Anda di halaman 1dari 5

2.

4 Tanda dan gejala


Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-
4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum,
bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya
penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker
berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi
suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah,
tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah
bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka
biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara
keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-
12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa
bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan
kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi
pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati
bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan
pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan
ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan
bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami
kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit
ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan,
mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten
dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau
berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang
luka yang infeksi kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan
sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai
organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut.
Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah
pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa
terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk
di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.

3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3
jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan
neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada
bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk,
kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental,
kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia)
dan kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah,
menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai
kejang otot (paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan
peradangan sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian
terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan
kendur (paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami
demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan
yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan
ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan
kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan
akan kebesaran dan penurunan persepsi.
c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang progresif,
yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada
tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama
dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil
mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian
terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan
tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan
wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh,
terutama lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga
terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang,
sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan
pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi
penderita bisa mengalami cedera.
5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

2.5 Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum.
Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil
yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa
hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya
seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat
paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan
dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1
kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil,
putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu,
cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang
bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau
tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali
disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya
menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat
mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
C. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma
umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma
dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar
mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru,
testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
D. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis
(pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10%
penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak
terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis
ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan
mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi
positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non
treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya
VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi
negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau
ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI.
Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan
dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis.

Anda mungkin juga menyukai