Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum

Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura

PEMBUATAN KOMPOS

Nama : Andini Riaswaty


NIM : G111 16 532
Kelas :A
Kelompok :2
Asisten : Muharsam Syarif
Sri Rezkiana

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik dengan
bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Sampah organik
seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisa-sisa sayur,
buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga (sampah domestik) memang sering
menimbulkan berbagai masalah. Baik itu masalah keindahan dan kenyamanan
maupun masalah kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu, keluarga,
maupun masyarakat.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak negatif
yang ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah tersebut
dengan teknik komposter tanpa penambahan aktivator pengomposan, disamping
terdapat berbagai teknik pengolahan lain (dengan penambahan aktivator
pengomposan) menghasilkan produk yang bernilai lebih, baik dari segi nilai
ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman. Meskipun dalam metode ini
tidak ditambahkan aktivator pengomposan,namun ke dalamnya ditambahkan
organik agen (serbuk gergaji dan kotoran hewan) yang berfungsi memacu
pertumnuhan mikroba dan manambah unsur hara dalam kompos.
Dalam melakukan teknik penomposan, ada berbagai hal yang perlu
diperhatikan agar proses pengomposan berjalan dengan cepat sehingga masa
panen relatif singkat dan cepat. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah
proses pencacahan yang sebisa mungkin halus sehingga mudah di dekomposisi,
kelembaban dan aerasi yang mendukung kerja mikroorganisme, maupun kadar
karbon dan Nitrogen yang ideal. Maka dari itu perlu dilakukan praktikum
pembuatan kompos untuk mengetahui cara pengolahan bahan organik yang tidak
terpakai dan dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan tanaman.
1.2 Tujuan dan kegunaan

1.2.1 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah Untuk mengetahui apa itu pupuk organik
cair, mengetahui proses pembuatan kompos, dan mengetahui manfaat dan
keunggulan kompos.
1.2.2 Kegunaan Praktikum
Kegunaan dari praktikum ini yaitu memberi kita pengetahuan tentang
pengolahan limbah menjadi pupuk kompos yang bermanfaat dalam bidang
pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposting dan kompos


Komposting adalah cara atau metode pengolahan sampah organik secara
alamiah dengan hasil akhir tidak membahayakan lingkungan dan mempunyai
manfaat sebagai pupuk (Winarko dan Djati, 2003).
Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan
sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai
dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan dicirikan oleh hasil bagi C/N
yang menurun. Bahan bahan mentah yang biasa digunakan seperti ; merang, daun,
sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil
bagi C/N yang melebihi 30 (Sutedjo, 2002).
Kompos juga merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia
yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman
maupun hewan). Proses pengomposan berjalan secara aerobik dan anaerobik yang
saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu, yang disebut
dengan proses dekomposisi (Yuwono dalam Kurniati W, 2013).

