Anda di halaman 1dari 7

1

FARMAKODINAMIK

Cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya
disebut farmakodinamik. (pengaruh obat terhadap organ-organ tubuh )

Mekanisme kerja obat yaitu :

1) Obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal ( fisiologi ) tubuh


2) Obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang
sudah ada ( ini tidak berlaku bagi terapi gen )

Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk :

1. meneliti efek utama obat


2. mengetahui interaksi obat dengan sel
3. mengetahui respon khas yang terjadi

Interaksi Obat Dengan Biopolimer

Semua molekul obat yang masuk dalam tubuh, kemungkinan besar berikatan dengan
konstituen jaringan atau biopolimer seperti protein, lemak, asan nukleat, mukopolisakari -
da, enzim biotransformasi dan reseptor. Pengikatan obat oleh biopolimer dipengaruhi oleh
bentuk konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dari gugus-gugus fungsional
senyawa obat. Interaksi obat dapat berupa:(1) Interaksi tidak khas dan ;(2) Interaksi khas.

1. Interaksi tidak khas adalah interaksi yang hasilnya tidak menghasilkan efek yang
berlangsung lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur molekul obat maupun
biopolimer. Interaksi ini bersifat reversibel (
2. terpulihkan ) dan tidak menghasilkan respons biologis. Contohnya : Interaksi obat yang
hanya merubah lingkungan fisika-kimia dari struktur badan ( protein jaringan, asam
nukleat, mukopolisakarida, air dan lemak ), misalnya : anestetik umum merubah
struktur air didalam otak; diuretik osmotik merubah tekanan osmotik dalam ginjal.
3. Interaksi khas: adalah interaksi yang menyebabkan perubahan struktur makromolekul
reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal yang dapat
diamati sebagai respons biologis. Interaksi dengan reseptor dan interaksi dengan
enzim biotransformasi, merupakan interaksi khas.

KERJA OBAT

Kerja obat dapat digolongkan menjadi dua yaitu: (A) Kerja obat yang diperantarai reseptor dan
: (B) Kerja obat yang tidak diperantarai reseptor.

A. KERJA OBAT YANG DIPERANTARAI OLEH RESEPTOR

Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya, mencetuskan perubahan biokimia dan
fisiologi yang merupakan respons biologis yang khas untuk obat tersebut. Interaksi antara
obat dengan enzim biotransformasi juga merupakan interaksi yang khas karena
2

mengakibatkan perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga timbul rangsangan


perubahan fungsi fisiologis yang dapat diamati sebagai respons biologis

Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional, yaitu tempat terikatnya


obat untuk menimbulkan respons. Sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan
sebagai reseptor untuk ligand endogen (hormon dan neurotransmitor. Komponen yang
paling penting dalam reseptor obat adalah protein (misalnya : asetilkolinesterase, Na+ -, K+
-ATP ase dsb ). Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat, contohnya untuk obat
sitostatika ( pembunuh sel kanker ).

Ikatan antara obat dengan reseptor, berupa ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik,
ikatan van der Walls atau ikatan kovalen ( jarang ). Umumnya merupakan campuran
berbagai ikatan tersebut diatas. Ikatan antara obat daengan reseptor, misalnya ikatan
antara substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah (ikatan ion, ikatan
hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls ) dan jarang berupa ikatan kovalen.
Hubungannya dengan efek obat dapat digambarkan sebagai berikut:

Hubungan Struktur dan Aktifitas Biologik

Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan aktifitasnya terhadap reseptor dan
aktifitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat (misal: perubahan
stereoisomer) dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya. Pengetahuan
mengenai hubungan struktur dan aktifitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat
baru.

