PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Air Mata
Air mata merupakan komposisi dari kelenjar sekresi lakrimalis mayor dan
minor, sel-sel goblet dan kelenjar meibom. Normal merupakan lapisan tipis sekitar
7-10 μm yang melapisi permukaan kornea dan kongjungtiva.2,4,5
2
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba.
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar
lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV,
alergen dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi
paparan lingkungan tersebut. Komponen tear film yang berfungsi untuk
perlindungan adalah IgA, laktoferin, lisozim dan enzim peroksidase yang
dapat melawan infeksi bakteri maupun virus. Lapisan lipid mengurangi
penguapan komponen akuos akibat perubahan lingkungan. Selanjutnya,
tear flim dapat membersihkan partikel, iritan dan alergen akibat paparan
lingkungan.
Dan film air mata terdiri atas tiga lapisan yaitu :2,6,7
1. Lapisan superfisial
Film lipid monomolekular yang berasal dari kelenjar meibom. Diduga
lapisan ini menghambat penguapan dan tnembentuk sawar kedap air saat
palpebra ditutup.
3
2. Lapisan akueosa tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan
minor, mengandung substansi larut air (garam dan protein).
Lapisan ini mengandung oksigen, elektrolit dan banyak protein seperti
growth factors, yang berfungsi sebagai sumber nutrisi dan menyediakan
lingkungan yang cocok untuk epitel permukaan. Keadaan epitel
permukaan bergantung pada growth factors seperti EGF, HGF dan KGF.
Immunoglobulin dan protein lainnya seperti laktoferin, lisozim, defensin
dan IgA, menjaga pemukaan mata dari infeksi bakteri dan virus. Protein
lain seperti interleukin, meminimalkan inflamasi pada permukaan mata.
Kandungan elektrolit pada tear film, memiliki konsentrasi yang sama
dengan elektrolit serum dengan osmolaritas 300mOsm/L yang
mempertahankan volume volume sel epitel. Ion juga membantu proses
enzimatik dengan melarutkan protein. Osmolaritas yang tepat dibutuhkan
untuk mempertahankan potensial membran saraf, homeostasis seluler, dan
fungsi sekresi.
4
3. Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel
epitel kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein
dan karenanya relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak dapat
dibasahi dengan larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada
membran sel epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel
epitel permukaan. Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi
lapisan akuosa untuk menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya
dengan cara menurunkan tegangan permukaan.
Fungsi lapisan ini adalah sebagai surfaktan yang membantu air mata
membasahi epitel kornea yang bersifat hidrofobik. Lapisan ini juga
berfungsi dalam mempertahankan kejernihan penglihatan dan kekuatan
refraksi. Lapisan musin yang intak melindungi epitel dari ancaman
lingkungan dan meminimalkan pengaruh gaya yang muncul akibat mata
yang berkedip.
5
3. Glukosa 2,5 mg / deciliter.
4. Urea 0,04 mg / deciliter.
5. K+, Na+, Cl-.
6. pH : 7,357.Osmolaritas : 295-300 m osmol/l
7. Lapisan-Lapisan Film Air Mata.
Albumin mencakup 60%dari protein total air rnata, sisanya globulin dan
lisozim yang berjumlah sama banyak. Terdapat imunoglohulin IgA, IgG, dan IgE.
Yang paling banyak adalah IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan
berasal dari transudat serum saja; IgA juga di produksi sel-sel plasma di dalam
kelenjar lakrimal. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal,
kosentrasi IgE dalam cairan air mata meningkat. Lisozim air mata menyusun 21-
25% protein total, bekerja secara sinergis dengan gamma globulin dan faktor anti
bakteri non-lisozim lain, membentuk mekanisme pertahanan penting terhadap
infeksi.2,8
Enzim air mata lain juga bisa berperan dalam diagnosis berbagai kondisi
klinis tertentu, misalnya hexoseaminidase untuk diagnosis penyakit Tay-Sachs.
