Anda di halaman 1dari 56

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif korelasi. Penelitian deskriptif

korelasi untuk mengidentifikasi hubungan implementasi IPSG 1 s.d IPSG 6

terhadap kinerja perawat, selanjutnya menyimpulkan hubungan sebab dan akibat.

Hasil yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dari data yang dikumpulkan.

Penulis hanya membahas standar tentang sasaran keselamatan pasien (IPSG 1 s.d

IPSG 6) yang akan menjadi elemen penelitian untuk implementasi sasaran

keselamatan pasien. Peneliti ingin mencoba mencari hubungan variabel terikat

(kinerja perawat) dengan variabel bebas IPSG 1 s.d IPSG 6 tentang standar

keselamatan pasien melalui uji hipotesa yang telah dirumuskan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan yang beralamat di Jalan Bunga Lau No.17 Medan, Kelurahan

Kemenangan Kecamatan Medan Tuntungan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini

adalah: (1) rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan, (2) jumlah sampel

memadai, (3) belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dengan judul yang

sama dengan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari persetujuan judul penelitian bulan

September 2012 dilanjutkan dengan penelusuran literatur sampai pada tahap

seminar proposal, dan kemudian proses pengumpulan data yang diperkirakan

selesai Juli 2013.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di

Ruang Rindu A dan Rindu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan, yaitu sebanyak 373 orang (Buku Profil Bidang Keperawatan, 2012).

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus dari

Taro Yamane (Riduwan, 2008), sebagai berikut:

n = ____N______ Persamaan (3.1)


2
N.d + 1
Dimana :
n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi
2
d = Presisi atau tingkat kemaknaan yang ditetapkan (d=0,05)

Dengan jumlah populasi sebesar 373 orang, maka diperoleh jumlah

sampel sebagai berikut:

373
n =
373 x 0,05 2 + 1

Universitas Sumatera Utara


373
n=
0,9325 + 1

373
n= = 193,01 dibulatkan menjadi 193
1,9325

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proporsional

(proportionate random sampling) yaitu pengambilan sampel dari anggota

populasi secara proporsional. Dengan demikian ditentukan jumlah sampel

untuk setiap ruangan adalah sebagai berikut:

Sampel = Jumlah sampel x Jumlah perawat di ruangan

Total populasi

Maka didapat jumlah sampel Rindu A 84 orang dan jumlah sampel

Rindu B 109 orang. Penarikan sampel disetiap ruang dilakukan secara acak,

populasi penelitian bersifat homogen. Peneliti memasukkan semua nama orang

yang termasuk dalam populasi diletak dalam kotak kemudian diundi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Alat Pengumpulan Data

Alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa

kuesioner yang dibagikan kepada responden. Kuesioner ini dibuat dengan tujuan

untuk memperoleh data primer dari responden dalam hal ini perawat. Kuesioner

penelitian terdiri dari tiga bagian yaitu data demografi, implementasi IPSG 1 s.d

IPSG 6, dan kinerja perawat.

Universitas Sumatera Utara


1. Bagian Data Demografi

Bagian ini digunakan untuk mengkaji data demografi perawat yang meliputi

umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bertugas, unit kerja saat ini, status

perkawinan, frekuensi mengikuti pelatihan selama bekerja di rumah sakit, jenis

pelatihan apa yang sudah diikuti dalam 5 tahun terakhir.

2. Bagian Implementasi IPSG 1 s.d IPSG 6

Bagian ini menggunakan elemen penilaian yang dibuat oleh standar

akreditasi JCI 2011 edisi ke 4 untuk IPSG 1 s.d IPSG 6 yang dikeluarkan oleh

Kemenkes RI.

3. Bagian Kinerja Perawat

Bagian ini digunakan peneliti berdasarkan variabel yang mempengaruhi

kinerja individu berdasarkan Pedoman manajemen kinerja yang dibuat oleh

Kemenkes (2012). Faktor variabel yang mempengaruhi kinerja perawat yaitu:

pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang indikator mutu klinik keperawatan.

3.4.2. Uji Validitas

Uji instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

terstuktur. Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian dilakukan Uji expert

(ahli) oleh para ahli sesuai dengan bidangnya untuk menguji kelayakan kuesioner

yang digunakan, yang dilakukan kepada 2 staf yang praktek di RSUP H. Adam

Malik Medan dan 1 staf yang bertugas sebagai staf pengajar di Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selain uji expert (ahli) dilakukan juga uji coba kuesioner dengan teknik

pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas suatu instumen (dalam

Universitas Sumatera Utara


kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor variabel atau

item dengan skor total variabel (Corrected Item Total Correlation), jika nilai

Corrected item total Correlation > nilai r tabel (0,361) pada α 5% dan jumlah

sampel 30 orang, maka dinyatakan valid dan sebaliknya apabila Corrected item

total Correlation < r tabel maka dinyatakan tidak valid ( Hidayat, 2010).

Hasil uji validitas instumen yang meliputi variabel identifikasi pasien

dengan benar, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan keamanaan

obat-obatan yang harus diwaspadai, memastikan lokasi pembedahan yang benar

prosedur yang benar dan pembedahan pasien yang benar, mengurangi risiko

infeksi akibat perawatan kesehatan, mengurangi risiko cedera pasien akibat

terjatuh, dan variabel kinerja perawat (pengetahuan, sikap, dan keterampilan).

Seluruh variabel instrumen mempunyai Corrected item total Correlation > nilai

r tabel (0,361) maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel telah

valid (dapat dilihat pada lampiran 4).

3.4.3. Uji Reliabilitas

Untuk melihat sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat

diandalkan untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (Arikunto, 1996).

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur

dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode

Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali

pengukuran, dengan ketentuan bila r Alpha > 0,60 pada 30 sampel maka

dinyatakan reliabel.

Universitas Sumatera Utara


Hasil uji reliabilitas instrumen yang meliputi variabel identifikasi pasien

dengan benar, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan keamanaan

obat-obatan yang harus diwaspadai, memastikan lokasi pembedahan yang benar

prosedur yang benar dan pembedahan pasien yang benar, mengurangi risiko

infeksi akibat perawatan kesehatan, mengurangi risiko cedera pasien akibat

terjatuh, dan variabel kinerja perawat (pengetahuan, sikap, dan keterampilan).

Seluruh variabel instrument mempunyai nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 maka

dapat disimpulkan bahwa seluruh instrument pertanyaan variabel telah reliabel

(dapat dilihat pada Lampiran 4).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel

Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas

(Implementasi IPSG 1 sampai dengan IPSG 6) dan variabel terikat (kinerja

perawat)

3.5.2. Definisi Operasional Variabel Independen

Definisi operasional Implementasi IPSG adalah standar JCI tentang

sasaran keselamatan pasien yang terdiri dari 6 standar.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Independen

No Variabel Definisi
Cara Ukur Hasil Skala
Bebas Operasional
1. Mengidentifikasi Mengidentifikasi berjumlah 9 Skor Interval
Pasien dengan dengan benar pertanyaan 9 -18
Benar pasien tertentu yang dengan
akan diberi layanan jawaban
atau pengobatan tertutup
tertentu dan Ya ( 2) dan
mencocokkan Tidak (1)
layanan atau
perawatan dengan
individu tersebut

2 Meningkatkan Komunikasi yang berjumlah 4 Skor Interval


Komunikasi yang efektif akan pertanyaan 4-8
Efektif mengurangi dengan
kesalahan dan jawaban
menghasilkan tertutup
peningkatan Ya ( 2) dan
keselamatan Tidak (1)
pasien

3 Meningkatkan Obat yang sering Skor Interval


Keamanan Obat – menyebabkan berjumlah 4 4-8
Obatan yang terjadi kejadian pertanyaan
Harus Diwaspadai sentinel atau KTD denganjawab
an tertutup
Ya ( 2) dan
Tidak (1)

4 Memastikan Mengurangi Salah- berjumlah 3 Skor Interval


Lokasi lokasi, salah- pertanyaan 3-6
Pembedahan yang prosedur, salah denganjawab
Benar, Prosedur pasien pada saat an tertutup
yang Benar, operasi, dan Ya ( 2) dan
Pembedahan pada sesuatu yang Tidak (1)
Pasien yang mengkhawatirkan
Benar dan tidak jarang
terjadi di rumah
sakit

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.1 (Lanjutan)

No Variabel Definisi
Cara Ukur Hasil Skala
Bebas Operasional
5 Mengurangi Suatu cara berjumlah 4 Skor Interval
Risiko Infeksi pencegahan dan pertanyaan 4-8
Akibat Perawatan pengendalian denganjawab
Kesehatan infeksi di RS yang an
dilakukan oleh tertutup
petugas kesehatan. Ya ( 2) dan
Tidak (1)
6 Mengurangi suatu pendekatan berjumlah 7 Skor Interval
Risiko Cedera untuk mengurangi pertanyaan 7 -14
Pasien Akibat risiko pasien dari denganjawab
Terjatuh cedera karena an
jatuh tertutup
Ya ( 2) dan
Tidak (1)

3.5.3. Definisi Operasional Variabel Dependen

Kinerja perawat adalah tampilan nyata yang dapat dilakukan oleh perawat

ditempat kerja atau pada unit-unit layanan ditentukan oleh tiga faktor

(pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk mencapai indikator mutu klinik

keperawatan).

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Dependen

Variabel Definisi
No Cara Ukur Hasil Skala
Terikat Operasional
1 Pengetahuan Perawat memahami Berjumlah Skor Interval
konsep dan SPO 10 pertanyaan 10 -20
patient safety , angka dengan
perawatan diri, jawaban
kenyaman/bebas dari tertutup
nyeri, perawatan Ya ( 2) dan
diri, angka kepuasan Tidak (1)
pasien

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2 (Lanjutan)

Variabel Definisi
No Cara Ukur Hasil Skala
Terikat Operasional
2 Sikap Prilaku perawat Berjumlah Skor Interval
terhadap 10 pertanyaan 10 -20
pelaksanaan dengan
Indikator Mutu jawaban
klinik keperawatan tertutup
Ya ( 2) dan
Tidak (1)
3 Keterampilan Kemampuan perawat Berjumlah Skor Interval
melakukan pekerjaan 10 pertanyaan 10 -20
sesuai SPO untuk dengan
mencapai indikator jawaban
mutu klinik tertutup
keperawatan Ya ( 2) dan
Tidak (1)

3.6. Metode Pengukuran

a. Pengukuran variabel Bebas (Independen)

Pengukuran Variabel bebas (independen): implementasi IPSG 1 s/d

IPSG 6 sebanyak 30 item pertanyaan dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”.

Untuk jawaban yang” ya” diberi skor 2, dan jawaban yang “Tidak” diberi skor 1.

Skor tertinggi adalah 60 (30 x 2), dan skor terendah adalah 30 (30 x 1).

b. Pengukuran Variabel Terikat (Dependen): Kinerja Perawat

Pengukuran variabel kinerja perawat dengan menanyakan sebanyak 30

item pertanyaan dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Untuk jawaban “ya”

diberi skor 2, dan jawaban “tidak” diberi skor 1. Skor tertinggi adalah 60 (30 x

2), dan skor terendah adalah 30 (30 x 1).

