Anda di halaman 1dari 14

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut

berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga
menentukan proses biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik.

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh
organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik
diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya
diperoleh dari proses oksidasi.

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari
udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. DO di dalam air
sangat tergantung pada temperature dan salinitas.

Keseimbangan oksigen terlarut (OT) dalam air secara alamiah terjadi secara berkesinambungan.
Mikoorganisme sebagai makhluk terkecil dalam air, untuk pertumbuhannya membutuhkan sumber
energi yaitu unsur karbon (C) yang dapat diperoleh dari bahan organik yang berasal dari tanaman,
ganggang yang mati, maupun oksigen dari udara.

Oksigen yang dimanfaatkan untuk proses penguraian bahan organik tersebut akan diganti oleh oksigen
yang masuk dari udara maupun dari sumber lainnya secepat habisnya oksigen terlarut yang digunakan
oleh bakteri atau dengan kata lain oksigen yang diambil oleh biota air selalu setimbang dengan oksigen
yang masuk dari udara maupun dari hasil fotosintesa tanaman air.

Apabila pada suatu saat bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah
aktivitas manusia (seperti limbah organik dari industri), yang berarti suplai karbon (C) melimpah,
menyebabkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan berlipat ganda, yang berati juga
meningkatnya kebutuhan oksigen, sementara suplai oksigen dari udara jumlahnya tetap. Pada kondisi
seperti ini, kesetimbangan antara oksigen yang masuk ke air dengan yang dimanfaatkan oleh biota air
tidak setimbang, akibatnya terjadi defisit oksigen terlarut dalam air. Bila penurunan oksigen terlarut
tetap berlanjut hingga nol, biota air yang membutuhkan oksigen (aerobik) akan mati, dan digantikan
dengan tumbuhnya mikroba yang tidak membutuhkan oksigen atau mikroba anerobik.
Kualitas Air
Menurut Effendi (2003) kualitas air yaitu sifat
air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan
dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika
(suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dll.), parameter
kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, COD, dll.) dan
parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dll.)
Ada dua tipe kriteria tentang kualitas air di
dalam masalah pencemaran. Kualitas air buangan yang
disebut “waste water effluent”, yang dapat diterapkan
dengan suatu standarisasi, sehingga kita nantinya
mengenal dengan nama “ Effluent Standart” (standar
air buangan). Standar lain lagi yaitu standar dari air
yang berada di dalam badan air itu sendiri dimana
nantinya akan menerima air buangan. Standar air dari
“badan air” ini disebut “Stream standard” (Ryadi,
1984).
Beberapa jenis aktivitas utama yang
mempengaruhi kualitas air yang digunakan untuk
budidaya perikanan antara lain (1) kegiatan domestik,
(2) kegiatan industri dan (3) kegiatan pertanian dan
perkebunan; terutama akibat penambahan pupuk dan
pembasmi hama, dimana senyawa-senyawa yang
terdapat di dalamnya tidak mudah terurai walaupun
dalam jumlah yang sedikit, tetapi justru aktif pada
konsentrasi yang rendah. Selain itu, sedimen termasuk
mempengaruhi kualitas air yang cukup besar ketika
terjadi penebangan pohon-pohonan, pembuatan parit-
parit, perambahan hutan, dan lain-lain. Belum lagi,
efluen organik yang dihasilkan oleh peternakan dapat
menyebabkan pencemaran yang cukup serius. Zat hara
tanaman (garam-garam nitrat dan fosfat yang larut
dalam air), yang berasal dari penguraian limbah organik
seperti limbah cair atau pelepasan pupuk nitrat, yang
jika berlebihan dapat mengakibatkan eutrofikasi.
Menyadari pentingnya kegiatan perikanan budidaya di
daerah tersebut, pengamatan kadar beberapa logam
berat yang ada pada air dan ikan di perairan
pengembangan budidaya perikanan perlu dilakukan.
Berdasarkan itu akan dapat diketahui dampak logam
berat terhadap kesehatan ikan yang ada di daerah
pengembangan perikanan budidaya (Syofyan, dkk.,
2011).
Menurut Ryadi (1984), beberapa jenis kualitas air
yang perlu kita kenal untuk kegunaan praktis sehari-hari
antara lain:
1. Standart kualitas air air minum (nasional maupun
internasional).
2. Standart kualitas air untuk rekreasi dan atau tempat
pemandian alam (nasional atau internasional).
3. Standart kualitas air yang dihubung-hubungkan dengan
bahan buangan dari industri (disebut waste water
effluent).
4. Standart kualitas air sungai (stream standard). Ini
masih membedakan macam-macam standar
berdasarkan pertimbangan kegunaannya, air sungai
yang digunakan sebagai media atau sumber hayati
(perikanan) adalah berbeda bila digunakan sebaliknya
sebagai sumber baku Perusahaan Air Minum (PAM).
Demikian pula, berbeda bila sungai tempat
penampungan dan pembuangan segala bahan buangan
hingga tidak lagi dituntut persyaratan standar yang
begitu tinggi seperti standar-standar lainnya.

Menurut Peraturan Pemerintah Kesehatan RI no. 20


tahun 1990
Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia,
sehingga kualitas air turun samapai ketingkat tertentu
yang membahayakan, yang mengakibatkan air tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Beberapa
sumber pencemaran air berasal dari domestik (Rumah
Tangga) seperti pembuangan air kotor dari kamar
mandi, kakus dan dapur. Limbah dari Industri seperti
pasir atau lumpur yang tercampur dalam limbah air,
Merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Timah hitam (Pb),
Pestisida dan jenis logam berat lainnya. Limbah
pertanian dan perkebunan seperti penggunaan pupuk,
dalam mikrobiologi misalnya bakteri, virus, parasit yang
bersal ddari kotoran ternak dan cacing tambang di
lokasi perkebunan (Mukono, 2000).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82
tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air menetapkan kriteria
kualitas air yang dapat diterima untuk serangkaian
kategori pengguna:
§ Kelas satu: Air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk air baku air minum dan peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
§ Kelas dua: Air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk prasarana dan sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peeruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yangsama dengan kegunaan
tersebut.
§ Kelas tiga : Air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanaman, dan atau peeruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
§ Kelas empat : Air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Parameter Fisika
Suhu
Suhu air mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap proses pertukaran atau metabolisme makhluk
hidup. Selain mempengaruhi proses pertukaran zat,
suhu juga berpengaruh terhadap kadar oksigen yang
terlarut adalam air, juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Dalam berbagai
hal suhu berfungsi sebagai syarat rangsangan alam yang
menentukan beberapa proses seperti migrasi, bertelur,
metabolisme, dan lain sebagainya. Di perairan lokasi
budidaya ikan sistem karamba mempunyai kisaran suhu
antara 27 - 30°C. Ikan dapat tumbuh dengan baik pada
kisaran suhu 25- 32°C, tetapi dengan perubahan suhu
yang mendadak dapat membuat ikan stress (Pujiastuti,
dkk., 2008).
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan
viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi.
Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan
kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4,
dan sebagainya. Selain itu, peningkatan suhu juga
meningkatkan kecepatan metabolisme dan respirasi
organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan
peningkatan konsumsi oksigen (Effendi, 2003).
Kekeruhan
Kekeruhan dan warna dapat terjadi karena
adanya zat-zat koloid berupa zat-zat yang terapung
serta terurai secara halus sekali, kehadiran zat organik,
lumpur atau karena tingginya kandungan logam besi dan
mangan. Kehadiran amonia dalam air bisa berasal
karena adanya rembesan dari lingkungan yang kotor,
dari saluran air pembuangan domestik. Amonia
terbentuk karena adanya pembusukan zat organik
secara bakterial atau karena adanya pencemaran
pertanian. Kandungan besi dan mangannya tinggi (>0,3
mg/l untuk besi dan >0,1 mg/l untuk mangan)
disebabkan batuan penyusun akuifer yang banyak
mengandunglogam besi dan mangan. Pada umumnya
senyawa besi dan mangan sangat umum terdapat dalam
tanah dan mudah larutdalam air terutama bila air
bersifat asam. Kandungan bakteri coli disebabkan
kemungkinan oleh tangki jamban (septic tank) dibuat
terlalu berdekatan dengan sumur atau sumur
berdekatan dengan sungai yang telah tercemar oleh
tinja manusia (Kodoatie dan roestam, 2010).
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan
terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan
dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat
menghambat penetrasi cahaya kedalam air. Tingginya
nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi pada
proses penjernihan air (Effendi, 2003).
Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi
perairan yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan
dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan
padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan
sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi,
2003).
Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh
keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut,
partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan
lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat
mengakibatkan tingkat kecerahan air waduk menjadi
rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas
perairan. Parameter kecerahan dapat untuk
mengetahui sampai dimana proses asimilasi dapat
berlangsung di dalam air. Air yang tidak terlampau
keruh dan tidak terlampau jernih baik untuk kehidupan
ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang
disebabkan oleh jasad renik atau plankton .Total
Suspended Solid (TSS) suatu contoh air adalah jumlah
bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air
tertentu, dengansatuan mg perliter. Padatan
tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, bahan
melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan
tersuspensi mengandung bahan organik dan bahan
nonorganik. Bahan anorganik antara lain berupa liat dan
butiran pasir, sedangkan bahan organik berupa sisa-sisa
tumbuhan dan padatan biologi lainnya seperti sel alga,
bakteri dan sebagainya, dapat pula berasal dari kotoran
hewan, kotoran manusia, lumpur dan limbah industri
(Pujiastuti, dkk., 2008).
Warna
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi
dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna
tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah
warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia
yang terlarut. Sedangkan warna tampak disebabkan
oleh bahan kimia dan bahan tersuspensi ( Effendi,
2003).
Warna air mempunyai hubungan dengan kualitas
perairan. Warna perairan dipengaruhi oleh adanya
padatan terlarut dan padatan tersuspensi.Nilai warna
perairan ada kaitannya dengan masuknya limbah
organik dan limban anorganik yang berasal dari KJA
(keramba jaring apung) dan pemukiman penduduk yang
berada disekitar wilayah perairan (Effendi, 2003)
Salinitas
Salinitas adalah larutan garam yang pada kadar
tertentu akan mempengaruhi kualitas air. Paraneter
yang terpenting adalah konsentrasi kadar garam dan
total larutan benda padat atau Total Dissolved Solids
(TDS). Definisi dari salinitas dan hubungannya dengan
TDS adalah berat total semua larutan substansi setiap
unit berat air dengan semua karbon teroksidasi, semua
bromida dan iodium diganti oleh Khlorine serta bahan
organik teroksidasi pada 4800 C. Efek salinitas
berpengaruh terhadap manusia karena kadar garam di
dalam air melebihi dari yang diijinkan maka pengaruh
salinitas terhadap manusia adalah penurunan kualitas
dan potabilitas air yang berdampak pada kesehatan dan
aktifitas manusia (Kodoatie, 1996).
Pada perairan laut dan limbah industri, salinitas
perlu diukur. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang
terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan
total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromina dan iodida digantikan
oleh klorida, dan semua bahan organik yang telah
dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau
promil (0/00). Terminologi yang mirip dengan salinitas
adalah klorinitas, yang hanya mencakup klorida,
bromida, dan iodida, dan memiliki nilai yang lebih kecil
daripada salinitas (Effendi, 2003).

Parameter Kimia
Ph ( Derajat Keasaman)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah
atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan Derajad
keasaman menunjukkan suasana air tersebut apakah
masih asam ataukah basa. Secara umum nilai pH
menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau
kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan
bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat basa .Adanya karbonat, bikarbonat
dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air,
sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam
karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Limbah
buangan industri dan rumah tangga dapat
mempengaruhi nilai pH perairan. Derajad keasaman
mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuh-
tumbuhan dan hewan air, sehingga sering dipergunakan
sebagai petunjuk untuk untuk menyatakan baik
buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup biota
air. (Pujiastuti, dkk., 2013).
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa
kimia. Senyawa amoniak yang dapat terisolasi banyak
ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah.
Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun,
pada suasana pH tinggi lebih banyak ditemukan amonia
yang tidak terionisasi (unioized) dan bersifat toksik.
Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap
kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan
amonium (Effendi, 2003)
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan untuk kelangsungan
hidup organisme di perairan, oksigen juga diperlukan
dalam proses dekomposisi senyawa- senyawa organik
menjadi senyawa anorganik. Sumber oksigen terlarut
terutama berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air terjadi secara
langsung pada kondisi stagnant (diam) atau karena
agitasi (pergolakan massa air) akibat adanya gelombang
atau angin. Kandungan oksigen terlarut menunjukkan
jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Adanya
oksigen yang terlarut dalam air secara mutlak terutama
dalam air permukaan (Pujiastuti, dkk., 2013).
Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak
menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan
organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut
dengan jumlah cukup. Kebutuhan oksigen sangat
dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi antar-organisme.
Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan
mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik
sehingga saat kadar oksigen terlarut rendah dan
terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi,
organisme akuatik menjadi lebih menderita (Effendi,
2003).
BOD
BOD (Biological Oxygen Demand) merupakan
salah satu indikator pencemaran organik pada suatu
perairan. Bahan organik akan distabilkan secara biologi
dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi
aerobik atau anaerobik, maka jumlah oksigen yang
dibutuhkan akan semakin bertambah (Pujiastuti, dkk.,
2013).
Secara tidak langsung, BOD merupakan
gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk
mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida
dan air. Pada proses dekomposisi bahan organik,
mikroba memanfaatkan bahan organik sebagai bahan
makanan dari suatu rangkaian reaksi biokimia yang
kompleks. Reaksi-reaksi tersebut dapat berupa
katabolisme maupun reaksi anabolisme. Pada reaksi
katabolisme, makanan (bahan organik) dipecah atau
diuraikan untuk menghasilkan energi. Pada reaksi
anabolisme, energi pada mahluk hidup melibatkan
senyawa Adenosine Triphosphate (ATP) (sebagai tempat
penimpanan energi) dan senyawa Adenosine
Diphosphate (ADP). Pemecahan senyawa ATP dan ADP
disertai dengan pelepasan energi. Energi yang
tersimpan dalam bahan anorganik digunakan untuk
membentuk kembali ATP dari ADP.
COD
COD (Chemycal Oxygen Demand) adalah nilai
yang menunjukkan banyaknya oksigen yang diperlukan
oleh oksidator kalium dikromat untuk mengoksidasi zat-
zat yang terkandung di dalam air. Nilai COS merupakan
ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alami tidak dapat dioksidasi secara alamiah
melalui proses mikrobiologi dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Pujiastuti,
dkk., 2013).
Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan
bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi
menjadi karbondioksida dan air dibantu dengan
oksidator kuat (kalium dikromat/ K2Cr2o7) dalam
suasana asam. Dengan menggunakan dikromat sebagai
oksidator diperkirakan 95%-100% bahan organik dapat
dioksidasi (Effendi, 2003).

Anda mungkin juga menyukai