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi (Undang-

2
Undang 17 Tahun 2008). Dengan demikian perencanaan sistem transportasi

laut perlu memperhatikan aspek pelayanan kapal dan kecepatan bongkar muat

barang.

Kualitas pelayanan dan kecepatan bongkar muat merupakan salah satu

faktor penentu produktivitas pelabuhan. Fasilitas yang erat kaitannya dengan

hal ini adalah terminal yang merupakan unsur utama dan merupakan fasilitas

tempat sandar kapal dan melakukan kegiatan bongkar muat. Ketersediaan

fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan

sandar dan tambat di pelabuhan termasuk pengguna jenis peralatan yang akan

digunakan di pelabuhan. Fungsi pelabuhan adalah sebagai : (1) interface,

sebagai titik singgung atau tempat pertemuan dua moda atau sistem

transportasi, (2) link, sebagai salah satu mata rantai dari sistem transportasi.

Sebagai bagian dari mata rantai transportasi, pelabuhan tidak terlepas dari

mata rantai transportasi lainnya baik dilihat dari kinerja maupun dari segi

biaya sangat mempengaruhi tingkat efesiensi dan tingkat biaya transportasi

secara keseluruhan, (3) gateway, sebagai pintu gerbang dari suatu negara atau

daerah untuk menunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan (Ratna

2011).

Di dalam pelabuhan peran dermaga cukup strategis yang merupakan

unsur utama dan merupakan fasilitas tempat sandar kapal serta melakukan

kegiatan bongkar muat. Waktu kunjungan kapal di pelabuhan secara

keseluruhan ditentukan oleh kualitas pelayanan kapal dan kecepatan bongkar

muat dengan didukung penyediaan pelayanan jasa pelabuhan untuk

3
tambat/sandar, bongkar dan muat barang serta penyediaan gudang dan

lapangan penumpukan barang. Hal ini berfungsi agar navigasi pelayaran

dalam lingkup perairan pelabuhan dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib

dan lancar demi keselamatan kapal, manusia, barang dan lingkungan

Pengangkutan dengan menggunakan petikemas (container) telah menjadi

bagian kehidupan modern di mana sistem pengangkutan modern tersebut

dilaksanakan dengan alat angkutan darat, laut dan udara (secara terbatas) dan

pengoperasiannya dijalankan secara efisien dengan bantuan perangkat

komputer.

Di negara-negara yang angkutan petikemasnya sudah maju, lalu lintas

angkutan petikemas sangat ramai, membawa petikemas dari pabrik-pabrik

dan lahan pertanian/perkebunan yang ada di pedalaman (hinterland) untuk

diangkut ke negara-negara lain dengan menggunakan sistem pengangkutan

secara terpadu antara pengangkutan yang menggunakan truk, kereta api, kapal

domestik (kapal laut atau sungai dan danau), kapal samudera secara berganti-

ganti sambung menyambung. Sistem pengangkutan seperti digambarkan di

atas dikenal sebagai Combined Transportation atau Inter-modal dan Multi-

modal Transportation System (Andi Wahyu,2008).

Kalangan pelayaran internasional sudah lama merasakan hambatan

yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan muat bongkar yang hanya

mencapai sekitar 1.000 ton per hari untuk muatan umum (general cargo).

Selain itu, biaya tenaga kerja yang merupakan bagian terbesar dari

pengeluaran untuk keperluan operasional, menunjukkan kenaikan yang cepat

4
di hampir seluruh negara di dunia. Hal ini berarti bahwa waktu yang

diperlukan untuk berlabuh menjadi lama, frekuensi pelayaran menjadi lebih

rendah, dan produktivitas angkutan menjadi lebih rendah pula. Sedangkan di

lain pihak biaya operasional pelayaran bertambah meningkat (Andi

Wahyu,2008).

Gagasan-gagasan penggunaan petikemas (containers), bantalan

munggah (pallets), serta kemas apung (lash) merupakan usaha-usaha

kearah pemecahan masalah kelambatan muat bongkar yang pada akhirnya

merupakan perombakan pola pengangkutan laut pada umumnya. Pada

pertengahan tahun 1950-an, Malcolm McLean, pemilik perusahaan angkutan

truk Sea-Land, memperkenalkan sistem pengangkutan petikemas di atas

truk, dengan latar belakang pemikiran mengikutsertakan angkutan truk

melalui laut (Andi Wahyu,2008).

Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang berada di bawah manajemen

PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), merupakan pelabuhan yang penting

dan strategis bagi sistem transportasi laut sebagai penunjang perkembangan

perekonomian nasional Indonesia khususnya Provinsi Jawa Timur. Tantangan

dan ancaman yang dihadapinya sangat besar mengingat persaingan kualitas

pelayanan antar pelabuhan Indonesia di Indonesia maupun persaingan dari

pelabuhan-pelabuhan luar negeri yang dewasa ini meningkat. Tingginya

persaingan dalam pasar globalisasi saat ini, sehingga memicu bagi pihak

manajemen untuk selalu mengantisipasi dengan berbagai cara agar dapat

memperoleh pangsa pasar yang semakin meningkat. Dengan semakin

5
besarnya pangsa pasar yang diperoleh maka dimungkinkan suatu perusahaan

tersebut memperoleh pasar yang tinggi agar dapat terus bersaing dan

melanjutkan kelangsungan usahanya. Pangsa pasar biasanya memilih produk

dan jasa yang memberikan nilai terbesar bagi mereka. Jadi, kunci agar

berhasil dan dapat mempertahankan pasar tersebut adalah memahami lebih

baik kebutuhan dan proses pembelian mereka, termasuk didalamnya dengan

memberikan mutu dan servis yang terbaik.

Salah satu jasa kepelabuhanan yang memiliki peranan vital dalam

aktifitas kapal di pelabuhan adalah jasa bongkar muat peti kemas. PT

Terminal Petikemas Surabaya, sebagai sebuah terminal berstandar kelas dunia

di Indonesia, berkomitmen untuk mempertahankan posisi TPS yang unik dan

menonjol yaitu sebagai Pintu Gerbang ke Kawasan Indonesia Bagian Timur,

untuk memastikan bahwa perusahaan mampu menyediakan layanan bermutu

yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dan

untuk menyediakan layanan terbaik bagi para pelanggan. Dengan motto

perusahaan yaitu Reliable Terminal with Service Excellence (Terminal

Terpercaya dengan Layanan Sempurna), kepuasan pelanggan menjadi

prioritas utama TPS (www.tps.co.id).

Menurut Zeithaml dimensi kualitas jasa, terdiri dari : (1) Tangible

(wujud nyata) seperti jumlah personil pandu, (2) Reliability (keandalan)

seperti keahlian pandu. (3) Responsiveness (daya tanggap) seperti kecepatan

pelayanan, (4) Assurance (jaminan) seperti keselamatan pemanduan, dan (5)

Empathy (Perhatian) seperti pemahaman personil pandu. Sedangkan kepuasan

6
pelanggan adalah evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih

sekurang-kurangnya memberikan hasil sama atau melampuai harapan,

sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi

harapan (Tjiptono, 2000:146). Menurut Kolter (dikutip dalam Fandy,

2004:147) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah

membandingan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingan dengan

harapannya.

Penelitian tentang kepuasan konsumen pernah dilakukan oleh

Atmawati dan Wahyuddin (2004) dengan judul Analisis Pengaruh Kualitas

Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Matahari Departement Store

Di Solo Grand Mall. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa variabel

independen yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan,

dan empati berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen.

Disamping itu, Yuliarmi dan Riyasa (2007) juga pernah melakukan penelitian

tentang kepuasan pelanggan dengan judul. Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan PDAM Kota

Denpasar. Hasil dari analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut.

(1)Tingkat kepuasan pelanggan PDAM Kota Denpasar yang diukur

berdasarkan kontinuitas air berada dalam kategori tingkat kepuasan rendah,

pencatatan meter air berada dalam kategori tingkat kepuasan sedang, lokasi

pembayaran berada dalam kategori tingkat kepuasan tinggi, dan kecepatan

penanganan keluhan berada dalam kategori tingkat kepuasan rendah. (2)

Secara bersama-sama atau simultan seluruh variabel, yaitu faktor keandalan

7
(reliability) (X1), faktor ketanggapan (responsiveness) (X2), faktor keyakinan

(assurance) (X3), faktor empati (emphaty) (X4), dan faktor berwujud

(tangibel) (X5) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan PDAM

Kota Denpasar. (3) Secara parsial faktor ketanggapan (responsiveness) (X2),

faktor keyakinan (assurance) (X3), faktor empati (emphaty) (X4), dan faktor

berwujud (tangibel) (X5) berpengaruh nyata dan positif terhadap kepuasan

pelanggan PDAM Kota Denpasar, sedangkan faktor keandalan (reliability)

(X1) dalam model ini tidak berpengaruh nyata dan positif terhadap kepuasan

pelanggan PDAM Kota Denpasar.

Untuk dapat menciptakan suatu perusahaan menjadi salah satu

perusahaan yang solid, diperlukan pemikiran yang cermat mengenai strategi

pelayanan. Dimana sebuah perusahaan mempunyai pelayanan bermutu tinggi

berhasil menetapkan harga lebih tinggi, bertumbuh lebih cepat dan

menghasilkan laba yang lebih besar. Dari uraian diatas maka diperlukan suatu

penelitian atas kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan konsumen,

apakah pelayanan yang ditawarkan oleh perusahaan dalam hal ini adalah

Terminal Peti Kemas Semarang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan, maka

penulis mengangkat topik penelitian denganjudul : ANALISIS

KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN BONGKAR

MUAT DI PT. TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA

8
I.2 Rumusan Masalah

Dengan tingginya tingkat kebebasan pelanggan/ customer untuk

memilih terhadap jasa pelayanan perusahaan dan semakin tingginya

kesadaran akan nilai-nilai kepuasan, maka penelitian ini memandang adanya

permasalahan mengenai kepuasan yang dihadapi setiap perusahaan jasa,

termasuk PT. Terminal Petikemas Surabaya, maka permasalahannya dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah dimensi penampilan Fisik (Tangible) berpengaruh terhadap

tingkat kepuasan pelanggan PT. Terminal Petikemas Surabaya.