Universitas Sumatera Utara


3.7. Metode Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan program SPSS for Window dan uji statistik

dengan menggunakan uji univariat, bivariat dan multivariat. Analisis regresi dapat

juga diartikan sebagai usaha memprediksi perubahan. Perubahan nilai suatu

variabel dapat disebabkan karena adanya perubahan pada variabel-variabel lain

yang mempengaruhinya. Regresi linear adalah alat statistik yang dipergunakan

untuk mengetahui pengaruh antara satu atau beberapa variabel terhadap satu buah

variabel. Regresi linear hanya dapat digunakan pada skala interval dan ratio.

Secara umum regresi linear terdiri dari dua, yaitu regresi linear sederhana yaitu

dengan satu buah variabel bebas dan satu buah variabel terikat; dan regresi linear

berganda (regresi ganda) dengan beberapa variabel bebas dan satu buah variabel

terikat (Notoatmodjo, 2005).

3.7.1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang di lakukan untuk satu variabel atau

pervariabel. Digunakan pada distribusi frekuensi, rata-rata, proporsi, standar

deviasi, varian, median, modus dan sebagainya. Adapun manfaat analisis univariat

untuk menginformasikan suatu variabel dalam kondisi tertentu tanpa dikaitkan

dengan variabel lain. (Notoatmodjo, 2005)

Untuk mendiskripsikan variabel bebas (IPSG 1 s.d IPSG 6) dan Variabel

terikat (kinerja perawat) di ruang rawat inap RSUP H.Adam Malik. Digunakan

analisis univariat disajikan dengan membuat tabel distribusi frekuensi masing-

masing variabel baik variabel bebas maupun variabel terikat.

Universitas Sumatera Utara


3.7.2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat untuk melihat hubungan dua variabel, dapat kita uji

dengan menggunakan bivariate correlation pada penelitian ini digunakan uji

correlation pearson (Notoatmodjo, 2005).

Peneliti ingin melihat hubungan variabel terikat (kinerja perawat) terhadap

masing-masing variabel bebas (IPSG 1 s.d IPSG 6) dengan mengunakan analisis

regresi linear sederhana, hanya variabel bebasnya lebih dari satu buah. Persamaan

umumnya adalah: Y = a + b X. Dengan Y adalah variabel terikat dan X adalah

variabel bebas. Koefisien a adalah konstanta yang merupakan titik potong antara

garis regresi dengan sumbu Y pada koordinat kartesius dan b adalah koefisien

regresi pada masing-masing variabel bebas.

3.7.3. Analisa Multivariat

Analisa multivariat adalah analisis yang dilakukan untuk

menganalisis hubungan lebih dari dua variabel, multivariat untuk melihat faktor

yang paling berpengaruh dominan dari variabel bebas terhadap variabel terikat

(Notoatmodjo, 2005). Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi

linear berganda sederhana adalah variabel dengan nilai p < 0,25 pada uji bivariat

yaitu uji Korelasi Pearson dan variabel yang terpilih dalam model akhir regresi

linear berganda sederhana adalah variabel yang mempunyai nilai p < 0,05

(Priyo, 2006).

Peneliti menggunakan analisa multivariat untuk mengetahui Implementasi

IPSG mana yang paling mempengaruhi terhadap kinerja perawat di ruang rawat

Universitas Sumatera Utara


inap RSUP H. Adam Malik Medan. Dengan menggunakan analisis regresi linear

berganda sederhana. Persamaan umumnya adalah:

Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + …. + b n X n .

Dengan Y adalah variabel terikat (dependen), dan X adalah variabel-

variabel bebas (independen), a adalah konstanta (intersept) dan b adalah koefisien

regresi pada masing-masing variabel bebas.

3.8. Pertimbangan Etik


Sebelum melakukan penelitian perlu pertimbangan etika penelitian yaitu:

1) Pelaksanaan penelitian dilakukan oleh peneliti setelah mendapatkan izin dan

rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari

rumah sakit H. Adam Malik Medan. 2) Seluruh responden diberikan lembar

persetujuan yang ditandatangani sebagai bukti kesediaannya menjadi responden

(informed consent), 3) sebelum menyerahkan lembar persetujuan, peneliti terlebih

dahulu menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. 4) anonymity,

peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner dan hanya memberikan

inisial atau kode saja. 5) confidentiality, semua informasi yang diberikan oleh

responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, data-data yang tidak terpakai

akan disimpan oleh peneliti. 6) untuk mengurangi beban responden dalam mengisi

kuesioner maka peneliti memberikan kuesioner disaat responden istirahat dan

membolehkan kuesioner untuk dibawa pulang oleh responden.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan SK Menkes RI No. HK. 00.06.3.5.5317 tanggal 31 Oktober

2006 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik telah terakreditasi untuk 16

pelayanan. Pada tahun 2007 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.

280/KMK.05/2007 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.

756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya pada Juni 2007 Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap

dengan tetap mengikuti pengarahan-pengarahan yang diberikan oleh Ditjen

Yanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU (Badan

Layanan Umum) Penuh.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 244/Menkes/

Per/III/2008 tentang Organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik tanggal 11 Maret 2008. Tahun 2009 pada tanggal 10 Juni 2009, status

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik telah resmi menjadi Instansi

Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

(BLU) penuh sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.

214/KMK.05/2009. Dan tahun 2010 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

kembali terakreditasi untuk 16 Pelayanan periode Juli 2010 s/d Juli 2013 sesuai

SK Kemenkes RI No. YM. 01.10/III/36190/10 tanggal 20 Juli 2010. Tahun 2011,

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik ditunjuk menjadi rumah sakit

pemerintah yang mengikuti proses akreditasi JCI.

Universitas Sumatera Utara


Sumber daya manusia yang ada di lingkungan Rumah Sakit Umum Pusat

H. Adam Malik terdiri dari PNS dan tenaga non PNS (honorer). Sampai dengan

bulan Desember 2012 jumlah tenaga kesehatan menurut jenis yang bertugas di

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)

berjumlah 1.306 orang (78,3%), tenaga non PNS berjumlah 86 orang (33,1%),

sedangkan tenaga non kesehatan menurut jenis adalah Pegawai Negeri Sipil

(PNS) berjumlah 361 orang (21,7%), tenaga non PNS berjumlah 174 orang

(66,9%).

RSUP Haji Adam Malik Medan adalah rumah sakit di Sumatera Utara

yang melayani masyarakat Sumatera Utara dan masyarakat dari provinsi tetangga

seperti dari Aceh, Sumatera Barat, dan Pekan Baru. RSUP Haji Adam Malik

Medan telah melaksanakan banyak kegiatan, walaupun belum sepenuhnya

terlaksana sesuai harapan. Indikator keberhasilan dari pelayanan RSUP Haji

Adam Malik Medan tahun 2010 dapat dilihat dari indikator rawat inap dari nilai

BOR (Bed Occupancy Rate) sebesar 70,68% dengan 650 tempat tidur, gambaran

ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pemakaian tempat tidur masuk dalam

kategori ideal, sedangkan rata-rata lama dirawat seorang pasien (ALOS) yaitu 6

hari, juga masuk kategori ideal, frekuensi pemakaian tempat tidur (BTO) tahun

2010 juga ideal dengan rata-rata satu tahun tercapai 40 kali, dan rata-rata hari

dimana tempat tidur ditempati dari telah diisi ke saat berisi berikutnya (TOI) 3

hari termasuk juga kategori ideal, sedangkan nilai NDR yaitu 67,20‰, nilai ini

berada diatas nilai yang dapat ditolerir yaitu 25‰, begitu juga dengan nilai GDR

Universitas Sumatera Utara


107,01‰ seyogyanya tidak lebih dari 45‰ penderita keluar (RSUP Haji Adam

Malik Medan, 2012).

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 193 orang. Sebagian besar

responden berumur 30-39 tahun (39,9%), berjenis kelamin perempuan (91,2%),

pendidikan terakhir ners (57,0%), lama bekerja 0-4 tahun (42,5%), menikah

(86,5%) dan sebagian besar pernah mendapatkan pelatihan sebesar (77,2%).

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden di RSUP H. Adam Malik


Medan
Identitas responden n Persentase
Umur (Tahun)
20-29 tahun 39 20,2
30-39 tahun 77 39,9
40-49 tahun 71 36,8
50-59 tahun 6 3,1
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 8,8
Perempuan 176 91,2
Pendidikan Terakhir
D3 Keperawatan 73 37,8
Ners 110 57,0
S2 Keperawatan 10 5,2
Lama Kerja
0-4 tahun 82 42,5
5-9 tahun 47 24,4
10-15 tahun 26 13,5
≥ 16 tahun 38 19,7
Status Perkawinan
Menikah 167 86,5
Belum Menikah 26 13,5
Pelatihan
Ya 149 77,2
Tidak 44 22,8
Total 193 100,0

Universitas Sumatera Utara


4.3. Implementasi IPSG 1 s.d IPSG 6

4.3.1. Identifikasi Pasien dengan Benar

Seluruh perawat melaksanakan identifikasi pasien dengan menggunakan

minimal dua identitas pasien 193 (100%). Untuk tidak menggunakan nomor

kamar atau lokasi pasien 181 (93,8%), melaksanakan identifikasi pasien sebelum

memberikan obat dan sebelum pengambilan spesimen seperti sputum, urine dan

lain lain untuk pemeriksaan klinis sebanyak 192 orang (99,5%), melaksanakan

identifikasi pasien sebelum mengambil sampel darah sebelum melakukan

tindakan keperawatan dan sebelum pemberian tranfusi darah masing masing

sebanyak 193 orang (100%), identifikasi pasien dilaksanakan sebelum

pemeriksaan penunjang seperti: (Xray,EKG,Echo) sebanyak 190 orang (98,4%),

seluruh perawat melaksanakan identifikasi pasien sebelum pemberian tranfusi

darah yaitu 193 orang (100%), identifikasi pasien dilaksanakan sebelum

pengambilan spesimen seperti sputum,urine dan lain lain untuk pemeriksaan

klinis sebanyak 192 (99,5%) sudah ada SPO tentang identifikasi pasien yang

konsisten dilaksanakan diruangan sebanyak 186 orang (96,4%). Jawaban

responden mengenai identifikasi pasien dengan benar pada Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Identifikasi Pasien dengan


Benar oleh Perawat pada IPSG 1 di RSUP H. Adam Malik Medan
Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
1 Cara mengindentifikasi pasien 0 0,0 193 100,0 193 100,0
yaitu dengan menggunakan
minimal dua identitas pasien yaitu
dengan meminta menyebutkan
nama pasien dan tanggal lahir
pasien sambil melihat gelang
indentitas pasien

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 (Lanjutan)

Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
2 Untuk indentifikasi pasien tidak 12 6,2 181 93,8 193 100,0
boleh menggunakan nomor kamar
atau lokasi pasien
3 Apakah identifikasi pasien 1 0,5 192 99,5 193 100,0
dilaksanakan sebelum pemberian
obat
4 Apakah identifikasi pasien 0 0,0 193 100,0 193 100,0
dilaksanakan sebelum mengambil
sampel darah untuk pemeriksaan
klinis
5 Apakah identifikasi pasien 0 0,0 193 100,0 193 100,0
dilaksanakan sebelum melakukan
tindakan keperawatan.
6 Apakah identifikasi pasien 3 1,6 190 98,4 193 100,0
dilaksanakan sebelum
pemeriksaan penunjang seperti :
(Xray,EKG,Echo dll)
7 Apakah identifikasi pasien 0 0,0 193 100,0 193 100,0
dilaksanakan sebelum pemberian
tranfusi darah
8 Apakah identifikasi pasien 1 0,5 192 99,5 193 100,0
dilaksanakan sebelum
pengambilan spesimen seperti
sputum,urine dan lain lain untuk
pemeriksaan klinis
9 Apakah sudah ada SPO tentang 7 3,6 186 96,4 193 100,0
identifikasi pasien yang konsisten
dilaksanakan diruangan

4.3.2. Meningkatkan Komunikasi yang Efektif

Sebagian besar perawat melaksanakan membacakan kembali (read back)

isi dari perintah, lalu mengkorfirmasi ulang (repeat back) perintah yang ditulis

sebanyak 188 orang (97,4 %). Sebanyak 102 orang (52,8%) tidak melakukan

read back jika keadaan pasien tidak memungkinkan, seperti keadaan darurat di

ICU, IGD komunikasi efektif saat melapor dan serah terima pasien sudah dengan

cara SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendatio) sebanyak 191

Universitas Sumatera Utara


orang (99,0%) dan. Sudah melakukan perintah secara lisan melalui telepon, saya

mencatat perintahnya(write back), kemudian, sudah dilaksanakan SPO tentang

komunikasi efektif dalam pelayanan keperawatan sebanyak 190 orang (98,4%).

Jawaban responden mengenai meningkatkan komunikasi yang efektif

dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Meningkatkan Komunikasi


yang Efektif oleh Perawat pada IPSG 2 di RSUP H. Adam Malik
Medan
Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
1 Bila ada perintah secara lisan 5 2,6 188 97,4 193 100,0
melalui telepon, saya mencatat
perintahnya(write back), kemudian
membacakan kembali(read back)
isi dari perintah, lalu
mengkorfirmasi ulang (repeat
back) perintah yang ditulis
2 Bila keadaan tidak memungkinkan, 91 47,2 102 52,8 193 100,0
seperti keadaan darurat di ICU,
IGD diperbolehkan tidak
melakukan pembacaan kembali
(read back).
3 Apakah dalam komunikasi efektif 2 1,0 191 99,0 193 100,0
saat melapor dan serah terima
pasien sudah dengan cara SBAR
(Situation, Background, Assesment,
Recomendation)
4 Apakah sudah dilaksanakan SPO 3 1,6 190 98,4 193 100,0
tentang komunikasi efektif dalam
pelayanan keperawatan

4.3.3. Meningkatkan Keamanan Obat-obatan yang Harus Diwaspadai

Sebagian besar perawat meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus

diwaspadai dilaksanakan SPO tentang pemberian obat dengan prinsip enam benar

dan obat High alert yang disimpan pada unit pelayanan pasien diberi label yang

jelas, dan disimpan pada area yang diawasi ketat (restricted) masing-masing

Universitas Sumatera Utara


sebanyak 191 orang (99,0%). Sebanyak 183 orang (94,8%) menjawab sudah ada

SPO tentang penyimpanan obat High alert. sebanyak 179 orang (92,7%)

menjawab dibenarkan obat High alert disimpan di ruangan tertentu seperti IGD,

ICU dan kamar operasi jika dibutuhkan secara klinis. Sebanyak 191 (99,0%)

menjawab obat High alert yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi

label yang jelas, dan disimpan pada area yang diawasi ketat (restricted). Jawaban

responden mengenai meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Meningkatkan Keamanan


Obat-obatan yang Harus Diwaspadai oleh Perawat pada IPSG 3
di RSUP H. Adam Malik Medan
Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
1 Meningkatkan Keamanan Obat – 2 1,0 191 99,0 193 100,0
Obatan yang Harus Diwaspadai
Apakah sudah dilaksanakan SPO
tentang pemberian obat dengan
prinsip enam benar.
2 Apakah sudah ada SPO tentang 10 5,2 183 94,8 193 100,0
penyimpanan obat High alert
3 Apakah obat High alert tidak 14 7,3 179 92,7 193 100,0
boleh disimpan di ruang rawat
kecuali jika dibutuhkan secara
klinis di ruangan tertentu seperti
IGD, ICU dan kamar operasi
4 Apakah obat High alert yang 2 1,0 191 99,0 193 100,0
disimpan pada unit pelayanan
pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang
diawasi ketat (restricted).

Universitas Sumatera Utara


4.3.4. Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur, yang Benar,
Pembedahan pada Pasien yang Benar

Sebagian besar 188 orang (97,4%) perawat menyatakan rumah sakit

menggunakan suatu tanda yang jelas dan juga dapat dimengerti untuk

mengidentifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan

lokasi (site marker). Sebanyak 189 orang (97,9%) rumah sakit sudah

menggunakan lembaran checklist untuk memverifikasi pada saat serah terima

perawat sebelum tindakan operasi. Sebanyak 192 orang (99,5%) perawat

melaksanakan SPO tentang memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur

yang benar, pembedahan pada pasien yang benar. Jawaban responden mengenai

memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan

pasien yang benar dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Memastikan Lokasi


Pembedahan yang Benar, Prosedur, yang Benar, Pembedahan
pada Pasien yang Benar oleh Perawat pada IPSG 4 di RSUP H.
Adam Malik Medan
Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
1 Apakah rumah sakit sudah 5 2,6 188 97,4 193 100,0
menggunakan suatu tanda yang
jelas dan juga dapat dimengerti
untuk mengidentifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di
dalam proses penandaan lokasi (site
marker)
2 Apakah rumah sakit sudah 4 2,1 189 97,9 193 100,0
menggunakan lembaran checklist
untuk memverifikasi pada saat
serah terima perawat sebelum
tindakan operasi
3 Apakah sudah dilaksanakan SPO 1 0,5 192 99,5 193 100,0
tentang memastikan Lokasi
Pembedahan yang Benar, Prosedur
yang Benar, Pembedahan pada
Pasien yang Benar

Universitas Sumatera Utara


4.3.5. Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan

Seluruh perawat saat bertugas dirumah sakit sudah melakukan 6 langkah

cuci tangan sebanyak 193 orang (100,0%). sebanyak 191 orang (99,0%) perawat

sudah memahami 5 momen cuci tangan menurut WHO dan sebanyak 192 orang

(99,5%) menjawab melaksanakan SPO tentang cuci tangan yang bertujuan

mengurangi risiko infeksi. Jawaban responden mengenai mengurangi risiko

infeksi akibat perawatan kesehatan dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Mengurangi Risiko Infeksi


Akibat Perawatan Kesehatan oleh Perawat pada IPSG 5 di RSUP
H. Adam Malik Medan
No item pertanyaan Jawaban
Tidak Ya Total
n % n % n %
1 Apakah perawat saat bertugas 0 0,0 193 100,0 193 100,0
dirumah sakit sudah melakukan 6
langkah cuci tangan
2 Apakah semua perawat sudah 2 1,0 191 99,0 193 100,0
memahami 5 momen cuci tangan
menurut WHO
3 Apakah sudah dilaksanakan SPO 1 0,5 192 99,5 193 100,0
tentang cuci tangan yang
bertujuan mengurangi risiko
infeksi

4.3.6. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

Seluruh perawat menerapkan proses pengkajian awal risiko pasien jatuh

sebanyak 193 orang (100,0%). Sebanyak 182 orang (94,3%) melakukan

pengkajian ulang bila terjadi perubahan kondisi. Sebanyak 169 orang (87,6%)

melakukan pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien dengan risiko jatuh sedang

(skor 6-13) dilakukan 2 kali dalam satu shif dinas. Sebanyak 181 orang (93,8%)

melakukan tindakan keperawatan untuk pasien risiko jatuh Sedang (Skor 6-13)

yaitu : pasangkan gelang khusus (warna kuning) sebagai tanda risiko jatuh

Universitas Sumatera Utara


sekaligus beri tanda risiko pasien jatuh pada pintu kamar pasien/tempat tidur

pasien. Sebanyak 192 orang (99,5%) melakukan tindakan keperawatan untuk

pasien risiko jatuh Sedang (Skor 6-13) yaitu: pasangkan gelang khusus (warna

kuning) sebagai tanda risiko jatuh sekaligus beri tanda risiko pasien jatuh pada

pintu kamar pasien/ tempat tidur pasien. Sebanyak 191 orang (99,0%) melakukan

≥ 13
Salah satu tindakan keperawatan untuk pasien risiko jatuh Tinggi (Skor

yaitu : kunjungi dan monitor pasien setiap 1 jam, dan pasang restrain jika pasien

gelisah dan sebanyak 192 orang (99,5%) melakukan SPO tentang risiko pasien

jatuh yang bertujuan mengurangi risiko terjadinya pasien jatuh saat dirawat di

rumah sakit. Jawaban responden mengenai mengurangi risiko cedera pasien

akibat terjatuh dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Mengurangi Risiko Cedera


Pasien Akibat Terjatuh oleh Perawat pada IPSG 6 di RSUP H.
Adam Malik Medan

Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
1 Apakah perawat menerapkan proses 0 0,0 193 100,0 100,0
pengkajian awal risiko pasien jatuh
2 Apakah dilakukan pengkajian ulang 11 5,7 182 94,3 193 100,0
bila terjadi perubahan kondisi
seperti: pemberian obat penenang,
obat hipertensi, obat psikotropik dll
3 Pengkajian ulang risiko jatuh pada 24 12,4 169 87,6 193 100,0
pasien dengan risiko jatuh
sedang(skor 6-13) dilakukan 2 kali
dalam satu shif dinas
4 Salah satu tindakan keperawatan 12 6,2 181 93,8 193 100,0
untuk pasien risiko jatuh ringan(
skor 0-5) yaitu : pagar pengaman
tempat tidur dinaikkan dan libatkan
pasien/keluarga pada program
keamanan ini

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7 (Lanjutan)

Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
5 Salah satu tindakan keperawatan 1 0,5 192 99,5 193 100,0
untuk pasien risiko jatuh Sedang
(Skor 6-13) yaitu : pasangkan
gelang khusus (warna kuning)
sebagai tanda risiko jatuh sekaligus
beri tanda risiko pasien jatuh pada
pintu kamar pasien/ tempat tidur
pasien
6 Salah satu tindakan keperawatan 2 1,0 191 99,0 193 100,0
untuk pasien risiko jatuh Tinggi
(Skor ≥ 1 3 y aitu : kunjungi dan
monitor pasien setiap 1 jam, dan
pasang restrain jika pasien gelisah
7 Apakah sudah dilaksanakan SPO 1 0,5 192 99,5 193 100,0
tentang risiko pasien jatuh yang
bertRCujuan mengurangi risiko
terjadinya pasien jatuh saat dirawat
di rumah sakit