K+, Na+, dan CI- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata daripada di
plasma. Airmata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea
(0,04mg/dL). Perubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan kadar
glukosa dan urea dalam air mata. pH rata-rata air mataa dalah 7,357 meskipun ada
variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, airmata bersifat
isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309osm/L.2,8
Perubahan jumlah dan komposisi tear film dapat terjadi karena defisiensi
aqueous, difisiensi musin atau sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau
6
abnormalitas lipid (disfungsi kelenjar meibom). Contohnya, peningkatan
osmolaritas tear film terlhat pada pasien dengan keratoconjunctivitis sicca atau
pada blefaritis dan pada orang yang menggunakan lensa kontak. Penyebaran air
mata yang tidak merata dapat terjadi bersamaan dengan permukaan kornea atau
limbus yang tidak rata (inflamasi, jaringan parut, perubahan distropi) atau
penggunaan lensa kontak yang tidak benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan
pada kelopak mata akibat kelainan kongenital, disfungsi kelopak mata neurogenik,
atau disfungsi mekanisme berkedip.2
7
a. Lobus orbita
Adapun kelenjar utama ini memproduksi 95% komponen air dari air mata
dengan duktus ekskretorius yang bermuara ke forniks superior. Kelenjar
ini berbentuk seperti buah kenari dan lebih besar, terletak di dalam fossa
glandula lakrimalis di segmen temporal atas anterior orbita yang
dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis muskulus levator
palpebrae.
b. Lobus palpebra
Bagian palpebra lebih kecil, terletak tepat di atas segmen temporal forniks
konjungtiva superior. Disini bagian orbita dan bagian palpebra kelenjar
lakrimal dengan forniks konjungtiva superior dihubungkan oleh duktus
sekretorius lakrimal, yang bermuara pada sekitar 10 lubang kecil.
Pengangkatan bagian kelenjar palpebra akan memutus semua saluran
penghubung dan mencegah seluruh kelenjar bersekresi. Lobus palpebra
kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikan palpebra superior.
8
Vaskularisasi glandula lakrimal berasal dari arteri lakrimalis. Vena yang
mengalir dari kelenjar bergabung dengan vena oftalmika. Drainase limfe menyatu
dengan pembuluh limfe konjungtiva lalu mengalir ke dalam limfonodus pra-
aurikula. Sedangkan inervasi glandula lakrimalis adalah nervus lakrimalis
(sensoris) cabang dari devisi pertama Trigeminus, nervus petrosus superficialis
magna (sekretoris ) berasal dari nukleus salivarius superior dan saraf simpatis
yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis.
9
B. Sistem eksresi terdiri dari : 2,5,6,7
1. Punctum Lakrimalis.
Pungtum lakrimalis terletak di sebelah medial bagian superior dan inferior
dari kelopak mata dengan diameter 0,3 mm. Pungtum relatif avaskular dari
jaringan sekitarnya, selain itu warna pucat dari pungtum ini sangat membantu jika
ditemukan adanya sumbatan. Pungtum lakrimalis biasanya tidak terlihat kecuali
jika kelopak mata dibalik sedikit. Jarak superior dan inferior punctum 0,5 mm,
sedangkan jarak masing-masing ke kantus medial kira-kira 6,5 mm dan 6,0 mm.
Air mata dari kantus medial masuk ke punctum lalu masuk ke kanalis lakrimalis.
2. Kanalikuli Lakrimalis
Berasal dari pungtum lakrimalis pada puncak papilla lakrimalis, terlihat
pada tepi ekstremitas lateral lakrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan
lebih pendek, awalnya berjalan naik,dan kemudian berbelok dengan sudut yang
tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju sakus lakrimalis. Duktus
inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian hampir horizontal menuju sakus
lakrimalis. Pada sudut kanalis lakrimalis mengalami dilatasi yang disebut
10
ampulla. Pada setiap papilla lakrimalis serat otot tersusun melingkar dan
membentuk sejenis sfingter.
