Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan penulis akan menjelaskan mengenai kesenjangan -

kesenjangan yang terdapat pada teori dengan praktik, pembahasan ini meliputi

proses keperawatan yaitu pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan sehingga dapat

diambil suatu kesimpulan dan pemecahan masalah serta dapat digunakan sebagai

tindak lanjut dalam penerapan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien

khususnya pada studi kasus asuhan keperawatan pada Bayi Ny.R dengan Asfiksia

Neonatorum di Ruang Mawar RSUD Curup tahun 2016.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan

kebutuhan dan masalah pasien. Data pengkajian keperawatan diperoleh dari hasil

observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, status pasien, dan

anamnesa. Hasil pengkajian yang dilakukan pada bayi hampir semua pengkajian

sesuai dengan teori, semua pengkajian dilakukan sesuai dengan format

pengkajian. Menurut Dewi (2013) bayi mengalami takikardia (lebih dari 140

x/menit) untuk gejala asfiksia ringan dan ada tanda-tanda syok untuk asfiksia

berat.

Menurut Gegor (2007), kondisi patofisiologi yang menyebabkan asfiksia

meliputi kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida berlebihan dan asidosis

metabolik. Menurut Dewi (2013), pembagian penyebab kegagalan pernapasan

85
sebagai berikut pada janin, kegagalan disebabkan oleh beberapa hal berikut yaitu

gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, diantaranya disebabkan oleh gangguan aliran

pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat,

simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban yang telah

pecah menyebabkan tali pusat menumbung, dan kehamilan lebih bulan (post-

term) serta adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC menggunakan

narkosa. Kemudian faktor dari ibu selama kehamilan yaitu gangguan His,

misalnya karena atonia uteri yang dapat menyebabkan hipertoni, adanya

perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta yang dapat menyebabkan

menurunnya tekanan darah secara mendadak, vasokontriksi arterial pada kasus

hipertensi kehamilan dan pre eklamsia dan eklamsia, serta kasus solusio plasenta

yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas (oksigen dan zat asam arang).

Menurut Towel (2010), asfiksia bisa disebabkan oleh beberapa faktor ibu

yaitu Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami hipoksia

yang dapat berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi lain. Plasenta yaitu

apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami hipoksia yang

dapat berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi lain. Fetus yaitu Kompresi

umbilikus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh

darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Neonatus

yaitu Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi beberapa hal

berikut pemakaian anastesi yag berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi selama

persalinan, kelainan kongenital pada bayi.

Menurut (Depkes RI, 2009) penyebab asfiksia yang pertama yaitu Faktor

ibu yaitu preeklamsi dan eklamsi, perdarahan abnormal (plasenta previa atau

86
solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selam persalinan, infeksi

berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan post matur, usia ibu kurang dari 20

tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih. Kedua yaitu faktor bayi

seperti bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan sulit (letak

sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstrakdivakum, porsef), kelainan

kongenital. Ketiga yaitu faktor tali pusat lilitan tali pusat, tali pusat pendek,

simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.

Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), penyebab asfiksia yang

pertama adalah faktor ibu yaitu oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi

akibat hipoventilasi selama anastesi, penyakit jantung, sianosis, gagal pernapasan,

keracunan karbon monoksida, dan tekanan darah ibu yang rendah akan

menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan darah uterus dapat menyebabkan

berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering

ditemukan pada : gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni atau

tetani uterus akibat penyakit atau obat. Hipotensi mendadak pada ibu karena

perdarahan, hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain. Kedua faktor

plasenta yaitu pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak

pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tidak menempel,

dan perdarahan plasenta. Ketiga faktor fetus yaitu kompresi umbilikus dapat

mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan

menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat

ditemukan pada keadaan: tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin

dan jalan lahir, dan lain-lain. Keempat faktor neonatus yaitu depresi pusat

87
pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena pemakaian obat

anastesi/analgetik yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan

depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang terjadi pada

persalinan, misalnya perdarahan intrakranial, kelainan kongenital pada bayi,

misalnya hernia diafragmatika atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia

paru dan lain-lain. Kelima faktor persalinan yaitu Partus lama dan partus karena

tindakan dapat berpengaruh terhadap gangguan paru-paru.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian

yang digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi dan evaluasi

keperawatan. Pada analisa data pada pasien Bayi Ny.R dapat disimpulkan

beberapa diagnosa keperawatan, tetapi tidak semua diagnosa keperawatan pada

teori dapat ditemukan, dari 6 diagnosa keperawatan pada pasien asfiksia menurut

Wilkinson dan Ahern (2012), hanya 3 diagnosa keperawatan yang ditemukan

pada bayi Ny.R diantaranya:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan aspirasi mekonium

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi

3. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan ketidakadekuatan

produksi ASI

4. Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi mekonium

88
Menurut Wilkinson dan Ahern (2012) diagnosa keperawatan pada pasien

abortus adalah :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan aspirasi mekonium

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi

3. Risiko aspirasi berhubungan dengan adanya slang enteral atau trakeal

4. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan ketidakadekuatan

produksi ASI

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan tidak adekuat

sekunder akibat refleks menghisap yang buruk

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

refleks menghisap bayi yang tidak adekuat

Diagnosa Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan aspirasi

mekonium. Hal ini didukung oleh hasil pengkajian bahwa terdapat sputum yang

berlebihan pada bayi adanya suara tambahan yaitu stridor, adanya tarikan dinding

dada, saat di suction terdapat lendir berwarna bening, penurunan suara nafas,

adanya perubahan irama pernafasan.

Timbulnya diagnosa Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

hipoventilasi. Hal ini didukung tampak adanya perubahan ekskursi dada

Bradipnea: 20 kali permenit, bayi tampak bernafas dengan cuping hidung, bayi

tampak menggunakan otot bantu pernapasan, APGAR 6, Bayi tampak sianosis.

Diagnosa Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan

ketidakadekuatan produksi ASI. Hal ini didukung oleh produksi ASI yang tidak

89
adekuat, tidak ada kepuasan saat menyusui, bayi tampak menggeliat dan menangis

di payudara Ibu , bayi tampak rewel dan menangis dalam waktu satu jam setelah

menyusui, bayi tampak tidak mampu untuk menempel pada payudara ibu dengan

benar, bayi tampak tidak bisa menghisap puting susu Ibu dengan kontinu.

Diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi mekonium diangkat

karena pada saat dilakukan pengkajian bayi dilakukan perawatan tali pusat dan

diberikan antibiotik untuk mencegah resiko infeksi pada bayi, diagnosa ini

diangkat karena sesuai dengan data pengkajian yang dilakukan oleh perawat tetapi

tidak ada di diagnosa tinjauan pustaka.

Diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan refleks menghisap bayi yang tidak adekuat tidak diangkat

karena bayi tidak menolak diberikan ASI melalui dot tetapi ASI Ibu yang tidak

adekuat dan juga didukung oleh berat badan bayi yang normal yaitu 2700 gram.

Diagnosa Risiko aspirasi berhubungan dengan adanya slang enteral atau

trakeal tidak diangkat karena bayi tidak mengalami aspirasi dan bayi tidak

dipasang selang NGT serta pemberian makanan masih bisa lewat oral. Diagnosa

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan tidak adekuat

sekunder akibat refleks menghisap yang buruk tidak diangkat karena turgor kulit

bayi elastis, membran mukosa bayi lembab dan tidak kering.

90
C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan dilakukan setelah data dikumpulkan, dianalisa,

masalah diagnosa keperawatan telah ditentukan maka dimulailah membuat

intervensi keperawatan. Perencanaan tersebut merupakan keputusan awal tentang

kegiatan apa yang dilakukan untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan

kesehatan dan mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan.

Perencanaan keperawatan yang dibuat pada tinjauan kasus, berdasarkan atau

perpaduan pada konsep teori dan literatur lainnya, namun tidak semua

perencanaan yang ada dalam teori dapat diterapkan pada tinjauan kasus ini.

Pada diagnosa ke 3 yaitu ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

dengan ketidakadekuatan produksi ASI seperti memberikan penyuluhan tentang

ASI tidak dilakukan karena Ibu R mengatakan bahwa ia telah mengerti tentang

pentingnya ASI dan cara pemberian ASI serta makanan apa yang harus dimakan

sebelum memberikan ASI agar produksi ASI adekuat sebab Ibu R sudah

melahirkan sebanyak 5 kali.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan perwujudan dari perencanaan

keperawatan yang telah disusun, dilaksanakan kerja sama dengan kepala ruangan,

perawat ruangan, dokter yang bertugas, serta pasien dan keluarganya.

Implementasi yang dilakukan mahasiswa pada pasien ini dimulai pukul 14.00

WIB, sedangkan pasien dipindahkan keruang perawatan pada pukul 13.00 WIB,

hal ini dikarenakan pada mahasiswa tidak mengikuti bayi pada saat ibu

melakukan sc diruang ok.

91
Penulis dalam melaksanakan tindakan yang telah direncanakan tidak

sepenuhnya penulis dapat melakukan sendiri, karena penulis tidak dinas 24 jam

untuk itu penulis bekerja sama dengan perawat ruangan dan keluarga dalam

melaksanakan tindakan keperawatan. Pada pemberian asuhan keperawatan selama

4 hari tidak dilakukannya pemeriksaan AGD (analisa gas darah) karena saturasi

oksigen bayi sudah membaik dan implementasi yang tidak dilakukan adalah pada

diagnosa 3 yaitu ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan

ketidakadekuatan produksi ASI seperti memberikan penyuluhan tentang ASI tidak

dilakukan karena Ibu R mengatakan bahwa ia telah mengerti tentang pentingnya

ASI dan cara pemberian ASI serta makanan apa yang harus dimakan sebelum

memberikan ASI agar produksi ASI adekuat sebab Ibu R sudah melahirkan

sebanyak 5 kali.

E. Evaluasi

Evaluasi yang merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dapat

digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan rencana keperawatan

dalam memenuhi kebutuhan pasien berdasarkan kriteria hasil yang ditentukan.

Saat melakukan evaluasi keperawatan catatan perkembangan pasien dari

pengamatan terakhir yang penulis lakukan pada tanggal 27 Juni 2016 pukul 08.00

WIB dua masalah keperawatan dapat teratasi yaitu pada diagnosa 1 data objektif

tidak adanya tarikan dinding dada, tidak adanya penurunan suara nafas, tidak

adanya perubahan irama pernafasan, saturasi oksigen 90%. Pada diagnosa data

objektif bayi tampak tidak bernafas dengan cuping hidung, bayi tampak tidak

92
menggunakan otot bantu pernapasan, APGAR Skor 7, bayi tampak tidak sianosis,

pola napas bayi lambat dan RR:42x/menit.

Pada tanggal 28 Juni 2016 puku 13.00 WIB satu masalah keperawatan

belum teratasi yaitu pada diagnosa 3 data subjektif produksi ASI mulai sedikit

adekuat dan sudah ada kepuasan saat menyusui, data objektif bayi tidak tampak

menangis dipayudara Ibu R, bayi tampak tidak rewel dan menangis dalam waktu

satu jam setelah menyusui, bayi tampak sudah mampu untuk menempel pada

payudara ibu dengan benar, bayi tampak sudah bisa menghisap puting susu Ibu

dengan kontinu. Pada tanggal 29 Juni 2016 pukul 14.00 WIB masalah

keperawatan yang terakhir yaitu diagnosa 3 dapat teratasi data subjektif produksi

ASI sudah adekuat dan ada kepuasan saat menyusui, data objektif bayi tidak

tampak menangis dipayudara Ibu R, bayi tampak tidak rewel dan menangis dalam

waktu satu jam setelah menyusui, bayi tampak sudah mampu untuk menempel

pada payudara ibu dengan benar, bayi tampak sudah bisa menghisap puting susu

Ibu dengan kontinu.

93

Anda mungkin juga menyukai