B. KERJA OBAT YANG TIDAK DIPERANTARAI RESEPTOR

Beberapa obat tertentu dapat menimbulkan efek tanpa berikatan dengan reseptor.
Mekanismenya ada berbagai cara yaitu:

1. Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh


2. Berinteraksi dengan ion atau molekul kecil
3. Masuk kedalam komponen sel

1. Mekanisme Kerja Obat: Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh :

a. Pengubahan sifat osmotik, contoh : (1) obat-obat diuretik osmotik ( manitol ) yang
meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga terjadi efek diuretk; (2) obat-
obat katartik osmotik atau pencahar ( Mg SO4 ); (3) gliserol untuk mengurangi udema
serebral
b. Pengubahan sifat asam-basa , contoh (1) obat-obat antasida untuk menetralkan asam
lambung; (2) NH4CL untuk mengasamkan urin; (3) Natrium bikarbonat untuk
membasakan urin; Asam-asam organik sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai
spermisida topical dalam saluran vagina.
c. Perusakan nonspesifik membran sel ( sebagai antiseptik dan desinfektan ), contoh : (1)
detergen, merusak integritas membran lipoprotein; (2) halogen, peroksida dan
oksidator lain ( merusak zat organik ); (3) denaturan, merusak integritas dan kapasitas
fungsional membran sel, partikel subseluler dan protein.
3

d. Gangguan fungsi membran, contoh : anestesi umum dengan eter, halotan atau
metoksifluran, bekerja dengan melarut dalam lemak membran sel di SSP sehingga
eksitabilitas menurun

2. Mekanisme Kerja : Interaksi dengan molekul kecil atau ion

Dengan Molekul pengkhelat ( chelating agent ), contoh : (1) CaNa2 EDTA. yang mengikat
logam Pb menjadi khelat yang inaktif, misal pemberian larutan CaNa2 -EDTA pada
keracunan Pb; (2) Penisilamin, mengikat Cu 2+ bebas ; (3) Dimerkasol untuk keracunan
logam-logam berat. Khelat yang terbentuk larut dalam air sehingga mudah dikeluarkan
lewat ginjal .

3. Mekanisme Kerja: Masuk ke dalam komponen sel

Obat-obat analog purin atau pirimidin, dapat bergabung dengan asam nukleat, sehingga
mengganggu fungsinya ( obat-obat antimetabolit ), cotohnya : 6-merkaptopurin, 5-
fluorourasil, flusitosin yang merupakan obat-obat anti kanker.

TERMINOLOGI MENGENAI EFEK OBAT

* Spesifisitas dan Selektifitas:

Obat yang ideal adalah yang bersifat spesifik dan selektif.

Obat yang spesifik . bila bekerjanya hanya pada satu jenis reseptor

Obat yang selektif , bila menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan pada dosis lebih
tinggi baru timbul efek yang lain.

Contoh: Klorpromasin, bukan obat yang spesifik karena bekerja pada berbagai jebis
reseptor.

Atropin adalah bloker spesifik untuk reseptor muskarinik, tetapi tidak selektif karena
reseptor muskarinik terdapat di berbagai organ

Salbutamol adalah agonis ß-adrenergik yang spesifik dan relatif selektif karena memblok
reseptor ß2 dan pada dosis terai hanya berefek dibronkhus.

Selain tergantung pada dosis, selektifitas juga tergantung cara pemberian obat, contoh:
Salbutamol (pada dosis terapi hanya berefek di bronkhus, memblok reseptor ß-2 ), bila
diberikan sebagai obat semprot langsung ke saluran napas, maka selektifitasnya akan
meningkat.

Sesungguhnya tidak ada obat yang menghasilkan satu efek saja, dan makin banyak efek
obat, makin banyak efek sampingnya. Dengan demikian, selektifitas merupakan sifat obat
yang penting dalam terapi.

Selektifitas dapat dinyatakan sebagai hubungan antara dosis terapi ( ED ) dengan dosis obat
yang menimbulkan efek toksik ( TD ).Hubungan ini disebut juga indeks terapi atau batas
keamanan obat ( margin of safety ).
4

Obat yang ideal, menimbulkan efek terapi pada semua penderita, tanpa menimbulkan efek
toksik pada satu orang penderita pun. Oleh karena itu indeks terapinya dinyatakan sebagai
berikut :

TD 1

Indeks terapi = ______ = ≥ 1

ED 99

Dapat dinyatakan bahwa untuk obat yang ideal, dosis toksiknya harus lebih besar dari dosis
terapinya dan dosis toksisnya paling banyak hanya boleh menimbulkan kematian 1 % dari
responden.

