Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang amat kaya dan potensial,

baik di wilayah perairan tawar (darat), pantai maupun perairan laut. Potensi

sumber daya perikanan meliputi keanekaragaman jenis ikan dan lahan perikanan.

Ikan Nila adalah salah satu ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di seluruh

pelosok tanah air dan menjadi ikan konsumsi yang cukup populer. Penyebabnya

yaitu ikan nila merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang telah

memperoleh perhatian cukup besar dari pemerintah dan pemerhati masalah

perikanan didunia, terutama berkaitan dengan usaha peningkatan gizi masyarakat

di negara-negara yang sedang berkembang. (Khairuman dan Khairul, 2003).

Awalnya, konsep pengembangan budidaya ikan nila semata-mata hanya

terfokus pada cara agar ikan nila bisa diterima masyarakat di negara-negara

berkembang dengan tujuan meningkatkan gizi masyarakat bertingkatkan ekonomi

rendah. Kuncinya cukup sederhana, yaitu menyebarluaskan ikan yang cepat

berkembang biak dan memiliki harga jual yang murah. Tampaknya konsep

tersebut meniru keberhasilan penyebar luasan ikan mujair untuk mencukupi gizi

masyarakat pada Perang Dunia II berlangsung. Hal ini dapat tercapai dengan

mudah karena tingkat produktivitas dan kemampuan berkembang biak ikan mujair

cukup tinggi. Namun, dalam hal ukuran tubuh, ikan mujair dinilai masih kurang

menguntungkan untuk diusahakan karena bobot tubuhnya relatif kecil dan tidak

dapat diupayakan lagi peningkatannya. Karena itu, fokus perhatian kemudian


dialihkan kepada ikan nila yang mampu mencapai bobot tubuh jauh lebih besar

dan tingkat produktivitasnya juga cukup tinggi. Dengan demikian, penilaian

tentang ikan nila sebagai ikan yang memiliki laju pertumbuhan cepat didunia

perikanan. Dalam perkembangannya, para peneliti ternyata tidak puas dengan

hanya menyebarluaskan ikan nila biasa atau nila lokal yang sudah terbukti

memiliki laju pertumbuhan jauh lebih cepat dibandingkan ikan mujair

(Khairuman dan Khairul, 2003).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Awalnya, ikan nila dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica atau ikan

dari golongan tilapia yang tidak mengerami telur dan larva didalam mulut

induknya. Dalam perkembangannya, para pakar perikanan menggolongkan ikan

nila kedalam jenis sarotherdonniloticus atau kelompok ikan tilapia yang

mengerami telur dan larvanya didalam mulut jantan dan betinanya.

Para pakar perikanan kemudian memutuskan bahwa nama ilmiah yang

tepat untuk ikan nila adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp. Nama

Nilotika menunjukkan tempat ikan ini berasal, yakni sungai Nil di Benua Afrika.

Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan Oreochromis ini memang berbeda

dengan kelompok tilapia. Secara umum, bentuk tubuh Ikan Nila panjang tepinya

berwarna putih. Gurat sisi (Linea literalis) terputus dibagian tengah badan

kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih kebawah daripada letak garis yang

memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah.

Sirip punggung berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian

pinggir sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggung

berwarna abu-abu atau hitam (Khairuman dan Khairul, 2003).


2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Pauji (2007) adalah filum :

Chordata Subphilum: Vertebrata Kelas : Osteichthyes Subkelas : Achantopterigii

Ordo : Perciformes SubOrdo: Percoidei Famili: Cichlida Oreochromisniloticus.


2.2. Daur Hidup dan Perkembangbiakan

Secara alami, Ikan Nila bisa memijah sepanjang tahun di daerah tropis,.

Frekuensi pemijahan yang terbanyak terjadi pada musim hujan. Di alamnya, ikan

nila bisa memijah 6-7 kali dalam setahun. Berarti, rata-rata setiap dua bulan

sekali, Ikan Nila akan berkembang biak. Ikan ini mencapai stadium dewasa pada

umur 4-5 bulan dengan bobot sekitar 250 gram (Arie, 2000).