4.3.7. Gambaran IPSG 1 s.d IPSG 6 di RSUP H. Adam Malik Medan

Berdasarkan hasil analisis statistik gambaran IPSG 1 s.d IPSG 6

didapatkan nilai mean dari variabel mengidentifikasi pasien dengan benar (IPSG

1) adalah 8,88. Nilai mean dari variabel meningkatkan komunikasi yang efektif

(IPSG 2) adalah 3,48. Nilai mean dari variabel meningkatkan keamanan obat -

obatan yang harus diwaspadai (IPSG 3) adalah 3,85. Nilai mean variabel lokasi

pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang

benar (IPSG 4) adalah 2,95. Nilai mean variabel Mengurangi risiko infeksi akibat

perawatan kesehatan (IPSG 5) adalah 2,98. Nilai mean variabel mengurangi risiko

cedera pasien akibat terjatuh (IPSG 6) adalah 6,74 dan nilai mean IPSG 1 s.d

IPSG 6 adalah 28,88 dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8. Gambaran IPSG 1 s.d IPSG 6 di RSUP H. Adam Malik Medan

No Variabel Mean Median Modus SD Min Max N


1 Mengidentifikasi 8,88 9,00 9 0,375 7 9 193
Pasien dengan
Benar(IPSG 1)
2 Meningkatkan 3,48 4,00 4 0,578 2 4 193
Komuniaksi yang
Efektif( IPSG 2)
3 Meningkatkan 3,85 4,00 4 0,381 2 4 193
Keamanan Obat –
Obatan yang Harus
Diwaspadai
(IPSG3)
4 Memastikan Lokasi 2,95 3,00 3 0,265 1 3 193
Pembedahan yang
Benar, Prosedur
yang Benar,
Pembedahan pada
Pasien yang Benar
(IPSG 4)
5 Mengurangi Risiko 2,98 3,00 3 0,124 2 3 193
Infeksi Akibat
Perawatan
Kesehatan( IPSG5)
6 Mengurangi Risiko 6,74 7,00 7 0,584 4 7 193
Cedera Pasien
Akibat Terjatuh
(IPSG 6)

4.3.8. Gambaran Total IPSG 1 s.d IPSG 6 di RSUP H. Adam Malik Medan

Berdasarkan hasil analisis statistik gambaran total IPSG 1 s.d IPSG 6

didapatkan nilai mean 28,88 dengan nilai median 29,00 dan standart deviasi

sebesar 1,26. dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9. Gambaran Total IPSG 1 s.d IPSG 6 di RSUP H. Adam Malik
Medan

No Variabel Mean Median Modus SD Min Max N


1 IPSG 1 s.d IPSG 6 28.88 29,00 29 1,26 23 30 193

Universitas Sumatera Utara


4.4. Kinerja Perawat

Kinerja perawat diukur dengan tiga indikator pengetahuan, sikap dan

keterampilan sebagai berikut:

4.4.1. Pengetahuan

Seluruh perawat memahami SPO tentang risiko pasien jatuh sebanyak 193

orang (100,0%). Sebanyak 191 orang (99,0%) perawat memahami konsep tentang

perawatan dekubitus. Seluruh perawat sebanyak 193 orang (100%) memahami

tentang lima momen cuci tangan untuk mencegah infeksi jarum infus(angka

kejadian phlebitis). Seluruh perawat sebanyak 193 orang (100%) memahami

tentang prinsip 6 benar dalam pemberian obat. Sebanyak 184 orang (95,3%)

perawat memahami SPO tentang pemakaian restrain. Sebanyak 189 orang

(97,9%) perawat memahami bahwa mutu pelayanan keperawatan dapat diukur

dari kepuasan pasien/keluarga. Sebanyak 188 orang (97,4%) perawat memahami

tentang perawatan pasien dengan cemas. Sebanyak 189 orang (97,9%) perawat

sudah memahami tentang SPO manajemen nyeri, untuk memenuhi rasa nyaman

pasien dan sebanyak 180 orang (93,3%) perawat sudah memahami tentang SPO

Discharge planning (perencanaan pemulangan pasien. Jawaban responden

mengenai pengetahuan dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Pengetahuan Perawat tentang
Indikator Mutu Klinik Keperawatan di RSUP H. Adam Malik
Medan
Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
1 Apakah anda memahami SPO 0 0,0 193 100,0 193 100,0
tentang risiko pasien jatuh
2 Apakah anda memahami konsep 2 1,0 191 99,0 193 100,0
tentang perawatan dekubitus
3 Apakah anda memahami tentang 0 0,0 193 100,0 193 100,0
lima momen cuci tangan untuk
mencegah infeksi jarum infus(angka
kejadian phlebitis)
4 Apakah anda memahami tentang 0 0,0 193 100,0 193 100,0
prinsip 6 benar dalam pemberian
obat
5 Apakah anda memahami SPO 9 4,7 184 95,3 193 100,0
tentang pemakaian restrain
6 Apakah anda memahami tingkat 4 2,1 189 97,9 193 100,0
ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia
7 Apakah anda memahami bahwa 2 1,0 191 99,0 193 100,0
mutu pelayanan keperawatan dapat
diukur dari kepuasan pasien/keluarga

8 Apakah anda memahami tentang 5 2,6 188 97,4 193 100,0


perawatan pasien dengan cemas
9 Apakah anda sudah memahami 4 2,1 189 97,9 193 100,0
tentang SPO manajemen nyeri, untuk
memenuhi rasa nyaman pasien
10 Apakah anda sudah memahami 13 6,7 180 93,3 193 100,0
tentang SPO Discharge planning
(perencanaan pemulangan pasien)

4.4.2. Sikap

Seluruh perawat 193 orang (100,0%) menyatakan setuju jika perawat

sudah tahu SPO tentang risiko pasien jatuh maka akan mencegah pasien dari

kejadian jatuh. Sebanyak 191 orang (99,0%) perawat menyatakan setuju Jika saya

sudah tahu tentang perawatan dekubitus maka akan saya lakukan perawatan

Universitas Sumatera Utara


mencegah terjadinya dekubitus. Seluruh perawat sebanyak 193 orang (100,0%)

menyatakan setuju jika sudah tahu tentang lima momen cuci tangan untuk

mencegah infeksi jarum infus maka saya akan lakukan lima moment cuci tangan

tersebut. Seluruh perawat sebanyak 193 orang (100,0%) menyatakan setuju jika

saya sudah tahu tentang prinsip 6 benar dalam pemberian obat maka akan saya

lakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat. Sebanyak 192

orang (99,5%) menyatakan setuju jika saya sudah tahu tentang pemakaian restrain

maka akan saya lakukan agar tidak terjadi cidera akibat restrain. Sebanyak 192

orang (99,5%) menyatakan setuju jika anda sudah tahu tingkat ketergantungan

pasien, anda akan membantu keterbatasan pasien dalam perawatan diri. Sebanyak

192 orang (99,5%) menyatakan setuju jika anda sudah memberikan pelayanan

perawatan dengan baik apakah akan meningkatkan kepuasan pasien/keluarga.

Seluruh perawat 193 orang (100,0%) menyatakan setuju jika anda sudah tahu

tentang perawatan pasien cemas ,apakah anda akan memberikan penyuluhan

kesehatan sebelum pasien dilakukan intervensi. Sebanyak 190 orang (98,4%)

menyatakn setuju Jika anda sudah tahu tentang manajemen nyeri apakah anda

sudah memberikan rasa nyaman pada pasien dengan cara pasien bebas dari nyeri

atau nyeri pasien terkontrol dan sebanyak 189 orang (97,9%) perawat menyatakan

setuju jika anda sudah tahu tentang discharge planning (perencanaan pemulangan

pasien) anda sudah menerangkan pada pasien saat dirawat. Jawaban responden

mengenai sikap dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Sikap Perawat tentang
Indikator Mutu Klinik Keperawatan di RSUP H. Adam Malik
Medan
Jawaban
Tidak
No Item Pertanyaan Setuju Total
Setuju
n % n % n %
1 Jika saya sudah tahu SPO tentang 0 0,0 193 100,0 193 100,0
risiko pasien jatuh maka akan
mencegah pasien dari kejadian
jatuh.
2 Jika saya sudah tahu tentang 2 1,0 191 99,0 193 100,0
perawatan dekubitus maka akan
saya lakukan perawatan mencegah
terjadinya dekubitus
3 Jika anda sudah tahu tentang lima 0 0,0 193 100,0 193 100,0
momen cuci tangan untuk
mencegah infeksi jarum infus
maka saya akan lakukan lima
moment cuci tangan tersebut
4 Jika saya sudah tahu tentang 0 0,0 193 100,0 193 100,0
prinsip 6 benar dalam pemberian
obat maka akan saya lakukan
untuk mencegah terjadinya
kesalahan pemberian obat.
5 Jika saya sudah tahu tentang 1 0,5 192 99,5 193 100,0
pemakaian restrain maka akan
saya lakukan agar tidak terjadi
cidera akibat restrain
6 Jika anda sudah tahu tingkat 1 0,5 192 99,5 193 100,0
ketergantungan pasien, anda akan
membantu keterbatasan pasien
dalam perawatan diri
7 Jika anda sudah memberikan 1 0,5 192 99,5 193 100,0
pelayanan perawatan dengan baik
apakah akan meningkatkan
kepuasan pasien /keluarga
8 Jika anda sudah tahu tentang 0 0,0 193 100,0 193 100,0
perawatan pasien cemas ,apakah
anda akan memberikan
penyuluhan kesehatan sebelum
pasien dilakukan intervensi.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11 (Lanjutan)

Jawaban
Item Pertanyaan Tidak
No Setuju Total
Setuju
n % n % n %
9 Jika anda sudah tahu tentang 3 1,6 190 98,4 193 100,0
manajemen nyeri apakah anda
sudah memberikan rasa nyaman
pada pasien dengan cara pasien
bebas dari nyeri atau nyeri pasien
terkontrol.
10 Jika anda sudah tahu 4 2,1 189 97,9 193 100,0
tentangdischarge planning
(perencanaan pemulangan pasien)
anda sudah menerangkan pada
pasien saat dirawat

