Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KOLELITIASIS

OLEH :

SITI NURAZIZAH

10542053313

PEMBIMBING:

dr. Iriani Bahar, M.Kes, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Siti Nurazizah

NIM : 10542053313

Judul Refarat : Kolelitiasis

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2018

Pembimbing

dr. Iriani Bahar,M.Kes, Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Segenap tahmid senantiasa tercurah kepada Sang Pemilik kehidupan yang


Maha Pengasih dan Penyayang atas segala limpahan Rahmat dan nikmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini dengan lancar. Sholawat dan
salam untuk Rasulullah Muhammad SAW, sang pembawa cinta yang membimbing
manusia menuju surga serta mengajarkan kepada manusia untuk saling mengasihi.

Alhadulillah berkat hidayah dan pertolongannya, penulis dapat


menyelesaikan tugas refarat yang berjudul “Kolelitiasis” dalam rangka
Kepaniteraan Klinik di Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Dalam Penyelesaian referat ini, peneliti ucapkan banyak terima kasih atas
semua bantuan,doa serta motivasinya kepada pihak yang ikut memberi andil dalam
penyelesaian refarat ini, terutama kepada dosen pembimbing dr. Iriani Bahar,
M.Kes, Sp.Rad yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan
pengarahan dan koreksi sampai refarat ini selesai.

Penulis sadar bahwa penulisan ini sangat jauh dari kata sempurna, maka dari
itu penulis berharap kepada para pembaca untuk memberi kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan refarat ini.

Demikian, semoga refarat ini bisa bermanfaat untuk penulis dan para
pembaca, Insya Allah, Amin.

Makassar, Januari 2018

Siti Nurazizah

3
KOLELITIASIS

( Siti Nurazizah, Iriani Bahar )

A. PENDAHULUAN
Kolelitiasis merupakan salah satu masalah bedah yang paling sering di
negara yang sudah berkembang. Masalah batu empedu menjadi lebih dikenal
seiring dengan bertambahnya usia dan pada wanita lebih sering muncul dua kali
dibanding pada pria. Anomali saluran empedu dapat dijumpai pada 10-20%
populasi, mencakup kelainan jumlah, ukuran, dan bentuk.1

Populasi yang memiliki resiko tinggi adalah orang-orang obesitas dan


orang- orang yang memiliki kelainan metabolik tertentu serta kelainan hemolitik.
Kolelitiasis adalah penyakit yang menunjukkan adanya batu empedu dalam
kandung empedu, sedangkan koledokolitiasis adalah batu empedu yang ditemukan
di saluran empedu, sedangkan batu empedu adalah timbunan kristal di dalam
kandung empedu maupun dalam saluran empedu. Gejala klinis yang dirasakan pada
pasien kolelitiasis yaitu bisa bersifat asimtomatik dan simtomatik yang biasanya
dirasakan nyeri pada perut kanan atas.1

Dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang memiliki sensitifitas dan


spesifitas yang tinggi pada penegakan diagnosis kolelitiasis. Dengan USG maka
banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat
dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi.Selain USG pemeriksaan Radiologi
yang dapat dilakukan saat ini adalah CT-Scan, MRI, dan Kedokteran Nuklir.1

4
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM BILIER

Hati, kandung empedu, dan pankreas berkembang dari cabang usus depan
fetus dalam suatu tempat yang kelak menjadi duodenum, ketiganya terkait erat
dalam fisiologi pencernaan.1

Gambar 1. Anatomi Sistem Bilier1

1. Hati
Hati yang merupakan kelenjar terbesar dari tubuh, dapat dianggap sebagai
sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekresikan
sejumlah besar substansi yang terlihat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat
penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya
nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk
keperluan metabolik. Selain itu hati merupakan organ yang penting dalam
pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati terletak dibelakang tulang-
tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas.Hati memiliki berat
1500 g dan dibagi menjadi empat lobus.2
Setiap lobus hati terbungkus menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang
disebut lobules. Darahyang mengalir ke dalam hati berasal dari dua sumber dan

5
kurang lebih 75% suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang
kaya akan nutrient dari traktus gastrointestinal.2
Selain itu, darah tersebut masuk ke dalam hati melalui arteri hepatika dan
banyak mengandung oksigen. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan
terendam oleh campuran darah vena dan arterial.2

2. Kandung Empedu (Vesika Felea)


Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan
panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya
menonjol sedikit ke luar tepi hati, di bawah lengkung costa kanan, di tepi lateral m.
Rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam
jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan
peritonium. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong
hartmann.2
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral heister, yang
memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi
menahan aliran keluarnya.2
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum
hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya
distal papilla vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari
saluran paling kecil yang disebut kanilikulus empedu yang meneruskan curahan
sekresi empedu malui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke
duktus hepatikus di hillus.2
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus
jaringan pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla vater yang terletak di

6
sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter
Oddi, yang mengatur aliran empedu kedalam duodenum.
Duktus pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan
duktus koledokus di dalam papilla vater, tetapi juga dapat terpisah. Sering
ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan pembuluh arteri
yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang ditemukan
dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari
komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau
duktus koledokus.2

Gambar 2. Anantomi Duktus Billiar1

3. Fisiologi Produksi Empedu


Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml perhari. Di
luar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu,
dan disini mengalami pemekatan sekitar 50%.3
Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sekresi
empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam
kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi,
dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti

7
disemprotkan karena secara intermitten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi
daripada tahanan sfingter.3
Kolesistokinin (CCK) hormon sel APUD (amine precursor uptake and
decarboxylation cells) dari selaput lendir usus halus, dikeluarkan atas rangsangan
makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini
merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan
demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu
setelah makan.3
Sebagai bahan sekresi, empedu mempunyai tiga fungsi utama. Yang
pertama, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol beragregasi di dalam empedu
untuk membentuk micelles campuran. Dengan emulsifikasi, kompleks micelles ini
memungkinkan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (A,D, E, K)
yang ada di dalam usus. Absorpsi mineral tertentu (kalsium, tembaga, besi) juga
dipermudah. Kedua, empedu bertindak sebagai vehikel untuk ekskresi usus bagi
banyak senyawa yang dihasilkan secara endogen dan eksogen (seperti bilirubin).
Ketiga, sebagian dengan menetralisi asam lambung, empedu membantu
mempertahankan lingkungan alkali yang tepat di dalam duodenum, yang dengan
adanya garam empedu, memungkinkan aktivitas maksimum enzim pencernaan
sesudah makan.3
Produksi empedu merupakan proses kontinyu yang hanya sebagian menjadi
sasaran regulasi saraf, hormon dan humoral. Masukan (input) vagus bekerja
langsung pada sel saluran empedu untuk meningkatkan seksresi air dan elektrolit,
sedangkan aktivitas simpatis splanknikus cenderung menghambat produksi empedu
secara tidak langsung dengan menurunkan aliran darah ke hati. Hormon
gastrointestinal kolesistokinin (CCK), sekretin dan gastrin memperkuat sekresi
duktus dan aliran empedu dalam respon terhadap makanan. Garam empedu sendiri
bertindak sebagai koleretik kuat selama masa sirkulasi enterohepatik yang
dinaikkan.3
Sekresi aktif garam empedu oleh hepatosit merupakan faktor utama yang
meregulasi volume empedu yang disekresi. Air dan elektrolit mengikuti secara pasif
sepanjang perbedaan osmolar untuk mempertahankan netralitas. Ekskresi lesitin

8
dan kolesterol ke dalam kanalikuli untuk membentuk micelles campuran, sulit
dipahami dan bisa digabung dengan sekresi garam empedu melintasi membrana
kanalikulus. Sistem transpor aktif terpisah dan berbeda menimbulkan sekresi
bilirubin dan anion organik lain. Sel duktulus meningkatkan sekresi empedu dengan
memompakan natrium dan bikarbonat ke dalam lumen.3

Empedu dieksresi secara kontinyu oleh hati kedalam saluran empedu.


Selama puasa, kontraksi tonik sfingter oddi menyebabkan empedu refluks kedalam
vesika biliaris, tempat dimana empedu disimpan dan dipekatkan. Disini garam
empedu, pigmen empedu dan kolesterol dipekatkan sebanyak sepuluh kali lipat oleh
absorpsi air dan elektrolt. Sekitar 50% kumpulan garam empedu dalam vesika
biliaris selama puasa. Tunika mukosa vesika biliaris juga mensekresi mukus yang
bisa melakukan fungsi perlindungan. Dengan makan, CCK dilepaskan oleh lemak
dan dalam jumlah kecil oleh asam amino yang memasuki duodenum; CCK
merangsang kontraksi vesika biliaris dan relaksasi sfingter oddi. 3
Bila tekanan dalam duktus koledokus melebihi tahanan mekanisme sfingter
(15 sampai 20 cm H2O), maka empedu memasuki lumen duodenum. Masukan
(input) vagus memudahkan memudahkan tonus dan kontraksi vesika biliaris;
setelah vagotomi, bila timbul stasis relatif dan merupakan predisposisi
pembentukan batu empedu. Setelah kolesistektomi, aliran empedu ke dalam
duodenum diregulasi hanya oleh sfingter.3

Komposisi Empedu

Empedu merupakan larutan kompleks dalam air yang mengandung


elektrolit, garam empedu terkonjugasi, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol,
asam lemak, musin, protein serta berbagai metabolit hati dan pigmen empedu.
Kandungan elektrolit dan osmolaritas empedu mendekati plasma.4

Metabolisme garam empedu/sirkulasi enterohepatik

Garam empedu terdiri dari inti steroid yang disintesis langsung dari
kolesterol. Dua garam empedu primer, kolat dan kenodeoksikolat, disintesis oleh
hepatosit di bawah kendali umpan balik yang belum dipahami. Garam empedu

9
sekunder, deoksikolat dan litokolat dibentuk di dalam kolon oleh degradasi bakteri
atas garam empedu primer yang lolos reabsorpsi di dalam ileum. Litokolat
diekskresi ke dalam feses, tetapi deoksikolat direabsorpsi ke dalam darah porta dan
bersama dengan garam empedu primer yang direabsorpsi, diekstraksi oleh
hepatosit. Garam empedu ini dikonjugasikan dengan glisin atau taurin dan disekresi
secara aktif ke dalam kanalikuli biliaris sebagai 40% kolat, 40% kenodeoksikolat
dan 20% deoksikolat dalam konsentrasi total 10 sampai 20 mol. Karena mempunyai
daerah hidrofilik dan hidrofobik, maka garam empedu berfungsi sebagai deterjen.4
Garam empedu beragregasi spontan dalam kelompok 8 sampai 10 molekul
untuk membentuk micelles. Inti hidrofobik dalam melarutkan lesitin yang sulit larut
dalam air, yang dengan sendirinya lebih memperkuat kelarutan kolesterol dengan
memperluas daerah hidrofobik micelles. Kompleks garam empedu-lesitin-
kolesterol ini dinamakan micelles campuran. Garam empedu dipekatkan lebih
lanjut di dalam vesika biliaris sampai 200-300 mol. Jumlah total kolesterol yang
dilarutkan bervariasi sesuai rasio relatif garam empedu dan lesitin maupun
konsentrasi garam empedu total.4
Setelah memasuki usus halus bagian atas, micelle campuran ini jelas
mempotensiasi absorpsi lemak dengan memberikan vehikel dan lingkungan yang
sesuai bagi pelarutan, hidrolisis enzimatik dan absorpsi. Sirkulasi enterohepatik
garam empedu dilengkapi bila garam empedu didekonjugasi secara enterik,
direabsorpsi dalam ileum terminalis oleh sistem transpor aktif dan akhirnya
diekstraksi dari sirkulasi porta oleh hepatosit. Lima persen garam empedu yang
lolos reabsorpsi di dalam ileum diubah menjadi garam empedu sekunder di dalam
kolon serta direabsropsi sebagian sebagai deoksikolat. Kumpulan garam empedu
total 2,5 sampai 5 g bersirkulasi enam sampai delapan kali sehari; 10 sampai 20%
kumpulan total yang hilang bersama feses setiap hari, diganti oleh sintesis baru oleh
hati.4

