1. Judul
Pemanfaatan Fly Ash (Abu Terbang) Dari Pembakaran Batubara Pada PLTU
Suralaya Sebagai Bahan Baku Pembuatan Refraktori Cor
2. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata pencemaran. Pencemaran
sendiri terdiri dari beberapa macam, antara lain pencemaran tanah, pencemaran air,
pencemaran udara, serta pencemaran suara. Pencemaran tersebut memberikan dampak yang
sangat berbahaya terhadap kehidupan makhluk hidup. Bagi manusia bahaya dari pencemaran
ini bukan hanya mengarah kepada bahaya kesehatan tetapi juga bahaya kematian.
Salah satu pencemaran yang paling berbahaya dan memberikan dampak yang cukup
besar adalah pencemaran udara. Pencemaran udara sendiri mengandung pengertian masuk
atau dimasukkannya masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, atau komponen lain ke
dalam udara dari kegiatan manusia atau proses alam sehingga menurunkan kualitas udara
tersebut ke titik tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang/tidak berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukkannya.
Pada dasarnya semua pencemaran itu berbahaya bagi kehidupan, tetapi pencemaran udara
menjadi salah satu pencemaran yang dikategorikan sebagai pencemaran yang sangat
berbahaya. Hal ini dikarenakan partikel polutan dari pencemaran ini berukuran sangat kecil
sehingga tidak disadari oleh masyarakat. Sumber pencemar dalam pencemaran udara tidak
hanya berasal dari aktivitas manusia (karena tangan manusia), tetapi juga oleh sumber-
sumber pencemar yang datangnya akibat peristiwa alamiah seperti gunung meletus, bencana
alam, dan lain-lain. Berdasarkan wujud fisiknya, pencemar-pencemar yang terdapat di udara
tidak hanya berupa gas atau uap, melainkan kontaminan itu dapat juga sebagai benda-benda
padat sebagai partikel, yaitu berupa debu, asap, kabut, dan lain-lain, bahkan panas dan bau
juga.
Partikulat termasuk dalam salah satu polutan pencemaran udara. Secara umum partikel
yang mencemari udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-
partikel tersebut sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah
tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan
ataupneumoconiosis.
Fly Ash merupakan salah satu jenis partikulat yang dapat diklasifikasikan dalam debu.
Hal ini karena biasanya Fly Ash dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Abu terbang (fly ash)
sebagai limbah PLTU berbahan bakar batu bara dikategorikan oleh Bapedal sebagai limbah
berbahaya (B3). Sehubungan dengan meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan
bakar batubara di Indonesia, maka jumlah limbah abu terbang juga akan meningkat yaitu
jumlah limbah PLTU pada tahun 2000 sebanyak 1,66 juta ton, sedangkan pada tahun 2006
diperkirakan akan mencapai sekitar 2 juta ton. Khusus untuk limbah abu dari PLTU Suralaya,
sejak tahun 2000 hingga tahun 2006, diperkirakan ada akumulasi jumlah abu sebanyak
219.000 ton/tahun. Jika limbah abu ini tidak dimanfaatkan akan menjadi masalah pencemaran
lingkungan, yang mana dampak dari pencemaran akibat abu terbang (fly ash) sangat
berbahaya baik bagi lingkungan maupun kesehatan. Oleh karena itu, penelitian tentang studi
kasus pencemaran udara yang disebabkan oleh partikulat khususnya abu terbang (Fly Ash)
perlu dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana dampak serta pemanfaatannya terhadap
lingkungan.
3. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini kami membahas tentang sumber, dampak, penanggulangan dan
kendala yang disebabakan oleh partikulat di udara terhadap lingkungan.
4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta menginformasikan tentang
sumber, dampak, penanggulangan dan kendala yang disebabakan oleh partikulat di udara
terhadap lingkungan.
5. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini antara lain masyarakat menjadi tahu bahwa abu terbang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan refraktori cor sehingga di samping menjaga
lingkungan dapat digunakan sebagai mata pencaharian.
6. Tinjauan Pustaka
a. Karakteristik Fly Ash (Abu Terbang)
Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di dalam
furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa pembakaran serta di
tangkap dengan mengunakan elektrostatic precipitator.Fly ash merupakan residu mineral
dalam butir halus yang dihasilkan dari pembakaran batu bara yang dihaluskan pada suatu
pusat pembangkit listrik.Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di dalam batu
bara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya. Bahan ini memadat selama berada
di dalam gas-gas buangan dan dikumpulkan menggunakan presipitator elektrostatik.