2.3 Makan dan Kebiasaan Makan

Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivora sehingga bisa

mengomsumsi makanan berupa hewan maupun tumbuhan. Karena itulah, ikan ini

sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang disukai Ikan

Nila adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp., Moina sp.,

Daphnia sp. Selain itu juga memangsa alga atau lumut yang menempel pada

benda-benda dihabitat hidupnya. Ikan nila juga memakan tanaman air yang

tumbuh di kolam budidaya. Jika telah mencapai ukuran dewasa, ikan nila bisa

diberi berbagai makanan tambahan, misalnya Pellet (Arie, 2000).

2.4 Habitat dan Penyebaran

Ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya

sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga di dataran

tinggi yang berair tawar. Habitat hidup ikan nila cukup beragam, dari sungai,

danau, rawa, waduk, sawah, kolam hingga tambak.

Ikan nila dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14-38ºC dan

dapat memijah secara alami pada suhu 22-37ºC. Untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan, suhu optimal bagi ikan nila adalah 25-30ºC. Pertumbuhan


ikan nila biasanya akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 14ºC

atau pada suhu tinggi 38ºC. Ikan Nila akan mengalami kematian pada suhu 6ºC

atau 42ºC (Sucipto dan Prihartono, 2007).

Secara alami ikan ini melakukan migrasi dari habitat aslinya, yakni

dibagian hulu sungai Nil yang melewati Uganda ke arah selatan melewati danau

Raft dan Tanganyika.

Selain itu ikan nila juga terdapat di Afrika bagian tengah dan barat. Populasi

terbanyak ditemukan di kolam-kolam ikan di Chad dan Nigeria dengan campur

tangan manusia, saat ini ikan nila telah menyebar ke seluruh dunia, dari Benua

Afrika, Amerika, Eropa, Asia sampai Australia (Khairuman dan Khairul, 2003).
2.2 Sistem Budidaya

2.2.1 Struktur Budidaya

2.2.1.1 Water Based Aquaculture

Water Based Aquacultur adalah budidaya yang berbasiskan air. Berbeda

dengan yang berbasiskan daratan, pada sistem budidaya perikanan yang

berbasiskan air wadah budidaya berada dalam badan air. Sistem budidaya ini

bersifat open system, dan interaksi antara ikan yang dibudidayakan dengan

lingkungan luar akan sangat kuat dan hampir tidak ada pembatasan. Dengan

kondisi demikian, kegiatan budidaya perikanan pada sistem ini sangat dipengaruhi

dan mempengaruhi faktor eksternal (Efendi, 2004).

2.2.1.2 Land Based Aquaculture

sistem yang berbasiskan daratan (land-based aquaculture) adalah sistem

budidaya perikanan berbasiskan daratan, wadah budidaya berada di daratan dan

terpisah dari perairan yang menjadi sumber air sistem ini. Penyaluran air dari

perairan dilakukan dengan menggunakan saluran atau pipa, dan pengaruh dari

perairan tersebut terhadap ikan dapat direkayasa, bahkan dihilangkan (misal

melalui treatment air) sehingga sistem ini bersifat closed system. Sistem budidaya

perikanan yang berbasiskan daratan ini, antara lain kolam air tenang, kolam air

deras, tambak, bak, akuarium, dan tangki (Efendi, 2004).


2.2.2 Intensitas Budidaya

Intensitas budidaya di Indonesia rata-rata masih menggunakan beberapa

cara untuk melakukan suatu budidaya ikan. Di Indonesia sendiri ada beberapa

cara yang terdiri dari budidaya secara ekstensif, semi intensif, intensif dan ultra

intensif. Pada pembahasan ini kita akan mengetahui bagaimana cara intensitas

budidaya yang dilakukan.

2.2.2.1 Ekstensif

Pada umumnya budidaya tambak ekstensif (tradisional) selalu

mengedepankan luas lahan, pasang surut, intercrop dan tanp apemberian makanan

tambahan sehingga makanan bagi komoditas yang dibudidayakan harus tersedia

secara alami dalam jumlah yang cukup (Murachman et al.,2010). Keuntungan

budidaya tambak ekstensif adalah lebih ramah lingkungan sekitar tambak pada

setiap siklusnya, sehingga budidaya tambak ekstensif dapat berkelanjutan.

