Anda di halaman 1dari 10

KOMPREHENSIVITAS ANGKUTAN PETIKEMAS HUB

DAN FEEDER PORT DALAM MENUNJANG


IMPLEMENTASI TOL LAUT DI INDONESIA TIMUR

Farid Padang1, M. Saleh Pallu2, Lawelenna Samang3, Sakti Adji Adisasmita4

1. Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Email
faridpadang@gmail.com
2. Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Email
salehpallu@hotmail.com
3. Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,Email
samang_l@yahoo.com
4.Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin ,Email
saktiadisasmitadji@gmail.com

ABSTRAK
Program tol laut dapat meningkatkan daya saing Indonesia karena menurunkan biaya logistik sehingga
perlu suatu model strategi untuk akselerasi berupa peningkatan indeks aksesbilitas interkoneksi jaringan
transportasi laut di Indonesia timur agar ekonomi tumbuh pesat dan merata. Makassar, Bitung,
Balikpapan, Kendari, Ambon, Samarinda, Ternate, Sorong, Jayapura, dan Pantoloan. Jalur distribusi
barang sangat tergantung kapal pengangkut petikemas yang menyebabkan biaya logistik tinggi yang
mengakibatkan harga barang pokok meningkat. Dengan aksesbilitas terukur dapat meningkatkan level
of service kepada pemakai jasa di pelabuhan karena dapat memperlancar distribusi logistik di Indonesia
Timur. Dapat optimalisasi interkoneksi di hub dan Feeder Port semua stage holder petikemas dapat
meningkatkan kinerjadi pelabuhan karena adanya peningkatan volume kargo. Terjadi peningkatan
produktifitas bongkar muat petikemas karena dapat mengurangi waktu tunggu di pelabuhan. Semakin
lancarnya angkutan petikemas pada jalur distribusi logistik moda darat ke laut. karena efisiensi biaya
logistik dan waktu pengiriman lebih cepat. serta kualitas ekspor terjaga.Terjadi peningkatan kesejahteraan
dan pertumbuhan semakin baik serta daya beli masyarakat.Metode pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan data sekunder di 2 Perlabuhan Hub dan 8 pelabuhan Feeder serta dari literatur-literatur
serta laporan-laporan yang terkait. Sedangkan sumber data sekunder antara lain berasal dari Badan Pusat
Statistik (BPS), Departemen Perhubungan Direktorat Perhubungan Laut, PT.Pelindo IV (Persero),
Peraturan-peraturan Pemerintah, keputusan-keputusan Menteri, dll.Kesimpulanpenelitian bahwa model
angkutan petikemas akan lebih efektif dan efisien jika aksesbilitas terjamin, dan utilitas bangkit serta
rangsangan tarikan angkutan petikemas tumbuh di sekitar hub dan feeder Port dimana dapat menurunkan
indks cost logistic dan meningkatkan daya saing pelabuhan IBT.

Kata Kunci :Model Interkoneksi , Hub dan Feeder port, Imballans cargo, aksesbilitas dan angkutan
petikemas

1. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Era globalisasi ditandai dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) yang
memicu persaingan perdagangan antar negara pada kawasan Asea tenggara, Asia
maupun internasional dan menjadi keniscayaan Indonesia harus beradaptasi. Salah satu
program Pemerintah RI Jokowi-JK yaitu Nawacita tentang Tol Laut dapat menjadi
solusi untuk antisipasi MEA tersebut. Untuk implementasinya Pemerintah telah
menetapkan beberapa aturan meliputi PP No 2 tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019dan PP No 32
tahun 2012 tentang Sistim Logistik Nasional (SISLOGNAS) tahun 2015-2025 dan
tahun 2012 telah ada Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) 2011-2025 tentang koridor Indonesia Timur yaitu Sulawesi, Papua dan
Maluku dan Kalimantan. Program tol laut dapat meningkatkan daya saing Indonesia
karena menurunkan biaya. Pemerintah daerah mengalamikendala dalam meningkatkan
ekspor dan GDP penduduknya karena jalur distribusi logistik yang panjang dan
pengumpulan barangkomoditi belum maksimal. Sebagai operator pelabuhan dapat
mengambil peran untuk kebangkitan kargo ekspor karena menjadi salah satu titik
simpul pertumbuhan ekonomidaerahyang dapat mengintegrasi moda transportasi
lautdan darat. Tipe pelabuhan berdasarkan jalur distribusi barang dikenal pelabuhan
pengumpul (Hub port) dan pelabuhan pengumpan (Feeder Port) dan internasional Hub
Port (IHP). Dalam RPJMN2015 2019 telah ditetapkan jalur Tol Laut sebanyak 24
Pelabuhan dan sebagai Tol Laut di Indonesia Timur adalah10 pelabuhan yang terdiri
dari 2 Hub Port yaitu Pelabuhan Makassar dan Bitung sedangkan 8 Feeder Port yaitu
Pelabuhan Kendari, Ambon, Balikpapan, Samarinda, Ternate, Sorong, Jayapura, dan
Pantoloan. Jalur distribusi barang sangat tergantung kapal pengangkut petikemas yang
menyebabkan biaya logistik tinggi dan imbasnya harga barang pokok meningkat.
Diketahui aksessibitas angkutan daratpada Hub dan Feeder Port di Indonesia timur
belum tertata baik karena jarak dan lokasi pelabuan tidak terintegrasi dengan lokasi
gudang dan dry port.Dalam perkembangan ekspor di Indonesia timurtidak langsung
dapat dikirim ke negara tujuan karena keterbatasan kapal petikemas. Sistem
transhipment di Surabaya dan Jakarta menyebabkan biaya tinggi karena double handling
serta jangka waktu pengiriman yang lama. Terdapat satu sistem ekspor langsung
(Direct Call) yang akan efektif bila ditetapkan kapasitas angkut minimal 40 s/d.100
boxper kapalyang terintegrasi dan berkelanjutan. Untuk meningkatkan utilisasi zona
ekonomi daerah diperlukan 2 cara yaitu menambah kapasitas hinterland industri namun
masih lama dan kedua adalah mengefektifkan flow barang domestik dan ekspor
dengan meningkatkan volume kargo petikemas untuk mendukung kelancaran Tol Laut.
Pertumbuhan ekonomi akan ditunjukan perbaikan indeks kinerja logistik Indonesia di
tingkat dunia berdasarkan the global competitvnes forum dimana peringkat indonesia
urutan 54 dunia tahun 2014 (sumber : world Economic Forum) yang masih di bawah
thailand, philipina, malasia dan Vietnam. Dengan model interkoneksi yang
berkelanjutan maka hambatan implementasi MEA dapat teratasi sehingga pelabuhan di
Indonesia Timur dapat bersaing dengan pelabuhan di Indonesia barat bahkan di
duniayang terkenal seperti PSA dan Port Klang di Singapura dan Tanjung Pelepas di
Malaysia .Dalam menunjang Tol Laut di Indonesia timur memerlukan langkah strategis
pada Hub dan Feeder Port, dengan penetapan indeks aksesbilitas melalui konsolidasi
angkutan petikemas di gudang dan dry port melalui sinergi antara Perusahaan bongkar
muat, ekspedisi dan operator pelabuhan. sehingga menimbulkan bangkitan dimana
penyediaan logistic angkutan petikemas dengan trucking terintegrasi dengan pelabuhan,
sehingga kecepatan bongkar muat dapat ditingkatkan dan berdampak pada lancarnanya
angkutan petikemas laut sehingga menjadi penunjang implementasi Tol Laut di
Indonesia Timur untuk mempercepat roda perekonomian nasional.