11
Refleks sekresi air mata dapat berupa refleks sekresi dasar ataupun sekresi
terkait stimulasi. Pada saat mengedipkan mata (blinking), air mata akan
diproduksi dan terbentuk lapisan air mata (musin-air mata-lipid) kemudian
diratakan oleh palpebra. Sekresi dasar ini dimediasi oleh nucleus lacrimalis.
Sekresi lain disebabkan oleh stimulasi kornea dan konjungtiva berupa pecahnya
lapisan air mata (tear break up) dan pembentukan titik kering (dry spot). Ini
berada di bawah kendali sistem parasimpatis. Stimulasi ini terjadi ketika terdapat
benda asing/ corpus allienum pada mata. Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh
emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati
tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai
“pensekresi dasar". Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara
kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun
banyak airmata dari kelenjar lakrimal.2,9
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan sesuai
dengan jumlah yang diuapkan dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke
sistem ekskresi. Sistem eksresi lakrimal yang terdiri dari pungtum lakrimalis,
kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, melanjutkan proses
sekresi air mata yang telah mengalir membasahi kornea dan konjungtiva. Setiap
mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga
memendekkan kanalikuli horizontal. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata
akan masuk ke pungtum sebagian karena hisapan kapiler. Dengan menutup mata,
bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang untuk
mencegah air mata keluar. Secara bersamaan palpebra ditarik ke arah krista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikuli dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus. Kerja
pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk
melalui duktus nasolakrimalis – karena pengaruh gaya berat dan elastisitas
jaringan – ke dalam meatus inferior hidung.8,9,12
12
Melalui pungtum lakrimalis yang terletak medial bagian atas dan bawah
kelopak mata, bagian bawah pungtum terletak lebih lateral dibanding pungtum
atas. Secara normal pungtum agak inversi, setiap pungtum dikelilingi oleh
ampulla, dengan setiap pungtum mengarah ke kanalikuli.10,11
13
belakang ligamentum palpebra medial dan merupakan ujung atas yang buntu dari
duktus nasolakrimalis. Dari kanalikuli lakrimalis ini air mata diteruskan ke sakus
lakrimalis oleh traksi fascia yang mengelilingi sakus lakrimalis, berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negative di dalam sakus,
kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus.10,11
Sakus lakrimalis terletak anterior medial orbital, berada dalam cekungan
tulang yang dibatasi oleh lakrimal anterior dan posterior, dimana tendo kantus
medial melekat. Pada tendo kantus medial merupakan struktur kompleks
berkomposisi krura anterior dan posterior. Dari medial ke lamina papyracea
merupakan bagian tengah dari meatus hidung, kadang juga terdapat sel ethmiod.
Bagian kubah dari sakus memanjang beberapa mm di atas tendo kantus medial.
Pada bagian superior, sakus ini dilapisi dengan jaringan fibrosa. Ini menjelaskan
mengapa pada kebanyakan kasus, distensi sakus lakrimalis memanjang dari
inferior ke tendo kantus medial. Pada bagian lateral, sakus lakrimal ini
bersambung pula dengan duktus nasolakrimalis. Dari sini air mata kemudian
berjalan melalui duktus nasolakrimalis.6
Duktus nasolakrimalis berukuran 12 mm atau lebih panjang. Berjalan
melalui tulang dalam kanalis nasolakrimalis yang melengkung inferior dan sedikit
latero posterior. Di ujung distal duktus nasolakrimalis terdapat lipatan – lipatan
yang menyerupai katup milik epitel pelapis sakus yang berfungsi untuk
menghambat aliran balik udara dan air mata. Struktur ini penting karena bila
tidak berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan
dakriosistitis menahun. Dan karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan
air mata jatuh ke dalam meatus inferior hidung.6
Kegagalan pembentukan ostium yang mengarah ke dalam hidung ini pada
kebanyakan kasus adalah disebabkan oleh obstruksi duktus nasolakrimalis
kongenital.3 Obstruksi sistem drainase saluran lakrimal kongenital biasanya
disebabkan oleh blok membran dari katup Hasner yang menutupi bagian akhir
dari saluran nasolakrimal dapat terjadi pada 50% bayi baru lahir. Sebagian besar
obstruksi terbuka spontan dalam 4-6 minggu setelah kelahiran. Suatu obstruksi
menjadi terbukti secara klinis hanya pada 2 % - 6% bayi cukup bulan pada usia 3-
14
4 minggu. Pada kasus tersebut, sepertiganya melibatkan kelainan bilateral. Rata-
rata 90% dari obstruksi duktus nasolakrimal simptomatik berakhir pada tahun
pertama kehidupan.
