Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DI RUANG PENYAKIT DALAM C3L1
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun oleh :
DAMAR LIBRIYANTO
0903018

PROGRAM PENDIDIKAN S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KARYA HUSADA SEMARANG
2012
A. PENGERTIAN
Chronic kidney disease (CKD ) adalah kondisi dimana terjadi kerusakan
ginjal baik fungsi maupun struktur/anatomi dilihat dari LFG melalui
menghitung CCT atau tidak LFG yaitu melihat hasil nilai ureum dan kreatinin.
Ginjal tidak mampu melakukan fungsinya untuk membuang sampah sisa
metabolisme dalam tubuh, mempertahankan keseimbangan cairan , elektrolit
dan asam basa dalam tubuh. CKD dapat berkembang cepat 2-3 bulan dan
dapat pula berkembang dalam waktu yang sangat lama 30-40 tahun.
Penyakit ginjal kronis (CKD), juga dikenal sebagai penyakit ginjal
kronis, merupakan kerugian progresif dalam fungsi ginjal selama periode
bulan atau tahun. Gejala memburuknya fungsi ginjal yang tidak spesifik, dan
mungkin mencakup rasa umumnya tidak sehat dan mengalami nafsu makan
berkurang. Seringkali, penyakit ginjal kronis didiagnosis sebagai akibat dari
pemutaran orang yang dikenal berada di risiko masalah ginjal, seperti yang
dengan tekanan darah tinggi atau diabetes dan mereka yang relatif darah
dengan penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis juga dapat
diidentifikasikan ketika itu mengarah ke salah satu komplikasi yang dikenal,
seperti kardiovaskuler, anemia penyakit atau perikarditis
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris
sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas,
antara lain:
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik
 Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
 Penyakit metabolik misalnya
DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati
timbal
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%
sampai 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long,
1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Pada 2002, National Kidney Foundation AS menerbitkan pedoman
pengobatan yang menetapkan lima stadium chronic kidney disease (CKD)
berdasarkan ukuran GFR yang menurun. Pedoman tersebut mengusulkan
tindakan yang berbeda untuk masing-masing stadium penyakit ginjal.
Risiko CKD meningkat. GFR 90 atau lebih dianggap normal. Bahkan
dengan GFR normal, kita mungkin berisiko lebih tinggi terhadap CKD bila
kita diabetes, mempunyai tekanan darah yang tinggi, atau keluarga kita
mempunyai riwayat penyakit ginjal. Semakin tua kita, semakin tinggi risiko.
Orang berusia di atas 65 tahun dua kali lipat lebih mungkin mengembangkan
CKD dibandingkan orang berusia di antara 45 dan 65 tahun. Orang Amerika
keturunan Afrika lebih berisiko mengembangkan CKD.

 Stadium 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih).


Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada
stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk
memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.

 Stadium 2: Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR


(60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan
memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan
untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
 Stadium 3: Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah
berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin
umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau
mengobati masalah ini.

 Stadium 4: Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan


pengobatan untuk komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin
mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan
membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan
membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh
darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering.
Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita.
Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang
satu ginjal untuk dicangkok.

 Stadium 5: Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita


tidak bekerja cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan
membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -
angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
 Hipertensi
 Pitting edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
 Krekel
 Nafas dangkal
 Kusmaull
 Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, mual dan muntah
 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan pardarahan mulut
 Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Pruritis
 Kulit kering bersisik
 Ekimosis

 Kuku tipis dan rapuh


 Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
 Amenore
 Atrofi testis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
o Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat
lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan
dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat
peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan
termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang
menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan
kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status
kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara
C Long, 2001)

G. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut. Tujuan dialisis untuk mempertahankan
kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali.
Dialisis dilakukan pada gagal ginjal untuk mengeluaran zat-zat toksik dan
limbah tubuh yang dalam keadaan normal diekskresikan oleh ginjal yang
sehat. Dialisis juga dilakukan dalam penanganan pasien dengan edema
yang membandel, koma hepatikum, hiperkalemia, hiperkalsemia,
hipertensi, dan uremi.
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
Terapi farmakologis bertujuan untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi disamping bermanfat
untuk memperkecil resiko kardiovaskuler juga sangat penting untuk
memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Studi membuktikan
bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama
pentingnya dengan pembatasan asupan protein. Beberapa obat hipertensi
terutama penghambat enzim converting angiotensin melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal.
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
Pada gangguan fungsi renal yang perlu diperhatikan mencakup pengaturan
terhadap masukan protein, masukan cairan untuk mengganti cairan ynag
hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang hilang, dan
pembatasan kalium. Protein akan dibatasi karena urea, asam urat, dan
asam organik akan menumpuk secara cepat dalam darah. Biasanya cairan
yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam. Kalori
diperoleh dari karbohidrat dan lemak untuk mencegh kelemahan.
Pemberian vitamin penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau
kadaver manusia ke resipien yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir.
Ginjal transplan dari donor hidup yang sesuai dan cocok agi pasien akan
lebih baik daripada transplan yang berasal dari donor kadaver. Ginjal
transplan diletakan di fosa iliaka anterior sampi krista iliaka pasien. Ureter
dari ginjal transplan ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan
ke ureter resipien.

H. ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISEASE


PENGKAJIAN
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, Kelemahan otot dan
tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, Peningkatan
JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, Menolak, cemas,
takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin
pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen
kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, Penurunan
otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan,
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal
Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit,
ROM terbatas
10.Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti
biasanya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke
jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan.

INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi
jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R : Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R : HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R : Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R : Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria
hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R : Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R : Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R : Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R : Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R : Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R : Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan
kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R : Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R : Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R : Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk
untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R : Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R : Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
PATHWAYS

infeksi sekresiretensi
protein
vaskuler
Naterganggu zat toksik payah jantungsekresi
kiri Obstruksi
eritropoitis
saluran
turun
bendungan
kemih atrium kiri naik

sindrom
total CESuremia
naik urokrom tertimbun di kulit
COP turun

reaksi antigen antibodi arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan kasar
tek. vena pulmonalis
iritasi / cidera jaringan
perpospatemia gang. keseimbangan asam - basa
resiko tek. kapiler naik
suplai nutrisi dalam darah turun produksi Hb turun
gangguan nutrisi perubahan warna kulit
pruritis
aliran darah ginjal turun suplai O2 jaringan turun suplai O2 ke otak turun

vol. interstisial naik kapiler paru naik


gang. prod. asam naik
suplai darah ginjal turun
integritas kulit
as. lambung naik menekan saraf perifer
oksihemoglobin turun hematuria
edema
RAA turun metab. anaerob syncope
(kelebihan volume cairan) edema paru
(kehilangan kesadaran)
nausea, vomitus iritasi lambung
retensi Na & H2O naik timb. as. laktat naik
preload naik
gangguan
GFR turun
resiko gangguan nutrisi perfusi jaringaninfeksi perdarahan intoleransi
gang. pertukaran gas aktivitas
anemia
suplai O2 kasar turun
nyeri pinggang
beban jantung naik gastritis
- hematemesis
kelebihan vol. cairan - fatigue - melena
- nyeriGGKmual, muntah
sendi intoleransi aktivitas
hipertrofi ventrikel kiri
anemia

Anda mungkin juga menyukai