Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menjual hutang dengan hutang yaitu apabila barang dan harganya sama-sama
ditangguhkan sampai batas waktu tertentu.
Ada pula yang mengatakan bahwa menjual hutang dengan hurang adalah menjual
sesuatu yang masih ada dalam tanggungan dengan harga yang ditangguhkan
dengan harga yang ditangguhkan kepada orang yang berhutang kepadanya atau
hutang tersebut dialihkan dan belum diterima.
sekuritisasi adalah upaya untuk mendapatkan dana segar dengan menjual hutang-
hutang (piutang) yang telah diciptakan melalui berbagai kredit. Lalu dana segar
ini pun akan disalurkan kembali melalui kredit kepada nasabah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa arti menjual hutang ?
2. Macam - macam Aplikasi dalam jual beli hutang dengan hutang ?
3. Sekuritisasi Menurut Pandangan syariah ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual-beli Hutang


Menjual hutang dengan hutang yaitu apabila barang dan harganya sama-sama
ditangguhkan sampai batas waktu tertentu.
Ada pula yang mengatakan bahwa menjual hutang dengan hurang adalah menjual
sesuatu yang masih ada dalam tanggungan dengan harga yang ditangguhkan
dengan harga yang ditangguhkan kepada orang yang berhutang kepadanya atau
hutang tersebut dialihkan dan belum diterima.
Jual beli seperti ini tidak dibolehkan. Hal ini berdasarkan apa yang telah
diriwnyatkan oleh Imam ath-Thahawi rohimallah dalam kitub Syar Ma'anil Autsar
dari Abdullah bin Umar. ra ia berkata :
‫ان النبى صلى هللا عليه وسلم نهى عن بيع الكال بالكالى‬
" Bahwa Nabi SAW melarang menjual hutang dengan hutang "
Hadist ini diriuayatkan oleh ad-Daruqutni dan didalamnya ada kelemahan.
Hadist ini dishahihkan oleh al-Hakim berdasarkan syarat muslim. Dan Imam
Ahmad :"Dalam masalah ini tidak ada hadist shahih Akan tetapi ijma' kaum
muslimin adalah bahwa menjual hutang dengan hutang tidak boleh. "Sementara
Imam ath-Thahawi menyatakan" Ahlul hadist menafsirkan hadist ini dengan
riwayat Abu Musa bin Ubaiduh, meskipun mengandung kekurangan dalam
sanadnya.ini merupakan bab besar dalam ilmu fiqih.

B. Macam - macam Aplikasi dalam jual beli hutang dengan hutang


Jenis yang disyariatkan terkadang sulit dibedakan dengan yang tidak disyariatkan.
Tampaknya persoalan ini amat dibutuhkan sekali untuk dirinci.
Hutang yang dijual itu tidak lepas dari keberadaannya sebagai pembayaran yang
ditangguhkan, barang dagangan tertentu yang diserahkan secara tertunda, atau
barang dagangan yang digambarkan kriterianya dan akan diserahkan juga secara
tertunda. Masing-masing dari aplikasi itu memiliki hukum tersendiri.berikut
penjelasannya.
Menjual harga barang ditangguhkan dengan pembayaran yang ditangguhkan
pula.
Diuntaranya adalah menggugurkan apa yang ada pada tanggungan orang yang
berhutang dengan jaminan nilai tertentu yang pengambilannya ditangguhkan dari
waktu pcngguguran. Itu adalah bentuk yang disebut ' Silakan tangguhkan
pembayaran hutungmu tapi tambah jumlanya. Itu merupakan bentuk riba yang
paling jelas dan paliiig jelek sekali.
Contoh lain penukaran dua hutang uang yang keduanya adalah ditangguhkan.
Menurut semua ulama dalam masalah hukum sharf" bahwa kalau uang dijual
dengan uang yang sama jenisnya, harus dipenuhi dua syarat : keduanya harus
sama nilainya dan harus diserah terimakan secara langsung. Namun bila dijual
dengan jenis lain, hanya ada keharusan serahterima secara langsung saja,
ketidaksamaan nilai dibolehkan serahterima secara langsung merupakan syarat
sahnya jual beli Money Changer dalam segala kondisi karena dalam aplikasinya
ini syarat tersebut tidak ada. Maka jelas perjanjian ini tidak diragukan lagi adalah
batal.

