LP CKD DMR
LP CKD DMR
Disusun oleh :
DAMAR LIBRIYANTO
0903018
B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris
sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas,
antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya
DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati
timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%
sampai 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long,
1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Pada 2002, National Kidney Foundation AS menerbitkan pedoman
pengobatan yang menetapkan lima stadium chronic kidney disease (CKD)
berdasarkan ukuran GFR yang menurun. Pedoman tersebut mengusulkan
tindakan yang berbeda untuk masing-masing stadium penyakit ginjal.
Risiko CKD meningkat. GFR 90 atau lebih dianggap normal. Bahkan
dengan GFR normal, kita mungkin berisiko lebih tinggi terhadap CKD bila
kita diabetes, mempunyai tekanan darah yang tinggi, atau keluarga kita
mempunyai riwayat penyakit ginjal. Semakin tua kita, semakin tinggi risiko.
Orang berusia di atas 65 tahun dua kali lipat lebih mungkin mengembangkan
CKD dibandingkan orang berusia di antara 45 dan 65 tahun. Orang Amerika
keturunan Afrika lebih berisiko mengembangkan CKD.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -
angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
Krekel
Nafas dangkal
Kusmaull
Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
Ulserasi dan pardarahan mulut
Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Pruritis
Kulit kering bersisik
Ekimosis
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
o Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat
lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan
dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat
peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan
termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang
menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan
kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status
kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara
C Long, 2001)
G. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut. Tujuan dialisis untuk mempertahankan
kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali.
Dialisis dilakukan pada gagal ginjal untuk mengeluaran zat-zat toksik dan
limbah tubuh yang dalam keadaan normal diekskresikan oleh ginjal yang
sehat. Dialisis juga dilakukan dalam penanganan pasien dengan edema
yang membandel, koma hepatikum, hiperkalemia, hiperkalsemia,
hipertensi, dan uremi.
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
Terapi farmakologis bertujuan untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi disamping bermanfat
untuk memperkecil resiko kardiovaskuler juga sangat penting untuk
memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Studi membuktikan
bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama
pentingnya dengan pembatasan asupan protein. Beberapa obat hipertensi
terutama penghambat enzim converting angiotensin melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal.
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
Pada gangguan fungsi renal yang perlu diperhatikan mencakup pengaturan
terhadap masukan protein, masukan cairan untuk mengganti cairan ynag
hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang hilang, dan
pembatasan kalium. Protein akan dibatasi karena urea, asam urat, dan
asam organik akan menumpuk secara cepat dalam darah. Biasanya cairan
yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam. Kalori
diperoleh dari karbohidrat dan lemak untuk mencegh kelemahan.
Pemberian vitamin penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau
kadaver manusia ke resipien yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir.
Ginjal transplan dari donor hidup yang sesuai dan cocok agi pasien akan
lebih baik daripada transplan yang berasal dari donor kadaver. Ginjal
transplan diletakan di fosa iliaka anterior sampi krista iliaka pasien. Ureter
dari ginjal transplan ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan
ke ureter resipien.
INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi
jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R : Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R : HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
PATHWAYS
infeksi sekresiretensi
protein
vaskuler
Naterganggu zat toksik payah jantungsekresi
kiri Obstruksi
eritropoitis
saluran
turun
bendungan
kemih atrium kiri naik
sindrom
total CESuremia
naik urokrom tertimbun di kulit
COP turun
reaksi antigen antibodi arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan kasar
tek. vena pulmonalis
iritasi / cidera jaringan
perpospatemia gang. keseimbangan asam - basa
resiko tek. kapiler naik
suplai nutrisi dalam darah turun produksi Hb turun
gangguan nutrisi perubahan warna kulit
pruritis
aliran darah ginjal turun suplai O2 jaringan turun suplai O2 ke otak turun