2. Apakah dimensi Kehandalan (Reliability berpengaruh terhadap

tingkat kepuasan pelanggan PT. Terminal Petikemas Surabaya).

3. Apakah dimensi Tanggapan (Responsiveness) berpengaruh terhadap

tingkat kepuasan pelanggan PT. Terminal Petikemas Surabaya.

4. Apakah dimensi Kepastian (Assurance). berpengaruh terhadap

tingkat kepuasan pelanggan PT. Terminal Petikemas Surabaya.

5. Apakah dimensi Empaty (emphaty) berpengaruh terhadap tingkat

kepuasan pelanggan PT. Terminal Petikemas Surabaya.

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan untuk

mengetahui tingkat kepuasan customer terhadap pelayanan jasa

pengiriman barang oleh PT. Terminal Petikemas Surabaya, dengan

obyek studi adalah seluruh pelanggan atau pengguna jasa pengiriman

barang melalui PT. Terminal Petikemas Surabaya.

9
Hasil penelitian diharapkan dapat mengungkapkan berbagai

permasalahan yang ada berkaitan dengan pelayanan jasa pengiriman

barang, terutama menyangkut hal-hal sebagai berikut :

1. Menganalisa pengaruh faktor pelayanan dalam dimensi

Penampilan Fisik

(tangible), Kehandalan (reliability), Tanggapan

(responsiveness), Kepastian (assurance), dan Empati

(emphaty) dengan tingkat kepuasan customer PT. Terminal

Petikemas Surabaya.

2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kualitas

pelayanan terhadap tingkat kepuasan customer PT. Terminal

Petikemas Surabaya.

3. Menganalisa seberapa besar kepuasan pelanggan/konsumen

terhadap pelayanan PT. Terminal Petikemas Surabaya.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan didalam

pengambilan strategi pemasaran khususnya yang berhubungan dengan

perilaku konsumen sekaligus perumusan kebijakan pelayanan terhadap

konsumen serta pengembangan PT. Terminal Petikemas Surabaya baik

sarana maupun prasarana seperti penyempurnaan fasilitas yang dimiliki

oleh PT. Terminal Petikemas Surabaya dan pelayanan terhadap

konsumen lebih ditingkatkan untuk masa yang akan datang, sehingga

10
akan dapat menambah jumlah pelanggan pada PT. Terminal Petikemas

Surabaya.

2. Bagi Fakultas

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan masukan

bagi fakultas dan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang akan

mengadakan penelitian tentang kualitas layanan dan kepuasan pelanggan

serta menambah dokumentasi bagi fakultas yang selanjutnya barmanfaat

bagi mahasiswa dan pihak-pihak yang membutuhkan untuk menambah

khasanah pengetahuan.

3. Bagi penulis

Kegiatan penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan

tentang perilaku konsumen dalam jasa pelayanan dan menerapkan teori-

teori yang sudah diperoleh selama kuliah di Perguruan Tinggi.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang

dilakukan maka disusunlah suatu sistematika penulisan yang berisi informasi

mengenai materi dan halhal yang dibahas dalam tiaptiap bab. Adapun

sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab satu ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

Beberapa data disajikan pula dibab ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

11
Bab dua berisi tentang konsep dan teori mengenai kepuasan pelanggan,

tangible, responsiveness dan assurance. Selanjutnya dari konsep

tersebut akan dirumuskan hipotesis dan akhirnya terbentuk suatu

kerangka penelitian teoritis yang melandasi penelitan ini.

Bab III METODE PENELITIAN

Bab tiga menguraikan tentang definisi operasional variabel- variabel

yang digunakan dalam penelitian, metode pengumpulan data serta

teknik analisis data untuk mencapai tujuan penelitian.

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sedangkan pada bab empat berisi tentang hasil penelitian secara

sistematis kemudian dianalisis dengan teknik analisis yang ditetapkan

dan selanjutnya dilakukan pembahasan tentang hasil analisis tersebut.

Bab V PENUTUP

Dan bab lima ini berisi tentang kesimpulan atas hasil penelitian dan

saran yang diberikan berkaitan dengan hasil penelitian.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Angkutan Petikemas di Indonesia

Sejarah perkembangan petikemas di Indonesia baru dimulai sejak

tahun 1970-an yang ditandai dengan adanya kapal dan pelabuhan petikemas

pertama di Indonesia. Di Indonesia sejarah perkembangan angkutan

petikemas baru dimulai pada akhir dasawarsa enam puluhan di mana satu

dua unit petikemas yang dikapalkan ke Indonesia menggunakan kapal

petikemas (container vessel) dibongkar di Singapura dan dilanjutkan ke

Jakarta atau pelabuhan tujuan lain di Indonesia menggunakan kapal

konvensional atau kapal semi container yang melayani angkutan

feeder service Indonesia Singapura atau oleh kapal lain yang menjalani

pelayaran cross trading melalui perairan Indonesia.

Secara lebih teratur dan lebih terarah, era pengangkutan petikemas di

Indonesia dimulai pada tahun 1973 dengan menggunakan kapal general

cargo carrier konvensional atau kapal semi container. Oleh karena

itu masa itu di Indonesia belum terdapat fasilitas dermaga petikemas dan

belum ada alat bongkar muat petikemas (gantry crane, transtainer,

dan sejenisnya) maka posisi perusahaan pelayaran Indonesia dalam

system angkutan petikemas ini masih terbatas sebagai feeder (pemberi

umpan), memberi umpan kepada pelabuhan lain yang berdekatan yang

sudah mempunyai fasilitas penunjang lengkap yaitu Singapura. Angkutan

13
petikemas langsung dari pelabuhan asal muatan ke pelabuhan tujuannnya di

luar negeri, dan sebaliknya, masih bersifat insidental, berasal dan

bertujuan dari dan ke pelabuhan-pelabuhan besar Tanjung Priok dan

Tanjung Perak Surabaya. Atas dasar sikap ini maka mulai tahun 1974

sebagian Pelabuhan Tanjung Priok yaitu Pelabuhan III bagian timur,

dibangun menjadi pelabuhan petikemas yang lengkap. Usaha pembangunan

ini mendapat bantuan dari bank Dunia dan karena pelabuhan petikemas

memerlukan lapangan kosong yang luas maka dalam rencana

pengembangan dan pembangunan pelabuhan petikemas tersebut ditetapkan

bahwa seluruh kawasan yang terletak pada Pelabuhan III timur tersebut

sampai pantai Gita Bahari (Zandvoort, yang sehari-hari di sebut Sampur)

akan dijadikan areal pelabuhan petikemas Tanjung Priok, lengkap dengan

sarana pendukungnya.

Pembangunan pelabuhan petikemas lengkap tahap pertama, yang

dimulai tahun 1974 tersebut dinyatakan sudah selesai dan sudah mulai

difungsikan pada tahun 1978 dengan sarana pendukung utama berupa dua

unit gantry crane berkapasitas berkapasitas 50 ton SWL (Safe

Working Load). Penggunaan pelabuhan petikemas pertama di Indonesia

ini telah diresmikan pemakaiannya oleh Presiden Soeharto pada peringatan

Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 1980. (Amir MS,1979).

2.2 Manajemen Barang di Pelabuhan

Hampir semua barang ekspor dan impor (dalam jumlah besar)

diangkut mengguanakan kapal laut walaupun terdapat alat transportasi

14
lainnya seperti pesawat terbang. Hal ini mengingat kapal memiliki kapasitas

angkut yang jauh lebih besar dibandingkan dengan alat transportasi lainnya

(Bambang Tritmodjo, 2008).

Menurut R. Bintarto (1968), Dalam pengembangan bidang ekonomi,

pelabuhan memiliki beberapa fungsi yang sama sama dapat meningkatkan

ekonomi suatu negara. Pelabuhan bukan hanya digunakan sebagai

tempatmerapat bagi sebuah kapal melainkan juga dapat berfungsi untuk

tempat penyimpanan stok barang, seperti contohnya sebagai tempat

penyimpanan cadangan minyak dan peti kemas (container), karena biasanya

selain sebagai prasarana transportasi manusia pelabuhan juga kerap menjadi

prasarana transportasi untuk barang barang. Berikut ini adalah kegiatan

kegiatan penanganan (handling) Petikemas di Pelabuhan, yang terdiri dari:

a. Mengambil Petikemas dari Kapal dan meletakkannya di bawah portal

gantry crane.

b. Mengambil dari Kapal dan langsung meletakkannya di atas bak truk /

trailer yang sudah siap dibawah portal gantry, yang akan segera

mengangkutnya keluar Pelabuhan

c. Memindahkan Petikemas dari suatu tempat penumpukan untuk

ditumpuk ditempat lainnya di atas Container yard yang sama.

d. Melakukan shifting Petikemas, karena Petikemas yang berada

ditumpukan bawah akan diambil sehingga Petikemas yang menindihnya

harus dipindahkan terlebih dahulu.

e. Mengumpulkan (mempersatukan) beberapa Petikemas dari satu

15
shipment ke satu lokasi penumpukan (tadinya terpencar pada beberapa

lokasi / kapling.