Menjual harga yung ditangguhkan dengan barang dagangun tertentu yang juga
diserah terimakan secara tertunda
Bentuk apalikasinya adalah bila seseorang menjual piutangnya kepada orang yang
punya hutang dengan barang dagangan tertentu (mobil misalnya ) yang akan
diterimanya secara tertunda. Cara ini tentu saja mirip dengan kisah Nabi yang
membeli unta dari Jabir dan Jabir meminta kepada Nabi untuk menyerahkan
untanya itu dikota Al-Madinah. Dan Rasulullah juga akan membayarnya nanti bila
sampai di Madinah. Transaksi itu terjadi pada salah satu perjalanan Nabi SAW.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab al-Buyu', bab: Ad-Dawab
nomor 2097. diriwayatkan oleh Muslim dalam Musaqat, bab: menjual Unta dan
meminta tetap mengendarainya Sementara.

Menjual harga yang ditangguhkan dengan barang yang digambarkan kriterianya


dan diterima secara tertunda
Bentuk aplikasinya adalah seseorang memiliki piutang atas seseorang secara
tertunda, lain ia membeli dari orang, yang dihutanginya barang yang digambarkan
kriterianya (sekarang beras misalnya) dan diterima secara tertunda pula. Ini
termasuk bentuk jual beli as-Salam. Kalau orang yang berhutang rela untuk
menyegerakan pembayaran yang menjadi tanggungannya, dan menjadikannya
sebagai pembayaran pesanan itu, maka ini boleh-boleh saja. Karena bentuk
aplikasi ini sudah memenuhi persyaratan jual beli as-salam yang termasuk
diantara salah satu persyaratannya yang paling mengikat adalah: disegerakannya
pembayaran harga modal. Karena yang berada dalam kepemilikan sama halnya
dengan yang ada ditangan. Namun kalau orang yang berhutang tidak mau kalau
menyegerakan pembayaran hutangnya yang menjadi tanggungannya dan
dijadikannya sebagai pembayaran as-salam, maka bentuk aplikasi jual beli ini
tidak sah, karena salah satu syarat jual beli as-salam tidak teipenuhi, yakni
penyegeraan pembayaran modal barang,

Menjual Barang yang digambarkan kriterianya secara tertunda dengan barang


yang digambarkan kreterianya sacara tertentu pula.
Bentuk aplikasinya adalah seseorang menjual sejumlah mobil yang digambarkan
kriterianya dan diserahkan secara tertunda dengan sejumlah Freezer yang juga
digambarkan kriterianya dan diserahkan secara tertunda pula. Bentuk aplikasi jual
beli ini ada dua kemungkinan:
Dilaksanakan transaksinya seperti jual beli as-salam. Bila demikian maka tidak
boleh. karena salah salu dari syarat jual beli As-salam tidak terpenuhi. yakni
pembayaran uang dimuka.
Dilakukan akad dengan bentuk seperti kontrak. Dalam hal ini tampaknya tidak
ada masalah bagi mereka yaug berpendapat bahwa kontrak adalah bentuk akad
jual beli tersendiri, tidak ada persyaratan harus ada pembayaran dimuka dalam
lokasi transaksi.
Mirip dengan bentuk aplikasi ini, apa yang disebutkan Abu Ubaid ketika ia
menggambarkan jual beli tanggungan dengan tanggungan. Ia berkata:
Gambarannya yaitu: seseorang menyerahkan beberapa dirham untuk membeli
makanan yang diserahkan secara tertunda kalau datang waktunya, orang yang
harus menyerahkan makanan berkata: "Saya tidak mempunyai makanan. Jual saja
lagi makanan yang seharusnya kuberikan itu kepadaku dengan pembayaran
tertunda." Yang demikian itu pembayaran tertunda yang berbalik menjadi
pembayaran tertunda lain. Kalau makanan itu sudah diserahkan dan dijual kepada
oraag lain, baru uangnnya diserahkan, bukanlah termasuk menjual tanggungan
dengan tanggungan.

C. Sekuritisasi Menurut Pandangan syariah


Sekuritisasi menurut definisi kerennya adalah, the process of taking an illiquid
asset, or group of assets, and through financial engineering, transforming them
into a security (proses menjadikan aset non likuid, atau grup aset, dan melalui
rekayasa finansial, mengubahnya menjadi sebuah sekuritas)- Investopedia. Dan ia
menjadi a more popular financial practice of pooling various types of contractual
debt such as residential mortgages, commercial mortgages, auto loans or credit
card debt obligations and combining said debt into bonds, pass-through securities,
or collateralized mortgage obligations (CMOs), which are, then, sold to various
investors (praktek keuangan yang lebih populer untuk mengumpulkan tipe-tipe
hutang terkontrak seperti kredit perumahan, kredit komersial, pinjaman untuk
kendaraan atau kewajiban hutang kartu kredit, dan menggabungkan hutang-hutang
itu kepada obligasi, melalui sekuritas, atau kewajiban kredit yang dijamin yang
kemudian dijual kepada berbagai investor.