Penggunaan bahan kimia dalam budidaya tambak ekstensif sangat diminimalisir

bahkan tidak menggunakan obat-obatan kimia sama sekali. Limbah sisa budidaya

juga ramah lingkungan dengan kandungan amoniak yang rendah karena tidak

menggunakan pakan buatan (pelet).


2.2.2.2 Semi Intensif

pengelolaan semi-intensif merupakan teknologi budidaya yang dianggap

cocok untuk budidaya udang di tambak di Indonesia karena dampaknya terhadap

lingkungan relatif lebih kecil. Selain kebutuhan sarana dan prasarana produksi

yang jauh lebih murah dibandingkan tambak intensif, yang lebih pokok dari

sistem semi-intensif ini, yaitu memberikan kelangsungan produksi dan usaha

dalam jangka waktu lebih lama (Zeni, 2011).

Sistem budidaya semi intensif yaitu dengan padat tebar ikan yang

dipelihara cukup tinggi sehingga pakan alami tidak dapat sepenuhnya menopang

kehidupan ikan. Untuk dapat menopang pertumbuhan (produksi) maka pakan

buatan sudah mulai diaplikasikan sebagai pakan tambahan. Bergantung kepada

jenis ikan yang dipelihara, pakan tambahan bervariasi mulai dari biji-bijian, hasil

pertanian serta produk sampingan perikanan hingga makanan formulasi

(Effendi, 2004).

2.2.2.3 Intensif

Menurut Kordi (2009), pengelolaan yang secara intensif dilakukan pada

usaha budidaya perikanan banyak diterapkan pada budidaya air tawar dan tambak.

Menurut Reza (2011), Pola pengelolaan usaha budidaya perairan intensif banyak

diterapkan pada budidaya air tawar dan tambak. Teknologi budidaya

intensif ditandai dengan :

a. Petak tambak/kolam untuk pemeliharaan yang lebih kecil. Luas petak tambak
untuk budidaya udang dan bandeng antara 0,2-0,5 ha, walaupun ada pada petak

yang luasnya 1,0 ha yang dikelola secara intensif.

b. Persiapan lahan untuk pemeliharaan (pengelolaan tanah dan perbaikan wadah

budidaya) dan penggunaan sarana produksi (kapur, pupuk, dan bahan kimia)

menjadi sangat mutlak dibutuhkan.

c. Biota budidaya bergantung sepenuhnya pada pakan buatan atau pakan yang

diberikan secara teratur.

d. Penggunaan sarana budidaya untuk mendukung usaha budidaya, seperti pompa

dan aerator.

e. Produksi (hasil panen) sangat tinggi. Pada budidaya ikan bandeng dan udang

windu di tambak mencapai > 4 ton/ha/musim tanam.

2.2.2.4 Ultra intensif

Sistem ultra-intensif biasa disebut juga dengan ultrafiltrasi, yaitu teknologi

tambahan dalam pengolahan air bersih, terutama ditunjukan untuk pengolahan air

siap minum. Ukuran partikel yang yang mampu disaring sampai dengan 0,02

mikron, dengan demikian diharapkan bakteri dan polutan mikro dapat tersaring.

Teknologi ini hanya dapat dipakai untuk air tawar dan tidak bisa untuk air asin

(Herlambang. A, 2005)
2.2.3 Pergantian Air

2.2.3.1 Static System

Banyak produksi akuakultur dunia menggunakan kolam, pembudidayaan

dengan kolam ini menggunakan cara tradisional atau static. Selama pemeliharaan

tidak terjadi pergantian air. Menjaga kualitas air biasanya dengan memilih area

yang luas keran didalamnya terdapat biomassa dengan jumlah yang besar

(Appleford, 2012).

2.2.3.2 Open System

Open System adalah sistem yang mentransfer baik simbol atau tanda

maupun energi yang dapat melewati batasnya ke lingkungan sekitarnya.

Kebanyakan dari ekosistim adalah contoh sistem terbuka (open system)

(Pidwirny, 2006). Sistem budidaya ini bersifat open system dan interaksi antara

ikan kultur dengan lingkungan luar sangat kuat dan hampir tidak ada pembatasan.