Karena partikel-partikel ini memadat selama tersuspensi di dalam gasgas buangan,
partikel-partikel fly ash umumnya berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang
terkumpul pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran silt (0.074 – 0.005
mm). Bahan ini terutama terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3)
dan besi oksida (Fe2O3).
Menurut laporan teknik PT PLN (Persero) (1997), di Indonesia produksi limbah
abu terbang dan abu dasar dari PLTU diperkirakan akanmencapai 2 juta ton pada tahun
2006, dan meningkat menjadi hampir 3,3 juta ton pada tahun 2009. Khusus untuk PLTU
Suralaya, sejak tahun 2000 hingga 2006 diperkirakan ada akumulasi jumlah abu sebanyak
219.000 ton per tahun.Produksi abu terbang batubara (fly ash) didunia pada tahun 2000
diperkirakan berjumlah 349 milyar ton. Produksi abu terbang dari pembangkit listrik di
Indonesia ini terus meningkat, pada tahun 2000 yang jumlahnya mencapai 1,66 milyar ton
dan diperkirakan mencapai 2 milyar ton pada tahun 2006.Jika limbah abu ini tidak
ditangani akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Salah satu kemungkinan
penanganannya adalah dengan memanfaatkan abu terbang ini untuk bahan baku
pembuatan refraktori..Penyumbang terbesar produksi abu terbang batubara adalah sektor
pembangkit listrik.
Tabel 1. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU di Indonesia
meta equiv="Content-Type"
content="text/html; charset=utf-8">
Tabel 2. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU Suralaya
Uji distribusi ukuran dengan Fritsch Particle Sizer, dan ayakan mesh Tyler
Tabel 11. Hasil Perhitungan Komposisi Kimia Komposit Mentah Refraktori Cor
Untuk contoh rekayasa campuran menggunakan bahan baku aluminium
oksida, grog dan calcium aluminate tanpa abu terbang memberikan kadar Al2O3 yang
tinggi tetapi dengan penambahan abu terbang yang semakin banyak kadar
Al2O3 cenderung menurun drastis. Selanjutnya Gambar menunjukkan bahwa
penambahan semen ca-aluminate hanya meningkatkan kadar Al2O3 relatif kecil.
Gambar 2. Pengaruh penambahan aluminate terhadap kadar Al2O3 pada campuran (abu,
crushed brick, aloxi = 3 : 2 : 1)
Sebaliknya dilakukan penambahan alumina oksida yang semakin banyak, yang
ternyata dapat menaikkan kadar Al2O3 secara signifikan (Gambar 3).
(a)
(b)
Gambar 5. (a) bentuk mikrostruktur CAJ-16 (b) bentuk mikrostruktur B
Gambar 5 menunjukkan adanya perbedaan tekstur yang mencolok antara
refraktori komersial yang telah ditambah air (contoh benda uji mentah “CAJ-16”)
dengan refraktori rekayasa hasil campuran bahan-bahan baku (abu terbang + calcium
aluminate + grog + aluminium oksida) yang juga telah ditambah air yang sama (contoh
benda uji mentah “B”). CAJ-16 teksturnya didominasi bentuk serat memanjang tajam
seperti ciri khas silika dan terlihat kompak (padat) saling berikatan. Porositasnya 23%
dengan bulk density sekitar 2,6 g/ml. Mineral-mineralnya sama seperti contoh sebelum
dicetak yaitu corundum, mullite dan cristobalite. Dari hasil uji dan pengamatan ini juga
tampak bahwa bubuk refraktori cor komersial merupakan bahan refraktori yang sangat
reaktif terhadap air dengan membentukstruktur baru, struktur yang tahan terhadap suhu
maksimum 1750°C. Sebaliknya contoh “B” strukturnya didominasi olehfragmen-
fragmen yang membentuk aglomerat yang terdiri dari partikel-partikel menyudut dan
partikel-partikel membulat (sphere ) yang berasal dari abu batubara. Di antara fragmen-
fragmen aglomerat tersebut membentuk rongga-rongga yang terlihat poros.