Pendek kata, sekuritisasi adalah upaya untuk mendapatkan dana segar dengan
menjual hutang-hutang (piutang) yang telah diciptakan melalui berbagai kredit.
Lalu dana segar ini pun akan disalurkan kembali melalui kredit kepada nasabah.

Pertanyaannya, apakah dalam perbankan dan keuangan Syariah hal itu dapat
dilakukan? Dalam perbankan dan keuangan Syariah, mengoleksi dan
mengumpulkan hutang-hutang dalam satu paket dan menjualnya kepada investor
bukan perkara mudah. Ini karena hukum mengenai jual beli hutang (piutang)
sangat ketat. Hal ini diantaranya kekhawatiran umum akan adanya riba yang
muncul akibat transaksi hutang piutang tersebut.
Imam Hanafi dan Zahiry, misalnya menghukumkan jualbeli hutang secara
tangguh kepada orang yang tidak berhutang, jika dilakukan, dianggap tidak
pernah terjadi, karena hutang itu tidak dapat diserahkan, kecuali bagi yang
berhutang itu sendiri pada hak penjualnya.

Imam Syafii dan para sahabatnya: Boleh dilakukan jual beli hutang yang
mustaqar, yaitu hutang yang dipastikan pemanfaatannya dan kalau memilikinya
dapat dipastikan haknya tanpa ada kemungkinan (ihtimal) jatuhnya/ tak tertagih.
Contoh hutang mustaqar: nilai barang-barang yang mudah rusak atau harta yang
ada pada peminjam. Jika hutang itu berbentuk barang pesanan dari transaksi
Salam, tidak sah jual beli hutang tersebut.

Imam Ahmad bin Hambal dan koleganya berpendapat tidak sah jual beli hutang
secara tangguh kepada yang bukan berhutang, sama tidak sahnya menghibahkan
hutang kepada orang yang tidak memiliki tanggungan (zimmah)

Sedangkan Imam Malik berpendapat dibolehkan jual beli hutang secara tangguh
kepada orang yang tidak berhutang dengan 8 syarat yang dapat dirangkum
menjadi dua kategori: Tidak mengarah kepada gharar, riba, dsb, dan yang
berhutang berada pada negara yang sama agar mudah ditagih.

jika sekuritisasi mau bisa dilakukan secara syariah adalah tidak menjual piutang
kredit yang timbul dari jual-beli tidak tunai atau pinjaman. Karena keduanya
menghasilkan hutang yang tidak boleh dipindahtangankan kecuali pada nominal
yang sama. Oleh karena itu sebelum bicara sekuritisasi, orang harus mengerti dulu
akad-akad pembiayaan (kredit) yang dilakukan oleh bank syariah dan efeknya
bagi sekuritisasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulam
Dalam masalah ini tidak ada hadist shahih Akan tetapi ijma' kaum muslimin
adalah bahwa menjual hutang dengan hutang tidak boleh. "Sementara Imam ath-
Thahawi menyatakan" Ahlul hadist menafsirkan hadist ini dengan riwayat Abu
Musa bin Ubaiduh, meskipun mengandung kekurangan dalam sanadnya.ini
merupakan bab besar dalam ilmu fiqih.
Hutang yang dijual itu tidak lepas dari keberadaannya sebagai pembayaran yang
ditangguhkan, barang dagangan tertentu yang diserahkan secara tertunda, atau
barang dagangan yang digambarkan kriterianya dan akan diserahkan juga secara
tertunda.

Dalam perbankan dan keuangan Syariah, mengoleksi dan mengumpulkan hutang-


hutang dalam satu paket dan menjualnya kepada investor bukan perkara mudah.
Ini karena hukum mengenai jual beli hutang (piutang) sangat ketat. Hal ini
diantaranya kekhawatiran umum akan adanya riba yang muncul akibat transaksi
hutang piutang tersebut, dan para Ulamak dalam hal ini berbeda pendapat.
DAFTAR PUSTAKA

http://kumpulanberbagaimakalah.blogspot.sg/2014/01/makalah-bay-al-dayn-jual-
beli-hutang.html di akses pd tgl 21-05-2017

http://www.neraca.co.id/article/29837/sekuritisasi-aset-secara-syariah-
mungkinkah-oleh-cecep-maskanul-hakim di akses pd tgl 21-05-2017

Anda mungkin juga menyukai