Oleh karena kegiatan sebuah kapal pada sebuah pelabuhan

membutuhkan pelayanan yang baik agar arus bongkar muat dapat berjalan

dengan baik, maka setiap kapal yang merapat ke sebuah pelabuhan akan

dikenakan biaya. Contohnya di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, setiap

kapal yang merapat akan dikenakan biaya yang dihitung berdasarkan

komponen komponen tertentu yaitu biaya navigasi, tambat, dan biaya

operasi muatan (Yuliani, 2011). Walaupun biaya yang dikeluarkan sebuah

kapal untuk melakukan bongkar muatan cukup mahal, tetapi disisi lain ada

keuntungan keuntungan yangbisa didapat dari kegiatan transportasi laut

tersebut seperti dapat mengangkut barang yang cukup besar seperti peti

kemas. Gagasan-gagasan penggunaan petikemas (containers), bantalan naik

(pallets), serta kemas apung (lash) merupakan usaha-usaha kearah

pemecahan masalah kelambatan muat bongkar yang pada akhirnya

merupakan perombakan pola pengangkutan laut pada umumnya.

Menurut Dani (2011), keunggulan petikemas dalam sistem

transportasi adalah intermodalitasnya yang sangat baik, karena bisa diangkut

melalui jalan, kereta api maupun laut, karena memiliki dimensi yang baku,

berat maksimal yang baku pula sehingga overloading seperti yang sering

terjadi dijalan raya bisa dihindari, tidak memerlukan gudang karena bisa

ditumpuk (sampai 7 lapis petikemas) di lapangan terbuka, waktu bongkar

muat yang singkat. Mark Levinson dalam bukunya The Box (2003)

16
mengatakan bahwa the container made shipping cheap, and by doing so

changed the shape of world economy (penggunaan peti kemas

mengakibatkan pengangkutan murah yang mengakibatkan perubahan

ekonomi dunia). Pandangan ini juga harus dimanfaatkan di Indonesia untuk

memenuhi kebutuhan angkutan barang dalam peti kemas dalam negeri. Di

Indonesia biaya resmi pelayanan peti kemas diatur dalam Surat Keputusan

Direksi No. HK/56/3/2/PI.II-08

Hendrikus Galih (2012) dalama manajemen pelabuhan menjelaskan

bahwa untuk memperlancar proses angkut barang barang di pelabuhan, maka

diperlukan alat - alat bongkar muat petikemas yang tentunya memiliki nilai

efektifitas dan efisiensi kerja. Seperti contohnya waktu standart container crane

kegiatan muat sebesar 113.8 detik dengan output standar adalah sebesar 31.6 32

petikemas/jam. Waktu standart container crane kegiatan bongkar sebesar 89.85

detik dengan output standar adalah sebesar 40 petikemas/jam. Waktu standart

rubber tyred gantry kegiatan muat sebesar 122 detik dengan output standar adalah

sebesar 29 petikemas/jam. Waktu standart rubber tyred gantry kegiatan bongkar

sebesar 105 detik dengan output standar adalah sebesar 34 petikemas/jam. Untuk

lebih jelas mengenai alat alat yang digunakan untuk proses bongkar muat secara

berturut turut dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Gantry Crane

Gantry crane merupakan alat bongkar muat petikemas yang letaknya berada

disisi dermaga. Cara kerjanya meliputi pada saat alat ini tidak beroperasi,

bagian portal yang menghadap kelaut diangkat agar tidak menghalangi

manuver kapal ketika merapat ke dermaga atau keluar dari dermaga, jika

hendak beroperasi, bagian tersebut diturunkan menjadi horizontal. Saat

17
beroperasi membongkar Petikemas, setelah mengambil Petikemas dari

tumpukannya di kapal dan mengangkatnya pada ketinggian yang cukup,

selanjutnya mesin crane di gondola membawanya sepanjang portal kebelakang

kearah lantai dermaga. Kecepatan kerja bongkar muat petikemas dengan

cara tersebut dinamakan Hook Cycle berjalan cukup cepat yaitu kurang lebih 2

sampai 3 menit per box. Dengan demikian produktivitas hook cycle berkisar

20 sampai 25 box tiap jam. Hook cycle adalah waktu yang diperlukan dalam

proses pekerjaan bongkar muat Petikemas dihitung sejak takap atau

spreader disangkutan pada muatan, diangkat untuk dipindahkan ke tempat

yang berlawanan di dermaga atau kapal.

Gambar 2.1.
Gantry Crane PT. Terminal Petikemas Surabaya

b. Container Spreader

Container Spreader adalah alat bongkar muat Petikemas yang terdiri dari

kerangka baja segi empat yang dilengkapi dengan pena pengunci pada bagian

bawah keempat sudutnya dan digantung pada kabel baja dari gantry crane,

transtainer, Straddler Loader, dan dengan konstruksi yang sedikit berbeda juga

pada container forklift.

18
Gambar 2.2
Container spreader PT. Terminal Petikemas Surabaya

c. Staddler Loader

Kendaraan ini sama dengan jenis staddler carrier tetapi tidak

dilengkapi dengan alat kemudi, gerakannya hanya maju, mundur atau

depan dan belakang lokasi semula. Fungsi alat ini adalah untuk

mengatur tumpukan petikemas dilapangan penumpukan (CY) antara

lain menyiapkan petikemas yang akan dimuat oleh gantry crane atau

sebaliknya mengambil petikemas yang baru dibongkar dari Kapal, di

bawah kaki / portal gantry, guna dijauhkan ketempat lain supaya tidak

menghalangi petikemas lainnya yang baru dibongkar.

Gambar 2.3
Staddler loader PT. Terminal Petikemas Surabaya

19
d. Transtainer / Rubber Tyred Gantry

Alat ini disebut juga dengan RTG (Rabber Tayred Gantry) fungsinya adalah

untuk mengatur tumpukan petikemas, memindahkan petikemas dari arah

depan dan belakang. Cara kerjanya adalah mengambil petikemas pada

tumpukan paling bawah dengan cara terlebih dahulu memindahkan petikemas

yang menindihnya, memindahkan (Shifting) petikemas dari satu tumpukan ke

tumpukan lainnya.

Gambar 2.4
Staddler loader PT. Terminal Petikemas Surabaya

e. Container Forklift

Truck garfu angkat yang khusus digunakan untuk mengangkat

petikemas ini (bukan mengangkut muatan dalam rangka stuffing)

bentuknya tidak berbeda dari Forklift trucklainnya tetapi daya

angkatnya jauh lebih besar, lebih dari 20 ton dengan jangkauan lebih

tinggi supaya dapat mengambil petikemas dari (atau meletakan pada)

susunan tiga atau empat tier bahkan sampai lima tier.

20
Gambar 2.5
Container forklift PT. Terminal Petikemas Surabaya

f. Side Loader

Kenderaan ini mirip forklift tetapi mengangkat dan menurunkan

petikemas dari samping, bukannya dari depan. Side Loader digunakan

untuk menurunkan dan menaikan Petikemas dari dan ke atas trailer atau

chasis dimana untuk keperluan tersebut trailer trailer atau chasis dibawa

ke samping loader. Kegiatan memuat dan membongkar petikemas

menggunakan side loader memakan waktu agak lama karena sebelum

mengangkat petikemas, kaki penopang side loader (jack) harus

dipasang dahulu supaya loader tidak terguling ketika mengangkat

petikemas.

Gambar 2.6
Side Loader PT. Terminal Petikemas Surabaya

21
Setelah barang -barang diangkut dari kapal, kemudian dibawa ke

terminal petikemas selanjutnya dilakukan pemilahan barang mana yang akan

diangkut lagi keluar pelabuhan mengguanakan alat transportasi darat dan

barang mana yang akan disimpan di pelabuhan. Selain itu terminal petikemas

juga merupakan tempat transit sebelum barang diangkut kedalam kapal.

Terminal Petikemas di Pelabuhan terdiri dari beberapa bagian diantaranya:

1. Unit Terminal Petikemas (UTPK)

UTPK adalah terminal di Pelabuhan yang khusus melayani petikemas

dengan sebuah lapangan (yard) yang luas dan diperkeras untuk bongkar/

muat dan menumpuk petikemas yang dibongkar atau yang akan dimuat

ke kapal. Karena kapal petikemas tidak dilengkapi dengan alat bongkar/

muat, maka bongkar/muat kapal petikemas dilakukan dengan gantry

crane, yaitu derek darat yang hanya dapat digunakan untuk membongkar

dan memuat petikemas dengan kapasitas lebih kurang 50 ton. Untuk

membongkar/muat suatu kapal, di (UTPK) diperlukan satu lapangan luas

tertentu bagi satu kapal untuk menimbun sementara petikemas-petikemas

yang baru dibongkar atau menyusun petikemas - petikemas yang akan

dimuat karena petikemas harus dimuat sesuai muatan dalam penyusunan

di dalam Kapal.

2. Container Yard (CY)

Container yard adalah kawasan di daerah Pelabuhan yang digunakan

untuk menimbun Petikemas FCL yang akan dimuat atau dibongkar dari

Kapal.

22
3. Container Freight Station (CFS)

Container freight station adalah kawasan yang digunakan untuk

menimbun Petikemas (LCL), melaksanakan stuffing / unstuffing, dan

untuk menimbun break-bulk cargo yang akan di-stuffing ke Petikemas

atau di-unstuffing dari Petikemas.

4. Inland Container Depot (ICD)

Inland container depot adalah kawasan di pedalaman atau di luar daerah

Pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Bea dan Cukai yang

digunakan untuk menimbun Petikemas (FCL) yang akan diserahkan

kepada consignee atau diterima dari shipper.

5. Menara Pengawas

Menara pengawas digunakan untuk melakukan pengawasan disemua

tempat dan mengatur dan serta mengerahkan semua kegiatan diterminal,

seperti pengoperasian peralatan dan pemberitahuan arah penyimpanan

dan penempatan Petikemas.