I.2. Rumusan Masalah


Berdaarkan latar belakang maka dirumuskan masalah penelitian sebagi berikut :
1. Bagaimana pengaruh aksesbilitas angkutan petikemas antar moda di Hub dan Feeder
Port pada pelayaran interselular dan pelayaran internasional dalam memperlancar
distribusi logistik Indonesia Timur ?
2. Bagaimana mengoptimalkan interkoneksi jaringan angkutan petikemas hub dan
feeder port Indonesia timur secara berkelanjutan terutama pelayaran liner dan
industry untuk mengatasi imbalance cargo ?
3. Bagaimana model jaringan angkutan petikemas yang terintegrasi dan kontinyu
dengan peningkatan utilitaszona ekonomi di Indonesia timur untuk kontribusi dalam
percepatan implementasi Tol Laut ?

I.3. TUJUAN PENELITIAN


Dari rumusan masalah maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Meningkatkan kelancaran aksesbilitas distribusi logistik angkutan petikemas antar
moda di Hub dan Feeder Port Indonesia Timur pada jalur pelayaran interselular dan
internasional.
2. Mengurangi imbalance cargo dengan peningkatan volume angkutan petikemas
masuk dan keluar dari Indonesia Timur melaluioptimalisasiinterkoneksijaringan
secaraberkelanjutan
3. Memperoleh model jaringan konektivitas alternatifselainTol laut yang ditetapkan
pada lintasan pelayaran interselular dan pelayaran Internasional khususnya di
Indonesia Timur

I.4. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini
1. Dapatmengendalikan inflasi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
wilayah serta memperbaiki GDP di Indonesia Timur.
2. Memperlancar dan meningkatkanjumlah trafik kapal angkut petikemas yang
berkunjung di Indonesia Timur sehingga sebaran barang yang berpindah di
Indonesia timur akan merata dan seimbang dibandingkan barang yang berpindah di
Indonesia barat.
3. Dapat terbentuk simpul - simpul baru jaringan angkutan petikemas sebagai Hub dan
Feeder Port alternatif untuk mendukung Intra dan antar konektivitas domestik dan
pelayaran internasional yang dapat membangkitkan utilitas ekonomi di Indonesia
Timur

2. LANDASAN TEORI
II.1. Isu Startegis Penguatan Konektifitas Nasional
Salah satu konektifitas yang diutamakan dalam konteks konektifitas nasional adalah
jaringan antara Hub dan Feeder Port dimana fokus penguatan konektifitas nasional
untuk mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang
berkaitan dengan sistim transportasi laut adalah : a) konektifitas intra koridor ekonomi,
b) konektifitas antar koridor ekonomi, dan konektifitas Internasional. Dalam jalur
konektifitas dikenal 4 komponen pembentuk postur konektifitas sebagaimana pada tabel
berikut :
Tabel 1. Postur Konektivitas

No Sislognas Sistranas Pengembangan ICT


Wilayah
(RPJMN&RTRWN)
1 Penentuan (Key Keselamatan Peningkatan ekonomi Migrasi menuju
Performance) Transportasi lokal konvergensi
2 Penguatan Jasa Pengusaan Peningkatan Pemerataan
Logistik Transportasi kapasitas SDM aksesdan
layanan
3 Jaringan Jaringan Pengembangan Pengembangan
Infrastruktur Transportasi Infrastruktur Jaringan
Broadband
4 Peningkatan Peningkatan Kapasitas Keamanan
Kapasitas SDM SDM dan Kelembagaan Jaringan dan
IPTEK Sistim Informasi
5 Peningkatan ICT Kualitas Akses Modal Kerja Integrasi
Lingkungan Infrastruktur
Hidup
6 Harmonisasi Dana Fasilitas Sosial Dasar Peningkatan e-
Regulasi Pembangunan literasi
7 Dewan Logistik Administrasi Kemandirian
Nasional Negara Industri
Sumber : Departemen Perhubungan RI (cetak biru sislognas 2012) dan Sistranas 2025