2. Fungsi ekskresi :
a. Uji Anel
Uji ini dilakukan untuk memeriksa fungs eksresi lakrimal, dengan cara
memberikan anastesi topikal setelah itu dilakukan dilatasi pungtum
lakrimal. Jarum anel dimasukan pada pungtum dan kanalikuli lakrimalis.
Lalu dilakukan penyemprotan denga garam fisiologik. ditanyakan kepada
pasien merasa cairan masuk kedalam tenggorokannya. Bila hal ini ada,
bererti fungsi ekresi lakrimal baik, bila tidak berarti terdapaat penyubatan
pada duktus nasolakrimalis.
b. Uji Rasa
Satu tetes larutan sakarin diteteskan pada konjungtiva, bila pasien merasa
manis setelah 5menit berarti sistem eksresi airmata baik.
15
2.5 Kelainan Air Mata dan Sistem Lakrimasi
2.5.1 Keratokonjungtivitis Sika (Sindroma Mata Kering)
Definisi
Dry eye/ sindrom mata kering adalah sekumpulan gejala akibat
meningkatnya osmolaritas tear film atau merupakan suatu keadaan keringnya
permukaan kornea dan konjungtiva.2,11
Etiologi
Kelainan ini dapat terjadi pada penyakit yang mengakibatkan: 2,12
1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya: blefaritis menahun,
distikiasis, dan akibat pembedahan kelopak mata
2. Defisiensi kelnjar air mata, seperti pada Sindrom Sjogren, Sindrom Rilley
Day, Aklarimia kongenital, aplasi kongenital saraf trigeminus, sarkoidosis
limfoma kelenjar air mata, obat-obat diuretik dan usia tua.
3. Defisiensi komponen musin, seperti pada benign ocular pempigoid,
defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom Stevens Johnson, penyakit-
penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva.
4. Akibat penguapan yang berlebihan, seperti keratitis lagoftalmus.
5. Karena parut kornea atau hilangnya mikrovili kornea.
Patofisiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mata kering ini akan
mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau berakibat perubahan
air mata yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil.
Kemudian akan timbulah bintik kering pada kornea dan konjungtiva,
pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel
epitel non goblet. Peningkatan stratifikasi sel dan peningkatan keratinisasi.2
16
Penegakan Diagnosis
o Anamnesis
Pasien paling sering datang dengan keluhan sensasi tergores (scratchy) atau
berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya: gatal, sekresi mukus berlebih,
ketidakmampuan menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas,
kemerahan, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra.2,11
o Pemeriksaan Fisik
Pada kebanyakan pasien, ciri paling jelas pada pemeriksaan mata adalah
tampilan mata yang secara kasar tampak normal. Ciri paling khas pada
pemeriksaan slit lamp yaitu terputusnya atau tiada meniskus air mata di
tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuningan kadang
terlihat dalam forniks konjungtiva inferior. Pada konjungtiva bulbaris tidak
tampak kilauan normal dan mungkin menebal, edema dan hiperemis.2,11
o Pemeriksaan Lanjutan2,11,12
1. Uji Schirmer
Uji ini dilakukan dengan cara mengeringkan air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whatman no. 41) ke dalam cul-de-sac
konjungtiva inferior di perbatasan antara sepertiga tengah dan temporal
palpebra inferior. Bagian basah yang terpajan diukur 5 menit setelah
dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi
dianggap normal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, uji ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal
utama, yang aktifitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring iu.