6. Bengkel Pemeliharaan

Mekanisme bongkar muat diterminal Petikemas menyebabkan

dibutuhkannya perawatan dan reparasi peralatan yang digunakan dan

juga untuk memperbaiki Petikemas kosong yang akan dikembalikan.

Kegiatan tersebut dilakukan dibengkel perbaikan. Kerusakan peralatan

dan keterlambatan perbaikan peralatan dapat menyebabkan tertundanya

semua kegiatan di terminal. Mengingat pentingnya, maka semua terminal

Petikemas harus mempunyai bengkel pemeliharaan.

23
7. Apron

Apron terminal Petikemas lebih lebar dibanding dengan apron

untuk terminal lain yang biasanya berukuran dari 200 m samapai 50 m.

Pada apron ini ditempatkan peralatan bongkar muat petikemas seperti

gantry crane, rel rel kereta api dan jalan truk trailer, serta

pengoperasian peralatan bongkar muat Petikemas lainnya. Fasilitas

tersebut memberikan beban yang sangat besar pada dermaga dan harus

diperhitungkan dengan teliti didalam perencanaan.

Fasilitas lain di dalam terminal petikemas diperlukan pula

beberapa fasilitas umum lainnya seperti sumber tenaga listrik untuk

petikemas berpendingin, suplai bahan bakar, suplai air tawar, penerangan

untuk pekerjaan pada malam hari dan keamanan. Pergerakan barang dan

petikemas dimulai saat kapal sandar di dermaga, kemudian melalui alat

Gantry crane, petikemas tersebut diangkat dari kapal ke dermaga

(stevdoring), dan diletakan di atas truck trailer yang sudah dipersiapkan

dan selanjutnya dibawa kelapangan penumpukan petikemas (CY) atau

langsung ke pemilik barang (consignee). Gambar berikut menunjukan

alur pergerakan Petikemas dari Dermaga sampai ketujuan akhir

(consignee).

2.3 Ketentuan Penggunaan Peti Kemas

Dengan meningkatnya pengangkutan barang menggunakan

container atau petikemas dan dibangunnya terminal-terminal petikemas

Indonesia, maka Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan surat No. S-

24
263/BC/1981 tanggal 3 Juli 1981 telah menetapkan ketentuan tentang

penanganan dan penyelesaian petikemas serta barang barang yang diangkut

dengan menggunakan petikemas sebagai berikut:

1. Pengertian Container atau Peti Kemas

a. Berdasarkan Customs Convention on Containers 1972, yang

dimaksud dengan container adalah alat untuk mengangkut barang

sebagai berikut :

Seluruhnya atau sebagian tertutup sehingga berbentuk peti atau

karet dan dimaksud untuk diisi barang yang akan diangkut.

Berbentuk permanen dan kokoh sehingga dapat dipergunakan

berulang kali untuk pengangkutan barang.

Dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengangkutan

barang dengan suatu kendaraan tanpa terlebih dulu dibongkar

kembali.

Dibuat sedemikian rupa untuk langsung dapat diangkut,

khususnya apabila dipindah dari satu ke lain kendaraan

Dibuat sedemikian rupa sehingga mudah diisi dan dikosongkan

Mempunyai isi diukur bagian dalam sebesar 1 m atau lebih

b. Dalam pengertian container termasuk perlengkapan dan peralatan

untuk container yang diangkut bersama-sama dengan container

bersangkutan.

c. Dalam pengertian container tidak termasuk kendaraan atau suku

cadang kendaraan atau alat kemas.

25
d. Peti Kemas dibuat kokoh/kuat dan dilengkapi dengan pintu yang

dikunci dari luar. Semua bagian dari Peti Kemas termasuk pintunya

tidak dapat dilepas atau dibuka dari luar tanpa meninggalkan bekas

nyata.

e. Pada pintu disediakan tempat pemasangan materai sedemikian rupa

sehinggga apabila dikunci dan dibubuhi materai, tidak dimasukkan

atau dikeluarkan barang tanpa meninggalkan bekas yang nyata atau

tanpa merusak materai.

2. Jenis Peti Kemas

a. Disamping container yang berupa peti atau karet, ada juga

petikemas berupa tongkang (barge) dengan atau tanpa motor

penggerak sendiri atau ditarik dengan kapal tunda.

b. Selain dari itu ada juga petikemas yang dilengkapi dengan mesin

pendingin (refrigerated container) dan malahan ada yang pakai

roda dengan atau tanpa mesin penggerak.

3. Penggunaan Petikemas

Peti Kemas (container) digunakan untuk pengangkutan barang :

a. Dari luar negeri/luar dari pabean (impor)

b. Ke luar negeri/luar dari pabean (ekspor)

c. Interinsuler apabila sudah dipenuhi persyaratan-persyaratan

impor

26
4. Istilah-istilah dalam penggunaan Peti Kemas

(Container)

a. FCL (Full Container Load) atau CY (Container Yard) Isi

container satu jenis barang dari satu orang pengirim dan satu

orang

penerima.

b. LCL (Less Container Load) atau CFS (Container Freight

Station) Isi container terdiri dari berbagai jenis barang dan

pengirim maupun penerima barang (dapat) lebih dari satu orang

c. Door-to-door Penggunaan container dari tempat/gudang

pengirim barang sampai ke tempat/gudang penerima barang disebut

door-to-door service

d. TEU (Twenty foot Equivalent Unit)

Peti Kemas mempunyai ukuran baku (standar) yang ditetapkan oleh

ISO (International Shipping Organization) yakni : 8 kaki

lebar X 8 kaki tinggi, sedangkan panjangnya berbeda-beda antara 10

kaki, 20 kaki, dan 40 kaki. Ukuran dasar yang dipakai adalah Peti

Kemas dengan ukuran 20 kaki, sehingga dalam container dikenali

istilah satuan TEU dengan kapasitas 15 20 ton. Selain dari ukuran

diatas, pada setiap container dicatat berat dari container

bersangkutan dalam keadaan kosong

e. Stuffing Penyusunan Peti Kemas di dalam kapal maupun di

27
terminal disebut stuffing.

f. Stripping/Unstuffing Pengeluaran barang dari dalam

container disebut stripping namun ada juga yang menyebutnya

unstuffing

g. Reefers Pengiriman barang dengan menggunakan istilah refers

yang berarti pengiriman barang dengan menggunakan kapal atau

container yang didinginkan (refrigerated ship or container)

h. Roro (Roll on roll of) Roro adalah Peti Kemas yang beroda

sehingga memudahkan pemuatan dan pembongkarannya, yakni

didorong atau ditarik dan ada pula yang dilengkapi dengan mesin

penggerak sendiri. Kapal yang khusus dipakai untuk Roro, disebut

roll on/roll of ship yang mempunyai pintu di buritan atau di

lambung.

i. Lash (Lighter aboard ship)

Lash adalah container yang berbentuk tongkang (barge) dengan

atau tanpa mesin penggerak.

j. Mother Vessel/Lash Vessel

Kapal dengan konstruksi khusus untuk mengangkut lash dan dapat

disebut kapal induk, yaitu mempunyai derek khusus yang bergerak

dari bagian depan ke bagian belakang kapal dan sebaliknya untuk

membongkar atau memuat lash di atau dari buritan kapal

k. Flash (Feeder vessel for lash barge)

Flash menyerupai dok terapung yang dapat dibenamkan atau

28
diapungkan di air untuk memuat atau menurunkan lash. Flash

biasanya tidak memiliki mesin penggerak sehingga ditarik oleh kapal

tunda ke tempat tujuan. Karena pengangkutan dengan menggunakan

container sedang pesat berkembang, tidak mustahil apabila kelak

akan timbul istilah-istilah yang lain.

2.4 Pengertian Kualitas Jasa

Penyajian layanan yang berkualitas dipertimbangkan sebagai suatu

strategi untuk sukses dan tetap hidup dalam lingkungan persaingan saat ini.

Layanan adalah suatu kegiatan yang memberikan manfaat atau kepuasan

yang ditawarkan untuk dijual ke konsumen. Kandampully (dalam Wijaya,

2000:137) menyatakan bahwa kualitas layanan memiliki peran yang sangat

penting bagi kesuksesan bisnis jasa.

Dalam bisnis jasa, interaksi konsumen dengan penyedia jasa sangat

tinggi, mengingat pada sebagian besar bisnis jasa, pelanggan dituntut

keterlibatan dan partisipasinya dalam proses produksi dan konsumsi.

Dengan demikian, pelanggan memiliki kesempatan untuk menilai secara

kritis kualitas jasa yang disediakan. Pelanggan akan menilai kualitas

pelayanan dengan membandingkan antara pelayanan yang diperoleh dengan

pelayanan yang diharapkan. Karena itu, kualitas jasa memainkan peran

penting dalam memberi nilai tambah terhadap pengalaman jasa secara

keseluruhan. Menurut Lewis dan Booms (1983) dikutip dalam Parasuraman,

Zeithaml & Berry (1985:42), kualitas jasa adalah ukuran untuk mengukur

seberapa baik pelayanan yang diberikan dibandingkan dengan harapan

29
konsumen. Memberikan kualitas pelayanan berarti menyesuaikan dengan

harapan konsumen pada dasar yang konsisten.

Sependapat dengan pernyataan Lewis dan Booms, Smith dan

Houston (1982) yang dikutip (dalam Wijaya,2000:137) menegaskan bahwa

kepuasan terhadap pelayanan berhubungan dengan kesesuaian atau

ketidaksesuaian terhadap harapan. Smith dan Houston mendasarkan

penelitiannya kepada paradigma ketidaksesuaian, yang mengandung arti

bahwa kepuasan itu berhubungan dengan ukuran dan langsung terarah pada

pengalaman ketidaksesuaian, dimana ketidaksesuaian berhubungan dengan

pengalaman pertama seseorang dalam menggunakan sebuah produk atau

jasa (dikutip dalam Parasuraman, Zeithaml dan Berry,1985:42).