Sistim Logistik Nasional : Indonesia sangat membutuhkan suatu sistim distribusi


nasional yang terintegrasi agar mampu menjamin ketersediaan bahan pokok masyarakat
secara adil dan merata. Kinerja sistim logistic Indonesia saat ini dapat dikatakan belum
optimal yangditujukan dari keadaan logistik nasional yang salama ini berjalan,dimana
komoditas penggerak utama (Key Commodities Factor) sebagai penggerak aktivitas
logistik belum terkoordinasi secara efektif, infrastruktur transportasi belum memadai
diantaranya pelabuhan Hubdan Feederyang belum dikelolahsecara terintegrasi, efektif
dan efisen, serta belum efektifnya intermodal transportasi dan interkoneksi antara
Infrastruktur pelabuhan, pergudangan, transportasi dan wilayah hinterland, (Cetak biru
Sislognas 2012) sesuai Peraturan Presiden No 26 tahun 2012 Pembangunan
transportasidi Indonesia berpedoman pada sistim Transportasi Nasional (Sistranas) yang
ditetapkan oleh Menteri Perhubungan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No
KM 49 Tahun 2005. Dalam Sistranas dijelaskan bahwa jaringan transportasi laut terdiri
atas dua komponen yaitu jaringan pelayanan transportasi laut berupa trayek yang
dibedahkan menurut kegiatan dan sifat pelayanannya serta jaringan perasarana
transportasi laut yang terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang lalu
lintas berwujud alur Pelayaran.

II. 2. Sistim Prasarana dan jaringan Transportasi Laut


1. Jaringan PrasaranaTransportasi Laut
2. Sistim Transportasi dan Konektivitas
3. Jaringan Pelayanan Transportasi Laut
4. Perencanan Jaringan Pelayanan Transportasi Laut
Jaringan pelayaran menurut Yang dan Chen (2010) diklasifikasikan menjadijalur
pelayaran melingkar, jalur pelayaran pendulum dan jalur pelayaran hub spoke.
Ilustrasi tipe jaringan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Tipologi jaringan pelayaran

Kejelasan (2009) menjelaskan, terdapat beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan


dalam perancangan jaringan pelayaran, antara lain jumlah titik persimpangan, jenis
operasi, jenis permintaan, kendala penjadwalan di pelabuhan, jumlah armada kapal,
komposisi armada, kecepatan kapal, kepuasan pengguna jasa
Terdapat tiga model umum dalam operasional pelayaran yaitu pelayaran liner, tramper,
dan industry (Lawrence, 1972 and Ronen 1982). Pelayaran liner seringkali
beroperasipada rute tertutup dengan jadwal dan pelabuhan singgah yang tetap, proses
bongkar muat dilakukan pada setiap pelabuhan dan hampir tidak pernah terdapat
pelayaran dengan tanpa muatan. Adapun pelayaran tramper, pemuatan barang
dilakukan pada satu pelabuhan asal ke satu atau dua pelabuhan tujuan. Sedangkan pada
pelayaran industri, pelayaran kapal dikontrol oleh pemilik barang.
Permasalahan umum dalam pengangkutan dengan pelayaran regular/berjadwal
adalahdalam merencanakan jaringan pelayanan kapal,dimana terdapat satu paket
permintaan yang akan diangkut ke beberapa pelabuhan, sehingga pihak operator harus
dapat merencanakan suatu jaringan pelayaran yang efisien. Beberapa pelabuhan yang
disinggahi selama perjalanan ke pelabuhan tujuan dapat berperan sebagai pelabuhan
transshipment dimana muatan ditransfer dari satu kapal/moda ke kapal/moda lain
(Agarwal & Ergun, 2008). Berdasarkan hal tersebut maka posisi feeder dan hub port
sangat diperlukan untuk menunjang jaringan pelayanan tersebut.