Lipid Empedu

Lesitin dan kolesterol membentuk sebagian besar lipid empedu. Lesitin


merupakan fosfolipid yang sebagian besar tak larut air. Kolesterol disintesis oleh

10
hati dan diabsorpsi oleh traktus gastrointestinal, dan selain itu digunakan juga
dalam lintasan intrasel lain, diubah menjadi garam empedu atau diekskresi langsung
ke dalam empedu. Micelles garam empedu jelas meningkatkan kelarutan lipid ini
di dalam empedu. Tetapi mekanisme transpor lipid intrasel ini ke dalam empedu
belum dipahami dan bisa digabung dengan sekresi garam empedu melintasi
membrana kanalikuli. Di dalam usus, lesitin dihdrolisis menjadi kolin dan asam
lemak. Kolesterol direabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dan bertindak
sebagai mekanisme umpan balik dalam kendali sintesis kolesterol di dalam hati.5

Metabolisme bilirubin
Karena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi di degradasi di dalam sistem
retikuloendotelial, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin.
Pigmen ini direduksi menjadi bilirubin yang tak larut air yang tak terkonjugasi
(bilirubin indirect yang diukur dengan reaksi van den bergh), diangkut ke dalam
darah dan terikat pada albumin, diekstraksi oleh hepatosit. Di dalam sitoplasma,
bilirubin diangkut oleh protein Y dan Z ke retikulum endoplasma. Dengan adanya
glukoronil transferase, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan dalam
jumla lebih sedikit dengan sulfat, untuk membentuk bilirubin glukoronida dan
bilirubin sulfat.5
Bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air ini (bilirubin direct) kemudian
disekresi ke dalam kanalikuli biliaris melalui mekanisme transpor aktif yang sama
dengan yang dimiliki oleh garam organik lain, tetapi berbeda dari sekresi garam
empedu. Beban bilirubin harian bagi sekresi sekitar 30 mg. Di dalam usus, bakteri
usus mengubah bilirubin ke kelas senyawa yang dikenal sebagai urobilinogen.
Urobilinogen ini terutama diekskresikan di dalam feses, tetapi sebagian di
reabsorpsi dan di ekstraksi oleh hepatosit untuk memasuki sirkulasi enterohepatik
atau diekskresikan di dalam urin.5

11
C. DEFINISI
Kolelithiasis adalah istilah medis yang digunakan pada penyakit batu
empedu. Batu empedu (gallstones) adalah massa padat yang terbentuk dari endapan
mineral pada saluran empedu. 6
Batu empedu terbentuk secara perlahan dan terkadang asimtomatik selama
beberapa dekade. Migrasi batu empedu ke dujtus sistikus dapat menghalangi aliran
pada kandung empedu selama terjadinya kontraksi pada proses sekresi. Akibat dari
peningkatan tegangan dinding kandung empedu memberi sensasi nyeri (kolik
bilier). Tersumbatnya ductus cysticus dalam jangka waktu lebih dari beberapa jam,
dapat menyebabkan peradangan kandung empedu akut (kolesistitis akut). 6
Batu empedu di saluran empedu dapat mempengaruhi bagian distal pada
ampula Vater, titik di mana saluran empedu dan saluran pankreas bergabung
sebelum keluar ke duodenum. Obstruksi aliran empedu oleh batu di titik ini dapat
menyebabkan sakit perut dan sakit kuning. Cairan empedu akan stagnan di atas
sebuah batu yang mengahalangi saluran empedu akan sering mengalami infeksi,
dan bakteri dapat menyebar dengan cepat ke hati melalui saluran empedu yang
dapat mengancam jiwa, disebut ascending cholangitis. Obstruksi saluran pankreas
dapat memicu aktivasi enzim pencernaan pankreas itu sendiri, mengarah ke
pankreatitis akut. 6
Dalam waktu yang lama, batu empedu di kandung empedu dapat
menyebabkan fibrosis progresif dan hilangnya fungsi kandung empedu, suatu
kondisi yang dikenal sebagai kolesistitis kronis. Kolesistitis kronis predisposisi
kanker kandung empedu. 6
Ultrasonografi merupakan prosedur diagnostik pilihan pertama pada
kebanyakan kasus dengan dugaan adanya gangguan pada saluran empedu.6
Pengobatan batu empedu bergantung pada tahapan penyakit. Batu empedu
asimtomatik dapat diobati lebih awal. Setelah batu empedu menunjukkan gejala,
intervensi bedah definitif dengan eksisi kandung empedu (kolesistektomi).
Kolesistektomi adalah salah satu prosedur bedah abdomen yang paling sering
dilakukan. Komplikasi penyakit batu empedu mungkin memerlukan manajemen
khusus untuk meringankan obstruksi dan infeksi. 6

12
D. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang mengharuskan
dilakukannya sekitar 500.000 kolesistektomi dalam setahun. Batu empedu
bertanggung jawab secara langsung bagi sekitar 10.000 kematian pertahunnya.
Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita
dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4:1. Wanita yang
meminum estrogen eksogen memiliki peningkatan resiko, yang melibatkan hormon
lebih lanju lagi. Dengan bertambahnya usia, dominansi wanita ini menjadi kurang
jelas. Batu empedu tidak bisa ditemukan pada orang yang berusia dibawah 20 tahun
(1 persen), lebih sering dalam kelompok usia 40 sampai 60 tahun (11persen) dan
ditemukan sekitar 30 persen pada orang yang berusia di atas 80 tahun.1

E. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Pada dasarnya semua penyakit kronik memiliki riwayat alamiah yang yang
bersifat multifaktorial termasuk disini adalah Cholelithiasis yang diakibatkan dari
interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan akhir-akhir ini
dianggap berakibat dari tumbuhnya gaya hidup yang modern, termasuk disini
adalah tingginya asupan karbohidrat, prevalensi tinggi timbulnya obesitas dan non-
insulin dependent diabetes mellitus, dan gaya hidup yang cenderung sedenter.6
Hipotesis genetik mendukung teori colelithiasis berkembang dari hubungan
keluaga, survey epidemiologi yang telah ada memberikan kesan bahwa ras amerika
dan bangsa indian memiliki gen lithogenik lebih tinggi. Karena kolesterol dalam
empedu kebanyakan berasal dari kolesterol yang dibentuk dari lipoprotein plasma,
beberapa studi dan penelitian memfokuskan pada gen yang terkait dengan transport
dari kolesterol tersebut, termasuk ekspresi dari apoprotein E, B dan A-I dan
cholesterol ester transfer protein. Pada percobaan dengan menggunakan tikus dan
hamster telah ditemukan memang ada suatu gen yang dapat membantu
terbentuknya batu empedu kolesterol.6
Faktor-faktor yang mendasari terjadinya batu empedu pada beberapa
penelitian adalah jenis kelamin, usia, kolesterol HDL yang rendah, BMI yang
tinggi, persentase lemak tubuh, kadar glokosa serum yang yang lebih tinggi

13
terutama pada wanita (dengan atau tanpa NIDDM), paritas dan hiperinsulinemia.
Pada penelitian yang secara konsisten dan sering ditemukan adalah hubungan
antara konsentrasi kolesterol HDL serum dengan terjadinya batu empedu, yang
memberikan kesan bahwa abnormalitas dari metabolisme kolesterol HDL yang
mendasari terjadinya batu empedu. Dua zat utama yang terlibat dalam pembentukan
batu empedu adalah kolesterol dan kalsium birubinate.1

1. Batu Empedu Kolesterol


Sel-sel hati mensekresi kolesterol ke dalam empedu bersama dengan fosfolipid
(lesitin) dalam bentuk gelembung membran kecil bulat, disebut vesikel unilamellar.
Sel-sel hati juga mengeluarkan garam empedu, yang bersifat emulsi kuat yang
nantinya diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak makanan.7
Garam empedu dalam empedu memisahkan vesikel unilamelar untuk
membentuk agregat larut disebut mixed micelles. Hal ini terjadi terutama di
kandung empedu, di mana empedu terkonsentrasi oleh reasorpsi elektrolit dan air.7
Dibandingkan dengan vesikel (yang dapat menimpan hingga 1 molekul
kolesterol untuk setiap molekul lesitin), mixed micelles memilikdaya dukung
rendah kolesterol (sekitar 1 molekul kolesterol untuk setiap 3 molekul lesitin). Jika
cairan empedu mengandung proporsi yang relatif tinggi kolesterol, akan
membentuk empedu terkonsentrasi, pemisahan vesikel secara progresif dapat
menyebabkan keadaan di mana vesikel residual terlampaui. Pada tahap ini, empedu
jenuh dengan kolesterol, dan akan terbentuknya kristal kolesterol monohidrat.7
Dengan demikian, faktor utama yang menentukan apakah batu empedu
kolesterol akan membentuk adalah (1) jumlah kolesterol yang disekresikan oleh sel-
sel hati, relatif terhadap lecithin dan garam empedu, dan (2) tingkat konsentrasi dan
tingkat stasis empedu di kandung empedu.7
2. Kalsium, bilirubin, dan pigmen batu empedu
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke empedu oleh sel-sel hati. Sebagian besar bilirubin dalam empedu
berupa konjugat glukuronida, yang cukup larut air dan stabil, tetapi sebagian kecil
terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti asam

14
lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya, cenderung membentuk endapan tidak
larut dengan kalsium. Kalsium akan memasuki empedu secara pasif bersama
dengan elektrolit lain. 7
Dalam situasi tinggi kadar heme, seperti hemolisis kronis atau sirosis,
bilirubin tak terkonjugasi dapat hadir dalam empedu dengan konsentrasi lebih
tinggi dari normalnya. Kalsium bilirubinate kemudian dapat membentuk kristal dari
larutan dan akhirnya akan menjadi batu. Seiring waktu, berbagai oksidasi
menyebabkan bilirubin akan membentuk pigmen berwarna hitam pekat, disebut
dengan batu empedu pigmen hitam. 7

F. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis
a. Asimtomatik

Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier,
nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit
sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien
yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya
yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang
merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu
asimtomatik.9,10

b. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas.
Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. 9.10

15
Gambar 3. Batu empedu di Hartmann pouch9
2. Pemeriksaan Fisik
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistisis akut dengan peritonitis lokal atau umum. Hidrops kandung
empedu, empiema kandung empedu atau pankreatitis.9, 10
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda murphy positif bila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.9, 10
3. Pemeriksaan Laboratorium
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan banyak
tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes fungsi
hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung dan
langsung dari reaksi van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik.5
Walaupun sering peningkatan biirubin serum menunjukkan kelainan
hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna
hemolisis intravaskular dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan
bilirubin serum timbul sekunder terhadap kolestasis intrahepatik, yang
menunjukkan disfungsi parenkim hati atau kolestasis ekstrahepatik sekunder
terhadap obstruksi saluran empedu akibat batu empedu, keganasan atau penyakit
pankras jinak.5
Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak 25
sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu ekskresi bilirubin urin sama dengan