Pelayanan yang memuaskan akan memberikan gambaran yang baik

terhadap produsen. Sebaliknya jika pelayanan yang kita berikan sangat

mengecewakan, maka kesan yang tercipta akan buruk jadinya. Kualitas

pelayanan dapat memberikan suatu dorongan yang kuat pada pelanggan

untuk membentuk suatu hubungan yang baik dengan badan usaha.

Definisi kualitas jasa berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan

keinginan pelanggan serta penyampainya untuk mengimbangi harapan

pelanggan. Menurut (Tjiptono,2001:59) kualitas jasa adalah tingkat

keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan

tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Konsep kualitas sendiri

pada dasarnnya bersifat relatif, yaitu tergantung dari perspektif yang

digunakan untuk menetukan ciri-ciri spesifikasi pada dasarnnya terdapat

30
tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain, yaitu

persepsi konsumen, produk atau jasa, proses.

Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan

suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas

kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifik produk, sedangkan

kualitas sesuaian adalah suatu ukuran sejauh mana bisa memenuhi

spesifikasi atau persyaratan kualitas yang telah ditetapkan.

Menurut American society for quality control, kualitas adalah

keseluruhan cirri-ciri dan karakteristik dari suatu produk jasa dalam hal

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan

atau bersifat latin (Kolter dan Armstrong, 1994:148).

Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan

pengendalian atas tingkat tersebut untuk mengetahui keinginan pelanggan.

Kualitas jasa yang dipengaruhi oleh dua variabel yaitu jasa yang dirasakan

dan jasa yang diharapkan. Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada

yang diharapakan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa

yang bersangkutan. Sedangkan yang terjadi adalah sebaliknya ada

kemungkinan para konsumen akan menggunakan jasa itu lagi.

Ada dua faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi kualitas

jasa yaitu expected service dan perceived service seperti yang dikemukan

Kolter dalam (Supranto,1997:125). Apabila jasa yang diterima atau

dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas

jasa yang dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima

31
melampuai harapan pelanggan, maka kualitas jasa yang dipersepsikan

sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah

dari yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan

demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia

jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.

2.5 Karakteristik Jasa

Menurut Kotler (2008:660) service memiliki empat karakteristik

utama yang membedakan jasa dari suatu barang, yaitu:

1. Intangibility

Jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance). Atau usaha yang

hanya bisa dikonsumsi tetapi tidak bisa dimiliki. Jasa bersifat intangible

maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba

sebelum dibeli dan dikonsumsi. Dengan demikian, seseorang tidak

dapat menilai kualitas dari jasa sebelum merasakan/ mengkonsumsi

sendiri.

2. Inseparability

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi.

Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian

diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia

jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa.

Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu

yang menyampaikan jasa (contact-personnel) merupakan unsur penting.

3. Variability

32
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standarized

output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung

pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli

jasa sangat peduli dengan variabilitas yang tinggi ini dan seringkali

mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan memilih.

4. Perishability

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.

Hal ini tidak menjadi masalah bila permintaannya tetap karena mudah

untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya.

Bila permintaan berfluktuasi, berbagai permasalahan muncul berkaitan

dengan kapasitas menganggur (saat permintaan sepi) dan pelanggan

tidak terlayani dengan resiko mereka kecewa atau beralih ke penyedia

jasa lainnya (saat permintaan puncak).

2.6 Dimensi jasa

Zeithaml dan Bitner (1996) mengatakan bahwa konsumen dalam

melakukan penilaian terhadap kualitas jasa ada lima dimensi yaitu:

1. Tangible, yaitu penampilan fisik, seperti gedung dan ruangan front

office, kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruangan, kelengkapan

peralatan komunikasi, dan penampilan karyawan.

2. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai

dengan janji yang ditawarkan, seperti informasi yang akurat,

penanganan konsumen, kemudahan pemesanan tiket, penyediaan

pelayanan sesuai perjanjian, pelayanan yang tepat pertama kali,

33
penanganan masalah konsumen, dan penyediaan pelayanan tepat waktu.

3. Responsiveness, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam

membantu pelanggan dan memberi pelayanan yang cepat dan tanggap,

yang meliputi kesigapan karyawan dalam melayani konsumen, kerja

tim yang baik, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan

penanganan keluhan konsumen, siap sedia menanggapi pertanyaan

konsumen, penyampaian informasi saat pelayanan, pemberian layanan

ekstra, dan kemauan untuk membantu konsumen.

4. Assurance, yaitu meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan

terhadap produk secara tepat, pelayanan yang adil pada konsumen,

kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan

pelayanan, ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan

dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang

ditawarkan, dan menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap

perusahaan.

a. Kompetensi (Competence), meliputi ketrampilan dan pengetahuan

yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.

b. Kesopanan (courtesy), meliputi keramahan, perhatian, dan sikap

para karyawan.

c. Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan

dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, dan

pretasi.

5. Empathy, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan

34
kepada pelanggan, seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,

kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan

usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan

pelanggannya. Dimensi ini merupakan penggabungan dari dimensi

berikut:

a. Akses (access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa

yang ditawarkan perusahaan.

b. Komunikasi (communication), meliputi kemampuan melakukan

komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau

memperoleh masukan dari pelanggan.

c. Pemahaman pada pelanggan (understanding the customer),

meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami

kebutuhan dan keinginan pelanggan.

2.7Konsep Kepuasan Pelanggan (Konsumen)

Dewasa ini perhatian terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan

pelanggan telah semakin besar. Persaingan yang semakin ketat, di mana

semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan

keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus menempatkan

orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama. Hal ini tercermin

dari semakin banyaknya perusahaan yang menyertakan komitmennya

terhadap kepuasan pelanggan dalam pernyataan misinya, iklan, maupun

public relations release. Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci

utama untuk memenangkan persaingan adalah memberikan nilai dan

35
kepuasan kepada pelanggan melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas

dengan harga bersaing.

Menurut Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis

adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya

kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya

hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis,

memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas

pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-

of-mouth) yang menguntungakan bagi perusahaan (Tjiptono, 1996).

Ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan/

ketidakpuasan pelanggan. Day (dalam Tse dan Wilton, 1998) menyatakan

bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelangan adalah respon pelanggan

terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara

harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk

yang dirasakan setelah pemakaiannya. Engel, et al..(1990) menyatakan bahwa

kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang

dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan,

sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi

harapan. Kotler, (1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah

tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang

ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada

dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan

dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada

36
disconfirmation paradigm dari Oliver (dalam Engel, et al.., 1990;

Pawitra, 1993). Konsep kepuasan pelanggan ini dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

Tujuan Perusahaan

Kebutuhan dan
Produk Barang/ jasa keinginan konsumen

Nilai produk Produk Barang/ jasa


bagi konsumen

Tingkat kepuasan

Gambar 2.7
Bagan Konsep Kepuasan Pelanggan

2.8Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan telah

menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan

langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan

pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan.

Pada prinsipnya kepuasan pelanggan itu dapat diukur dengan berbagai macam

metode dan teknik. Metode dan teknik pengukuran kepuasan pelanggan dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan

37
Kotler, et al.,(1995) mengidentifikasi 4 metode untuk mengukur

kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut :

a. Sistem keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer

oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para

pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan

mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang

diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau

sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung

maupun yang bisa dikirim via pos kepada perusahaan), saluran

telepon khusus bebas pulsa, dan lain-lain. Informasi-informasi yang

diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan

masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga

memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk

mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode

ini bersifat pasif, maka sulit mendapatkan gambaran lengkap

mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua

pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Bisa

saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli

produk perusahaan tersebut lagi.

b. Ghost Shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan

pelanggan adalah dengan memperkerjakan beberapa orang (ghost

shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli

38
potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka

melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan

produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka

dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost

shopper juga dapat mengamati cara perusahaan dan pesaingnya

melayani permintaan pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan

dan menangani setiap keluhan. Ada baiknya setiap manajer

perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk

mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan

memperlakukan para palanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh

tahu kalau atasannya sedang melakukan penelitian atau penilaian

(misalnya dengan cara menelepon perusahaannya sendiri dan

mengajukan berbagai keluhan atau pertanyaan). Bila mereka tahu

sedang dinilai, tentu saja perilaku mereka akan menjadi sangat manis

dan hasil penilaian akan menjadi bias.

c. Lost Customer Analysis

Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah

berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat

memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil

kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit

interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customers loss

rate juga penting, di mana peningkatan customers loss rate

menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan

39
pelanggannya. Metode ini dilakukan dengan harapan memperoleh

informasi mengenai penyebab terjadi hal tersebut yang sangat

bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjut

dalam meningakatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

d. Survai kepuasan pelanggan

Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan

yang dilakukan dengan metode survai, baik dengan survai

melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi (Mc.Neal

dan Lamb dalam Peterson dan Wilson, 1992), yang

penjabarannya sebagai berikut:

1) Directly reported satisfaction

Pengukuran yang dilakukan secara langsung melalui pertanyaan

seperti apakah anda puas dengan pelayanan yang diberikan oleh

perusahaan.

2) Derived dissatisfaction

Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni

besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan

besarnya kinerja yang mereka rasakan.

3) Problem analysis

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk

mengungkapkan dua hal pokok, yaitu:

Masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan

penawaran dari perusahan.

40
Saran-saran untuk melakukan perbaikan.

4) Importance performance analysis

Analysis dimana responden diminta merangking berbagai

elemen atau atribut dari penawaran berdasarkan derajat

pentingnya setiap elemen tersebut dan juga merangking

seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen

atau atribut tersebut.