Uji Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0,5%)
mengukur fungsi kelenjar lakrimal assesorius (pensekresi dasar). Kurang
dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal. Namun uji Schirrner dengan
anestesi dianggap kurang dapat diandalkan.
Uji Schirmer adalah uji penyaring untuk menilai produksi air mata.
Dijumpai hasil false-positif, atau false negatif. Hasil rendah kadang-
kadang ditemukan pada mata normal secara sporadis dan uji normal dapat
dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi
musin.
2. Tear film break up time
17
Pengukuran tear film break up time kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan
musin mungkin tidak akan mempengaruhi uji Schrimer, tetapi dpat
berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini menyebabkan lapisan itu cepat
pecah. Bintik-bintik kering terbentuk dalam tear film sehingga epitel
kornea atau konjungtiva terpajan ke dunia luar. Prose ini akhirnya kan
merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal rose. Sel-sel yang
rusak akan terlepas dari kornea meninggalkan daerah-daerah kecil yang
dapat dipulas saat permukaan kornea dibasahi fluoresen.
Tear film break up time dapat diukur dengan meletakkan secarik kertas
berfluoresen yang sedikit dilembapkan pada konjungtiva bulbaris, dan
meminta pasien berkedip. Tear film kemudian diperiksa dengan bantuan
filter cobalt pada slit lamp, sementara pasien diminta untuk tidak berkedip.
Waktu sampai munculnya bintin-bintik kering yang pertama pada lapisan
berfluorosein kornea adalah tear film break up time. Biasanya waktu ini
lebih dari 15 detik, tetapi akan berkurang secara nyata pada penggunaan
anestesi lokal, manipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap
terbuka. Waktu ini akan lebih pendek pada mata dengan defisiensi air mata
dan selalu lebih singkat dari normalnya pada mata yang kekurangan
musin.
3. Uji Ferning Mata
Sebuah uji sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva
dilakukan dnegan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca objek
bersih. Percabangan terlihat seperti pohon (ferning) yang tampek secara
mikroskopis terlihat pada mata nomal. Pada pasien konjungtivitis yang
menimbulkan parut (pemfigoid mata, sindrom Stevens johnson, parut
konjungtiva difus) percabangan mukus tersebut berkurang atau hilang.
4. Sitologi Impresi
Sitologi impresi aalah cara untuk menghitung densitas sel goblet di
permukaan konuungtiva. Pada orang normal, populasi sel gonlet tertingga
terdapat ada di kuadran infranasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada
18
kasus keratokonjungtivitis sika, trakoma, pemfigoid okular dengan
sikatrik, sindrom Stevens Johnson, dan avitaminaosis A.
5. Pemulasan Fluorescein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berfluoresecein
adalah indikator baik untuk derjat basahnya mata, dan meniskus air mata
dapat dilihat dengan mudah. Fluorescein akan memulas daerah-daerah
erosi dan terluka selain defek mikroskopis pada epitel kornea.
6. Pemulasan Rose Bengal dan Lissamine Green
Kedua pemeriksaan ini sama sensitifnya untuk pemulasan konjungtiva.
Kedua pewarnaan akan memulas sel-sel epitel non vital yang mengering
dari konjungtiva dan sedikit dari kornea. Tidak seperti Bengal Rose, hijau
lissamine tidak nyata menimbulkan iritasi.
7. Penilaian kadar lisozim air mata
Penurunan kadar lisozim umumnya terjadi pada perjalanan awal sindrom
Sjogren dan berguna untuk mendiagnosis penyakit tersebut. Air mata
ditampung pada kertas Schirmer dan dinilai kadarnya. Cara paling umum
adalah dengan penilaian secara spektrofotometris.
8. Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjunctivitis Sicca
dan pemakai lensa kontak, diduga sebagai akibat berkurangnya
sensitivitats kornea. Berbagai laporan menyebutkan bahwa
hiperosmolalitas dalah uji paling spesifik bagi keratokonjunctivitis sicca.