16
produksi harian. Nilai lebih dari 30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan
hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan ekstrahepatik paling sering
menyebabkan obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg per 100 ml) sedangkan batu
empedu biasanya menyebabkan obstruksi sebagian, dengan bilirubin serum jarang
melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml.5
Alanin aminotransferase (SGOT) dan aspartat aminotransferase (SGPT)
merupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit.
Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel hati; tetapi
peningkatan enzim ini (satu sampai tiga kali dari normal atau kadang-kadang sangat
tinggi tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu.
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesis dalam epitel saluran empedu.
Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus
meningkatkan sintesis enzim ini. 5
Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu.
Tetapi fosfatase alkali juga ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada
kerusakan tulang. Juga selama kehamilan, fosfatase alkali serum meningkat
terhadap sintesis plasenta. Dengan adanya penyakit tulang dan kehamilan, leusin
aminopeptidase dan 5-nukleotidase disintesis oleh sel duktus biliaris (tetapi tak ada
dalam tulang dan plasenta) serta sifatnya serupa dengan fosfatase alkali dengan
adanya obstruksi saluran empedu.5

4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Polos Abdomen
Foto polos kadang-kadang bisa bermanfaat, tetapi tidak bisa mengenal
kebanyakan patologi saluran empedu. Hanya 15 persen batu empedu
mengandung cukup kalsium untuk memungkinkan identifikasi pasti. Jarang
terjadi kalsifikasi hebat di dalam dinding vesika biliaris (yang dinamai vesika
biliaris porselen) atau empedu “susu kalsium”, tempat beberapa batu kecil
berkalsifikasi atau endapan organik yang terbukti di dalam vesika biliaris
menunjukkan penyakit vesika biliaris. Pneumobilia (adanya udara dalam
saluran empedu atau di dalam lumen atau di dinding vesika biliaris) bersifat

17
abnormal dan tanpa pembedahan sebelumnya yang merusak atau memintas
mekanisme sfingter koledokus, menunjukkan patologi saluran empedu. 12
Udara di dalam lumen dan dinding vesika biliaris terlihat pada kolesistisis
“emfisematosa” yang timbul sekunder terhadap infeksi bakteri penghasil gas.
Adanya massa jaringan lunak yang mengidentasi duodenum atau fleksura koli
dekstra bisa juga menggambarkan vesika biliaris yang terdistensi.11, 12

Gambar 4. Batu Empedu pada Foto Polos Abdomen12

18
Gambar 5. Multipel batu empedu di RUQ12

Gambar 6. Terdapat 2 buah batu kalsifikasi (Radiopak) di RUQ13

19
Gambar 6.Batu Empedu pada foto polos abdomen13
b. Kolesistografi oral

Kolesistogram oral yang dikembangkan graham dan cole dalam tahun 1924,
merupakan standar yang paling baik bagi diagnosis kelainan vesika biliaris. Zat
organik diyodinasi biasanya 6 tablet asam yopanoat (telepaque) diberikan peroral
pada malam sebelumnya dan pasien dipuasakan. Obat ini diabsorpsi diikat ke
albumin, diekstraksi oleh hepatosit, disekresi ke dalam emepedu dan dipekatkan di
dalam vesika biliaris; opasifikasi vesika biliaris terjadi dalam 8 sampai 12 jam. Batu
empedu atau tumor tampak sebagai filling defect. Opasifikasi membutuhkan duktus
sistikus yang paten dan vesika biliaris yang berfungsi.11, 12
Bila vesika biliaris gagal terlihat maka tindakan ini diulang dalam 24 jam.
Kegagalan opasifikasi pada pengulangan kembali atau kolesistografi oral dosis
ganda bersifat diagnostik penyakit vesika biliaris dan obstruksi duktus sistikus.
Kolesistogram oral sangat sensitif dan spesifik serta hasilnya mendekati 98 persen
bila digunakan dengan tepat. Tes ini tidak dapat diandalkan bila bilirubin serum
meningkat atau dengan adanya muntah, diare atau malabsorpsi.14

20
Gambar 7. Kolelitiasis pada pemeriksaan kolesistografi Oral14

c. Kolangiografi intravena
Tes ini telah dikembangkan dalam tahun 1954 untuk memungkinkan
visualisasi keseluruhan batang saluran empedu ekstrahepatik. Tetapi resolusi
radiografi sering buruk dan tes ini tak dapat diandalkan bila bilirubin serum lebih
dari 3 mg per 100 ml. Lebih lanjut yang rekasi yang jarang tetapi munngkin muncul.
Tes ini telah digantikan oleh pemeriksaan yang lebih aman, lebih dapat
diandalkan.14