Dengan kondisi demikian, kegiatan budidaya perikanan pada sistem ini sangat

dipengaruhi dan mempengaruhi faktor eksternal (Efendi I, 2004).

2.2.3.3 Semi Closed System

Metode produksi di dalam sitem semi-closed meliputi kolam kolam dan

raceways. Di dalam proses produktivitas mempunyai kemampuan untuk

menambahkan atau memindahkan air. Ada beberapa kerja pergantian air pada

sistem ini, langkah-langkah yang pertama ke arah lampiran atau penambahan

proses alami. Sistem semi-closed menggunakan sumber air secara alami, seperti
curah hujan, mata air, ataupun sungai. Air kemudian berperan sebagai gravity-

flowed atau memompa, yang di rancang untuk membangun unit produksi

(Appleford, 2012).
2.2.3.4 Closed System

Closed System adalah sistem yang mentransfer energi, tetapi bukan

simbolsimbol dan atau tanda-tanda, melintasi batasnya ke lingkungan. Sistem

planet dilihat sebagai suatu closed system (Pidwirny, 2006). Pada sistem budidaya

perikanan berbasiskan daratan, wadah budidaya berada di daratan dan terpisah

dari perairan yang menjadi sumber air sistem ini. Penyaluran air dari perairan

dilakukan dengan menggunakan saluran atau pipa, dan pengaruh dari perairan

tersebut terhadap ikan dapat direkayasa, bahkan dihilangkan (misal melalui

treatment air) sehingga sistem ini bersifat closed system (Efendi I, 2004).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Pratikum Dasar-Dasar Akuakultur dilaksanakan pada hari senin, mulai dari

tanggal 28 Februari 2017, pada pukul 15:00 wita sampai dengan selesai, di

Laboratorium Akuakultur, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas

Tadulako, Palu.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktek pemeliharaan ikan nila pada

kolam terpal, yaitu:

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum


No
Alat dan bahan Kegunaan
1.
Terpal Tempat media ikan nila
2.
Timbangan digital Mengukur massa dan pakan
3.
Tali nilon Pengikat terpal
4.
Rangka besi Menopang wadah ikan nila
5.
Ember Menaruh air dan mengangkat air
6.
Air laut Media kehidupan ikan nila
7.
Air tawar Media kehidupan ikan nila
8.
Lampu Media penerangan pada malam hari
9. Untuk mengontrol oksigen dan sebagai media
Blower
pengatur air
11.
Selang aerasi Mengontrol oksigen pada kolam
12.
Benih ikan nila Biota yang akan dibudidayakan
13.
Pelet Pakan atau nutrisi untuk ikan

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja dalam pembesaran ikan nila (Oreochromis niloticus)

di kolam terpal yaitu:

3.3.1 Persiapan Wadah

Berdasarkan praktikum dasar-dasar akuakultur yang dilaksanakan,

langkah-langkah persiapan kolam adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan kerangka kolam menggunakan baja ringan dengan luas kolam

2 x 3 x1 m.

2. Memasang terpal pada kerangka kolam yang telah siap dengan hati-hati agar

tidak terjadi kebocoran.

3. Mengisi air dengan tinggi 50cm dan diamkan beberapa hari agar lumut dapat

tumbuh dan untuk pertumbuhan fitoplankton.

3.3.2 Penebaran Benih

Penebaran benih pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus)

dapat dilakukan dengan cara berikut :

1. Menyiapkan benih yang akan ditebar sebanyak 500 ekor.

2. Ikan nila diaklimatisasi terlebih dahulu selama 5-10 menit sehingga dapat

beradaptasi dengan suhu air yang berbeda.


3.3.3 Pemeliharaan

3.3.3.1 Pemberiaan Pakan

Pemberian pakan pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus)

merupakan faktor pendukung pertumbuhan ikan nila, hal ini dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

1. Menghitung jumlah pakan dengan menghitung jumlah biomassa ikan dikali

persentase pemberian bahan dibagi frekuensi pemberiaan pakan.

2. membersihkan tangan dengan alkohol 70% yang telah disediakan.