Keadaan ini bahkan ditemukan pada pasien dengan uji Schirmer dan
pemulasan rose bengal normal.
19
9. Laktoferin
Laktoferin dalam air mata akan rendah pada pasien hiposekresi kelenjar
lakrimal
Terapi
1. Jelaskan pada pasien bahwa mata kering adalah suatu keadaan kronik dan
pemulihan total sukar terjadi kecuali pada kasus ringan, saat perubahan
epitel kornea masih reversibel.
2. Air mata buatan
Fungsi utama pengobatan ini adalah untuk mengganti cairan. Pemulihan
musin adalah tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, telah
ditambahkan polimer-polimer larut air dengan berat molekul tinggi pada
air mata buatan sebagai usaha memperbaiki dan memperpanjang lama
pelembapan permukaan. Agen mukomimetik lainnya berupa natrium
hialuronat dan larutan dari serum pasien sendiri sebagai tetsan mata. Jika
mukus kental seperti pada sindrom Sjogren, agen mukolitik (misal
acetylcysteine 10 %) dapat menolong. Pasien yang memerlukan beberapa
kali penetesan sebaiknya memakai larutan tanpa bahan pengawet, untuk
mencegah terjadinya toksisitas kornea dan idiosinkrasi.
3. Antibiotik
Untuk mengatasi infeksi, terutama dipikirkan pada pasien dengan
kelebihan lipid dalam air mata dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
adanya infeksi sekunder seperti pada blefaritis kronik.
4. Vitamin A topikal
Untuk pemulihan metaplasia permukaan mata.
5. Tindakan bedah
Dapat berupa pemasangan sumbatan pada punctum yang bersifat temporer
(kolagen) atau untuk waktu yang lebih lama (silikon), tindakan ini untuk
menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara
permanen dapat dilakukan dengan terapi termal (panas), kauter listrik, atau
dengan laser.
Komplikasi2
20
1. Pada awal penyakit dapat terjadi gangguan penglihatan.
2. Pada tahap lanjut:
a. ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi.
b. Infeksi sekunder bakteri yang mengakibatkan terbentuknya jaringan
parut dan neovaskularisasi sehingga menurunkan penglihatan.
B. Dakrioadenitis
Definisi
Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars
sekretorik. Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya
dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik lainnya.
Merupakan penyakit langka dan terjadi pada anak-anak sebagai kompplikasi
penyakit lain.2,5
Etiopatofisiologi
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan
bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di
konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis.2
Beberapa penyebab utama dari proses infeksi terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Viral (penyebab utama)
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus,
Herpes zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses dan
Coxsackievirus A.
2. Bacterial
21
Staphylococcus aureus, Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium leprae, dan
Mycobacterium tuberculosis.
3. Fungal (jarang)
Klasifikasi
A. Dakrioadenitis Akut2,4,5
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar air mata
di dalam palpebra superior , hal ini dapat ditemukan apabila kelopak mata atas
dieversi, maka akan kelihatan tonjolan dari kelenjar air mata yang mengalami
proses inflamasi . Pada perabaan karena ini merupakan suatu proses yang akut
maka biasanya akan sangat nyeri dan dapat diikuti oleh gejala klinis lainnya yaitu
kemosis (pembengkakkan konjungtiva), konjungtival injeksi , mukopurulen
sekret, erythema dari kelopak mata, lymphadenopati (submandibular),
pembengkakkan dari 1/3 lateral atas kelopak mata (S- shape ), proptosis,
pergerakan bola mata yang terbatas.
Sebagai diagnosis bandingnya adalah hordeolum internum namun
biasanya lebih kecil dan melingkar, lalu bisa juga dipikirkan abses kelopak mata
dengan biasanya terdapat fluktuasi, ataupun selulitis orbita yang biasanya
22
berkaitan dengan penurunan pergerakan mata
B. Dakrioadenitis Kronik2,4,5
Pada darkrioadenitis kronis gejala klinisnya tidak terdapat gejala
peradangan akut. Umumnya tidak ditemukan nyeri, ada pembesaran kelenjar
namun dapat digerakan, tanda-tanda ocular minimal, ptosis bisa ditemukan, dapat
ditemukan sindroma mata kering. Diagnosis bandingnya adalah periostitis dari
kelopak mata atas dan Lipodermoid.
Terapi
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotika local dan
sistemik sesuai dengan penyebabnya, juga terapi simptomatik seperti analgetika
dan antipiretika. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi.
23
Etiologi
Etiologi primer dakriosistitis adalah obstruksi nasolakrimal yang
menyebabkan mukokel pada sakkus lakrimalis yang dipresipitasi oleh blokade
kronik pada duktus nasolakrimal interosseus atau intramembranous. Dakriosistitis
akut pada anak-anak biasanya disebabkan oleh Haemophylus influenza. Pada
orang dewasa, biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Streptococcus β hemoliticus sedangkan dakriosistitis kronis disebabkan oleh
Staphyloccus epidermidis, Streptococcus pneumonia dan jarang disebabkan oleh
Candida albicans. Agen infeksi dapat ditemukan secara miroskopik dengan
apusan konjungtiva yang diambil setelah memeras sakkus lakrimalis.2,13
Penegakan Diagnosis
Dakriosistitis dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu : akut, kronik dan
kongenital. Gejala utama dakriosistitis adalah mata berair dan kotoran mata
berlebih. Pada dakriosistitis berbentuk akut, di daerah sakkus lakrimalis terdapat
gejala radang, sakit, bengkak , nyeri tekan. Materi purulen dapat diperas dari
sakkus. Peradangan berupa pembengkakan, merah dan nyeri , biasanya disertai
dengan pembengkakan kelenjar pre aurikuler, submandibuler dan disertai
peningkatan suhu tubuh. Kadang-kadang kelopak mata dan daerah sisi hidung
membengkak. Pada stadium lanjut dapat terjadi komplikasi berupa fistula. Pada
dakriosistitis kronik , tanda satu-satunya adalah keluar air mata berlebih.2
24
tes menyemprot ke dalam saluran air mata, dan bila diperlukan dilakukan
pemeriksaan dakriosisitogafi.2,13 Untuk menentukan adanya gangguan pada system
eksresi air mata dilakukan :
Inspeksi pada posisi punctum
Palpasi daerah sakkus lakrimal, apakah mengeluarkan cairan bercampur
nanah
Irigasi melalui punctum dan kanalikuli lakrimal, bila cairan mencapai
rongga hidung , maka system eksresi berfungsi baik (tes anel).
Probing yaitu memasukkan probe Bowman melalui jalur anatomic system
eksresi lakrimal. Tindakan probing didahului oleh dilatasi pungtum dengan
dilatators.
Terapi
Penatalaksanaan dakriosistitis tergantung pada manifestasi klinik penyakit, yaitu
dengan pemberian antibiotik sistemik yang tepat dan sesuai berdasarkan respon
klinik dan hasil kultur dan sensitivitas. Antibiotik intravena dapat diganti dengan
antibiotic oral dengan dosis yang sebanding tergantung dari tingkat perbaikan,
tetapi terapi antibiotic harus tetap dilakukan selama 10-14 hari. Pemberian
antibiotik oral lebih efektif pada sebagian besar infeksi, pemberian antibiotik
topikal perlu dikurangi, karena tidak mampu mencapai lokasi infeksi. Pada
dakriosisitits akut pemberian cholamfenicol topikal dan antibiotik sistemik sampai
infeksinya teratasi.2
Kompres air hangat dan massase di bawah area kantus, pemberian
analgesic seperti acetaminophen bila perlu serta insisi dan drainase pada abses.