Gambar 8. Kolangiografi intravena14

21
d. Ultrasonografi
Perkembangan teknik canggih ultrasonografi saluran empedu telah
mengganti kolesistografi oral sebagai tes penyaring bagi kolelitiasis. Karena USG
tidak cukup akurat seperti kolesistografi, maka kolesistogram oral tetap merupakan
standar terbaik dalam diagnosis batu empedu. Tetapi USG cepat, tidak invasif dan
tanpa radilologic exposure; lebih lanjut, USG dapat digunakan pada pasien ikterus
dan mencegah ketidakpatuhan pasien dan absorpsi zat kontras oral. Sehingga USG
merupakan tes penyaring yang lebih baik.12
Kriteria untuk diagnosis kolelitiasi mencakup terdapatnya gambaran
hiperechoid yang merupakan batunya dan gambaran accoustic shadow yang berada
di bawah batu tersebut, dapat juga terlihat adanya gambaran penebalan dari dinding
kandung empedu yang bila lebih dari 5 mm merupakan indikasi adanya
cholecystitis (penebalan dari dinding kandung empedu bisa juga karena fibrosis dari
kandung empedu tapi pada kasus ini volume dari kandung empedu juga ikut
berkurang). USG dapat juga mendeteksi batu yang berada pada duktus dengan
terlihat adanya gambaran dilatasi duktus.12
Bila USG ada, maka ketepatan mendekati 90 persen. Positif palsu jarang
terjadi (1 sampai 3 persen) tetapi negatif palsu timbul sekitar 10 persen pada
kesempatan sekunder terhadap ketidakmampuan USG mendeteksi 1. Batu dalam
vesika biliaris yang dipadati batu, 2. Batu yang sangat kecil 3. Batu tersangkut
dalam duktus sistikus. Pada keadaan tertentu, kolesistogram oral diperlukan untuk
mengkonfirmasi ada atai tidak adanya penyakit vesika biliaris. Penemuan
koledokolitiasis tidak dapat diandalkan dengan USG.12
USG sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik penyaring, tidak
hanya dilatasi duktus intra dan ekstrahepatik yang bisa diketahui secara
meyakinkan, tetapi kelainan dalam parenkim hati atau pankreas (seperti mass atau
kista) juga bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini, USG jelas telah ditetapkan
sebagai tes penyaring awal untuk memulai diagnostk bagi ikterus. Bila telah
diketahui duktus intrahepatik berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestasis

22
ekstrahepatik. Jika tidak didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan
kolestasis intrahepatik. Ketepatan USG dalam membedakan antara kolestasis intra
atau ekstrahepatik tergantung pada derajat dan lamanya obstruksi empedu, tetapi
jelas melebihi 90 persen. 12

Gambar 9 : Kolelitiasis pemeriksaan USG15

Gambar 10. Kolelitiasis pemeriksaan USG15

23
Gambar 11. Kolelitiasis pada pemeriksaan USG15

Gambar 12. Batu pada vesika Felea disertai acoustic shadow15

e. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)

Tes invasif ini melibatkan opasifikasi langsung saluran empedu dengan


kanulasi endoskopik ampulla vateri dan suntikan retrograd zat kontras. Didaptkan
radiografi yang memuaskan dari anatomi duktus biliaris (dan pankreatikus). Lebih

24
lanjut, ahli endoskopi akan memvisualisasi mukosa periampulla dan duodenum. Di
samping kelainan pankreas, ERCP digunakan dalam pasien ikterus ringan atau bila
lesi tidak menyumbat seperti batu duktus koledokus, kolangitisi sklerotikan atau
anomali kongenital. Ahli endoskopik berpengalaman dapat mengkanulasi duktus
biliaris dan berhasil pada 90 persen kesempatan.14
Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mencakup sedikit
penambahan insidens kolangitis dalam batang saluran empedu yang tersumbat
sebagian. Harus diakui dengan adanya obstruksi saluran empedu lengkap, hanya
luas obstruksi distal yang akan divisualisasi; anatomi batang saluran empedu
proksimal biasanya lebih dikhawatirkan dalam merencanakan terapi bedah,
sehingga sering lebih disukai kolangiografi ekstrahepatik perkutis. Satu keuntungan
ERCP bahwa kadang-kadang terapi sfingterotomi endoskpoi dapat dilakukan
serentak untuk memungkinkan lewatnya batu duktus koledokus secara spontan atau
untuk memungkinkan pembuangan batu dengan instrumentasi retrograd duktus
biliaris. Pemasangan stent biliaris retrograd atau endprotesa melintasi striktura
biliaris dapat juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan endoskopi ini. 14

Gambar 13 : Kolelitiasis pemeriksaan ERCP14

25
f. PTC (Percutaneos Transhepatic Cholangiograph)

Merupakan tindakan invasif yang melibatkan pungsi transhepatik perkutis


pada susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum Chiba”kurus”
(ukuran 21) dan suntikan prograd zat kontras. Diperoleh uraian memuaskan dari
anatomi saluran empedu. Penggunaan primernya adalah dalam menentukan tempat
dan etiologi ikterus obstruktif dalam persiapan bagi intervesi bedah. 14
Dengan adanya dilatasi duktus, PTC sebenrnya berhasil pada 100 persen
kesempatan; tanpa dilatasi (seperti pada kolangitis sklerotikan atau koledokolitiasis
non obstruksi), maka radiograf adekuat dapat diperoleh hanya pada 60 persen
kesempatan. Resiko PTC mencakup perdarahan intraperitoneum atau kebocoran
empedu dari tempat tusukan (1 sampai 3 persen), kolangitis ringan (5 sampai 10
persen), hemobilia (1 persen) dan tusukan sengaja viskus lokal (vesika biliaris,
kavitas pleuralis).14

Ahli radiologi intervensional telah memperluas konsep PTC dengan


mengembangkan teknik terapi kateterisasi saluran empedu transhepatik perkutis.
Teknik ini memungkinkan dekompresi saluran empedu non bedah pada psien
kolangitis akut toksik, sehingga mencegah pembedahan gawat darurat. Drainas
empedu perkutis dapat digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus obstruktif untuk
pembedahan dengan menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati. Lebih
lanjut, kateter empedu perkutis ini dapat dimajuka melalui striktura saluran empedu
ganas ke dalam duodenum dan ditinggalkan ditempat secara permanen sebagai cara
peredaan non bedah pada pasien berisiko buruk.13

26
Gambar 14: Kolelitiasis pemeriksaan ERCP13

g. Computerized Tomography (CT-Scan)


Suatu pemeriksaan yang menggabungkan antara pancaran sinar-X
dengan komputer untuk mendapatkan citra potongan yang tipis dari kepala
dan seluruh tubuh. Pemeriksaan CT-Scan pada kolelithiasis dapat
menggambarkan batu tunggal atau multiple filling defect didalam vesika
fellea dengan densitas dapat berupa kalsifikasi, cincin kalsifikasi, atau nidus
sentral kalsifikasi. Kolelitiasis kebanyakan densitasnya hipodens pada vesika
fellea.16

27
Gambar 15. Kolelitiasis pada potongan Axial CT-Scan17
h. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pencitraan MRI merupakan salah satu cara pemeriksaan diagnostic dalam
ilmu kedokteran, khususnya radiologi, yang menghasilkan gambaran
potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnetik tanpa
menggunakan sinar X. Pada kolelitiasis densitas yang dapat diberikan
hipointens, karena pada batu empedu tidak ada proton dari atom hidrogen
yang bergerak.16

Gambar 16. Kolelitiasis potongan Axial T2 pada MRI18

28
i. Kedokteran Nuklir
Kedokteran nuklir adalah bidang kedokteran yang memanfaatkan materi
radioaktif untuk menegakkan diagnosis dan mengobati penderita serta
mempelajari penyakit manusia. Pemeriksaan hepatobilier kedokteran nuklir
beberapa preparat BSP, Rose Bengal, dan IDA (iminodiacetic acid) yang
secara aktif dikeluarkan dari darah oleh sel poigonal hati dan diekskresikan
ke saluran pencernaan dengan melewati sistem empedu.16
Vesika fellea normal akan memvisualisasikan radioaktif 99% dengan cepat,
tetapi pada kolelitiasis terdapat perlambatan fisualisasi radioaktif dikarenakan
statis radioaktif pada bagian batu.7

Gambar 17. Kolelitiasis pada pemeriksaan Nuklir7

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Koledokolitiasis
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase
tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. Perlu diketahui
bila kadar bilirubin darah kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterik klinis.9, 10
Kelainan batang saluran empedu sering bisa dicurigai atas dasar riwayat
penyakit saja. Nyeri kuadran kanan atas, intoleransi makanan berlemak, demam

29
dan kedinginan serta riwayat ikterus, urin berwarna gelap dan feses berwarna
terang. Semuanya menggambarkan penyakit saluran empedu. Di samping itu,
gambaran fisis ikterus, nyeri tekan kuadran kanan atas dan massa pada kuadan
kanan atas sangat bermanfaat dalam memusatkan diagnosis pada batang saluran
empedu. Tetapi gambaran ini tidak patognomonik bagi penyakit saluran
empedu dan kadang-kadang bisa timbul sekunder terhadap penyakit dalam
sistem organ lain.9,10
Lebih lanjut karena lokasi anatominya, maka batang saluran empedu tidak
memberikan kemungkinan dengan pemeriksaan palpasi luar (kecuali vesika
biliaris yang berdistensi). Sehingga berbeda dari banyak sistem tubuh lain,
sebenarnya diagnosis pasti sebagian besar kasus saluran empedu selalu
memerlukan bantuan pemeriksaan laboratorium dan/atau teknik pembuatan
gambar radiografi, sonografi atau radionuklir. Tes diagnostik ini telah dirancang
secara primer untuk mendeteksi adanya batu empedu dan/atau untuk
menentukan adanya obstruksi atau halangan aliran empedu dengan analisis
kimia berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu atau dengan visualisasi
langsung anatomi batang saluran empedu.9, 10

Gambar 18. Koledokolitiasis pada pemeriksaan USG19

30
2. Nefrolitiasis
Nefrolithiasis adalah suatu keadaan adanya batu pada nefron ginjal.
Epidemiologinya lebih banyak laki-laki (12%) daripada perempuan (5%), jenis
batu terbanyak adalah kalsium oksalat.20
Gejala klinis yang dirasakan pasien lebih banyak asimtomatik, namun
ketika ukuran batu membesar akan memberikan rasa nyeri di bagian perut kanan
atas atau kiri, dan terkadang disertai hematuria. Jenis batu pada ginjal, yaitu:20
 Kalsium oksalat dan kalsium phospat (75%)
 Struvite (15%)
 Asam Urat (5-8%)
 Cystine (1%)

Gambar 19. Nefrolitiasis “Staghorn” pada X-ray Abdomen20


H. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
Pada pasien dengan batu empedu simtomaik, dapat dilakukan dengan terapi
intervensi bedah dan non-bedah. Penanganan operasi pada batu empedu

31
asimptomatik tanpa komplikasi tidak dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada
batu empedu asimptomatik ialah:16
 Pasien dengan batu empedu > 2cm
 Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi
keganasan
 Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut.
2. Cholecystectomy
Pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi) umumnya diindikasikan
pada pasien yang mengalami gejala atau komplikasi batu empedu, kecuali usia
pasien dan mahalnya biaya operasi. Pada beberapa kasus ahli bedah dapat
membuat fistula antara saluran empedu distal dan duodenum sehingga
berdekatan (choledochoduodenostomy), sehingga memungkinkan batu empedu
dengan mudah keluar ke dalam usus. 1
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang
benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas
ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat. 5
4. Diet
Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah
memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk
memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu
untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan
keseimbangan cairan tubuh.8
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu
kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan
yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus
dihindarkan. 8
5. Medikamentosa
Obat disolusi batu empedu dapat dicoba dengan pemberia ursodiol. Agen
ini menekan sekresi kolesterol pada hati dan menghambat penyerapan

32
kolesterol pada usus. Ursodiol adalah obat yang paling umum digunakan.
Kolesterol ini dilarutkan dalam michel dan bertindak mendispersikan kolesterol
ke dalam media air.8
I. KAJIAN ISLAM
1. Perintah Allah SWT Untuk melindungi diri dari Bahaya
QS. AR RA'DU AYAT 11

Artinya : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya


bergiliran, dimuka dan di belakang, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya,
dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia“21

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Allah tidak akan merubah keadaan
manusia kecuali mereka mau merubah keadaan mereka sendiri, hal ini berarti jika
ingin maju dan sukses maka manusia harus mau bekerja untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya. Allah tidak akan memberikan rejeki secara cuma-cuma, Allah
tidak akan memberi kesuksesan tanpa usaha. Kemudian pada kalimat selanjutnya
disebutkan bahwa manusia tidak memiliki pelindung terhadap keburukan yang
dikehendaki Allah, artinya bahwa manusia tidak bisa menghindar dari keburukan
yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk terjadi dalam hidup manusia. Yang perlu
digarisbawahi dari ayat ini adalah manusia harus mau berusaha untuk merubah
keadaannya.

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja. Dan bekerja mestilah


dilakukan dengan niat semata-mata karena Allah untuk mendapat kebahagian hidup

33
berupa rezeki di dunia, disamping tidak melupakan kehidupan hari akhirat. Kerana
itu dalam Islam hendaklah menjadikan kerja sebagai ibadah bagi keberkatan rezeki
yang diperolehnya, lebih-lebih lagi sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan di
akhirat yang kekal abadi.22

2. Perintah Allah SWT Untuk Berperilaku Hidup Sehat


QS. AL-QOSHOSH AYAT 77

Artinya:“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah Kepadamu


(kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan“21
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa manusia tidak boleh berbuat
kerusakan di muka bumi. Ini berarti bahwa manusia diutus untuk menjaga
lingkungan, tidak mencemarinya, berbuat dan berperilaku sehat. Karena Allah tidak
menyukai orang-orang yang merusak alam ciptaannya. Sama halnya dalam bekerja
di perusahaan berarti perlu adanya kesehatan dan keselamatan kerja agar dapat
dipelajari hal-hal apa saja yang dapat merusak lingkungan untuk kemudian
dihindari sehingga tercipta lingkunga yang aman dan pekerja dapat terhindar dari
resiko bahaya yang ditimbulkan.22

34
QS AL-BAQARAH AYAT 195

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”21
Melihat firman Allah seperti diatas, kami ingin berbagi. Dengan saling
mengingatkan, bahwa Allah SWT sesungguhnya tidak menghendaki adanya
kerusakan dimuka bumi ini. Segala sesuatunya yang diciptakan Allah swt diberikan
kepada manusia untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dan manusia sebagai
mahluk yang diberi akal dan kemampuan dari semua mahluk hidup ciptaan-Nya
diberi peringatan untuk tidak melakukan kerusakan dengan perbuatannya
(perilakunya tidak aman) dimana dengan berperilaku tidak aman tersebut akan
menciptakan kondisi yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun terhadap
orang lain dan juga terhadap kelangsungan hidup ciptaan-Nya yang lain
(lingkungan hidup).22

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Kolelitiasis. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
 2004.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 560-93 pp

2. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. 2006. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 220-243 pp

3. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th edition. 2007.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 330-350 pp

4. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 8. 2014. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

5. Kasper, Dennis L., MD. et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th
Edition. 2005. Philladelphia; McGraw-Hill.

6. Center SA. Diseases of the gallbladder and biliary tree. Vet Clin North Am Small
Anim Pract. 2009. 543-98 pp.

7. Jacqueline C Burnetti, MD. Chief MD. Imaging In Gallstone (Cholelitiasis).


Available: https://emedicine.medscape.com/article/366246-overview, diakses 19
Januari 2018.

8. Lesmana L. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV. 2007. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 479 - 481 pp.

9. Doherty GM. Biliary Tract. Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th edition.
2010. US : McGraw-Hill Companies, 544-55 pp.

10. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. Sabiston
Textbook of Surgery 18th edition. Pennsylvania : Elsevier. 2008.

11. Katz DS, Rosen MP, Blake MA, et al; and Expert Panel on Gastrointestinal
Imaging. ACR Appropriateness Criteria® right upper quadrant pain. 2013.

12. Olivetti, Lucio. Atlas of Imaging Anatomy: Liver, Billiary Tract and Pancreas.
2015. Springer. 163-170 pp

13. Anonym. Abdominal X-Ray Gallery-Calcification-Calcified Gallstone. Avalaible:


https://www.radiologymasterclass.co.uk/gallery/abdo/abdominal_xray_calcificatio
n/gallstones , diakses tanggal 19 Januari 2018.

14. Chen, Michael. Basic Radiology: Abdomen. Second Edition. 2010. Lange. 211-220
pp

36
15. Dixon A. Cholelithiasis-acousticshadowing.available :
https://radiopaedia.org/cases/cholelithiasis-acoustic-shadowing, diakses 19 Januari
2018.

16. Rasad S. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. 2015. Badan Penerbit FKUI.
537,573,591 pp.

17. Wadhwa V. Cholesterol Cholelithiasis. Available :


https://radiopaedia.org/cases/cholesterol-cholelithiasis, diakses 19 Januari 2018.

18. Radswiki. Cholelitiasis.Available : https://radiopaedia.org/cases/cholelithiasis,


diakses 19 Januari 2018.

19. Betul. Bile Duct Stone. Available: https://radiopaedia.org/cases/bile-duct-stone-1,


diakses 19 Januari 2018.

20. Henry K. Jones J. Urolithiasis. Available:


https://radiopaedia.org/articles/urolithiasis, diakses 19 Januari 2018.

21. Al – Quran dan Terjemahan, Departement negara RI, 2012., penerbit diponegoro,
Bandung

22. Kasir ibnu , 2002, Tafsir Ibnu Kasir, jilid 3, Tafsir Al Surah Al-An’am Ayat 17,
Al-Baqarah Ayat 195, Al-Qoshosh Ayat 77, Ar Ra'du Ayat 11,Dat Toyibah,
Riyadh.

37

Anda mungkin juga menyukai