Latar belakang dari program tol laut ini adalah adanya disparitas harga
kebutuhan di Indonesia. Dimana harga kebutuhan untuk Wilayah Indonesia Timur
jauh lebih tinggi dibanding harga kebutuhan di Wilayah Indonesia Barat.
Fungsi dari tol laut ini adalah selain menurunkan disparitas harga juga
sebagai model logistik nasional, kelancaran distribusi barang, konektivitas antar
moda dan pengendalian harga barang. Tujuan utamanya ialah untuk menggerakkan
roda perekonomian secara efisian dan merata. Melalui program tol laut ini, nantinya
aka nada kapal-kapal besar yang bolak-balik di laut Indonesia, sehingga biaya
logistik menjadi murah. Salah satu faktor penunjang dari program ini adalah
kebutuhan akan pelabuhan laut dalam (deep sea port) untuk memberi jalan bagi
kapal-kapal besar yang melintasi rute dari Sabang samapi Merauke.
Konsep dari tol laut ini yaitu adanya pelabuhan – pelabuhan utama dan
pelabuhan pengumpan (feeder). Pelabuhan utama akan menjadi tempat
bersandarnya kapal-kapal besar dan mendistribusikan logistik ke kapal – kapal yang
lebih kecil. Kapal ini selanjutnya akan menuju pelabuhan pengumpan (feeder) untuk
mendistribusikan logistik menuju daerah-daerah tertentu.
Page 1
Gambar 1. Rute Tol Laut Indonesia
Page 2
Kendala Dalam Implementasi Tol Laut Indonesia
Kendala terbesar dalam pelaksanaan program tol laut ini adalah menjaga
frekuensi kapal secara rutin dan tepat waktu. Selama ini kapal cenderung terlambat
ke arah Indonesia Timur karena harus menunggu konsolidasi muatan. Konsolidasi
muatan membuat kapal harus menunggu muatan yang belum siap angkut pada saat
kapal tiba di pelabuhan. Frekuensi kedatangan kapal di pelabuhan wilayah tujuan tol
laut ini sangat diperlukan untuk menjaga stok bapokting daerah. Data dari
Kementrian perdagangan, daerah yang berada disekitar pelabuhan harga bapokting
bisa turun 20%-30%, akan tetapi semakin jauh dari pelabuhan maka harga juga
semakin tinggi, apalagi jika harus menggunakan moda transportasi lain seperti truk,
kapal penyeberangan dan pesawat maka disparitas harga akan tetap besar.
Salah satu kendala dalam impelementasi dari program tol laut ini adalah
ketidakseimbangan arus muatan yang ada. Arus muatan dari wilayah Indonesia
Timur ke Indonesia Barat sangat kurang (rata-rata 6,7% per tahun) dibandingkan
dengan arus muatan kebalikannya (rata-rata 74,6% per tahun). Berkaitan dengan
ketidakseimbangan arus muatan antara barat dan timur, penyeimbangan arus
muatan dilakukan dengan penentuan/pemisahan pintu ekspor/impor berdasarkan
negara tujuan/asal. Ketidakseimbangan atau gap antara muatan berangkat dan
muatan balik masih tinggi. Dari total muatan 18126 TEUs di sepanjang tahun 2020
lalu, volume muatan berangkat (13825 TEUs) 3,2 kali lebih banyak dibanding
muatan balik (4303 TEUs.). Gap rata-rata sebesar 69 persen.
Permasalahan lain juga terdapat didalam pemeliharaan sarana tol laut itu
sendiri. Dengan tidak meratanya jumlah galangan di Indonesia, kapal-kapal yang
hendak melaksanakan docking akan kesulitan karena kurangnya fasilitas yang
tersedia terutama di Indonesia Timur. Hal ini akan berimbas pada terhambatnya alur
pelayaran yang berdampak besar pada lonjakan harga komoditi.
Page 3
Adapun kendala lainnya ialah adanya monopoli pengadaan barang di wilayah
tujuan tol laut. Pengendalian biaya logistik diluar biaya pelayaran atau pengangkutan
yang disubsidi tol laut seperti terminal handling charge, biaya tenaga kerja bongkar
mat pelabuhan bongkar 3TP, biaya gudang, biaya konsolidasi muatan, biaya
pengurusan dan biaya moda transportasi lain. Pengontrolan harga jual oleh
pedagang yang mendatangkan barang (toko penjual di daerah 3TP) masih menjadi
kendala.
a. Program tol laut tidak hanya untuk penurunan disparitas harga, tetapi untuk
peningkatan pertumbuhan wilayah, sehingga tol laut juga mengangkut barang
modal dan bahan baku industry tertentu.
b. Integrasi tol laut dan program pengembangan komoditas dan ekonomi wilayah
dengan melibatkan kementrian terkait dan pemerintah daerah.
c. Peningkatan dukungan fasilitas pelayaran dan kepelabuhanan untuk
pengelolaan logistik berbasis komoditas.
d. kolaborasi antar para pelaku dan para pihak terkait, serta peningkatan
kemampuan pengelolaan logistik komoditas secara end-to-end.
e. Integrasi tol laut dan in-land transportation melalui kolaborasi dengan pelaku
usaha terkait.
f. Pemantauan tol laut agar tepat sasaran, baik pelaku usaha maupun masyarakat.
Page 4
Terkait jenis barang yang dibutuhkan daerah di luar jenis barang yg telah ditetapkan
Perpres 71 th 2015 dan Permendag 38 th 2018 untuk bisa diangkut dengan kapal tol
laut akan dikoordinasikan dg Kementerian Perdagangan agar bisa menyesuaikan
karakteristik pengembangan daerah.
*……………………*
Page 5