II.3. Tatanan Angkutan Petikemas MP3EI Indonesia Timur


1. Konsep Perencanaan Angkutan Kapal petikemas
2. Tingkat Konektifitas Jaringan Pelayaran (trayek) Liner dan Industri serta
Transportasi Laut Petikemas Koridor MP3EI di Indonesia Timur
3. Jumlah Pelabuhan Petikemas dan Pertumbuhannya
4. Intermoda Angkutan Terminal dan Type Hub and Spoke Port

5. Sindrom Pelabuhan Feeder dan Hub


Pelabuhan Feeder berbanding terbalik dengan pelabuhan Hub, dimana sudah waktunya
sistim diperbaharui untuk meningkatkan produktifitas sehingga perlu didukung
peningkatan penggunaan teknologi, IT dan automatisasi. Pelabuhan feeder
dikategorikan pelabuhan sekunder menghadapi berbagai kendala , beberapa diantaranya
adalah dalam pengontrolan langsung, dan faktor lainnya adalah masalah-masalah
terkait dengan feeder port yaitu : a) Kepemilikan Negara b) Praktek konvensional c)
penguruan dokumen sangat birokratifd) Pengoperasian pelabuhan tidak efisien e)
Kesiapan alat angkut danalat angkat f) Waktu tunggu di Pelabuhan Pemilihan kriteria
penentuan lokasi pelabuhan utama hub internasional dilakukan berdasarkan kegiatan
utama pelabuhan, akses ke jaringan transportasi primer, akses maritim, pengembangan
spasial dan ketersediaan prasarana kepelabuhanan (sebagaimana telah dijelaskan pada
rancangan kriteria klasifikasi pelayanan pelabuhan). Volume bongkar muat menjadi
kriteria utama karena semakin besar volume bongkar muat maka pelabuhan tersebut
semakin memegang peran yang penting.

II.4. Kebijakan Tol Laut dan Poros Maritim 2045

1. Tol Laut Dalam Mendukung Indonesia Poros Maritim Dunia 2045

2. Identifikasi 24 Pelabuhan Pendukung Tol Laut


Pelabuhan Strategis Pendukung Tol Laut 5 Pelabuhan Hub 19 Pelabuhan Feeder

II.5. Kriteria Optimalisasi laut, Infrastruktur dan aksesbilitas Transportasi Laut


Lalu-Lintas Transhipment, Infrastruktur dan Transportasi Laut, Technology dan
Intermodal Freight Terminal (IFT), Pengembangan Kapasitas Terminal, Kiteria
Konstruksi Dermaga Ideal.

3. METODE PENELITIAN
III.1. Rancangan Penelitian
1) Tahap identifikasi karakteristik sosio ekonomi wilayah termasuk kondisi geografi,
demografi dan hinterland serta pertumbuhan ekonomi wilayah, sehingga dapat
dideskripsikan pola aktifitas dan potensi wilayah pada koridor Sulawesi, Papua dan
Maluku, Kalimantan yang ada pada 9 Pelabuhan IBT yang termasuk dalam Jalur Tol
Laut
2) Tahap Penetapan prasarana dan Jaringan transportasi laut di Indonesia Timur
a. Identifikasi lokasi terdiri dari 2 Pelabuhan Hub dan &7 pelabuhan Feeder. Teknik
Sampel penelitian dengan mengambil sampel data primer dengan menyebarkan
kusioner dan wawancara managemen dengan populasi setiap pelabuhan 30 %
serta data sekunder yang riil diperoleh dari kinerja pelabuhan dan jenis komoditi
barang mentah dan barang jadi yang diangkutbaik domestik maupun ekspor
dengan petikemas
b. Identifikasi karakteristik pergerakan muatan angkutan petikemas 2 Hub yaitu
Makassar dan Bitung dan 8 Feeder yaitu Balikpapan, Samarinda, Ambon,
Ternate, Kendari, Sorong, Jayapura, menyangkut daerah asal tujuan muatan serta
jumlah muatan yang bergerak dari suatu daerah asal menuju suatu daerah tujuan
c. Analisis kinerja pelayanan kapal dan petikemas berdasarkan kapasitas dan
kualitas pelayanan fasilitas pelabuhan serta pertumbuhan arus pergerakan muatan
angkutan petikemas di Indonesia Timur
3) Tahap Penataan hirarki pelabuhan, dimana berdasarkan penetapan Tol Laut tahap
ini dilakukan untuk menentukan pelabuhan-pelabuhan yang berpotensi sebagai
pelabuhan feeder dan hub dan hub internasional di Indonesia Timur sebagai yang
dapat dikembangkan interkoneksi dan intra koneksi diantara 8 feeder dan 2 hub Tol
Laut tersebut .
4) Tahap pengujian kebijakan Tol Laut dengan optimasi jaringan pelayaran liner dan
pelayaran industri
5) Tahap pemodelan optimasi jaringan dan aksesbilitas transportasi angkutan
petikemas akan dianalisis metode optimasi jaringan dengan Four Stage Genartion,
Goal linear programing dengan multi