Porositasnya 42,8% dengan bulk density 1,8 g/ml. Jika dibandingkan dengan contoh
benda uji mentah CAJ-16 ternyata bubuk rekayasa refraktori cor belum menunjukkan
reaktifitas yang tinggi terhadap air, namun hanya mampu membentuk aglomerat dengan
porositas tinggi. Kandungan mineral-mineralnya sama seperti contoh bahan rekayasa
sebelum dicetak yaitucorundum, mullite dan cristobalite. Struktur ini hanya mampu
tahan terhadap suhu maksimum 1460°C.
2) Pembakaran (Firing) terhadap Benda Uji
Benda uji bakar (firing ) selama 1 jam pada suhu 1000°C. Terlihat bahwa hasil
uji bakar menunjukkan kekerasan benda uji menjadi lebih tinggi.
1. Kesimpulan
Dari hasil analisis distribusi ukuran menggunakan Fritch particle
sizer,menunjukkan bahwa ukuran partikel-partikel abu terbang di PLTU Suralaya
berkisar antara 0.31 - 300.74 µm, dengan distribusi 80% berukuran 0.31 - 40.99 µm,
atau d50 = 6,22 µm. Ukuran partikel yang sangat halus ini Sangat cocok sebagai
bahan pengisi (fine grog) dalam sistem refraktori cor.
Partikel halus yang membulat cocok untuk digunakan sebagai bahan tahan api cor,
karena memiliki sifat lambat pengendapan dan self flowing yang lebih baik.
Hasil uji spot EDS menggunakan SEM terhadap butiran kasar (+30 mesh) dan butiran
halus (-200 mesh) menunjukkan, butiran kasar bertekstur seperti butiran gula pasir
(sugary) yang berukuran <>μm, dan partikel halus (fine) menunjukkan sugary dan
tekstur jarum (needle) yang panjangnya sekitar 3 μm.
Hasil uji terhadap contoh abu terbang PLTU-Suralaya menunjukkan bahwa mineral
dominannya adalah kuarsa dan sedikit mullite.
Komposisi kimia abu PLTU-Suralaya hasil pengujian menurut laporan teknik PT
PLN, 1977. Data tersebut memperlihatkan kandungan Al2O3yang relatif lebih tinggi
yaitu 30,8% untuk abu terbang dan 24% untuk abu dasar. Juga kandungan SiO 2 yang
lebih rendah yaitu 54% untuk abu terbang dan 63,4% untuk abu dasar. Untuk abu
terbang, nilai perbandingan Al2O3/SiO2 adalah 0,57. Kandungan CaO relatif tinggi
yaitu sekitar 4%.
Pada rekayasa komposisi yang dibuat dengan perbandingan komponen komposit
mentah seperti ditunjukkan pada Tabel 10, menghasilkan tipikal komposisi kimia
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11. Nilai Al2O3/SiO2 tertinggi dicapai pada
komposit mentah kode “A” yaitu 1,69. Nilai ini dapat memenuhi refraktori cor
komersial tipe CAJ- 16. Komposit mentah kode “B” dan “D” dapat memenuhi
refraktori cor komersial tipe CAJ-14.
Dari data uji cetak refraktori cor menunjukkan bahwa semua benda uji
memiliki setting time kurang dari 24 jam, benda uji yang dibuat dari contoh refraktori
komersial yaitu CAJ-16 memiliki densitas paling tinggi (2,6 g/ml), tetapi memiliki
porositas paling rendah (23%). Hasil uji PCE terhadap CAJ-16 memberikan nilai
paling tinggi yaitu SK-34 yang setara dengan ketahanan suhu maksimum 1750°C.
Pda uji pembakaran refraktori cor, Benda uji bakar (firing ) selama 1 jam pada suhu
1000°C. Terlihat bahwa hasil uji bakar menunjukkan kekerasan benda uji menjadi
lebih tinggi.
2. Daftar Pustaka
Aziz1, Muchtar, Ngurah Ardha Dan Lili Tahli. 2006. Karakterisasi Abu Terbang PLTU
Suralaya Dan Evaluasinya Untuk Refraktori Cor.www.tekmira.esdm.go.id. Di akses
pada tanggal 27 Februari 2009.
Aziz2, Muchtar, Ngurah Ardha. 2006. Percobaan Pendahuluan PembuatanRefraktori Cor
dari Abu Terbang Suralaya. www.tekmira.esdm.go.id. Di akses pada tanggal 27
Februari 2009.
Koesnadi, Heri.2008. Fly Ash. http://heri-mylife.blogspot.com/2008/06/fly-ash.html. Di akses
pada tanggal 27 Februari.