3. Menimbang pakan sesuai dengan hasil penghitungan biomassa ikan.

4. Menebar pakan secara merata.

5. Pakan diberi 3 kali sehari, yaitu jam 07.00; 12.00; dan 17.00 WITA yang

dilakukan setiap hari.

6. Pemberian pakan pada ikan nila berupa pelet.

3.3.3.2 Manajemen Kualitas Air

Menjaga kualitas air merupakan hal yang perlu diperhatikan pada

budidaya. Untuk menjaga kualitas air dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Kolam terpal dilengkapi dengan aerasi untuk menjaga agar kandungan oksigen

dalam wadah kolam terpal mencukupi.

2. Setiap seminggu seklai air kolam terpal harus diganti air, karena air yang

berkualitas jelek disebabkan oleh penumpukan hasil penguraian bahan organik


yang masuk ke kolam. Bahan organik tersebut berupa kotoran ikan, ikan yang

mati, pakan yang tidak termakan, plankton yang mati.

3.3.3.3 Sampling

Sampling dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu :

1. Mengambil ikan yang akan di sampling sebanyak 30 ikan.

2. Menyiapkan timbangan digital dan mistar.

3. Melakukan penimbangan bobot ikan dan mengukur panjang ikan untuk

mengetahui banyak pakan yang akan diberikan dan dilakukan dalam waktu

seminggu sekali.

4. Mencatat dan menghitung hasil rata-rata dari bobot ikan dan panjang ikan.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Pertumbuhan

3.4.1.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pengukuran panjang ikan dilakukan menggunakan mistar. Perhitungan ini

didasarkan pada metode sampling sebanyak 30 ekor dari total ikan. Pertambahan

panjang ikan diukur menggunakan rumus :

L=Lt-Lo

Keterangan :

L= Pertambahan panjang rata-rata ikan.

Lt= Panjang rata-rata akhir ikan uji (cm).

Lo= Panjang rata-rata awal ikan uji (cm).


3.4.1.2 Pertumbuhan Berat Mutlak

Pengukuran berat ikan dilakukan menggunakan timbangan digital.

Perhitungan ini didasarkan pada metode sampling sebanyak 30 ekor dari total

ikan. Pertambahan berat ikan diukur menggunakan rumus :

G=Wt-Wo

Keterangan :

G= Pertambahan berat rata-rata ikan.

Wt= Berat rata-rata akhir ikan uji (g).

Wo= Berat rat-rata awal ikan uji (g).

3.4.2 Sintasan (survival rate)

Sintasan (survival rate) ikan dapat dapat dihitung menggunakan rumus :

S=Nt/No x 100%

S= Survival

Nt= Jumlah ikan awal

No= Jumlah ikan akhir


3.4.3 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dilakukan pada kolam untuk mengetahui DO, Ph,

suhu dan kadar amonia dalam air. Pengukuran suhu, pH dan DO dilakukan setiap

pagi, siang dan sore hari. Pengukuran amonia dilakukan pada akhir praktikum.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan nila (Oreochromis Niloticus) dapat di lihat pada grafik

panjang dan berat berikut ini:

Gambar 2. Pertumbuha ikan nila (Oreochromis niloticus)

Pertumbuhan benih ikan nila (Oreochromis niloticus) pada kolam terpal

menunjukan hasil yang cukup baik hal ini ditunjukan dengan adanya perbedaan

pertambahan panjang maupun bobot yang di alami oleh benih ikan ketika

melakukan penyamplingan setiap minggu (Gambar 2).

Pada awal penebaran pada tanggal 28 februari 2017, rata-rata panjang dan

bobot ikan nila 500 ekor masing-masing 5,17 cm dan 3,69 gram sampai tanggal 2
april 2017 yaitu 9,8 cm dengan bobot 20,93 gram. Secara umum pertumbuhan

benih ikan nila meningkat, meningkatnya pertumbuhan ini salah satunya di

sebabkan oleh padat tebar dan pemberian pakan yang baik. Pada kepadatan yang

rendah ruang gerak ikan lebih bebas dan pergerakannya lebih banyak

dibandingkan dengan kepadatan yang tinggi, akibatnya pertumbuhan menjadi

lebih cepat karena persaingan ruang gerak akan mempengaruhi kepadatan untuk

mendapatkan pakan.
4.1.2. Sintasan (Survival Rata)