III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian ini antara lain pada PT. (Persero) Pelindo IV yang membawahi
pelabuhan-pelabuhan yang yang ditetapkan dalam RPJMN 2015 2019dan Sislognas
2015 2025 yang ditetapkan untuk menunjang Tol Laut di Indonesia Timur , pada
pelabuhan-pelabuhan yang akan dikaji Waktu penelitian yang direncanakan selama 18
bulan

4. Analisis Data
IV.1. Analisis Statistik
a. Pemodelan Bangkitan dan Tarikan dan Sebaran Distribusi Pergerakan
Pada pemodelan bangkitan/tarikan pergerakan angkutan dapat menggunakan model
analisa regresi. Model analisa regresi dapat digunakan untuk memodelkan hubungan
antara dua peubah atau lebih. Pada model ini terdapat peubah tidak bebas (Y) yang
mempunyaihubungan fungsional dengan satu atau lebih peubah bebas (Xi), yang dapat
dinyatakan dengan persamaan:
Y = a + b1X1+b2 X2+ +bnXn..................................................................... (1)
Salah satu metode untuk mendapatkan MAT adalah salah satu modeldalam metode
sintetis, yaitu model gravity (GR). Model tersebut merupakan metode interaksi spasial
yang paling terkenal dan sering dipergunakan karena sangatsederhana, mudah
dimengerti dan digunakan.
Berikut beberapa persamaan yang dipergunakan dalam model GR:
Tid Ai xOi xBd xDd xfCid
(2)
1. Optimasi Pelabuhan
2. Aksesbilitas Jaringan Prioritas Hub dan Feeder port
3. Optimasi Hub dan Feeder Port
Metode Rute Terpendek.
Masalah Arus Maksimal.
Masalah Pohon Perentangan Minimal (Minimum Spanning Tree).
Model Optimasi Jaringan
Optimasi adalah salah satu ilmu dalam matematika yang focus untuk mendapatkan
nilai minimum atau maksimum secara sistematis dari suatu fungsi peluang, maupun
pencarian nilai lainnya dalam berbagai kasus. Beberapa model optimasi dapat
digunakan dalam optimasi jaringan trayek antara lain Model Pemrograman Linier.
Bentuk umum Goal distrubusi multi Objektif pemrograman linear adalah
memaksimumkan / meminimumkan dengan batasan-batasan
a11 x1 a12 x2 ... a1n xn , , b1
a21 x1 a22 x2 ... a2 n xn , , b2
.
.
.
am1 x1 am 2 x2 ... amn xn , , bm
x1 , x2 ,..., xn 0. .. (3)
Adapun langkah - langkah perumusan model pemrograman linear adalah menentukan
variabel-variabel keputusan, merumuskan fungsi tujuan, dan merumuskan batasan-
batasan.
z c1 x1 c2 x2 ... cn xn (4)

IV.2. Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian


Definisi Operasional terdiri dari diagram alir analisa dari pola aktivitas dan potensi
wilayah sampai dengan pemodelan aksesbilitas angkutan petikemas moda darat,
selanjutnya dilakukan analisa statistic dengan model goal programming multi objektif
dalam bentuk linear progreming, selanjutnya ditetapkan data primer dan sekunder
dimana variable dari geaografi, jumlah kargo serta kebutuhan trucking angkutan darat
sehingga akan diperoleh hasil bahwa model aksesbilitas angkutan darat petikemas
dapat terintegrasi dengan teraturmenurunkan biaya logistik dan meningkatkn
pertumbuhan ekonomi sehingga menunjung program tol laut Pemerintah Jokowi-JK.