Pada umumnya, indeks terapi obat dinyatakan dalam rasio berikut:

TD 50 LD 50

Indeks Terapi = ——– = ———

ED 50 ED 50

Indeks terapi hanya berlaku untuk satu efek, maka obat yang mempunyai beberapa efek
terapi juga mempunyai beberapa indeks terapi. Contoh : Aspirin mempunyai efek analgetik
dan antirheumatik. Indeks terapi atau batas keamanan obat aspirin sebagai analgetik lebih
besar dibandingkan dengan indeks terapi sebagai antireumatik karena dosis terapi
antireumatik lebih besar dari dosis analgetik.

Meskipun perbandingan dosis terapi dan dosis toksik sangat bermanfaat untuk suatu obat,
namun data demikian sulit diperoleh dari penelitian klinik.( sulit mendapatkan responden
yang bersedia untuk uji klinik ). Maka dari itu selektifitas obat dinyatakan secara tidak
langsung yaitu diperhitungkan dari data : (1) pola dan insiden efek samping yang
ditimbulkan obat dalam dosis terapi, dan (2) persentase penderita yang menghentikan obat
atau menurunkan dosis obat akibat efek samping.

Harus diingat bahwa gambaran atau pernyataan bahwa obat cukup aman untuk
kebanyakan penderita, tetapi tidak menjamin keamanan untuk setiap penderita karena
selalu ada kemungkinan timbul respons yang menyimpang. Contohnya: penisilin dapat
dinyatakan aman untuk sebagian besar penderita tetapi dapat menyebabkan kematian
untuk penderita yang alergi terhadap obat tersebut.

Respons individu terhadap obat sangat bervariasi, yaitu dapat berupa : (1) Hiperaktif ( dosis
rendah sekali sudah dapat memberikan efek ); (2) Hiporeaktif ( untuk mendapatkan efek,
memerlukan dosis yang tinggi sekali ); (3) Hipersensitif ( orang alergi terhadap obat tertentu
); (4) Toleransi ( untuk mendapatkan efek obat yang pernah di konsumsi sebelumnya,
memerlukan dosis yang lebih tinggi ); (5) Resistensi ( efek obat berkurang karena
pembentukan genetik ); (6) Idiosikrasi ( efek obat yang aneh , yang merupaka reaksi alergi
obat atau akibat perbedaan genetik )
5

Aksi Obat Dapat Melalui Beberapa Cara :

1. Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik dari sel


2. Mengadakan campur tangan aktifitas seluler dari sel asing terhadap sel tuan rumah,
misalnya pemberian antibiotik untuk membunuh sel bakteri; pemberian obat untuk
membunuh sel kanker.( obat-obat kemoterapi )
3. Merupakan terapi pengganti, misalnya pemberian suplemen Kalium, pemberian
hormon atau vitamin untuk mencapai dosis fisiologis sehingga diperoleh aksi.

Penggunaan Obat dapat menghasilkan lebih dari satu efek, yaitu :

1. Efek terapi ( utama )

Terapi obat dapat bertujuan untuk : (a) terapi kausal ; (2) terapi simtomatik dan (3) terapi
substitusi

2. Efek samping

adalah efek yang tidak diinginkan, atau efek obat yang tidak termasuk kegunaan terapi,
misalnya : Efek terapi pemberian morfin adalah sebagai analgesik, tapi mempunyai efek
samping depresi pernapasan dan konstipasi.

3. Efek teratogen

Adalah efek obat yang pada dosis terapetik untuk ibu hamil, mengakibatkan cacat pada
janin, misalnya: tangan dan kaki seperti kepunyaan anjing laut atau bentuk-bentuk lain yang
tidak normal.

4. Efek toksik

Adalah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dari efek samping dan merupakan efek
yang tidak diinginkan. Efek ini disebabkan oleh dosis yang berlebih

5. Idiosinkrasi

Efek obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efek terapi normalnya.

6. Fotosensitisasi

Adalah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat penggunaan
obat, misalnya penggunaan obat Bithionol sebagai antiseptika lokal.

EFEK OBAT PENGULANGAN ATAU PENGGUNAAN OBAT YANG LAMA

1. Hipersensitif:

Adalah suatu reaksi alergik yang merupakan respons abnormal terhadap obat dimana
pasien sebelumnya telah kontak dengan obat tersebut hingga berkembang timbul antibodi.

2. Kumulasi:

Suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan akibat pengulangan penggunaan obat,
dimana obat diekskresi lebih lambat dibanding kecepatan absorpsinya.
6

3. Toleransi:

Suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis obat yang sama, sehingga untuk
memperoleh respon yang sama, dosis harus diperbesar

4. Takhifilaksis

Adalah fenomena berkurangnya kecepatan respons terhadap aksi obat pada pengulangan
penggunaan dosis yang sama (kurang sensitif). Respon semula tidak terulang meskipun
dengan dosis yang lebih besar.

5. Habituasi

Suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap suatu obat. Kriterianya : (a) selalu ingin
menggunakan obat; (b) tanpa atau hanya sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis;
(c). memberikan efek yang merugikan pada suatu individu.

6. Adiksi

Adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik dan fisik terhadap obat. Kriteria : (a) ada
dorongan untuk selalu menggunakan obat; (b). ada kecenderungan untuk menaikkan dosis;
(c). timbul ketergantungan psikhik dan biasanya diikuti ketergantungan fisik.; (d) merugikan
terhadap individu maupun masyarakat.

7. Resistensi terhadap bakteri

Pada penggunaan antibiotik untuk infeksi oleh bakteri, dapat terjadi obat tidak mampu
bekerja lagi untuk membunuh atau menghambat perkembangan bakteri tertentu.

EFEK PENGGUNAAN OBAT CAMPURAN

Penggunaan obat campuran dapat nenyebabkan efek: (1) Adisi; (2) Sinergis; (3) Potensiasi; (4)
Antagonis dan (5) Interaksi.

1. Adisi

Beberapa obat yang diberikan bersama-sama memberikan efek yang merupakan


penjumlahan dari efek masing-masing obat bila diberikan secara terpisah

2. Sinergis

Beberapa obat mempunyai aksi yang hampir sama, bila diberikan bersama-sama
memberikan efek yang lebih besar dari efek masing-masing obat yang diberikan secara
terpisah

3. Potensiasi

Beberapa obat yang diberikan bersama-sama dengan aksi-aksi yang tidak sama,
memberikan efek yang lebih besar pada pasien, dari pada efek masing-masing secara
terpisah.

4. Antagonis
7

Beberapa obat yang diberikan bersama-sama, salah satu obat mengurangi efek dari obat
yang lain

5. Interaksi obat

Interaksi obat berlangsung dengan beberapa cara, yaitu: (a) Interaksi kimia ; (b) Kompetisi
untuk mengikat protein ( mendesak obat lain pada protein ); (c) Induksi enzim (
menstimulasi pembentukan enzim di hati sehingga obat cepat dibiotransformasi dan
dieliminasi ); (d) Inhibisi enzim ( mengganggu fungsi hepar dan enzim-enzimnya, sehingga
memperkuat kerja obat lain ).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSI OBAT: yaitu

1. Berat badan
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Kondisi patologik pasien
5. Genetik ( Idiosinkrasi )
6. Cara pemberian obat :

(a) yang memberikan efek sistemik : – oral; sublingual; bukal;-parenteral;- implantasi


subkutan; rektal;

(b) yang memberikan efek lokal :- inhalasi; -topikal ( pada kulit ) : salep, krim , lotion ; –
obat-obat pada mukosa : tetes mata, tetes telinga,

Anda mungkin juga menyukai