KONSEP DASAR
1. Definisi
Baby Blues atau yang juga dikenal sebagai Post Partum Syndrome atau
Post Partum Blues adalah merupakan salah satu gangguan psikologis ibu masa
nifas yang berupa kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya
hanya muncul sementara waktu, yakni sekitar 2 hari hingga 2 minggu sejak
kelahiran bayi. Dimana terjadi perubahan hormon si ibu, juga kelelahan pasca
melahirkan. Ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya.
Perubahan perasaan saat hamil sehingga sulit menerima bayinya (Zein, 2004).
2. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain :
a. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine
oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan
kejadian depresi.
b. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
d. Latar belakang psikososial ibu
Tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak
diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi
serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami,
keluarga dan teman).
Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah
suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya
dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai
tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa
kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak
membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan
lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, masalah
dengan si sulung.
e. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
f. Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum
blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau
kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat
menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan
sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih
mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi
secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa
kehidupan yang menakan.
g. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari baby blues ini
disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar individu.
Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985)
menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang
berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge
Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-
alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi
postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar,
penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga
dapat dianggap pemicu.
4. Klasifikasi
Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun
multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam 3
tipe yaitu:
a. Baby blues
Merupakan bentuk yang paling ringan dan berlangsung hanya
beberapa hari saja. Gejala berupa perasaan sedih, gelisah, seringkali
uring-uringan dan khawatir tanpa alasan yang jelas. Tahapan baby
blues ini hanya berlangsung dalam waktu beberapa hari saja. Pelan-
pelan si ibu dapat pulih kembali dan mulai bisa menyesuaikan diri
dengan kehidupan barunya.
b. Depresi post partum
Bentuk yang satu ini lumayan agak berat tingkat keparahannya
yang membedakan ibu tidak bisa tidur atau sulit untuk tidur. Dapat
terjadi dua minggu sampai setahun setelah melahirkan
c. Psychosis post partum
Jenis ini adalah yang paling parah. Ibu dapat mengalami
halusinasi, memiliki keinginan untuk bunuh diri. Tak saja psikis si ibu
yang nantinya jadi tergantung secara keseluruhan.
5. Patofisiologi
7. Pemeriksaan Penunjang
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan
acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat
dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu.
2. Diagnosa
a. Nyeri akut atau ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma
mekanis, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
b. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal
(perpindahan cairan atau peningkatan aliran plasma ginjal), trauma
mekanis, edema jaringan, efek-efek anestesia.
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis recti),
efek-efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia,
nyeri perineal atau rektal.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan
psikologi (gembira,ansietas,kegirangan), nyeri, proses persalinan dan
kelahiran melelahkan.
e. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan
interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
f. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi
regulator ( misalnya : hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek-
efek anestesia, tromboembolisme, profil darah abnormal (anemia,
sensitivitas Rubella, inkompabilitas Rh )
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
dan kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan
pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
h. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan atau penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan
berlebihan (muntah, diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan
kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi)
i. Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan
penggantian cairan, efek-efek infus oksitosin.
j. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan
dengan kurang dukungan dari orang terdekat, kurang pengetahuan,
etidakefektifan dan tidak tersedianya model peran, harapan tidak
realistis untuk diri sendiri, bayi dan pasangan, tidak terpenuhinya
kebutuhan maturasi sosial, emosional dari klien atau pasangan, adanya
stresor ( misalnya : finansial, rumah tangga , pekerjaan)
k. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan atau mengasuh anak dan melakukan peran
ibu dan menjadi orang tua atau melepaskan untuk adopsi, kerentanan
personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
l. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas
adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
3. Intervensi
a. Nyeri akut atau ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma
mekanis, edema, pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk
mengatasi ketidaknyamanan.
Intervensi :
1) Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan
intervensi yang tepat.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan
perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi /
intervensi lanjut.
3) Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam
pertama setelah kelahiran.
Rasional : Memberikan anestesi lokal, meningkatkan
vasokontriksi, mengurangi edema dan vasodilatasi
4) Berikan kompres panas lembab ( misalnya : rendam duduk atau
bak mandi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum,
meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan,
menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas
perbaikan episiotomi
Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk
menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit
sebelum menyusui
Rasiona : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi,
bila afterpain paling hebat karena pelepasan oksitosin.
b. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi
regulator (misalnya : hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia), efek-
efek anestesia, tromboembolisme, profil darah abnormal (anemia,
sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh)
Tujuan : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor
risiko atau melindungi diri, bebas dari komplikasi.
Intervensi :
1) Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan
darah pada waktu melahirkan
Rasional : Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan
pada sincope klien karena ketidakadekuatan pengiriman
oksigen ke otak.
2) Catat efek-efek magnesium sulfat ( MgSO4 ), bila diberikan.
Rasional : Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernafasan
dibawah 12x/mnt menandakan toksisitas dan perlunya
penurunan atau penghentian terapi obat.
3) Inspeksi ekstrimitas bawah terhadap tanda-tanda
trombloflebitis misalnya : kemerahan, kehangatan, nyeri tekan
Rasional : Peningkatan produk split fibrin (kemungkinan
pelepasan dari sisi placenta), penurunan mobilitas, trauma,
sepsis, dan aktivasi berlebihan dari pembekuan darah setelah
kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme
pada klien.
4) Evaluasi status rubella pada grafik pranatal
Rasional : Membantu efek-efek teratogenik pada kehamilan
selanjutnya.
5) Concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping,
risiko-risiko, dan perlunya untuk mencegah konsepsi selama 2-
3 bulan setelah vaksinasi.
Rasional : Periode inkubasi 14-21 hari, anafilaktik alergi atau
respon hipersentifitas dapat terjadi.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
dan kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan
pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan :
1) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan risiko
atau meningkatkan penyembuhan
2) Menunjukkan luka yang bebas dari drainase purulen
3) Bebas dari infeksi, tidak febris
4) Mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Intervensi
1) Kaji catatan pranatal dan intrapratal, perhatikan frekuensi
pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini,
persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta.
Rasional : Membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko
yang dapat mengganggu penyembuhan dan kemunduran
pertumbuhan epitel jaringan endometrium.
2) Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi; Catat
tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise
Rasional : peningkatan suhu mengidentifikasikan terjadinya
infeksi.
3) Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam
Rasional : Diagnosis dini dari infeksi lokal dapat mencegah
penyebaran pada jaringan uterus. Gejala ISK dapat tampak
pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum karena naiknya infeksi
traktus dari uretra ke kandung kemih.
4) Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau
rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih atau
defekasi
Rasional : Pembersihan sering dari depan ke belakang (simfisis
pubis ke area anal) membantu mencegah kontaminasi rektal
memasuki vagina atau uretra.
5) Hubungi agensi-agensi komunitas yang tepat, seperti pelayanan
perawat yang berkunjung, untuk evaluasi diet, progam
antibiotik, kemungkinan komplikasi, dan kembali untuk
pemeriksaan medis
Rasional : Adanya infeksi pascapartum membuat klien lemah
sehingga membutuhkan banyak istirahat, pemantauan yang
ketat, dan bantuan pemeliharaan rumah dan perawatan diri.
YAYANG SAVITA
(PO.62.20.1.15.145)
2017
DAFTAR PUSTAKA
Zein, Asmar Yetti, 2004, Psikologi Ibu dan Anak, Yogyakarta; Tarmajaya
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler ( 2000 ), Rencana Asuhan
Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4. Jakarta:
EGC