5. KESIMPULAN
1. Terjadi Pertumbuhan Cargo angkutan petikemas di Hub dan Feeder di Indonesia
Timur dan sifatnya berkelanjutan;
2. Minat Operator kapal untuk mendukung Program Ekspor impor semakin banyak;
3. Peringkat Indeks logistik Indonesia Semakin baik
4. Industri dan Dry Port serta Kapet di Indonesia Timur Tumbuh
5. Merangsang masyarakat IBT untuk merubah pola dari yang sifatnya konsumtif
menjadi produktif
6. Harga barang di Indonesia Timur akan kompetetitf karena pengaruh kelancaran
aksesbilitas;
7. Pendapatan perkapita penduduk di Indonesia timur semakin baik.
8. Kesejahteran masyarakat semakin baik karena daya beli dapat ditingkatkan.
9. Penyebaran eskpor di Indonesia timur semakin merata
10. Terdapat efisiensi waktu, efisensibiaya logistik & kualitas barang domestic&
eskpor.
11. Terjadi integrasi antar moda yang dapat mengurangi biaya logistic di Indonesia
Bagian Timur.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan presiden No 02 tahun 2015, 2015, Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, Bappenas
2. peraturan Persiden no 32 tahu 2012, 2012, Peran SISLOGNAS dalam pembangunan
ekonomi nasionan tahun, Sekretaris Negara
3. Peraturan Presiden No 026 tahun 2012 , 2012 , Cetak biru Sislognas tahun 2012,
Sekretaris Negara .
4. Peraturan presiden, 2012, Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), Bappenas.
5. Undang-undang Pelayaran No 17 tahun 2008., 2008 Pelabuhan (BUP) yang
izinnya ditetapkan oleh Departemen Perhubungan, Menteri Perhubungan.
6. Keputasn Menteri KM 49 tahun 2005, 2005, Menteri Perhubungan
7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2009, 2009, kepelabuhanan, Menteri
perhubungan..
8. Kjelsen, 2009, menjelaskan bahwa terdapat karakteristik yang perlu diperhatikan
dalam perancangan jaringan pelayanan,
9. Christiansen, 2003, Transportasi laut akan terus mengalami peningkatan sejalan
dengan pertumbuhan berkelanjutan pada populasi wilayah, peningkatan standar
kehidupan, peningkatan globalisasi serta menipisnya sumber daya local.
10. UNCTAD, 2011, Review of Maritim Transport (2011), nilai indeks konektivitas
angkutan laut negara Indonesia tahun 2004-2011, UNCTAD
11. Yang dan Chen, 2010, Jaringan pelayaran menurutdiklasifikasikan menjadijalur
pelayaran melingkar, jalur pelayaran pendulum dan jalur pelayaran hub spoke.
12. Kjelsan, 2009,, menjelaskan, terdapat beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan
dalam perancangan jaringan pelayaran
13. Lawrence, 1972 and Ronen 1982, Terdapat tiga model umum dalam operasional
pelayaran yaitu pelayaran liner, tramper, dan industry
14. Agarwal & Ergun, 2008, muatan ditransfer dari satu kapal / moda ke kapal / moda
lain
15. Tamin, 2000, Matriks Pergerakan atau Matriks Asal-Tujuan (MAT) adalah matriks
berdimensi dua yang memuat informasi jumlah pergerakan antar
16. Menurut Hoffman, 2012, indeks konektivitas pelayaran liner ditentukan jumlah
perusahaan pelayaran, ukuran kapal, jumlah pelayanan yang menghubungkan
suatu wilayah dengan wilayah lain
17. Ralahalu, 2013, Indonesia bagian Barat (IBB) berkembang lebih maju
dibandingkan dengan Indonesia timur (IBT) berdasarkan aspek kewilayahan, posisi
Sulawesi yang didominasi oleh wilayah daratan berpeluang memiliki interaksi
transportasi yang cukup strategis, sebaiknya kepulauan nusa tenggara dan
kepulauan Malukudidominasi lautan, sedangkan pulau Papua memiliki wilayah
daratan dan lautan yang seimbang.
18. M. Yamin Jinca, 2011, Terdapat beberapa pelabuhan IBT yang memiliki peran
dan fungsi sebagai pusat distribusi barang logistik secara nasional dan memiliki
beberapa jenis barang industri lainnya yang berpotensi untuk di antarpulaukan.
19. M. yamin Jinca, 2011, pola spasialisasi kegiatan produksi, sehingga menciptakan
kosentrasi aktivitas produksi di suatu tempat tertentu, yang akhirnya dapat
menimbulkan economics of scale dan Algomeration economic
20. Peraturan Pemerintah No 69 tahun 2009 tentang kepelabuhanan
21. Tigauw ,2011,, menentukan strategi pengembangan jaringan transportasi di propinsi
Papua barat
22. Antonius sihaloho,2012, mengembangkan model transportasi gugus pulau trans
Maluku dalam mendukung pengembangan wilayah propinsi Maluku.
23. Adisasmita ,2001, gambaran rencana pengembangan prasarana dan sarana
transportasi darat, Laut dan udara yang terpadu sesuai Sistranas
24. Talley, 2007, mengevaluasi kinerja suatu pelabuhan yakni efisiensi teknis, efisiensi
biaya yang dibandingkan dengan produksi pelabuhan
25. Brooks, et all, 2011, mengkaji mengenai evaluasi efektivitas suatu pelabuhan dari
sudut pandang pengguna Jasa
26. Thai dan Hwang ,2005, menentukan faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pemilihan Hub
27. Chou ,2010, Penggunaan model AHP mensimulasi perilaku perusahaan pelayaran
dalam memilih pelabuhan singgah dan mengidentifikasikan bobot terpenting pada
setiap faktor-faktor yang diasumsikan berpengaruh pada pemilihan pelabuhan
singgah tersebut.
28. Ronen ,1983, Mengkaji beberapa perbedaan antara permasalahan rute dan
pejadwalan kapal dengan kendaraan
29. Christiansen dan fagerholt , 2001, Mengkaji rute dan penjadwalan yang dibagi
dalam empat kajian yaitu tentang strategi perencanaan kapal, pengaturan strategi
penjadwalan kapal pada pelayaran industry dan tramper, pengaturan pelayaran
berjadwal, dan kajian lain yang berhubungan dengan permasalahan rute kapal
30. Ducruet dan Logo ,2011, Mengkaji perbedaan dimensi statis (struktur) dan
dinamika dari suatu jaringan transportasi
31. Theo dan e.Notteboom, 2014, Mengkaji penjadwalan pelayaran yang optimal
berdasarkan waktu tunggu dan pelayanan tunda di pelabuhan serta hambatan-
hambatan yang diakibatkan oleh keterbatasan fasilitas pelabuhan
32. Agarwal dan Ergun ,2001,Menghasilkan jadwal dan rute pelayaran kapal yang
optimal dengan menggunakan model mixed-integer linier program untuk
mensimulasi jadwal kapal dan permasalahan rute angkutan secara simultan
33. Mc Nally, 2007, Model ini sangat dibutuhkan apabila efek tata guna lahan dan
pergerakan terhadap besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan berubah sebagai
fungsi dari waktu.
34. Andi Chairunnisa Mapangara ,2015, Konsep tatangan Jaringan Transportasi Laut
Koridor Sulawesi dalam Mendukung Konektivitas Nasional, ProosidingTeknik Sipil
Unhas
35. M. Yamin Jinca, 2013, Konsep tatangan Jaringan Transportasi Laut Koridor
Sulawesi dalam Mendukung Konektivitas Nasional, Proosiding teknik Sipil Unhas
36. M. Yamin Jinca, 2012,Transportasi Laut Kontainer dalam pengembangan Master
Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia timur
37. Masliah Idrus, 2012, Study Utilisasi Container Yard di Pelabuhan Utama Di
Indonesia Timur,Proosiding teknik Sipil Unhas

Anda mungkin juga menyukai