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan


Pada proses pengomposan terdapat beberapa faktor penting yang dapat
mempengaruhi kecepatan dalam pengomposan. Beberapa faktor tersebut yaitu:
1. Nisbah C/N bahan
Pada proses pengomposan nisbah C/N akan sangat mempengaruhi
kecepatan dari pengomposan. Dengan nisbah C/N yang tinggi maka proses
pengomposan akan berlangsung lebih lama dan sebaliknya apabila nisbah C/N
rendah maka proses pengomposan akan lebih cepat. Adapun nisbah C/N optimum
untuk pengomposan yaitu 20-40 (Gaur, 1983).
2. Ukuran bahan
Ukuran bahan ini mempengaruhi pada perkenaan bahan terhadap
mikroorganisme maupun bahan pengomposan yang lain. Bahan organik yang
memiliki ukuran bahan lebih besar akan memperlambat proses pengomposan
sedangkan bahan organik yang memiliki ukuran kecil, proses pengomposan akan
berlangsung lebih cepat (Alienda, 2004).
3. Komposisi bahan
Bahan yang memiliki komposisi yang kadar nitrogennya rendah akan
memperlambat proses pengomposan. Selain itu komposisi bahan ini juga dilihat
dari segi mikroorganisme yang terdapat pada bahan tersebut. Dalam
pengelompokan bahan, sisa-sisa tanaman dan binatang dapat dikategorikan
menjadi bahan dengan sumber utama yaitu karbohidrat, lignin, tannin, glikosida,
asam-asam organik, lemak, resin, komponen nitrogen, pigmen-pigmen dan bahan-
bahan mineral. Berdasarkan pengelompokan bahan tersebut dapat dikategorikan
bahan yang dapat cepat mengalami dekomposisi dan bahan yang lambat
mengalami dekomposisi. Bagian bahan yang dapat mengalami dekomposisi
dengan cepat diantaranya pati, hemisellulosa, selulosa, protein dan bahan yang
mudah larut dalam air, sedangkan bahan yang sukar atau lambat mengalami
dekomposisi diantaranya lignin, lilin atau lemak dan tannin (Andi, 1985).
4. Kelembaban dan aerasi
Pada umumnya mikroorganisme dapat bekerja secara optimum yaitu pada
kelembaban 40-60%. Apabila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu rendah maka
proses pengomposan lebih lambat karena mikroorganisme yang membantu dalam
proses pengomposan tidak bisa berkembang atau mati. Selain kelembaban aerasi
juga perlu diperhatikan dalam proses pengomposan, jika bahan pada proses
pengomposan kering maka pengomposan akan lambat. Selain itu apabila bahan
yang digunakan terlalu basah akan mengakibatkan penguapan air dan kehilangan
panas yang cepat pada saat proses pengomposan berlangsung (Indriani, 2002)
5. Suhu/temperatur
Suhu atau temperatur ini berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme
yang membantu dalam proses pengomposan. Suhu yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan mikroorganisme akan mati dan. Suhu optimal yang dikehendaki
dalam proses pengomposan yaitu 30-50°C. Pada awal proses pengomposan akan
terjadi kenaikan suhu yaitu sekitar 55-60°C sehingga dalam proses pengomposan
perlu adanya pembalikan kompos untuk menghindari suhu yang terlalu tinggi.
Setelah proses pengomposan selesai dan kompos mencapai tingkat kematangan
maka suhu kompos akan menurun. (Indriani, 2002).
6. Keasaman bahan
Tingkat keasaman yang dibutuhkan pada proses awal pengomposan
biasanya asam dan apabila proses engomposan berhasil maka pH dari kompos
tersebut akan netral. Adapun standar tingkat keasaman yang terdapat pada proses
pengomposan yaitu 6,5-7,5 (Indriani, 2002).
7. Penggunaan aktivator
Penggunaan aktivator ini berhubungan dengan orgnisme yang membantu
dalam proses pengomposan. Dengan adanya aktivator dalam proses pengomposan
akan mempercepat dekomposisi bahan organik sehingga proses` pengomposan
akan berlangsung lebih cepat (Indriani, 2002).

2.3 Manfaat kompos


Menurut Rachman & Sutanto (2002) menyatakan bahwa dengan pupuk
organik sifat fisik, kimia dan ditinjau dari beberapa aspek:
1. Aspek Ekonomi: menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah,
mengurangi volume/ukuran limbah, memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari
pada bahan asalnya.
2. Aspek Lingkungan: mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan
pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri
metanogen I tempat pembuangan sampah, mengurangi kebutuhan lahan untuk
penimbunan.
3. Aspek bagi tanah/tanaman: meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki
struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh
tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil
panen (rasa, nilai gizi dan jumlah panen), menyediakan hormone dan vitamin
bagi tanaman, menekan pertumbuhan atau serangan penyakit tanaman.
2.4 Jenis-jenis kompos
Menurut Nyoman (2010), secara umum jenis-jenis kompos adalah sebagai
berikut :
1. Kompos cacing
Kompos cacing adalah pupuk yang berasal dari kotoran cacing. Pupuk ini
dibuat dengan memelihara cacing didalam tumpukan sampah organik sehingga
cacing tersebut berkembang biak didalamnya dan menguraikan sampah organik
dan menghasilkan kotoran. Proses ini dikenal dengan vemiksisasi. Proses
pembuatan kompos jenis ini tidak berbeda dengan pembuatan kompos pada
umumnya, yang membedakan hanya starternya yang berupa cacing.
Kompos cacing dapat menyuburkan tanaman karena kotoran cacing memiliki
bentuk dan struktur yang mirip dengan tanah namun ukuran partikel-partikelnya
lebih kecil dan lebih kaya dengan bahan organik sehingga memiliki tingkat aerasi
yang tinggi dan cocok untuk dan cocok dijadikan media tanam. Kompos cacing
memiliki kandungan nutrisi hampir sama dengan bahan organik yang diurainya.
2. Kompos Bagase
Kompos yang dibuat dari ampas tebu yaitu limbah padat sisa penggilingan
batang tebu. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagase sekitar 32% bobot tebu
yang digiling. Sebagian besar bagase dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler,
namun selalu ada sisa bagase yang tidak termanfaatkan yang dimanfaatkan oleh
stok bagase yang melebihi kebutuhan pembakaran oleh boiler pabrik. Sisa bagase
ini dimasa depan diperkirakan akan bertambah seiring meningkatnya kemajuan
teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi pabrik pengolahan tebu, termasuk
boiler pabrik. Limbah bagase memiliki kadar bahan organik sekitar 90%,
kandungan N 0,3%, P2O5 0,02%, K2O 0,14%, Ca 0,06% dan Mg 0,04%.
Pemberian kompos campuran bagase, blotong, abu boiler pabrik pengolahan tebu
dapat meningkatkan ketersediaan unsur N, P, dan K dalam tanah, kadar bahan
organik, pH tanah serta kapasitas menahan air. Pemberian kompos bagase 4-6
ton/ha dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK hingga 50%.
3. Kompos Bogashi
Kompos bogashi adalah suatu metode pengomposan yang dapat menggunakan
starter aerobik maupun anaerobik untuk mengomposkan bahan organik yang
biasanya berupa campuran molases, air, starter mikroorganisme dan sekam padi.
BAB III
METODELOGI

3.1 Tempat dan waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2018 pukul
16.00 WITA-selesai.

3.2 Alat dan bahan


Alat yang digunakan adalah timbangan, parang, cutter, gunting, balok kayu,
cangkul, sekop, spanduk, karung, dan ember.
Bahan yang digunakan adalah rumput gajah 7,5 kg, eceng gondok 7,5 kg,
dedak 10 kg, pupuk kandang ayam 25 kg, air gula merah 1 liter, pupuk NPK 500
gram, dan EM4.

3.3 Prosedur kerja


Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mencacah rumput gajah dan eceng gondok.
3. Mencampur rumput gajah dan eceng gondok yang telah dicacah dengan
dedak dan pupuk kandang ayam lalu mengaduknya hingga rata.
4. Melarutkan air gula merah dan EM4 di dalam ember dan ditambahkan air
secukupnya.
5. Melarutkan pupuk NPK dengan air secukupnya.
6. Mencampurkan semua bahan cair dan diaduk sampai homogen.
7. Mencampurkan bahan cair yang telah homogen ke bahan padat yang telah
diaduk rata.
8. Mengaduk bahan padat dan bahan cair hingga rata.
9. Menyimpan komposisi pupuk kompos yang telah dibuat pada tempat yang
aman.
10. Mendiamkannya selama kurang lebih 1 bulan dengan rutin mengaduk
komposisi pupuk kompos setiap sekali seminggu.
11. Memanen pupuk kompos.

Anda mungkin juga menyukai