Berdasarkan pengamatan ikan nila (Oreochromis Niloticus)maka di

peroleh hasil:

Gambar 3. Sintasan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Berdasarkan gambar di atas dalam pengamatan ikan nila (Oreochromis

niloticus) awal pertumbuhan adalah 100% yang mana penebaran benih berjumlah

500 ekor, setelah satu minggu pemeliharaan terjadi penurunan yang sangat drastis

karena terjadinya mortalitas yang di sebabkan oleh serangan penyakit pada tubuh

ikan terutama bagian mata ikandi mana awal penebaran ini sangat rentang terjadi

kematian.Oleh sebab itu,perlu penangan secara khusus. Pada minggu kedua terjadi

lagi mortalitas yang di sebabkan oleh penyakit dan minggu ketiga pertumbuhan

stabil tidak ada kematian dalam minggu ketiga. Setelah minggu kelima dan

minnggu keenam terjadi lagi mortalitas terhadap ikan, memasuki minggu ketujuh

sampai minggu kedelapanpertumbuhan yang terjadi pada ikan sudah stabil seperti
minggu keenam. Hal ini menunjukan bahwa kualitas air selama praktikum masih

dalam keadaan kurang baik untuk menunjang kehidupan benih ikan nila.

Oleh sebab itu, dalam pemliharaan ikan nila ataupun jenis ikan lain yang

di budidayakan perlu melakukan penangan secara khusus dalam memelihara

benih ikan.

Nt= Jumlah ikan nila awal pemeliharaan


N0 = Jumlah ikan nila akhir pemeliharaan

4.1.3. Kualitas Air

hasil Kualitas air pada pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus)

pada kolam terpal pada minggu 1-7tertera pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air Minggu 1-7


Parameter Kisaran

Ph 5-7

Suhu 25-28ºC

Selama masa pemeliharaan dari tanggal 28 februari sampai 3 april 2017

nilai parameter kualitas air budidaya terliat masih baik. Meskipun secara umum

terjadi perubahan, namun perubahan yang terjadi masih berada dalam batas

toleransi untuk kehidupan ikan nila ((Oreochromis niloticus) yaitu ph sekitar 5-7

dan suhu 25-28ºC.


4.2 Pembahasan

4.2.1. Pertumbuhan

Pertumbuhan benih ikan nila (Oreochromis Niloticus)pada kolam terpal

menunjukan hasil yang cukup baik hal itu di tunjukan dengan adanya perbedaan

pertambahan panjang maupun berat tubuh yang di alami oleh benih ikan ketika

melakukan penyemplingan setiap minggu.

Pada awal penebaran pada tanggal 28 februari 2017, rata-rata panjang dan berat

ikan nila500 ekor masing-masing 4 cm dan 110,51 g sampai tanggal 22 april 2017

yaitu….cm dengan berat…..g. secara umum pertumbuhan ikan meningkat,

Meningkatnya pertumbuhan inisalah satunya di sebabkan oleh padat tebar. Pada

kepadatan yang rendah ruang gerak ikan lebih bebas dan pergerakanyya lebih

banyak di bandingkan dengan kepadatan yang tinggi, akibatnya pertumbuhan

menjadi lebih cepat karna persaingan ruang gerak akan mempengaruhi

kesempatan untuk mendapatkan pakan. . Panjang mutlak ikan nila sesuai dengan

rumus adalah L = ...cm - ...cm = ... cm. Berat mutlak ikan nila sesuai dengan

rumus adalah G = 405,9 (g) – 110, 51 (g) = 295,39 gram.

4.2.2.Sintasan (Survival Rate)

Derajat kelangsungan hidup (Survival Rate) benih ikan nila (Oreochromis

Niloticus) selama masa pemeliharaan adalah 90% yang mana pada awal

penebaran benih berjumlah 500 menjadi 229 ekor karena terjadi mortalitas
sebanyak 271 ekor. Mortalitas terjadi akibat kurangnya waktu frekuensi

pemberian pakan pada kolam pemelihaan dan Kualitas air dalam kolam

pemeliharaan mempengaruhi kelangsungan hidup ikan nila dibuktikan dengan

adanya kematian atau penyakit yang di sebabkan oleh kualitas air yang buruk.Hal

ini menunjukkan bahwa kualitas air selama praktikum masih dalam keadaan

kurang baik untuk menunjang kehidupan benih ikan nila (Oreochromis Niloticus).

Sintasan (survival rate) ikan nila sesuai dengan rumus adalah S = 500 ekor / 229

ekor x 100% = 2, 183.

4.2.3. Kualitas Air

Selama masa pemeliharaan dari tanggal 28 februari sampai….april 2017

nilai parameter kualitas air budidaya terliat masih baik. Meskipun secara umum

terjadi perubahan, namun perubahan yang terjadi masih berada dalam batas

toleransi untuk kehidupan ikannila ((Oreochromis Niloticus) yaitu ph sekitar…

dan suhu -ºC.

Hal ini sesuai denagn pendapat almanda dkk (2013) menyatakan

Parameter kualitas air sangat kompleks, saling berhubungan dan saling

mempengaruhi. Pada masa pemeliharan kualitas air pada media pemeliharaan

masih berada dalam kisaran optimum untuk kehidupan dan pertumbuhan benih

ikan nila yaitu suhu selama pemeliharaan bekisar antara 25,4 - 28,90C dan Derajat

keasaman (pH) selama masa pemeliharaan benih ikan lele berkisar 5.3 –6,9.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum dasar-dasar akuakultur yaitu:

1. Aklimatisasi perlu dilakukan agar ikan tidak stres saat berada dalam

kolam budidaya

2. Penanganan kualitas air dan pemberian pakan sangat berpengaruh

pada tingkat kelangsungan hidup ikan yang di budidayakan

5.2. Saran

Adapun untuk pengembangan lebih lanjut mengenai praktikum dasar-dasar

akuakultur maka penulis memberikan saran yang sangat bermafaat dan dapat

membantu dalam praktikum berikut nya yaitulebih meningkatkan lagi proses

praktikumnya agar mendapatkan nilai yang maksimum dan kurangnya tingkat

kematian atau mortalitas dan lebih serius dalam mengikuti praktikum ini. Saran

lainnya adalah lebih tepat waktu untuk melakukan praktikum dan menyiapkan

obat atau solusi agar mortalitas dan penyakit tidak terjadi pada praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA

Apleford, P., John., Lucas., Southgate.P.C., 2002. Aquakulture. Farming Aquatic


Animals And Plants. Blackwall Publising.
Arie, U. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Avnimelech, Y. 1999. C/N Ratio As a Control Element in Aquaculture Systems.


Aquaculture, 176: 227-235.

Crab, R., Y. Avnimelech, T. Defoirdt, P. Bossier, and W. Verstraete. 2007.


Nitrogen Removal Techniques in Aquaculture for Sustainable
Production.Aquaculture, 270: 1-14.

De Schryver, P., R. Crab, T. Defoirdt, N. Boon, and W. Verstraete. 2008. The


Basics of Bio-Flocs Technology: The Added Value for Aquaculture.
Aquaculture,277: 125–137.

Effendi, I. (2004). Pengantar Akuakultur. p.188. Jakarta: Penebar Swadaya.

Herlambang,. A, 2005. Junal Aplikasi Pengolahan Air Sederhana Untuk


Masyarakat Pedesaan. JAI Vol 1. No. 2

.
Khairuman dan Khairul, A 2003.Budidaya ikan Nila secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Murachman. 2010. Model Polikultur udang Windu (Penaeus monodon Fab), ikan
Bandeng (Chanos chanos0dan Rumput laut (Grasillaria Sp) Secara
Tradisional. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Pauji, A. 2007.Beberapa teknik Produksi Induk Unggul ikan nila dan ikan
Mas.Disampaikan pada pelatihan tenaga teknis sewilayah timur
Indonesia.BBAT Tatelu, Manado.

Reza. 2011. Menejemen Pengelolaan Budidaya. Penebar Swadaya: Jakarta

.
Sucipto, A. dan Prihartono, E. 2007.Pembesaran Nila Merah Bangkok. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Zeni. 2011. Sistem Menejemen Budidaya Perairan. Rineka Cipta: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai