Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam tifoid (TYPHOID FEVER) atau yang lebih awam disebut demam tipus, menurut WHO
adalah penyakit bakteri, disebabkan oleh Salmonella typhi.2

2.2 Etiologi
Basil Salmonella dan Reservoir
Basil penyebab tifus adalah Salmonella thypi dan parathypi dari genus Salmonella. Basil ini
adalah gram negatif, bergerak, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, tetapi memiliki fimbria,
bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Ukurannya antara (2-4) x 0,6 µm. Suhu optimum untuk
tumbuh adalah 37°C dengan PH 6-8. Perlu diingat bahwa basil ini dapat hidup sampai beberapa
minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Sedangkan reservoir satu – satunya
adalah manusia, yaitu seseorang yang sedang sakit atau karier.3
Basil ini dibunuh dengan pemanasan (suhu 60°C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi
pendidihan dan khlorinisasi. Masa inkubasi tifoid 10 – 14 hari. Pada perbenihan Mc Conkey tidak
meragikan laktosa sehingga tidak berwarna. Pada perbenihan Deoksikolat sirat : koloninya tidak
meragikan laktosa sehingga tidak berwarna.3

Gambar 2.1 Salmonella thypi

2
3

2.2.1 Reaksi Biokimia


Kuman ini meragikan glukosa, manitol, dan maltosa dengan disertai pembentukan asam dan
gas. Tidak membuat indol tetapi reaksi metil merah positif. Tidak menghidrolisiskan urea dan
membentuk H2S. 3
Antigen Somatik (O)
Merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida yang tahan terhadap pendidihan, alkohol, dan
asam. Aglutinasi O berlangsung lebih lambat dan bersifat kurang imunogenik namun mempunyai
daya diagnosis yang tinggi. Titer antibodi yang timbul oleh antigen O ini selalu lebih rendah dari
titer antibodi H. 3

Antigen Flagel (H)


Merupakan protein termolabil dan bersifat sangat imunogenik. Antigen ini rusak dengan pendidihan
dan alkohol, tetapi tidak rusak oleh formaldehid.3

Antigen Vi
Merupakan antigen permukaan dan bersifat termolabil. Antibodi yang terbentuk dan menetap lama
dalam darah dapat memberi petunjuk nahwa individu tersebut sebagai pembawa kuman (karier)
antigen Vi terdapat pada S.typhi, S. Paratyphi C. 3

Gambar 2.2 Antigen Salmonella typhi

2.3 Cara Penularan dan Faktor – Faktor yang Berperan


Basil Salmonella menular ke manusia melalui makanan dan minuman. Jadi makanan dan minuman
yang dikonsumsi manusia telah tercemar oleh komponen feces dan urin dari pengidap tifoid.
 Higiene perorangan
 Higiene makanan dan minuman
4

 Sanitasi lingkungan
 Penyediaan air bersih
 Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat
 Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna
 Belum membudaya program imunisasi untuk tifoid

2.4 Patofisiologi
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan.
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung
dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat
pada mikrovili, kemudian melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin
rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar
ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik.
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah
biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-
organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat
melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke
dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai
berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit
kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati
dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung
empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi
melalui proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan
perforasi usus dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap
dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali.
Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier.4

2.5 Diagnosis
2.5.1 Keluhan, tanda dan gejala
Masa inkubasi demam tifoid rata-rata 7 - 14 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala
prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
5

Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :5.6.7


a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak
berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu
kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 5.6

b. Gangguan pada saluran pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah
ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula
normal bahkan dapat terjadi diare. 5.6

c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai
somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.5.6

d. Hepatosplenomegali
Hati dan atau limpa ditemukan membesar. Pada pemeriksaan hati terasa kenyal dan nyeri tekan

e. Bradikardi Relatif
Bradikardi relatif tidak ssering ditemukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang
tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap
peningkatan 1°C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.3.5.6

f. Gejala lain
Lidah berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor).8

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang


a. Gambaran darah tepi
Leukopenia (± 3000 – 8000/mm3) terjadi karena depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan
mediator endogen yang ada. Leukopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari
6

kesepuluh dari demam, menunjukkan arah diagnosis demam tifoid menjadi jelas. Trombositopenia
sehubungan dengan produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel – sel RES.
Anemia karena produksi Hb yang turun. Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia
normokromi normositik yang terjadi akibat perdarahan usus atau supresi sumsum tulang.3.8

b. Pemeriksaan bakteriologis3.8
1. Jenis pembiakan menurut spesimen
a. Biakkan darah :
Agar darah dan agar Mac Conkey. Kuman tumbuh tanpa meragikan laktosa, gram negatif, dan
menunjukkan gerakan positif. Pembiakan butuh 5 – 7 hari
b. Biakkan bekuan darah :
Bekuan darah dibiakkan pada botol berisi 15 ml kaldu empedu (mengandung 0,5% garam –
garam empedu). Biakkan ini lebih sering memberikan hasil positif.
c. Biakkan Tinja :
Positif selama sakit. Perlu biakkan ulang.
d. Biakkan cairan empedu :
Untuk deteksi adanya karier (pembawa kuman) dan pada stadium lanjut
e. Biakkan air kemih :
Positif pada minggu 2-3.

2. Biakkan Salmonella
Spesimen diambil dari darah, sumsum tulang, feses, urin. Spesimen darah diambil pada minggu I
demam. Spesimen feces dan urin diambil pada mingggu II dan selanjutnya. Spesimen ditanam
dalam biakan empedu (gaal Culture, biakan SS). Bila pada minggu ke – 4 biakan feces masih positif
maka pasien tergolong karier.3.6.8

3. Serologis Widal
Suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O).
Pemeriksaan yang positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi.Untuk membuat diagnosis yang
dibutuhkan adalah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai > 1/200 dan atau
menunjukkan kenaikan 4 kali, maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Titer tersebut
mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Uji serologis ini mempunyai
berbagai kelemahan baik sensitivitas maupun spesifisitasnya yang rendah dan intepretasi yang sulit
7

dilakukan. Namun, hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan pada penderita demam
tifoid.
Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai puncaknya pada minggu
ke 3 – ke 5. Aglutinin ini dapat bertahan selama 6 – 12 bulan. Aglutinin H mencapai puncak lebih
lambat minggu ke 4 – 6 dan menetap dalam waktu lebih lama, sampai 2 tahun kemudian. 3.5.6.8

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut : 3.5. 6.8


a. Titer O yang tinggi (>160) menunjukkan adanya infeksi akut
b.Titer H yang tinggi (>160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita
infeksi
c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :


Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita
a. Keadaan umum gizi penderita
Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi
b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu
dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.
c. Pengobatan dini dengan antibiotik
Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
d. Penyakit-penyakit tertentu
Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi,
misalnya ada penderita leukemia dan karsinoma lanjut.
e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan antibodi.3.5.7

4. Uji Tubex
Uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji
ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara
IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi
yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat
infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada Salmonella typhi.
Infeksi oleh Salmonella paratyphi akan memberikan hasil negatif. Secara imunologi, antigen O9
bersifat imuno dominan sehingga dapat merangsang respon imun secara independen terhadap timus
8

dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap
antigen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu
pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa
uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat
dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau. 5. 6.8

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi:


1) tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas,
2) Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S.typhi O9,
3) Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi
monoklonal spesifik untuk antigen O9. Untuk melakukan prosedur pemeriksaan ini, satu tetes
serum (25 μL) dicampurkan ke dalam tabung dengan satu tetes (25 μL) reagen A. Setelah itu dua
tetes reagen B (50 μL) ditambahkan ke dalam tabung. Hal tesebut dilakukan pada kelima tabung
lainnya. Tabung-tabung tersebut kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet
dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan
warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasarkan warna
inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut. 5. 6.8

Tabel 1. Interpretasi Skor Pemeriksaan Tubex


Skor Interpretasi Keterangan
<2 Negative Tidak menunjuk infeksi aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih
meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian
4–5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

a b

Gambar 2.3 a & b Uji Tubex


9

5. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)


Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi belakangan ini mulai
dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang
dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. 5.6
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine)
secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang
sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double
antibody sandwich ELISA. 5. 6.8

6. Uji Typhidot
Mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil
positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara
spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50kD yang terdapat pada strip
nitroselulosa Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (IgG) teraktifasi secara berlebihan
sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja
tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau
konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian
dimodifikasi dengan menginaktifasi total IgG pada sampel serum. Uji ini, dikenal dengan nama uji
Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum
pasien.5.6.8

Gambar 2.4 Uji Thypidot


10

7. Uji Dipstik IgM


Uji dipstick IgM Tes dirancang untuk mendiagnosis demam tifoid melalui deteksi antibodi IgM S.
typhi- spesifik di serum atau seluruh darah sampel. Uji ini terdiri dari tongkat celup, reagen deteksi
non-enzimatik yang diliofilisasi, cair untuk menyusun kembali reagen deteksi, cair untuk
membasahi strip uji dipstick sebelumnya inkubasi dengan reagen serum dan deteksi, dan tabung
reaksi. Komponennya stabil selama dua tahun jika disimpan dalam kisaran suhu 4-25 ° C di tempat
yang kering dan terlindungi dari paparan sinar matahari langsung. Hasilnya dibaca dengan inspeksi
visual dari strip tes untuk pewarnaan antigen dan garis kontrol. Hasil tes diberi skor negatif jika
tidak ada pewarnaan antigen yang terjadi dan diberi nilai 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika ada lemah, sedang
kuat atau sangat kuat pewarnaan seperti yang ditunjukkan dengan perbandingan dengan a strip
referensi berwarna. Garis kontrol harus menodai semua putaran. 5.6.8

8. Pemeriksaan pelacak DNA Salmonella thypi dengan PCR (Polimerase Chain Reaction)
DNA (Deoxyyribo Nucleic Acid) basil diindentifikasi dengan teknik hibridisasi asam nuklear /
amplifikasi DNA. Kelemahan tes ini tidak bisa menunjukkan infeksi akut, karena tidak bisa
membedakan basil yang hidup dengan yang mati.

2.6 Tatalaksana 3.5.8


2.7.1 Non Medika Mentosa
a. Tirah Baring
Tirah baring untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi

b. Nutrisi
Cairan : Harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Parenteral
diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit
makan. Dosis cairan parenteral adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Cairan
harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. 3.5.6

Diet : mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulose (rendah serat) untuk
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid, biasanya diklasifikasikan atas : diet
cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa. Bila keadaan penderita baik, diet dapat dimulai dengan diet
padat atau tim (diet padat dini). Bila penderita dengan klinis berat sebaiknya dimulai dengan bubur
atau diet cair yang selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat
kesembuhan penderita.
11

Penderita dengan penurunan kesadaran diberi diet secara enteral melalui pipa lambung. Diet
parenteral dipertimbangkan bila ada tanda – tanda komplikasi perdarahan atau perforasi. 3.5.8

Terapi Simptomatik
 Roboransia / vitamin
 Antipiretik : untuk kenyamanan penderita
 Anti emetik

Pilihan Anti Mikroba untuk Demam Tifoid


Anti mikroba lini pertama untuk tifoid adalah :
 Kloramfenikol
 Ampisillin / amoxicillin (aman untuk penderita yang hamil)
 Trimetroprim – Sulfametoksazol

Anti mikroba lini pertama untuk tifoid adalah :


 Ceftriaxone (untuk dewasa dan anak)
 Cefixime (efektif untuk anak)
 Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak < 18 tahun, karena dinilai mengganggu pertumbuhan
tulang)
Bila penderita dengan riwayat pernah mendapat tifoid serta memiliki predisposisi untuk carier,
maka pengobatan pertama adalah golongan Kuinolone selama 4 minggu ( Ciprofloxacin 2 x
750 mg atau Norfloxacin 2 x 400 mg)
12

Tabel 2.1 Anti Mikroba untuk Demam Tifoid3


13

Tabel 2.2 Anti Mikroba untuk Demam Tifoid (menurut WHO)6

Fluoroquinolone secara luas dianggap sebagai optimal untuk pengobatan tifoid demam pada
orang dewasa. Fluoroquinolon relatif murah, ditoleransi dengan baik dan lebih cepat dan andal
efektif daripada obat lini pertama sebelumnya, yaitu. kloramfenikol, ampisilin, amoxicillin dan
trimethoprim-sulfamethoxazole. Mayoritas obat adalah masih sensitif. Fluoroquinolone mencapai
penetrasi jaringan yang sangat baik, membunuh S. typhi ditahap stasioner intraseluler dalam
monosit / makrofag dan mencapai aktif lebih tinggi kadar obat dalam kantung empedu
dibandingkan obat lain. Fluoroquinolone menghasilkan terapi yang cepat respon, yaitu pembersihan
demam dan gejala dalam tiga hingga lima hari, dan tingkat yang sangat rendah kereta pasca
perawatan. Bukti dari berbagai pengaturan di Asia menunjukkan bahwa fluoroquinolons sama
efektif dalam pengobatan demam tifoid di anak-anak Namun, munculnya strain MDR telah
mengurangi pilihan antibiotik pada banyak orang daerah. Ada dua kategori resistensi obat:
resistensi terhadap antibiotik seperti kloramfenikol, ampisilin dan trimetoprim-sulfametoksazol
(strain MDR) dan resistensi terhadap obat fluoroquinolone.
Fluoroquinolones yang tersedia (ofloxacin, ciprofloxacin, fleroxacin, perfloxacin) sangat
aktif dan setara dalam kemanjuran (dengan pengecualian norfloxacin yang memiliki bioavailabilitas
oral yang tidak adekuat dan tidak boleh digunakan pada demam tifoid). Obat fluoroquinolone
14

umumnya ditoleransi dengan sangat baik. Namun, di beberapa negara penggunaan fluoroquinolones
relatif kontraindikasi pada anak-anak karena kekhawatiran bahwa mereka dapat menyebabkan
kerusakan artikular. Agen-agen ini tidak terdaftar untuk penggunaan rutin di anak-anak.
Kekhawatiran telah muncul karena bukti kerusakan artikular dalam pertumbuhan, sendi menahan
beban di anjing beagle.6

2.7 Pencegahan3.4.5.6.7.8

Pencegahan demam tifoid adalah untuk selalu menyediakan makanan dan minuman yang tidak
terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan,
sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari. Pencegahan ini menjadi penting seiring
dengan munculnya kasus resistensi. Selain itu, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para
pendatang dari negara maju ke daerah yang endemik demam tifoid. Vaksin-vaksin yang sudah ada
yaitu: 3.4.5.6.7.8
• Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan dinjeksikan secara subkutan
atau intra-muskuler. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan untuk revaksinasi
setiap 3 tahun. Vaksin ini memberikan efi kasi perlindungan sebesar 70-80%.3.4.5.6.8

• Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan pada anak usia 6 tahun
ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing diselang 2 hari. Antibiotik dihindari 7 hari
sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efikasi
perlindungan 67-82%. Namun pemberian vaksin ini dikontraindikasikan pada seseorang yang
alergi, riwayat efek samping berat, penurunan imunitas, kehamilan.3.4.5.6.7.8

• Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan memberikan efikasi perlindungan
91,1% selama 27 bulan setelah vaksinasi. Efikasi vaksin ini menetap selama 46 bulan dengan efi
kasi perlindungan sebesar 89%. 3.4.5.6.7.8

Anda mungkin juga menyukai