Melalui survai perusahaan akan memperoleh tanggapan dan

umpan balik (feedback) secara langsung dari pelanggan dan juga

memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh

perhatian terhadap para pelanggannya.

2. Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa metode survai merupakan

metode yang paling banyak digunakan dalam pengukuran kepuasan

pelanggan. Metode survai kepuasan pelanggan dapat menggunakan

pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut:

a. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan

seperti Ungkapkan seberapa puas saudara terhadap pelayanan PT.

Andika pada skala berikut : sangat tidak puas, tidak

puas, netral, puas, sangat puas (directly reported

satisfaction).

b. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka

mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka

41
rasakan (derived dissatisfaction).

c. Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka

hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga

diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka

sarankan (problem analysis).

d. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut)

dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan

seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen

(importance/performance atings). Teknik ini dikenal pula

dengan istilah importance-performance analysis (Martilla

dan James, 1997)

2.9Pengaruh Antar Konsep

1. Pengaruh Tangible terhadap Kepuasan Pelanggan

Aspek fisik menurut Tjiptono (2006:70) adalah berusaha untuk

memperbaiki fasilitas pelayanan, seperti tempat parkir yang luas dan

aman, jumlah kasir agar antrian tidak terlalu panjang. Sarana fisik

meliputi fasilitas fisik, pelengkapan, pegawai dan sarana komunikasi

yang sesuai dengan harapan konsumen. Sarana fisik merupakan

pendukung dari produk jasa yang diberikan, apabila fasilitas fisik yang

diberikan perusahaan sesuai dengan harapan konsumen, maka kepuasan

konsumen akan meningkat.

Hasil penelitian Atmawati dan Wahyudin (2004) serta Yuliarmi

42
dan Riyasa (2007) membuktikan bahwa aspek fisik (Tangible)

mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan nasabah, apabila

pelayanan memiliki aspek fisik yang bagus, maka kepuasan nasabah akan

meningkat. Berdasarkan hipotesis di atas, maka dapat dikemukakan

hipotesis bahwa Tangible berpengaruh positif terhadap kepuasan

pelanggan.

2. Pengaruh Responsiveness terhadap Kepuasan Pelanggan

Daya Tanggap (Responsiveness) menurut Tjiptono (2006:70),

adalah keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para

konsumen dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Daya tanggap

berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen, apabila dalam

pelayanan perusahaan adalah tanggap terhadap permasalahan-

permasalah yang terjadi, maka kepuasan konsumen akan meningkat.

Menurut Zeithaml. dkk. (dalam Widhyarto.2008:15) daya tanggap

(responsiveness) adalah pemberian pelayanan secara cepat dan tanggap.

Tingkat kesediaan atau kepedulian ini akan dilihat sampai sejauh mana

pihak perusahaan berusaha dalam membantu konsumennya. Adapun

bentuknya bisa dilakukan dengan penyampaian informasi yang jelas,

tindakan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh pelanggan.

Hasil penelitian Atmawati dan Wahyudin (2004) serta Yuliarmi

dan Riyasa (2007) membuktikan bahwa daya tanggap (Responsiveness)

mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan nasabah, apabila

43
pelayanan memiliki daya tanggap yang bagus, maka kepuasan nasabah

akan meningkat. Berdasarkan pernytaan di atas, maka dapat

dikemukakan hipotesis bahwa Responsiveness berpengaruh positif

terhadap kepuasan pelanggan.

3. Pengaruh Assurance terhadap Kepuasan Pelanggan

Menurut Zeithaml. dkk. (1985) keyakinan (assurance) adalah

jaminan kepada pelanggan mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya atau

resiko keragu raguan (Widhyarto.2008:17).

Menurut Parasuraman. dkk. (dalam Widhyarto.2008:17) yaitu

pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai

perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada

perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi

(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security),

kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

Hasil penelitian Atmawati dan Wahyudin (2004) serta Yuliarmi

dan Riyasa (2007) membuktikan bahwa Assurance (Keyakinan)

mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan nasabah, apabila

pelayanan memiliki keyakinan yang bagus, maka kepuasan nasabah

akan meningkat. Berdasarkan penelitian di atas, maka dapat

dikemukakan hipotesis Assurance berpengaruh positif terhadap kepuasan

pelanggan.

44
4. Pengaruh Kehandalan (Reliability) terhadap kepuasan pelanggan

Hasil penelitian Farida Indriani (2012) membuktikan bahwa

sebagai suatu perusaha an penyedia produk dan jasa PT. Apex Semarang

yang berkompetensi terhadap usahanya akan menekankan pada

kehandalan pengelolaan dan pemberian jasa pembuatan dan distribusi

produknya kepada pelanggan. Dalam hal ini memberikan arti bahwa

produk dan pelayanan yang diberikan secara baik dan tepat akan

meningkatkan kepuasan pelanggan. Jika hal tersebut diberikan kepada

pelanggan secara berkelanjutan maka akan memberikan persepsi yang

baik atas produk dan pelayanan yang diberikan yang berarti bahwa

harapan mereka terpenuhi. Hasil penelitian ini akan meningkatkan

kepercayaan yang lebih besar pada pelanggan. Akumulasi kepuasan yang

terus menerus akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa reliability memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Hasil ini

menjelaskan bahwa keandalan jasa pelayanan yang lebih baik yang

diberikan oleh pihak PT. Apex Semarang akan memberikan kepuasan

pelanggan yang lebih besar.

5. Pengaruh Empaty (emphaty) terhadap kepuasan pelanggan

Menurut Febrina Rosita (2010) bahwa Hubungan empathy ke kualitas

layanan memberikan nilai estimasi parameter sebesar 0,797 dengan

nilai p-value 0,00. Pengaruh tersebut signifikan karena nilai p-value

45
lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dimensi

empathy mempengaruhi kualitas layanan pada salah perusahaan cepat

saji terkenal bahwa semakin baik empati kepada pelanggannya, maka

semakin besar kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggannya.

46
2.10 Kerangka Konsep/ Pemikiran

Dalam suatu kerangka pemikiran seatu penelitian, digunakan model

penelitian agar lebih mudah dalam menyelesaikan dan menjawab

permasalahan yang menjadi rumusan masalah dari penelitian. Model dari

penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.8, dimana pada gambar tersebut

dilukiskan hubungan antara dimensi mutu pelayanan yang terdiri dari

tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy terhadap

kepuasan pelanggan.

Gambar 2.8
Kerangka Konsep/ Pemikiran

2.11 Hipotesis

Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk

diuji secara empiris (Indriantono,2002:72). Adapun hipotesis yang

diusulkan dalam penelitian ini :

Hipotesis 1 : Tangible berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan

47
Hipotesis 2 : Responsiveness berpengaruh positif terhadap kepuasan

pelanggan

Hipotesis 3 : Assurance berpengaruh positif terhadap kepuasan

pelanggan

Hipotesis 4 : Reliability berpengaruh positif terhadap kepuasan

pelanggan

Hipotesis 5 : Emphaty berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan

48
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah analisis deskriptif. Menurut Nazir

(2003:54) analisis deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran,

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa yg akan datang. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei eksplanatory, yaitu

metode yang digunakan untuk menjalankan hubungan kausalitas antar

variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini memiliki dua sifat yang

pertama adalah deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari

penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau

lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antar fenomena yang diselidiki ( Nazir, 2005 : 54). Kedua

metode verifikatif yaitu metode yang bertujuan untuk menguji secara

matematis dugaan mengenai adanya hubungan antara variabel dan masalah

yang diselidiki di dalam hipotesis.

Untuk dapat mencapai tujuan penelitian pertama dan kedua dalam

penelitian ini, yaitu untuk mengetahui tanggapan pelanggan mengenai

kualitas pelayanan teradap kepuasan nasabah pada PT. Terminal Petikemas

49
Surabaya maka dilakukan penelitian yang berjenis deskriptif dengan

menggunakan sumber data primer yang diperoleh dari hasil observasi dan

wawancara kepada manajemen PT. Terminal Petikemas Surabaya dan

pelanggan melalui hasil penyebaran kuesioner. Dalam mencapai tujuan

penelitian yang ketiga yaitu mengetahui bagaimana menganalisis kualitas

pelayanan terhadap kepuasan pelanggan pada PT. Terminal Petikemas

Surabaya dilakukan penelitian yang bersifat verifikatif dan deskriptif dengan

menggunakan data primer yaitu dengan meneliti hasil kuesioner yang

dibagikan pada responden yang dalam penelitian ini adalah

pelanggan PT. Terminal Petikemas Surabaya.

3.2 Definisi Variabel dan Operasional

3.2.1 Definisi Variabel

Variabel penelitian terdiri dari atas dua macam, yaitu variabel

terikat (dependent variable) atau variabel yang tergantung dari variabel

lainnya dan variabel bebas (independent variable) atau variabel yang

tidak bergantung pada variabel lainnya. Variabel-variabel yang

digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Variabel tidak terikat (independent), yaitu kualitas pelayanan (X),

yang mana:

X1 penampilan fisik (tangible), penampilan fasilitas fisik,

peralatan, penampilan personel dan materi komunikasi.

50
X2 Kehandalan (reliability), kemampuan perusahaan untuk

melaksanakan jasa-jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan

akurat.

X3 Tanggapan (responsiveness), kemauan untuk

membantu

pelanggan dan memberikan jasa yang cepat.

X4 Kepastian (assurance), pengetahuan dan

keramahtamahan

karyawan dan kemampuan karyawan untuk menciptakan opini

yang dapat dipercaya pelanggan.

X5 Empati (emphaty), kepedulian dan perhatian perusahaan

terhadap pelanggan

b. Variabel terikat (dependent) yaitu kepuasan pelanggan (Y).