4.4.3. Keterampilan

Seluruh perawat 193 orang (100,0%) melakukan pengkajian tentang risiko


pasien jatuh sesuai dengan SPO risiko pasien jatuh. Sebanyak 192 orang (99,5%)
perawat sudah melakukan perawatan tentang risiko terjadinya dikubitus. Seluruh
perawat 193 orang (100,0%) perawat sudah lakukan pemasangan infus sesuai SPO
pemasangan infuse. Seluruh perawat 193 orang (100,0%) perawat sudah
melakukan prinsip 6 benar dalam pemberian obat. Sebanyak 190 orang (98,4%)
perawat sudah melakukan pemakaian restrain sesuai dengan SPO pemasangan
restrain. Sebanyak 191 orang (99,0%) perawat sudah membantu pasien sesuai
dengan tingkat ketergantungannya. Sebanyak 188 orang (97,4%) perawat sudah
melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan. Sebanyak
191 orang (99,0%) perawat sudah melakukan penyuluhan kesehatan sebelum
melakukan intervensi keperawatan untuk menurunkan rasa cemas pada pasien.
Sebanyak 191 orang (99,0%) perawat sudah melakukan pengkajian nyeri sesuai
dengan SPO manajemen nyeri dan sebanyak 182 orang (94,3%) perawat sudah
melakukan Discharge planning (perencanaan pemulangan pasien) sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


SPO Discharge planning. Jawaban responden mengenai keterampilan dilihat pada
Tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi dan Proporsi Keterampilan Perawat


tentang Indikator Mutu Klinik Keperawatan di RSUP H. Adam
Malik Medan

Jawaban
No Item Pertanyaan Tidak Ya Total
n % n % n %
1 Saya sudah melakukan pengkajian 0 0,0 193 100,0 193 100,0
tentang risiko pasien jatuh sesuai
dengan SPO risiko pasien jatuh.
2 Saya sudah melakukan perawatan 1 0,5 192 99,5 193 100,0
tentang risiko terjadinya dikubitus
3 Saya sudah lakukan pemasangan 0 0,0 193 100,0 193 100,0
infus sesuai SPO pemasangan infus.
4 Saya sudah melakukan prinsip 6 0 0,0 193 100,0 193 100,0
benar dalam pemberian obat.
5 Saya sudah melakukan pemakaian 3 1,6 190 98,4 193 100,0
restrain sesuai dengan SPO
pemasangan restrain.
6 Saya sudah membantu pasien sesuai 2 1,0 191 99,0 193 100,0
dengan tingkat ketergantungannya
7 Saya sudah melakukan pelayanan 5 2,6 188 97,4 193 100,0
keperawatan sesuai standar asuhan
keperawatan
8 Saya sudah melakukan penyuluhan 2 1,0 191 99,0 193 100,0
kesehatan sebelum melakukan
intervensi keperawatan untuk
menurunkan rasa cemas pada pasien
9 Saya sudah melakukan pengkajian 2 1,0 191 99,0 193 100,0
nyeri sesuai dengan SPO
manajemen nyeri
10 Saya sudah melakukan Discharge 11 5,7 182 94,3 193 100,0
planning (perencanaan pemulangan
pasien) sesuai dengan SPO
Discharge planning

Universitas Sumatera Utara


4.4.4. Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan

Berdasarkan hasil analisis statistik dari pengetahuan, sikap dan

keterampilan. Terlihat bahwa nilai rata-rata pengetahuan adalah 9,80 dan nilai SD

0,582. Nilai rata-rata sikap adalah 9,94 dan nilai SD 0,317. Nilai rata-rata

keterampilan adalah 9,87 dan nilai SD 0,513.

Tabel 4.13. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan tentang


Indikator Mutu Klinik Keperawatan di RSUP H. Adam Malik
Medan

No Variabel Mean Median Modus SD Min Max N


1 Pengetahuan 9,80 10,0 10 0,582 7 10 193
2 Sikap 9,94 10,0 10 0,317 8 10 193
3 Keterampilan 9,87 10,0 10 0,513 6 10 193

4.4.5. Kinerja Perawat Total

Berdasarkan hasil analisis statistik dari kinerja perawat total didapatkan

Nilai rata-rata kinerja perawat total adalah 29.60 dan nilai SD 1,169.

Tabel 4.14. Gambaran Kinerja Perawat Total tentang Indikator Mutu


Klinik Keperawatan di RSUP H. Adam Malik Medan

No Variabel Mean Median Modus SD Min Max N


1 Kinerja Perawat 29,60 30,0 30 1,169 22 30 193

4.5. Hubungan Implementasi IPSG 1 s.d IPSG 6 dengan Kinerja Perawat

Analisis hubungan menggunakan pearson correlation dilakukan untuk

mengidentifikasi hubungan variabel independen (Implementasi IPSG 1 s.d IPSG

6) variabel dependen (Kinerja Perawat). Dari Tabel 4.15 menunjukkan adanya

hubungan memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

Universitas Sumatera Utara


pembedahan pada pasien yang benar, mengurangi risiko infeksi akibat perawatan

kesehatan dan mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh dengan kinerja

perawat yang nilainya sebesar p<α(0,05), sedangkan variabel mengidentifikasi

pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi yang efektif dan meningkatkan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai tidak berhubungan dengan kinerja

perawat yang nilainya sebesar p> α(0,05)

Tabel 4.15. Hasil Uji Korelasi Sub Variabel IPSG 1 s.d IPSG 6 dengan
Kinerja Perawat di RSUP. H. Adam Malik Medan

Corerelation
No Variabel p.
Coefficient
Mengidentifikasi pasien 0,041 0,574
1 dengan benar (IPSG 1)
Meningkatkan komunikasi -0,093 0,197
2 yang efektif (IPSG 2)
Meningkatkan keamanan 0,021 0,768
3 obat – obatan yang harus
diwaspadai (IPSG 3)
Memastikan Lokasi 0,202 0,005
4 Pembedahan yang Benar,
Prosedur yang Benar,
Pembedahan pada Pasien
yang Benar (IPSG 4)
Mengurangi Risiko Infeksi 0,173 0,016
5 Akibat Perawatan
Kesehatan (IPSG 5)
6 Mengurangi Risiko Cedera 0,180 0,012
Pasien Akibat Terjatuh
(IPSG 6)

4.6. Pengaruh Implementasi IPSG 1 s.d IPSG 6 terhadap Kinerja Perawat


Salah satu, pendekatan model statistik untuk menganalisis pengaruh
beberapa variabel independen (lebih dari satu) terhadap variabel dependen yang
bersifat numerik, Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi linear
berganda sederhana adalah variabel dengan nilai p < 0,25 yaitu variabel
meningkatkan komunikasi yang efektif, memastikan lokasi pembedahan yang

Universitas Sumatera Utara


benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar, mengurangi
risiko infeksi akibat perawatan kesehatan dan mengurangi risiko cedera pasien
akibat terjatuh yang dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini:
Tabel 4.16. Hasil Variabel Kandidat yang Akan Dimasukkan dalam Uji
Regresi Linear Berganda

Corerelation
No Variabel p.
Coefficient
-0,093 0,197
1 Meningkatkan komunikasi
yang efektif
0,202 0,005
2 Memastikan Lokasi
Pembedahan yang Benar,
Prosedur yang Benar,
Pembedahan pada Pasien
yang Benar
0,173 0,016
3 Mengurangi Risiko Infeksi
Akibat Perawatan
Kesehatan
4 Mengurangi Risiko Cedera 0,180 0,012
Pasien Akibat Terjatuh

4.6.1. Uji Regresi Linear Berganda

1. Uji F (Uji Serempak) dan R2 (R squre)

Nilai signifikansi pada uji F diperolah nilai p=0,000 <0,05, maka hipotesa

penelitian diterima, berarti ada pengaruh Meningkatkan komunikasi yang efektif,

memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan

pada pasien yang benar, dan mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan

secara serentak terhadap kinerja perawat, dapat dilihat pada tabel 4.17 :

Tabel 4.17. Hasil Analisis Sub Variabel IPSG yang Paling Mempengaruhi
Kenerja Perawat di RSUP H. Adam Malik Medan

No R2 F P
1 0,092 6,354 0,000

Universitas Sumatera Utara


2. Uji Parsial

Pengaruh Meningkatkan komunikasi yang efektif, Memastikan Lokasi

Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar, Pembedahan pada Pasien yang

Benar,mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan dan mengurangi

Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh secara serentak terhadap kinerja perawat

Dengan persamaan garis regresi yang diperoleh, maka model regresi

tersebut dapat diintepretasikan, sebagai berikut:

1. Hasil uji regresi linear berganda terhadap variabel meningkatkan komunikasi

yang efektif diperoleh nilai p=0,047<0,05, maka hipotesa penelitian diterima,

berarti ada pengaruh meningkatkan komunikasi yang efektif terhadap kinerja

perawat. Nilai koefisien b 1 = 0,281, berarti bahwa apabila nilai meningkatkan

komunikasi yang efektif (X 2 ) mengalami kenaikan sebesar satu poin,

sementara hal-hal lainnya bersifat tetap, maka kinerja perawat (Y) akan

meningkat sebesar 0,281 poin

2. Hasil uji regresi linear berganda terhadap variabel memastikan lokasi

pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang

benar diperoleh nilai p=0,002<0,05, maka hipotesa penelitian diterima, berarti

ada pengaruh memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang

benar, pembedahan pada pasien yang benar terhadap kinerja perawat. Nilai

koefisien b 2 = 0,950, berarti bahwa apabila nilai memastikan lokasi

pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang

benar (X 4 ) mengalami kenaikan sebesar satu poin, sementara hal-hal lainnya

bersifat tetap, maka kinerja perawat (Y) akan meningkat sebesar 0,950 poin

Universitas Sumatera Utara


3. Hasil uji regresi linear berganda terhadap variabel mengurangi risiko

infeksi akibat perawatan kesehatan diperoleh nilai p=0,005<0,05, maka hipotesa

penelitian diterima, berarti ada pengaruh mengurangi risiko infeksi akibat

perawatan kesehatan terhadap kinerja perawat dengan nilai koefisien b 3 = 1,908,

berarti bahwa apabila nilai mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan

(X 5 ) mengalami kenaikan sebesar satu poin, sementara hal-hal lainnya bersifat

tetap, maka kinerja perawat (Y) akan meningkat sebesar 1,908 poin.

Tabel 4.18. Hasil Uji Pengaruh Meningkatkan Komunikasi yang Efektif,


Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang
Benar, Pembedahan pada Pasien yang Benar, dan Mengurangi
Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan.
Variabel B Sig,
Konstanta 22,086 0,000
Meningkatkan komunikasi yang efektif 0,281 0,047
Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar 0,950 0,002
Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan 1,908 0,005

Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda, didapatkan variabel dalam

persamaan garis regresi menjadi:

Y = 22,086 + 0,281X 2 + 0,950X 4 + 1,908X 5

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
PEMBAHASAN

5.1. Diskripsi IPSG 1 s.d IPSG 6

Upaya keselamatan pasien adalah merupakan bagian yang tidak

terpisahkan (built in) dari proses asuhan keperawatan. Berdasarkan JCI (Joint

Commission International Accreditation Standards for Hospitals) tahun 2011

penerapan keselamatan pasien mempunyai enam tujuan, meliputi identifikasi

pasien dengan benar, mencegah kesalahan obat, komunikasi efektif, mencegah

infeksi nosokomial, mencegah jatuh serta mencegah salah pasien, salah tempat

dan salah prosedur tindakan pembedahan (Kemenkes, 2011)

Gerakan keselamatan pasien dalam perawatan kesehatan mulai secara

terbuka menjadi kebutuhan untuk mendukung sisi kemanusiaan, kejadian medis

yang merugikan dalam hubungannya dengan KTD sudah menjadi inisiatif untuk

perbaikan (Pelt, 2008).