Koreksi dengan pembedahan dapat dipertimbangkan berupa
dacryocystorhinostomy setelah episode akut sembuh, khususnya pada pasien
dengan dakriosistitis kronik.2
25
B. Kanalikulitis
Kanalikulitis adalah infeksi yang terjadi di kanalikulus. Sering terjadi pada
orang tua usia 50 tahun keatas dengan penyebab utama adalah Actinomyces
israelii. Dapat terjadi pada orang usia muda sekitar 20 tahunan atau dibawahnya
biasanya penyebab tersering adalah infeksi herpes. Jika tidak ditangani dengan
benar dapat terjadi stenosis dari kanalikulus biasanya oleh dakriolit. Dakriolit
adalah batu yang terbentuk dari air mata dan debris serta sisa epitel yang
bergabung jadi satu. Keluhan biasanya terjadi epifora , terdapat pengeluaran
sekret yang serous ataupun mukopurulen dan biasanya unilateral.2,5,13
26
BAB III
PENUTUP
Air mata merupakan komposisi dari kelenjar sekresi lakrimalis mayor dan
minor, sel-sel goblet dan kelenjar meibom. Normal merupakan lapisan tipis sekitar
7-10 μm yang melapisi permukaan kornea dan kongjungtiva. Air mata yang
berfungsi untuk membasahi dan mengkilapkan permukaan kornea, menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, dan memberikan nutrisi pada kornea sedangkan
saluran lakrimal berfungsi untuk drainase.
Ketika terjadi gangguan akan menyebabkan perubahan jumlah dan
komposisi tear film yang terjadi karena defisiensi aqueous, difisiensi musin atau
sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau abnormalitas lipid (disfungsi
kelenjar meibom). Ataupun dapat terjadi penyebaran air mata yang tidak merata
bersamaan dengan permukaan kornea atau limbus yang tidak rata (inflamasi,
jaringan parut, perubahan distropi) atau penggunaan lensa kontak yang tidak
benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan pada kelopak mata akibat kelainan
kongenital, disfungsi kelopak mata neurogenik, atau disfungsi mekanisme
berkedip.
Kelainan yang terjadi pada air mata adalah sindroma mata kering dimana
meningkatnya osmolaritas tear film atau merupakan suatu keadaan keringnya
permukaan kornea dan konjungtiva. Hal ini perlu diterapi segera atau dapat
menyebabkan komplikasi, yaitu dengan pemberian airmata, antibiotik dan vitamin
A topikal atau pembedahan bila diperlukan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sloane E, Anatomi dan Fisologi Mata, Alih bahasa : Veldman J. Jakarta : EGC.
2003. 184-186.
2. Eva. Roirdan Paul & Whitcher J.P.Aparatus Lakrimal dan Air mata.
Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury, Edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. 85-93.
3. Sims, Judith. Lacrimal Duct Obstruction; 2009 (serial online) (diakses 5 April
2014). Diunduh dari URL : Gale Encyclopedia of Medicine.
4. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta : EGC. 2005. 104-110.
5. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran, edisi ke-2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta
: EGC. 2007. 77-90.
6. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit Eyelids
and Lacrimal System. San Fransisco: 2011 . American Academi of
Ophtalmology
7. Snell RS. Anatomi klinik. Alih bahasa : Sugiharto L. Edisi 6. Jakarta : EGC;
2010. 768.
8. Kanski JJ. Clinical Opthalmology. 3rd edition. London: Butler and Tamer;
1994. Hal. 68-9.
9. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi pertama. Yogyakarta: Bagian
Ilmu Penyakit Mata FKUGM. 2007.
10. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Basic and Clinical
Science Course : Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. Section 7. United
Stated of America : American Academy of Ophtalmology: 2009-2010. Hal.
266-67.
11. Anonim. The Definitive Source for Dry Eye Information on Internet. 2008
(serial online) (diakses 5 April 2014). Diunduh dari URL : http://dryeye.org
12. Anonim. The Anatomy of Evaporative Dry Eye. 2008 (serial online) (diakses
5 April 2014). Diunduh dari URL : http://tearscience.com
13. Sastrosatomo H, Irwan D, Simangunsong L. Penanganan Gangguan Sistem
Ekskresi Lakrimal. Cermin Dunia Kedokteran. 1993. Hal. 87
28