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat karena adanya variabel bebas, sehingga variabel

dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen (Sugiyono, 2009: 59). Kurnia (2009) mengungkapkan

bahwa setiap terjadi perubahan sekian kali satuan variabel

independen, diharapkan akan menyebabkan variabel dependen

berubah sekian satuan juga, sebaliknya jika terjadi perubahan

penurunan sekian kali satuan variabel independen maka diharapkan

terjadi perubahan penurunan variabel dependen sekian kali satuan

juga. Variabel dependen disebut juga variabel terikat.

51
3.2.2 Definisi Operasional

Kountur (2007) mengatakan bahwa definisi operasional adalah suatu

definisi yang memberikan penjelasan atas suatu variabel dalam bentuk

yang dapat diukur. Definisi operasional ini memberikan informasi yang

diperlukan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Sedangkan

menurut Sugiyono (2004) definisi operasional yaitu definisi yang

diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan cara memberi

arti, atau menspesifikasikan kejelasan, ataupun memberikan suatu

operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrukatau

variabel tersebut. Maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Variabel Dimensi Indikator


Kualitas Penampilan a. Kebersihan dan kerapihan
Pelayanan Fisik gedung/kantor TPKS beserta karyawannya
(Tangible) b. Penataan eksterior (lokasi parkir, & lain-
lain) dan interior (ruang lobby/ruang
tunggu & lain-lain) di Kantor TPKS
c. Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan
peralatan/container handling TPKS
(Gantry Crane, RTG, forklift, dll)

52
Kehandalan a. Kecepatan pemrosesan dokumen CEIR
(Reliability) (Container Equipment Interchange
Receipt)/Job Slip (Job Order), baik
pengiriman (ekspor) maupun pengambilan
(Impor) Peti Kemas dari pihak TPKS
b. Pelayanan yang cepat, tepat dan ramah
serta selalu siap menolong yang diberikan
karyawan TPKS
c. Pelayanan operator bongkar Muat Peti
Kemas yang cepat dan tepat (waktu
pelayanan ekspor maupun impor)

Tanggapan a. Kemampuan karyawan TPKS untuk cepat


(Responsiveness) tanggap dalam menghadapi keluhan/ masalah
yang timbul dari customer/ pengguna jasa
b. Petugas TPKS memberikan informasi jelas
dan mudah dimengerti tentang prosedur
pelayanan ekspor/impor kepada
pelanggan/customer

Kepastian a. Pengetahuan dan kecakapan Teller


(Assurance) maupun customer service officers (CSO)
dari pihak TPKS
b. Ketrampilan dan kecakapan para petugas
administrasi maupun petugas lapangan
dari TPKS
Empati (Emphaty) a. Pihak TPKS selalu memberikan perhatian
secara individu kepada pelanggan/
customer
b. Bertanggung jawab terhadap keamanan
dan kenyamanan pelanggan/ customer
Tanggapan a. Tingkat kepentingan
Customer b. Tingkat kinerja
c. Tingkat kepuasan customer terhadap
penampilan fisik (tangible)
d. Tingkat kepuasan customer terhadap
kehandalan (reliability)
e. Tingkat kepuasan customer terhadap
tanggapan (responsiveness)
f. Tingkat kepuasan customer terhadap
kepastian (assurance)
g. Tingkat kepuasan customer terhadap
empati (emphaty)

3.3 Lokasi Penelitian

PT. Terminal Petikemas Surabaya (PT. TPS) bongkar muat petikemas Jl.

Perak Timur Gapura Surya 625 Surabaya.

53
3.4 Populasi dan Sample Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu

yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo,

2002:115).

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen atau

pelanggan PT.Terminal Petikemas Surabaya sebanyak 100 orang yang

terdiri dari perwakilan agen-agen pelayaran yang diwakili oleh masing

masing agen 2 orang sebagai berikut:

Tabel 3.1
Daftar Agen-Agen Pelayaran di PT. TPS

NO AGEN PERWAKILAN
1 PT.SURI ADIDAYA KAPUAS 2 Org
2 PT.SWADAYA WIRA MARITIM 2 Org
3 PT.BAHANA UTAMA LINE 2 Org
4 PT.UTAMA LESTARI BAHARI 2 Org
5 PT.SIANTAN KEMBANG 2 Org
6 PT.TANJUNG CEMERLANG SHIPPING 2 Org
7 PT.PULAU LAUT 2 Org
8 PT.TANJUNG MAS BAHARI P. 2 Org
9 PT.FITRIA ANTAR NUSA 2 Org
10 PT.DASA KARINDO UTAMA 2 Org
11 PT.DJAKARTA LLOYD 2 Org
12 PT.SAMUDERA INDONESIA 2 Org
13 PT.KANAKA DWIMITRA M. 2 Org
14 PT.AGRABUDI JASA PELAYARAN 2 Org
15 PT.SUFI BAHARI LINE 2 Org
16 PT.CONTAINER MARITIME ACTIVITIES 2 Org
17 PT.ANDAL LAUTAN NIAGA 2 Org
18 PT.PILINDO MEGAH SELATAN 2 Org
19 PT.EVERGREEN 2 Org
20 PT.BIMAS RAYA 2 Org
21 PT.BINTIKA BANGUN NUSA 2 Org

54
22 PT.LAYAR SENTOSA SHIPPING 2 Org
23 PT.ANDROMEDA PACIFIC LINE 2 Org
24 PT.CAHAYA ANUGERAH SARANA 2 Org
25 PT.DIAMOND MARINE INDAH 2 Org
26 PT.TRESNA MUDA SEJATI 2 Org
27 PT.PELNI 2 Org
28 PT.DHARMA LAUTAN UTAMA 2 Org
29 PT.PRIMA VISTA 2 Org
30 PT.ARPENI 2 Org

55
NO AGEN PERWAKILAN
31 PT.SAMURA RAYA 2 Org
32 PT.AMERICA PACIFIC LINE 2 Org
33 PT.SEKAR SARI 2 Org
34 PT.ASMA RAYA 2 Org
35 PT.JAYAKARTA BAHAGIA 2 Org
36 PT.SURYA SUMEKAR ABADI 2 Org
37 PT.CAHAYA TOANA 2 Org
38 PT.PT.BINA MANDIRI 2 Org
39 PT.CAHAYA KALIMANTAN RAYA 2 Org
40 PT.BERKAT NUR 2 Org
41 PT.GPIM 2 Org
42 PT.NIAGARA RAYA 2 Org
43 PT.RESTU BERSAMA 2 Org
44 PT.PANDAWA RAHMAT USAHA 2 Org
45 PT.AKABATAMA RAYA 2 Org
46 PT.ABNA JAYA 2 Org
47 PT.BINA BAHARI RAYA 2 Org
48 PT.CAHAYA BUANA SETIA 2 Org
49 PT.ALAM SEJATI 2 Org
50 PT.KECUBUNG SAMUDERA 2 Org
TOTAL 100 org

2. Sample Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki peluang

yang sama untuk dipilih. Sampel yang baik adalah sampel yang

reprensentatif, artinya jumlah sampel yang ditentukan harus dapat

mewakili populasi yang ada. Penentuan jumlah sampel dalam

penelitian ini sangat diperlukan karena peneliti tidak dapat

menjadikan seluruh konsumen menjadi responden. Hal ini

disebabkan karena keterbatasan biaya, waktu, pikiran, tenaga dan

fasilitas. Oleh sebab itu peneliti dalam menentukan sampel

menggunakan statistik sebagai alat yang sangat ekonomis, karena

statistik menyediakan prinsip-prinsip dan cara-cara yang digunakan

56
untuk mengatasi itu semua, yaitu dengan rumus error. Bila

digunakan tingkat kepercayaan (confidence level) sebesar 90%,

maka : (Burhan Nurgiyantoro, 2000, Hal 23).

P(1 P)
E = 1,64
n

Dimana :

E = Error

P = Proporsi sampel

N = Jumlah sampel

karena besarnya proporsi sampel P tidak diketahui maka P(1-P)


juga tidak diketahui, tetapi P selalu diantara 0 sampai 1, dengan P
maksimum, maka :

f(P) = P P2

df(P) / d(P) = 1 2P

df(P) / d(P) maksimal jika df(P) /d(P) = 0

0 = 1 2P

P = 0,5

Harga maksimal dari f (P) adalah P (P-1)=0,5 (1-0,5) = 0,25.

Jadi besarnya sampel jika digunakan tingkat kepercayaan

(confidence level) 90% dan kesalahan yang terjadi tidak lebih dari

0,1 (10%) adalah :

57
3.5 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

1. Data Primer

Sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber

asli (tidak melalui media perantara) (Indriantoro dan Supomo, 1999:

146). Teknik yang dipergunakan untuk pengumpulan data primer

dilakukan dengan wawancara dan kuesioner (daftar pertanyaan). Dalam

pengumpulan data primer ini ditekankan penggunaan kuesioner

mengenai pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan.

2. Data Sekunder

Sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain)

(Indriantoro dan Supomo, 1999: 147). Data sekunder diperlukan untuk

memberi gambaran (deskripsi) tentang obyek penelitian. Data sekunder

bisa berasal dari bahan kepustakaan dan referensi-referensi yang ada

kaitanya dengan penelitian ini.

58
3. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode survey, dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut ( Nur

Indriantoro dan Bambang Supomo,2000).

1. Kuesioner

Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data dengan menyusun daftar

pertanyaan yang diajukan kepada responden sample yang diteliti.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dimana peneliti

mengadakan Tanya jawab dengan pihak pihak yang terkait yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3. Studi Pustaka

Data yang diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan

masalah yang di teliti berupa buku buku , brosur dan literatur

lainnya.