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki/

meningkatkan ketelitian identifikasi pasien. Keliru mengidentifikasi pasien terjadi

hampir di semua aspek diagnosis dan pengobatan dalam keadaan pasien masih

dibius, pindah tempat tidur, pindah kamar, pindah lokasi di dalam rumah sakit,

pasien memiliki cacat indra dapat menimbulkan kekeliruan pengidentifikasian

(Frelita, et al, 2011).

Dari identifikasi pasien dengan benar, dimana terdapat nilai minimal 7 dan

nilai maksimal 9 dan nilai rata-rata 8.88 responden sudah menjawabnya dengan

baik, ada satu pertanyaan untuk indentifikasi pasien tidak boleh menggunakan

Universitas Sumatera Utara


nomor kamar atau lokasi pasien dimana responden tidak baik, JCAHO telah

mengidentifikasi perawat sebagai pemimpin yang tangguh dalam

mengidentifikasi dan mencegah jenis tertentu peristiwa sentinel (JCAHO, 2001).

Dalam (2002) JCAHO mencatat bahwa kekurangan keperawatan setiap saat bisa

mengancam keselamatan pasien dan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan

yang diterima oleh pasien.

Untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan,

karena komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan

peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dikatakan efektif jika komunikasi

yang dilakukan tepat waktu, akurat, lengkap, dan dapat dipahami oleh pihak-

pihak terkait. Komunikasi dapat dilakukan melalui lisan, tertulis dan elektronik.

Terdapat beberapa kebijakan/ prosedur untuk perintah lisan dan telepon yaitu

bagi penerima perintah untuk mencatat perintah yang diberikan secara lengkap/

hasil pemeriksaan (write back) kemudian membacakan kembali (read back) isi

dari perintah yang telah disampaikan lalu mengkonfirmasi ulang (repeat back)

semua perintah yang tertulis. Bila keadaan tidak memungkinkan, ada kebijakan

dan/ atau prosedur diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read

back) misal keadaan darurat, di ICU, IGD (Frelita, et al, 2011).

Untuk pelaksanaan IPSG 2 ini mempunyai nilai rata-rata baik yaitu 3,48,

sedangkan nilai minimal didapat 2 dan nilai maksimal 4 namun ada item

pertanyaan bila keadaan tidak memungkinkan, seperti keadaan darurat di ICU,

IGD diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) hal ini

sesuai kualifikasi staf diruangan khusus secara akreditasi JCI harus mengikuti

Universitas Sumatera Utara


pelatihan sesuai dengan bidangnya sehingga perawat diruang tersebut dianggap

sudah mempunyai kemampuan sesuai bidangnya. Sebagian kecil perawat

memang masih belum konsisten dilaksanakan oleh staf perawat terutama saat

keadaan darurat pasien, staf perawat yang melapor terkadang langsung

melaksanakan intruksi tanpa melakukan penulisan kembali dan membacakan

kembali apa yang diperintahkan melalui telepon tapi masih dibenarkan dalam

standar IPSG 2 namun begitu kedaruratan sudah teratasi maka si pelapor harus

menuliskan semua yang diintruksikan ke dalam rekam medis dan dalam waktu 1x

24 jam harus ditanda tangani oleh pemberi instruksi (dokter) dan hal ini sangat

penting sebagai legal hukum bagi staf perawat yang bertugas (Frelita, et al, 2011).

Berdasarkan The Institute of Medicine’s (1999), kesalahan pemberian obat

perlu dijadikan issue karena akan berdampak langsung terhadap keselamatan

pasien di area di rumah sakit. Leappe (1995) memperkirakan bahwa 19% terjadi

karena kesalahan pemberian dosis obat dan 7% menghasilkan efek yang sangat

merugikan pasien. Pada penelitian ini didapatkan bahwa kesalahan pemberian

obat (medication error) berada pada fase yang berbeda yaitu sebagai bahwa

kesalahan pemberian obat sekitar 39% saat dokter memberikan order, 12% saat

menyalin obat sesuai order, 11% selama proses pengobatan dan 38% saat perawat

memberikan obat.

Di Rumah Sakit Vassar Brothers Medical Center, NewYork didapatkan

bahwa terdapat dua juta dosis obat yang diberikan setiap tahunnya, 26.600

penyalinan obat berpotensi menimbulkan kesalahan.

Universitas Sumatera Utara


Komunikasi yang tidak efektif antara dokter dan perawat telah dikaitkan

dengan kesalahan pengobatan, luka pasien, dan kematian pasein. Tahun 2004

hingga 2005, kegagalan komunikasi adalah faktor yang berkonstribusi pada 25%

sampai 41% dari kejadian sentinel di Australia (Karen, 2011).

Pelaksanaan IPSG 3 ini mempunyai nilai minimal 2 dan nilai maksimal 4

dan rata-rata baik yaitu 3,85, dimana perawat sudah melaksanakan peningkatkan

keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai pelaksanaan SPO tentang

pemberian obat dengan prinsip enam benar dan obat high alert yang disimpan

pada unit pelayanan pasien diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang

diawasi ketat (restricted) dan dibenarkan obat High alert disimpan di ruangan

tertentu seperti IGD, ICU dan kamar operasi jika dibutuhkan secara klinis. Hal ini

dilakukan sebagai suatu cara untuk mengurangi kejadian kesalahan pemberian

obat untuk setiap harinya. Sangat penting secara kosisten monitor evaluasi

seorang kepala ruangan dalam hal penyimpanan obat high alert dan cara

pengencerannya agar aman diberikan kepada pasien. Serta kosistensi pemberian

obat dengan prinsip enam benar demi safety patient.

Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis

obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit

yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis

(medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error

didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended

(i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error

of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan

Universitas Sumatera Utara


tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang

diharapkan (yaitu: kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk

mencapai suatu tujuan (yaitu: kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi

dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi

mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa near miss atau adverse event

(Kemenkes, 2011).

Untuk melakukan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar, perawat sudah melaksanakan SPO tentang

IPSG 4 nilai minimal 1 dan nilai maksimal 3 sedangkan nilai rata-rata 2,95 yang

berarti sebagian besar sudah melaksanakan IPSG 4 ini namun sebagian kecil

menyatakan rumah sakit tidak menggunakan suatu tanda yang jelas dan juga dapat

dimengerti untuk mengidentifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam

proses penandaan lokasi (site marker). Hal ini dapat terjadi oleh karena staf

perawat terkadang kurang komunikasi terhadap pasien dan dokter dalam hal

penandaan lokasi operasi dan dokter juga terkadang lupa bahwa penandaan lokasi

sangat penting dilakukan pada saat sehari sebelum dilakukan operasi dan

mencatatkannya didalam rekaman medis sehingga semua pelayanan kesehatan

tahu bahwa lokasi operasi sudah jelas dan pasien dilibatkan dalam hal ini agar

tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan kejadian yang tidak diharapkan

(Kemenkes, 2011)

Perawat saat bertugas dirumah sakit sudah melakukan 6 langkah cuci

tangan dengan nilai minimal 2 dan nilai maksimal 3 sedangkan nilai rata-rata 2,98

hanya sebagian kecil menyatakan perawat tidak memahami 5 momen cuci tangan

Universitas Sumatera Utara


menurut WHO (2009). Hal ini dapat terjadi oleh karena sebagian kecil perawat

tidak menyadari bahwa seorang perawat adalah sebagai agen kuman karena dari

tangannyalah seorang pasien dapat selamat dari infeksi nasakomial rumah sakit

dimana seorang perawat hampir 24 jam bersama pasien. Seorang kepala ruangan

untuk terus memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan 6 langkah cuci tangan

dalam 5 momen cuci tangan menurut WHO (2009). Penelitian ini juga didukung

oleh penelitian sebelumnya tentang kepatuhan perawat untuk melakukan cuci

tangan yaitu penelitian WHO persepsi paling baik yaitu 83,9% pada kebersihan

tangan perawat.

Acuan dapat berasal dari dalam dan luar negeri, seperti WHO

mempublikasikan pedoman 6 langkah cuci tangan (hand hygiene) dan 5 momen

cuci tangan. Sebagai tambahan, program pencegahan dan pengendalian infeksi

rumah sakit membutuhkan sumber daya yang dapat memberikan edukasi kepada

semua staf dan penyediaan, seperti alkohol atau handrubs untuk hand hygiene.

Pimpinan rumah sakit menjamin bahwa proram ini mempunyai sumber daya yang

cukup untuk dapat menjalankan program ini secara efektif. Seluruh area pasien,

staf dan pengunjung rumah sakit dimasukkan dalam program pencegahan dan

pengendalian infeksi (Kemenkes, 2012).

Data tentang KTD menurut Depkes RI (2006) belum terlalu mewakili

kejadian KTD yang sebenarnya di Indonesia. Di Amerika Morse (1989)

melaporkan 2,2-7 kejadian pasien jatuh/1000 tempat tidur perhari diruang

perawatan akut per tahun. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit

Universitas Sumatera Utara


dalam mengurangi atau mencegah kejadian pasien jatuh. Pencegahan pasien jatuh

adalah masalah yang kompleks, yang melintasi batas-batas kesehatan, pelayanan

sosial, kesehatan masyarakat dan pencegahan kecelakaan. Dalam buku

"Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care" (2013),

menyebutkan bahwa di Inggris dan Wales, sekitar 152.000 jatuh dilaporkan di

rumah sakit akut setiap tahun, dengan lebih dari 26.000 dilaporkan dari unit

kesehatan mental dan 28.000 dari rumah sakit masyarakat. Beberapa kasus

berakibat pada kematian, luka berat atau sedang dengan perkiraan biaya sebesar £

15 juta per tahun.

Perawat sudah menerapkan proses pengkajian awal risiko pasien jatuh

dengan nilai rata-rata 6,74 dan sebagian kecil tidak melakukan pengkajian ulang

risiko jatuh pada pasien dengan risiko jatuh sedang (skor 6-13) dilakukan 2 kali

dalam satu shif dinas. Sesuai tuntutan akreditasi JCI bahwa pasien yang datang

kerumah sakit diharapkan jangan sampai tidak dilakukan pengkajian risiko jatuh,

karena hal ini sebagai salah satu indikator program pasien safety, juga merupakan

indikator mutu pelayanan keperawatan dinama seorang pasien terbebas dari risiko

jatuh saat dalam perawatan di rumah sakit. Bahkan dalam akreditasi international

Joint Commission International (JCI), upaya penanggulangan kejadian pasien

jatuh di rumah sakit mendapatkan perhatian khusus. yaitu International Patient

Safety Goals (IPSG) 6.

5.2. Diskripsi Kinerja Perawat

Performa atau kinerja adalah tampilan nyata yang dapat dilakukan oleh

subyek di tempat kerja atau pada unit-unit layanan yang dibutuhkan. Faktor

Universitas Sumatera Utara


penentu kinerja terdiri dari tiga faktor yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap

atau nilai dasar (Danim, 2008).

Indikator mutu klinik keperawatan yang disusun merupakan indikator

mutu minimal yang dapat dilaksanakan oleh perawat di rumah sakit. Indikator

tersebut meliputi: Indikator mutu klinik keperawatan terdiri atas: patient safety

(angka pasien jatuh, angka dekubitus,angka kejadian phlebitis, angka kesalahan

pemberian obat), angka perawatan diri, kenyaman/bebas dari nyeri, perawatan

diri, angka kepuasan pasien, kecemasan sedangkan kinerja perawat meliputi:

pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Mengukur kinerja perawat dengan

menggunakan "indikator mutu klinis keperawatan"merupakan suatu langkah yang

mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini akan memberikan kesempatan

bagi staf perawat untuk melakukan "self assessment“ sehingga dapat mengetahui

tingkat kemampuannya, dan berusaha untuk memperbaikinya (Kemenkes, 2011).

Menurut Certo (1984, yang juga dikutip Ilyas, 2002), penilaian kinerja

adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personil pada masa tertentu dan

menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem

manajemen.

Adapun berdasarkan penelitian ini dari 10 pertanyaan tentang

pengetahuan, 10 tentang sikap dan 10 lagi tentang keterampilan perawat terhadap

indikator mutu pelayanan keperawatan sebagian besar perawat dengan nilai

minimal 7 dan nilai maksimal 10 sedangkan nilai rata-rata untuk pengatahuan

9,80 sudah baik namun sebagian kecil belum memahami tentang SPO Discharge

planning (perencanaan pemulangan pasien). Berdasarkan sikap sebagian besar

Universitas Sumatera Utara


perawat menyatakan setuju dengan nilai minimal 8 dan nilai maksimal 10

sedangkan rata-rata 9,94 untuk bersikap menjalankan indikator mutu klinik

keperawatan, Adapun dari keterampilan (kemampuan) perawat melakukan

pekerjaan sesuai SPO untuk mencapai indikator mutu klinik keperawatan

mayoritas perawat menyatakan sudah melakukan indikator mutu klinik

keperawatan dimana nilai minimal 6 dan nilai maksimal 10 sedangkan rata-rata

9,87. Dari jawaban responden tentang kinerja perawat bahwa hampir sebagian

besar perawat sudah memahami dan mempunyai sikap yang positip untuk

bersama - sama menjalankan indikator mutu keperawatan hanya sebagian kecil

perawat belum tidak memahami tentang SPO Discharge planning (perencanaan

pemulangan pasien). Standar kinerja keperawatan professional menjelaskan

peran-peran dari semua perawat profesional, namun ada banyak tanggung jawab

lain dalam aspek keperawatan profesional. Diharapkan para perawat harus

mengarahkan dirinya dan memiliki tujuan untuk mencari pengetahuan, sikap dan

keterampilan yang penting dalam rangka meningkatkan karir (Kemenkes, 2012).

5.3. Hubungan Implementasi IPSG 1 s/d IPSG 6 dengan Kinerja

Perawat

5.3.1 Hubungan implementasi IPSG 1 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari

hasil p>α 0,574 yang nilainya sebesar p>α (0,05) berarti tidak berhubungan

dengan kinerja perawat secara hasil statistik, namun pada kenyataannya kinerja

perawat sehari-hari didalam asuhan keperawatan tidak pernah lepas dari keenam

IPSG (patient safety). Sesuai dengan akreditasi JCI kegiatan identifikasi pasien

Universitas Sumatera Utara


merupakan hal yang terintegrasi, sehingga penerapan ini diperlukan standar

operasional prosedur untuk pelaksanaan identifikasi pasien, berdasarkan SPO

indentifikasi dilakukan dengan melihat gelang tangan pasien dimana seorang

perawat hanya dapat melakukan ini dengan baik bila gelang tangan pasien

memang benar sudah terpasang pada tangan pasien, pemasangan gelang tangan

dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dan yang melakukannya adalah

petugas medical record (Kemenkes, 2011). Identifikasi pasien bukan hanya

dilakukan oleh seorang perawat saja namun semua petugas di rumah sakit

melakukan identifikasi terhadap pasien saat akan melakukan pelayanan terhadap

pasien.

Dapat disimpulkan pelaksanaan identifikasi pada kinerja perawat sudah

baik, dari identifikasi pasien dengan benar, dimana terdapat nilai minimal 7 dan

nilai maksimal 9 dan nilai rata-rata 8.88 perawat sudah melaksanakan dengan

baik. Identifikasi pasien dapat berjalan dengan baik jika sistem informasi rumah

sakit (sirs) sudah memproses informasi pasien yang tepat pada waktunya saat

dibutuhkan oleh perawat, dokter dan tim kesehatan lain.

5.3.2 Hubungan implementasi IPSG 2 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari

hasil p>α 0,197 yang nilainya sebesar p>α (0,05) berarti tidak berpengaruh

dengan kinerja perawat secara hasil statistik, Rumah sakit mengembangkan

pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi

layanan, karena komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahan dan

Universitas Sumatera Utara


menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dikatakan efektif jika

komunikasi yang dilakukan tepat waktu, akurat, lengkap, dan dapat dipahami oleh

pihak-pihak terkait, Terdapat beberapa kebijakan/ prosedur untuk perintah lisan

dan telepon yaitu bagi penerima perintah untuk mencatat perintah yang diberikan

secara lengkap/hasil pemeriksaan (write back) kemudian membacakan kembali

(read back) isi dari perintah yang telah disampaikan lalu mengkonfirmasi ulang

(repeat back) semua perintah yang tertulis. Bila keadaan tidak memungkinkan,

ada kebijakan dan/atau prosedur diperbolehkan tidak melakukan pembacaan

kembali (read back) misal keadaan darurat, di ICU, IGD (Frelita, et al, 2011).

Untuk pelaksanaan komunikasi efektif ini seorang perawat sudah pasti

harus berkomunikasi dengan semua petugas kesehatan lain secara otomatis kinerja

perawat tidak sepenuhnya berhubungan dengan IPSG 2 dimana dalam SPO IPSG

2 ini ada perintah untuk kembali menuliskan tanda tangan pemberi intruksi

(dokter) didalam rekam medis dalam satu kali 24 jam. Gagalnya komunikasi ini

menjadi salah satu penyebab awal paling umum dari terjadinya insiden yang

mencelakakan pasien (Frelita, et al, 2011).

Untuk pelaksanaan IPSG 2 ini mempunyai nilai rata-rata baik yaitu 3,48,

sedangkan nilai minimal didapat 2 dan nilai maksimal 4 berarti perawat sudah

melaksanakan komunikasi efektif dengan baik. Komunikasi dikatakan efektif jika

komunikasi yang dilakukan tepat waktu, akurat, lengkap dan dapat dipahami oleh

pihak-pihak terkait (dokter dan kesehatan lain).

Universitas Sumatera Utara


5.3.3 Hubungan implementasi IPSG 3 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari

hasil p>α 0,768 yang nilainya sebesar p>α (0,05) berarti tidak berpengaruh

dengan kinerja perawat secara hasil statistik, dalam Manajemen dan Penggunaan

Obat-obatan (MPO)/Medication Managemen and Use (MMU) berhubungan erat

dengan petugas farmasi dimana pemberian label obat high-alert dilakukan oleh

petugas farmasi dan penyimpanan obat NORUM maupun LASA diawasi oleh

petugas farmasi (Frelita, et al, 2011). Pelaksanaan IPSG 3 ini mempunyai nilai

minimal 2 dan nilai maksimal 4 dan rata-rata baik yaitu 3,85, dimana perawat

sudah melaksanakan peningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

sudah baik sesuai dengan tugas perawat. Maka dapat disimpulkan bahwa

pengawasan obat-obatan high alert terutama obat Morpin dan Pethidine harus

disimpan pada lemari double lock, pihak manajemen rumah sakit dan farmasi

harus membuat lemari double lock yang distandarkan oleh JCI. Pelaksanaan ini

harus tetap kosistensi agar potensi yang mengakibatkan cedera pada pasien, bisa

berupa near miss atau adverse event (KTD) tidak terjadi pada pasien

5.3.4 Hubungan implementasi IPSG 4 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari

hasil p<α 0,005 yang nilainya sebesar p<α (0,05) berarti berpengaruh dengan

kinerja perawat, ada beberapa kegiatan yang mendasar dalam perawatan pasien,

yaitu: merencanakan dan memberikan perawatan kepada setiap pasien, memantau

untuk memahami hasil perawatan pasien, memodifikasi perawatan, menuntaskan

perawatan, merencanakan tindak lanjut (Frelita, et al, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Pada IPSG 4 seorang perawat sangat penting artinya didalam penandaan

lokasi operasi dimana seorang perawat mengingatkan seorang dokter bedah untuk

bersama-sama dengan pasien dalam penandaan lokasi operasi dan perawat sangat

berperan penting dalam prosedur persiapan operasi (preoperasi) dan disaat di

kamar bedah seorang perawat kamar bedah mempunyai peran yang sangat besar

dalam mempersiapkan peralatan kamar bedah yang siap pakai dan berfungsi baik

begitu pula saat post operasi seorang perawat kamar bedah bertugas memeriksa

kembali peralatan yang dipakai dan berapa banyak kasa yang dipakai dan

menghitungnya kembali semua ini untuk keamanan pasien.

Dapat disimpulkan bahwa pihak rumah sakit harus membuat kebijakan/SPO

tentang sign in, time out, dan sign out sesuai dengan pedoman WHO, semua tim

bedah berperan serta dalam pelaksanaan ceklist saat preoperasi, intra operasi dan

post operasi sehingga dapat mengurangi angka kejadian yang tak diharapkan

(KTD).

5.3.5 Hubungan implementasi IPSG 5 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari

hasil p<α 0,016 yang nilainya sebesar p<α (0,05) berarti berpengaruh dengan

kinerja perawat, pada IPSG 5 secara individu dimana jika perawat tidak melaku 6

langkah cuci tangan dan 5 moment cuci tangan, jelas perawat bukan sebagai

penolong pasien tapi sebagai agen penyebar kuman. Kebersihan tangan dianggap

ukuran utama yang diperlukan untuk mengurangi Health care-associated

Infection (HCAI). Meskipun aksi kebersihan tangan sederhana, kurangnya

kepatuhan antara petugas kesehatan terus menjadi masalah di seluruh dunia

Universitas Sumatera Utara


(WHO, 2009). Pihak rumah sakit harus dapat menjamin kesediaan air bersih dan

handrub serta tissue agar pelaksanaan 6 langkah cuci tangan dan 5 momen cuci

tangan pelaksanaannya berjalan dengan baik.