3.6 Metode Analisis Data

3.6.1 Metode Analisis

Kegiatan pengelolaan data setelah terkumpul siap disajikan

dalam bentuk penulisan / laporan / laporan penelitian. Alat analisis yang

digunakan adalah sebagai berikut :

1. Analisis Data Kualitatif

Analisis yang digunakan untuk menginterprestasikan dalam

59
bentuk penggambaran / uraian-uraian terutama untuk mengolah

data yang bersifat tidak dapat diukur berwujud kasus.

2. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data yang berdasarkan data kuantitatif yang berupa

angka- angka guna menarik suatu kesimpulan. Data-data yang

diperoleh dari hasil penelitian merupakan data yang masih mentah,

sehingga masih perlu mengolah lebih lanjut agar data yang

diperoleh menjadi data yang dapat memberikan penjelasan dari

permasalahan yang diteliti.

3.6.2 Uji Kualitas Data

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan pada

kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur

kuesioner tersebut (Ghozali, 2006 : 15). Untuk mengukur validitas,

digunakan teknik corelation productt moment dengan cara

mengkolerasikan skor butir dengan skor total. Dalam melakukan

uji validitas ini, peneliiti memakai 100 responden dan taraf

signifikansi 5% dengan bantuan program SPSS versi 13.0.

Pengujian Validitas, yaitu : Apabila r hitung > r tabel, artinya

terdapat korelasi antara variabel X dengan Variabel Y dan

dikatakan valid. Apabila r hitung < r tabel, artinya tidak terdapat

korelasi antara variabel X dengan Variabel Y dan dikatakan tidak

60
valid.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu

kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel. Suatu

kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

waktu. Suatu data dikatakan reliable adalah variabel memiliki nilai

Cronbach alpha lebih kecil dari 0,6 (Ghozali, 2006 : 16). Dalam

pengujian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

koefisien alpha. Perhitungan koefisien alpha memanfaatkan

bantuan SPSS 13.0 dan batas kritis untuk nilai alpha untuk

mengindikasikan kuesioner yang reliable adalah 0,60. Jadi nilai

koefisien alpha > 0,60 merupakan indikator bahwa kuesioner

tersebut reliable (Ghozali, 2006 : 16)

3. Uji asumsi klasik

Dalam melakukan uji asumsi klasik langkah-langkah yang

digunakan adalah :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya

mempunyai distribusi normal/tidak. Model regresi yang baik

adalah memiliki distribusi normal atau mendekati mendekati

normal. Caranya adalah dengan melihat gambar Normal

61
Probability Plot. Data dapat dikatakan normal jika titik data

menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal. Selain itu normalitas juga dapat dilihat dengan

menggunakan kurva histogram. Data dapat dikatakan normal

jika bentuk kurva memiliki kemiringan yang cenderung

imbang, baik pada sisi kiri maupun sisi kanan, dan kurva

bebentuk menyerupai lonceng yang hampir sempurna.

(Nugroho, 2005 : 20).

b. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2006: 105) Uji Heteroskedestisitas

bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan

ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas

dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi

yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi

Heteroskidastisitas.

Cara memprediksi ada tidaknya Heteroskedastisitas pada

suatu model dapat di lihat dari gambar scatterplot.

Dasar analisis :

a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada

membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang,

melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan

62
telah terjadi heteroskedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar

diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

terjadi heteroskidastisitas.

c. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi antar variabel independent. Jika variabel

independent saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini

tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel

independent yang nilai korelasi antar sesama variabel

independent sama dengan nol.

Dekeksi multikolonieritas pada suatu model dapat dilihat

dari nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor

(VIF).

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas

manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Dalam

pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel

terikat dan diregres terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance

mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak

dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai

tolerance rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF

63
=1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinearitas yang

tinggi. Nilai Cut Off yang umum dipakai adalah nilai tolerance

< 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Setiap peneliti harus

menentukan tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir.

(Ghozali, 2006 : 91-92).

3.6.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda dapat digunakan untuk mengetahui

pengaruh antara variabel independent dengan variabel terikat.

Pengujian ini meliputi uji t (ttest) yang digunakan untuk mencari

besarnya sunbangan masing-masing variabel terhadap variabel

2
dependen secara parsial , uji F (Ftest), koefisien determinasi (R ) untuk

mengetahui seberapa besar variabel dependen dapat di jelaskan oleh

variabel independent yang tercantum dalam penelitian ini. Bentuk

umum persamaan regresi linier berganda dengan lima variabel bebas

adalah sebagai berikut : ( Gujarati, 1995 )

Y = o + 1 X1 +2X2 +3X3 +e

Dimana :

Y = Kepuasan Pelanggan
o = Intercept (konstanta)
1, 2, 3 = Koefisie Regresi
X1 = Variabel yang mewakili tangible
X2 = Variabel yang mewakili reliability
X3 = Variable yang mewakili responsiveness
e = Residual atau kesalahan prediksi

64
3.6.4 Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R) pada intinya mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

dependent. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.

Nilai R yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen

dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien

determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang

dimasukan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen,

maka R pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh

karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai

Adjusted R pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik.

Tidak seperti R, nilai Adjusted R dapat naik atau turun apabila satu

variabel independen ditambahkan kedalam model (Ghozali, 2006 :

83).

Dalam analisis ini teknik mencari koefisien determinasi

dengan menggunakan out put program SPSS (Statistical Package for

Social Sciences) pada tabel Model Summary bagian Adjusted R

square.

65
3.6.5 Uji F (goodness of fit model)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara

bersama-sama variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.

Apabila secara bersama-sama variabel bebas berpengaruh terhadap

variabel terikat yang ditunjukan dengan nilai signifikasi F < 0,05,

maka model regresi dikatakan bagus, sebaliknya apabila secara

bersama-sama variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel

terikat yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi F > 0,05, maka

model regresi adalah tidak baik.

3.6.6 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dengan t-test ini bertujuan untuk mengetahui

besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara

individual (persial) terhadap variabel dependen (Nugoho 2005: 54).

Pengambilan keputusan ini dapat dilihat sebagai berikut :

Jika t hitung < t tabel, maka Ho alternatif ditolak. Jadi tidak ada

pengaruh antara variabel-variabel independent terhadap variabel

dependen.

66
DAFTAR PUSTAKA

Amir M.S. (1979). Peti Kemas (Masalah dan Aplikasinya), PT. Pustaka
Binaman Pressindo, Jakarta.

Buchari Alma (2004). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa,


Penerbit Alfabeta, Bandung.

Engel, J.F., et al. (1990). Consumer Behaviour, 6th ed, Chicago, The
Dryden Press. Fandy Tjiptono (1996). Manajemen Jasa, Penerbit
ANDI, Yogyakarta.

Ismiyati (2003). Statistik dan Aplikasi, PPs-MTS UNDIP, Semarang.

Kotler, Philip (1995). Manajemen Pemasaran Analysis Perencanaan dan


Implementasi, Salemba Empat, Jakarta.

Kotler, Philip (2000), Marketing Management, Prentice Hall Inc

Martila A. John and James C. John (1997). The Analysis of the Importance
and Satisfaction level of the Customers

MTS UNDIP. (2003). Pedoman Penulisan Tesis, Magister Teknik Sipil, PPs-
MTS UNDIP, Semarang.

Nasrah Jusmin (2003). Analisa Tingkat Kepuasan Penumpang Terhadap


Kinerja Pengemudi Angkutan Mikrolet-Studi Kasus di Jl. Urip
Sumohardjo Makasar, Simposium VI FSTPT, Universitas
Hasanuddin Makassar.

Nurgiyantoro, Burhan (2000). Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-


Ilmu Sosial, Gadjah Mada University, Yogyakarta.

P.Siagian (1986). Penelitian Operasional, Penerbit Universitas Indonesia,


Jakarta.

Parasuraman, A, Valarie A. Zeithaml, and L. Berry (1985). A. Conceptual


Model of Service Quality and Its Implications for Future Research,
Journal Marketing, Vol. 49 (Fall), pp. 41-50.

Pelabuhan Indonesia III, PT (2001). Struktur Organisasi dan Tata Kerja PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia III Terminal Peti Kemas Semarang,
Pelabuhan Indonesia III

67
Pelabuhan Indonesia III, PT (2002). Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa
Petikemas, Terminal Peti Kemas Semarang.

Pelabuhan Indonesia III, PT. Company Profile, Terminal Peti Kemas


Semarang.

Rudy Setiawan (2005). Analisa Tingkat Kepuasan Pengguna Kereta Api


Komuter Surabaya-Sidoarjo, Simposium VIII FSTPT, Universitas
Sriwijaya.

Santoso, Singgih (2001). SPSS versi 11, Mengolah Data Statistik secara
Profesional, Penerbit PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia Jakarta.

Schnaars, Steven P. (1991). Marketing Strategy: A Customer-Driven


Approach, New York, The Free Press.

Siswadi (2005). Kajian Kinerja Peralatan Bongkar Muat Peti Kemas Di


Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS)-Studi Kasus di Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang, Tesis Magister Teknik Sipil UNDIP.

Sudjatmiko F.D.C (2006). Sistem Angkutan Peti Kemas , Penerbit Janiku


Pustaka, Jakarta.

Sugiyono (1999). Statistika untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung.


Supriharyono (2006). Metodologi Penelitian, PPs-MTS UNDIP,
Semarang. Sutrisno Hadi (1995). Metodologi Research, Jilid 1, 2,
UGM.

Tamin, Ofyar Z. (1997). Perencanaan dan Permodelan Transportasi,


Penerbit ITB, Bandung.

Tse, D.K, and P.C. Wilton (1998). Models of Consumer Satisfaction


Formation: An Extension, Journal Marketing Research.

Zeithaml dan Berry (1995) dan Cronin dan Taylor (1994). Service Quality,
Jurnal Marketing American Association, Diterjemahkan oleh
Parasuraman.

68

Anda mungkin juga menyukai