5.3.6 Hubungan implementasi IPSG 6 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari

hasil p<α 0,012 yang nilainya sebesar p<α (0,05) berarti berpengaruh dengan

kinerja perawat, Sedangkan pada IPSG 6 seorang perawat dituntut untuk tetap

melakukan pengkajian risiko jatuh baik pada pasien saat berada di rawat jalan

maupun pada saat pasien di rawat inap (Frelita, et al, 2011). Sesuai dengan SPO

yang sudah dibuat oleh rumah sakit bahwa pasien dilakukan pengkajian risiko

jatuh saat masuk rumah sakit dan dilakukan pengkajian kembali sesuai dengan

skor risiko jatuh, jika pasien sudah pada skor risiko jatuh sedang (skor 6-13) maka

seorang perawat wajib memasangkan gelang tangan warna kuning dan memberi

tanda jatuh pada pintu kamar pasien dimana diharapkan semua petugas tahu

bahwa pasien tersebut perlu perhatian agar tidak terjadi risiko jatuh. Rumah sakit

harus mendukung pencegahan pasien jatuh dengan cara pengadaan tempat tidur

yang berpalang dan kamar mandi pasien yang pintunya bisa dibuka kearah luar

sehingga pasien cidera akibat jatuh dapat dicegah saat berada dirumah sakit.

5.4 Subvariabel IPSG yang Paling Berpengaruh terhadap Kinerja Perawat

Pengaruh meningkatkan komunikasi yang efektif, memastikan lokasi

pembedahan yang benar, prosedur yang Benar, pembedahan pada pasien yang

benar,mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan secara serentak

Universitas Sumatera Utara


terhadap kinerja perawat. Dengan persamaan garis regresi yang diperoleh, maka

model regresi tersebut dapat diintepretasikan, sebagai berikut: Hasil uji regresi

linear berganda terhadap variabel meningkatkan komunikasi yang efektif

diperoleh nilai p=0,047<0,05, maka hipotesa penelitian diterima, berarti ada

pengaruh meningkatkan komunikasi yang efektif terhadap kinerja perawat. Nilai

koefisien b 1 = 0,281, berarti bahwa apabila nilai meningkatkan komunikasi yang

efektif (X 2 ) mengalami kenaikan sebesar satu poin, sementara hal-hal lainnya

bersifat tetap, maka kinerja perawat (Y) akan meningkat sebesar 0,281 poin.

Untuk hasil uji regresi linear berganda terhadap variabel memastikan lokasi

pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang

benar diperoleh nilai p=0,002<0,05, maka hipotesa penelitian diterima, berarti ada

pengaruh memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar terhadap kinerja perawat. Nilai koefisien b 2 =

0,950, berarti bahwa apabila nilai memastikan lokasi pembedahan yang benar,

prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar (X 4 ) mengalami

kenaikan sebesar satu poin, sementara hal-hal lainnya bersifat tetap, maka kinerja

perawat (Y) akan meningkat sebesar 0,950 poin.

Hasil uji regresi linear berganda terhadap variabel mengurangi risiko infeksi

akibat perawatan kesehatan(X 5 ) diperoleh nilai p=0,005<0,05, maka hipotesa

penelitian diterima, berarti ada pengaruh mengurangi risiko infeksi akibat

perawatan kesehatan terhadap kinerja perawat dengan nilai koefisien b 3 = 1,908,

berarti bahwa apabila nilai mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan

(X 5 ) mengalami kenaikan sebesar satu poin, sementara hal-hal lainnya

Universitas Sumatera Utara


bersifat tetap, maka kinerja perawat (Y) akan meningkat sebesar 1,908 poin.

Bahwa analisis kinerja perawat paling besar pengaruhnya adalah mengurangi

risiko infeksi akibat perawatan kesehatan, hal ini terlihat dari nilai koefisien

regresi yaitu=1,908. Dengan demikian analisis kinerja perawat paling besar

pengaruhnya adalah mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan.

Profesi keperawatan yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus

menerus 24 jam kepada pasien setiap hari dan individu perawat juga sebagai agen

kuman bila tidak melakukan cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan dalam

perawatan kesehatan menyajikan bukti dasar untuk berfokus pada peningkatan

kebersihan tangan sebagai bagian dari pendekatan terpadu untuk pengurangan

perawatan kesehatan terkait infeksi/Health care-associated Infection (HCAI),

implementasi pedoman ini sangat penting untuk mencapai dampak pada

keselamatan pasien dan panduan ini bertujuan secara aktif mendukung untuk

dapat digunakan dalam pelayanan (WHO, 2009).

Universitas Sumatera Utara


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang pengaruh Implementasi International Pasient

Safety Goals (IPSG) terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUP H.

Adam Malik Medan ada berapa yang penting peneliti dapat simpulkan yaitu:

Pada IPSG 1 didapatkan hasil sebagian besar perawat sudah melaksanakan

identifikasi pasien dengan benar sehingga upaya untuk keselamatan pasien sudah

dilakukan pada saat memberikan pelayanan asuhan keperawatan. Identifikasi

pasien dapat berjalan dengan baik jika sistem informasi rumah sakit (sirs) sudah

memproses informasi pasien yang tepat pada waktunya saat dibutuhkan oleh

perawat, dokter dan tim kesehatan lain.

Pada IPSG 2 peneliti juga mendapatkan bahwa komunikasi efektif sudah

dapat dilakukan oleh sebagian besar perawat baik saat pelaporan dengan

menggunakan SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) maupun

saat komunikasi melalui telepon sudah dengan read back karena komunikasi yang

efektif akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan

pasien. Komunikasi dikatakan efektif jika komunikasi yang dilakukan tepat

waktu, akurat, lengkap dan dapat dipahami oleh pihak-pihak terkait (dokter dan

kesehatan lain).

Pada IPSG 3 sebagian besar perawat meningkatkan keamanan obat-obatan

yang harus diwaspadai pelaksanaan SPO tentang pemberian obat dengan prinsip

Universitas Sumatera Utara


enam benar dan obat high alert yang disimpan pada unit pelayanan pasien diberi

label yang jelas, dan disimpan pada area yang diawasi ketat (restricted),

pengawasan obat-obatan high alert terutama obat Morpin dan Pethidine harus

disimpan pada lemari double lock, Perhatian pihak manajemen rumah sakit dan

farmasi harus membuat lemari double lock yang distandarkan oleh JCI.

Pelaksanaan ini harus tetap kosistensi agar potensi yang mengakibatkan cedera

pada pasien, bisa berupa near miss atau adverse event (KTD) tidak terjadi pada

pasien.

Adapun pada IPSG 4 prosedur pembedahan yang memastikan benar lokasi,

benar prosedur, dan benar pasien, sebagian besar perawat sudah memberikan

tanda yang jelas dan yang dapat dimengerti untuk mengidentifikasi lokasi operasi

dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan lokasi (site marker). Pihak

rumah sakit harus membuat kebijakan/SPO tentang sign in, time out, dan sign out

sesuai dengan pedoman WHO, semua tim bedah berperan serta dalam

pelaksanaan ceklist saat preoperasi, intra operasi dan post operasi sehingga dapat

mengurangi angka kejadian yang tak diharapkan (KTD).

Untuk pelaksanaan IPSG 5 semua perawat sudah melaksanakan 6 langkah

cuci tangan sudah kosistensi untuk melaksanakan 5 momen cuci tangan. persepsi

paling baik yaitu 83,9% pada kebersihan tangan perawat (WHO, 2009). Pihak

rumah sakit harus dapat menjamin kesediaan air bersih dan handrub serta tissue

agar pelaksanaan 6 langkah cuci tangan dan 5 momen cuci tangan pelaksanaannya

berjalan dengan baik.

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya pada IPSG 6 sebagian besar perawat sudah melakukan upaya

untuk pencegahan pasien jatuh dengan cara melakukan pengkajian awal resiko

jatuh dan melakukan tindak lanjut perawatannya jika telah mendapatkan skor

jatuh setelah dilakukan pengkajian awal tadi. Dalam akreditasi JCI resiko jatuh

wajib dikaji baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Rumah sakit harus

mendukung pencegahan pasien jatuh dengan cara pengadaan tempat tidur yang

berpalang dan kamar mandi pasien yang pintunya bisa dibuka kearah luar

sehingga pasien cidera akibat jatuh dapat dicegah saat berada dirumah sakit.

Hubungan Implementasi IPSG 1 s.d IPSG 6 dengan kinerja perawat sangat

mempengaruhi keselamatan pasien. Dari ke enam sasaran keselamatan pasien dan

hubungannya dengan kinerja perawat dianalisa menggunakan model akhir regresi

linear sederhana adalah variabel yang mempunyai nilai p < 0,05 yaitu IPSG 4

(prosedur pembedahan yang memastikan benar lokasi, benar prosedur, dan benar

pasien), IPSG 5 (mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan), dan

IPSG 6 (mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh) sesuai dengan kinerja

sehari-hari perawat ketiga IPSG ini sangat erat hubungannya dengan kinerja

individu perawat. Implementasi International Patient Safety Goals (IPSG) yang

paling mempengaruhi terhadap kinerja perawat yaitu mengurangi risiko infeksi

akibat perawatan kesehatan.

Dengan adanya penilaian kinerja serta tujuannya maka terlihat dengan jelas

bahwa penilaian kinerja tidak sekedar menilai, yaitu mencari pada aspek apa

perawat yang kurang atau lebih, tetapi lebih luas lagi, yaitu membantu perawat

untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh organisasi dan berorientasi pada

Universitas Sumatera Utara


pengembangan perawat/organisasi. Untuk itu beberapa kegiatan yang merupakan

bagian integral dengan penilaian kinerja harus dilakukan pengarahan dan

dukungan oleh atasan.

6.2. Saran

1. Institusi Rumah Sakit

Pihak manajemen Rumah Sakit sebaiknya tetap memperhatikan kemampuan

dan produktifitas individu-individu staf perawat untuk terus diuji kompetensinya

dengan cara pelatihan yang dilakukan secara terus menerus sesuai dengan

keahliannya agar safety pasien tetap menjadi prioritas di dalam pelayanan di

rumah sakit dan penilaian IPSG bukan mutlak sebagai kinerja perawat namun

menjadi tanggung jawab semua pemberi pelayanan di rumah sakit.

2. Institusi Pendidikan

Seharusnya lembaga pendidikan perawat melakukan pendekatan

evaluasi terhadap kebijakan tentang kurikulum mengenai patient safety dengan

demikian perawat sebagai mitra dokter benar-benar terlihat saat sudah berada di

layanan kesehatan.

3. Perawat sebagai Responden

Sebaiknya semua staf keperawatan sudah membudayakan upaya

keselamatan pasien di dalam keperawatan meliputi identifikasi pasien dengan

benar, mencegah kesalahan obat, komunikasi efektif, mencegah infeksi

nosokomial, mencegah jatuh serta mencegah salah orang,salah tempat dan salah

prosedur tindakan pembedahan.

Universitas Sumatera Utara


4. Peneliti

Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan metode penelitian yang

berbeda sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai