Anda di halaman 1dari 24

A.

KONSEP DASAR
1. Definisi
Baby Blues atau yang juga dikenal sebagai Post Partum Syndrome atau
Post Partum Blues adalah merupakan salah satu gangguan psikologis ibu masa
nifas yang berupa kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya
hanya muncul sementara waktu, yakni sekitar 2 hari hingga 2 minggu sejak
kelahiran bayi. Dimana terjadi perubahan hormon si ibu, juga kelelahan pasca
melahirkan. Ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya.
Perubahan perasaan saat hamil sehingga sulit menerima bayinya (Zein, 2004).

Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan atau


pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai
kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca
persalinan.

Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan


yang bisa berdampak pada perkembangan anak karena stres dan sikap ibu
yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang
mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan mudah sakit.
Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan yang
bila tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi pascapartum yang biasanya
terjadi pada bulan pertama setelah persalinan.

2. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain :
a. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine
oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan
kejadian depresi.
b. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
d. Latar belakang psikososial ibu
Tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak
diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi
serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami,
keluarga dan teman).
Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah
suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya
dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai
tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa
kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak
membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan
lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, masalah
dengan si sulung.
e. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
f. Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum
blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau
kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat
menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan
sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih
mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi
secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa
kehidupan yang menakan.
g. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari baby blues ini
disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar individu.
Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985)
menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang
berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge
Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-
alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi
postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar,
penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga
dapat dianggap pemicu.

3. Tanda dan Gejala


a. Cemas tanpa sebab
b. Menangis tanpa sebab
c. Tampak khawatir mengenai bayi
d. Tidak percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu
e. Merasa kurang menyayangi bayinya
f. Tidak sabar
g. Sensitif
h. Mudah tersinggung (Zein, 2004)

4. Klasifikasi
Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun
multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam 3
tipe yaitu:
a. Baby blues
Merupakan bentuk yang paling ringan dan berlangsung hanya
beberapa hari saja. Gejala berupa perasaan sedih, gelisah, seringkali
uring-uringan dan khawatir tanpa alasan yang jelas. Tahapan baby
blues ini hanya berlangsung dalam waktu beberapa hari saja. Pelan-
pelan si ibu dapat pulih kembali dan mulai bisa menyesuaikan diri
dengan kehidupan barunya.
b. Depresi post partum
Bentuk yang satu ini lumayan agak berat tingkat keparahannya
yang membedakan ibu tidak bisa tidur atau sulit untuk tidur. Dapat
terjadi dua minggu sampai setahun setelah melahirkan
c. Psychosis post partum
Jenis ini adalah yang paling parah. Ibu dapat mengalami
halusinasi, memiliki keinginan untuk bunuh diri. Tak saja psikis si ibu
yang nantinya jadi tergantung secara keseluruhan.
5. Patofisiologi

Sejarah kehamilan adalah factor utama yang bisa menimbulkan


terjadinya baby blues ini atau biasa dikenal dengan post partum blues. Riwayat
seperti kehamilan yang tidak di inginkan, adanya problem dengan orang tua
atau mertua, kurangnya biaya untuk persalinan, kurangnya perhatin yang
diberikan pada si ibu dan facktor dari etiologi serta faktor psikolog lainnya
merupakan penyebab utama.

Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada


gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktifasi nonadrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan
mood dan kejadian depresi. Karena proses ini pula seorang ibu setelah
melahirkan mengalami perubahan pada tingkat emosional. Biasanya ibu akan
mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive dan lebih
membutuhkan perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang di anggap
penting baginya. Keabnormalitasan pada post partum blues ini mengakibatkan
rasa tidak nyaman, kecemasan yang mendalam pada diri ibu, tek jarang
terkadang seorang ibu menangis tanpa sebab yang pasti. Khawatir pada
bayinya dengan kekhawatiran yang berlebihan
6. Pathway

7. Pemeriksaan Penunjang
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan
acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat
dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu.

Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner


dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan
perasaan depresi selama 7 hari paskapospartum. Pertanyaan-pertanyaannya
berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta
mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues.
8. Penatalaksanaan
Para ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan pertolongan
yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang
sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga
kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan
kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi
yang menakutkan.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di


tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-
sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga
teman dekatnya. Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan
postpartum blues dilakukan dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik.
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara
perawat atau tenaga medis lainnya dengan pasien dalam rangka
kesembuhannya dengan cara :
a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
b. Dapat memahami dirinya
c. Dapat mendukung tindakan konstruktif.
d. Dengan cara peningkatan support mental

Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga


diantaranya :
a. Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan
pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak,
menyiapkan susu dll
b. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam
menghadapi kesibukan merawat bayi
c. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih
perhatian terhadap istrinya
d. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir
e. Memperbanyak dukungan dari suami
f. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
g. Ibu dianjurkan sering berbagi pengalaman atau berdiskusi dengan
teman-temannya yang baru saja melahirkan
h. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
i. Mengganti suasana dengan bersosialisasi
j. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya
Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat
dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
a. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
b. Tidurlah ketika bayi tidur
c. Berolahraga ringan
d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
e. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
f. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
g. Bersikap fleksibel
h. Kesempatan merawat bayi hanya datang satu kali
i. Bergabung dengan kelompok ibu
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 )
dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi :
a. Dampak pengalaman melahirkan.
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa
proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat
hamil dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu
dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu
tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran
pervagina dan beberapa intervensi medis.
Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda
dari yang diharapkan ( misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran
sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang
telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang
pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi
mereka untuk menjadi orang tua.

b. Citra diri ibu


Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh,
dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan
tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan
adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu
juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku
seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada
orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk
memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa
hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
c. Interaksi Orang tua- Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi
evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua
terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku
maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku
maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak
orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai
akhirnya keterampilan mereka membaik.
Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua
membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang
menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu
melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan
melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.

d. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif


Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis
orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan
kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan
ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif
ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan
karena tugas – tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya,
saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi
yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya,
dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa
tingkat kelelahan bayi.

e. Struktur dan fungsi keluarga


Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post
partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga.
Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat
dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan
keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu
meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji
kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan
membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah
tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

Sedangkan pengkajian dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001)


adalah :
a. Aktivitas atau istirahat insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas Ego
Peka rangsang, taku dan menangis.
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari kdua dan ketiga
e. Makanan atau cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari-hari
ketiga
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara atau pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3
sampai kelima pascapartum.
g. Seksualitas

2. Diagnosa
a. Nyeri akut atau ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma
mekanis, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
b. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal
(perpindahan cairan atau peningkatan aliran plasma ginjal), trauma
mekanis, edema jaringan, efek-efek anestesia.
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis recti),
efek-efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia,
nyeri perineal atau rektal.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan
psikologi (gembira,ansietas,kegirangan), nyeri, proses persalinan dan
kelahiran melelahkan.
e. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan
interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
f. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi
regulator ( misalnya : hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek-
efek anestesia, tromboembolisme, profil darah abnormal (anemia,
sensitivitas Rubella, inkompabilitas Rh )
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
dan kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan
pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
h. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan atau penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan
berlebihan (muntah, diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan
kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi)
i. Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan
penggantian cairan, efek-efek infus oksitosin.
j. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan
dengan kurang dukungan dari orang terdekat, kurang pengetahuan,
etidakefektifan dan tidak tersedianya model peran, harapan tidak
realistis untuk diri sendiri, bayi dan pasangan, tidak terpenuhinya
kebutuhan maturasi sosial, emosional dari klien atau pasangan, adanya
stresor ( misalnya : finansial, rumah tangga , pekerjaan)
k. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan atau mengasuh anak dan melakukan peran
ibu dan menjadi orang tua atau melepaskan untuk adopsi, kerentanan
personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
l. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas
adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
3. Intervensi
a. Nyeri akut atau ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma
mekanis, edema, pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk
mengatasi ketidaknyamanan.
Intervensi :
1) Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan
intervensi yang tepat.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan
perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi /
intervensi lanjut.
3) Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam
pertama setelah kelahiran.
Rasional : Memberikan anestesi lokal, meningkatkan
vasokontriksi, mengurangi edema dan vasodilatasi
4) Berikan kompres panas lembab ( misalnya : rendam duduk atau
bak mandi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum,
meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan,
menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas
perbaikan episiotomi
Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk
menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit
sebelum menyusui
Rasiona : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi,
bila afterpain paling hebat karena pelepasan oksitosin.
b. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi
regulator (misalnya : hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia), efek-
efek anestesia, tromboembolisme, profil darah abnormal (anemia,
sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh)
Tujuan : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor
risiko atau melindungi diri, bebas dari komplikasi.
Intervensi :
1) Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan
darah pada waktu melahirkan
Rasional : Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan
pada sincope klien karena ketidakadekuatan pengiriman
oksigen ke otak.
2) Catat efek-efek magnesium sulfat ( MgSO4 ), bila diberikan.
Rasional : Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernafasan
dibawah 12x/mnt menandakan toksisitas dan perlunya
penurunan atau penghentian terapi obat.
3) Inspeksi ekstrimitas bawah terhadap tanda-tanda
trombloflebitis misalnya : kemerahan, kehangatan, nyeri tekan
Rasional : Peningkatan produk split fibrin (kemungkinan
pelepasan dari sisi placenta), penurunan mobilitas, trauma,
sepsis, dan aktivasi berlebihan dari pembekuan darah setelah
kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme
pada klien.
4) Evaluasi status rubella pada grafik pranatal
Rasional : Membantu efek-efek teratogenik pada kehamilan
selanjutnya.
5) Concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping,
risiko-risiko, dan perlunya untuk mencegah konsepsi selama 2-
3 bulan setelah vaksinasi.
Rasional : Periode inkubasi 14-21 hari, anafilaktik alergi atau
respon hipersentifitas dapat terjadi.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
dan kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan
pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan :
1) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan risiko
atau meningkatkan penyembuhan
2) Menunjukkan luka yang bebas dari drainase purulen
3) Bebas dari infeksi, tidak febris
4) Mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Intervensi
1) Kaji catatan pranatal dan intrapratal, perhatikan frekuensi
pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini,
persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta.
Rasional : Membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko
yang dapat mengganggu penyembuhan dan kemunduran
pertumbuhan epitel jaringan endometrium.
2) Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi; Catat
tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise
Rasional : peningkatan suhu mengidentifikasikan terjadinya
infeksi.
3) Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam
Rasional : Diagnosis dini dari infeksi lokal dapat mencegah
penyebaran pada jaringan uterus. Gejala ISK dapat tampak
pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum karena naiknya infeksi
traktus dari uretra ke kandung kemih.
4) Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau
rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih atau
defekasi
Rasional : Pembersihan sering dari depan ke belakang (simfisis
pubis ke area anal) membantu mencegah kontaminasi rektal
memasuki vagina atau uretra.
5) Hubungi agensi-agensi komunitas yang tepat, seperti pelayanan
perawat yang berkunjung, untuk evaluasi diet, progam
antibiotik, kemungkinan komplikasi, dan kembali untuk
pemeriksaan medis
Rasional : Adanya infeksi pascapartum membuat klien lemah
sehingga membutuhkan banyak istirahat, pemantauan yang
ketat, dan bantuan pemeliharaan rumah dan perawatan diri.

d. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan
berlebihan (muntah, diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan
kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi)
Tujuan : Tetap normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urin
seimbang, dan Hb/Ht dalam kadar normal.
Intervensi :
1) Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran; tinjau ulang
riwayat intra partal
Rasional : Mencegah terjadinya hipovolum
2) Perhatikan adanya rasa haus; berikan cairan sesuai toleransi
Rasional : Mencegah terjadinya hipovolum
3) Evaluasi masukan cairan dan haluaran urin selama diberikan
infus I.V atau sampai pola berkemih normal terjadi
Rasional : Mengetahui output dan input cairan yang masuk
dalam tubuh
4) Berikan cairan yang hilang dengan infus I.V. yang mengandung
elektrolit
Rasional : Membantu menciptakan volume darah sirkulasi dan
menggantikan kehilangan karena kelahiran dan diaforesis.

e. Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan


perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan
penggantian cairan, efek-efek infus oksitosin.
Tujuan : Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal, bebas dari
edema dan gangguan penglihatan, dengan bunyi nafas bersih.
Intervensi :
1) Tinjau ulang terhadap riwayat hipertensi karena kehamilan
(HKK) pranatal dan intrapartal, perhatikan peningkatan TD,
proteinuria, dan edema.
Rasional : Membantu menentukan kemungkinan komplikasi
serupa yang menetap / terjadi pada periode pascaprtum.
2) Pantau masukan dan haluaran urin ; ukur berat jenis.
Rasional : Menandakan kebutuhan cairan atau keadekuatan
terapi.
3) Kaji adanya, lokasi, dan luasnya edema
Rasional : Bahaya eklamsia atau kejang ada selama 72 jam,
tetapi dapat terjadi secara aktual selamba-lambatnya 5 hari
setelah kelahiran.
4) Kolaborasi dalam pemberian furosemid sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan haluaran urin dan menghilangkan
edema pulmonal.

f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti)


efek-efek progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia,
nyeri perineal atau rektal.
Tujuan : Melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya atau
optimal dalam 4 hari setelah kelahiran.
Intervensi :
1) Auskultasi adanya bising usus dan perhatikan kebiasaan
pengosongan normal atau diastaksis rekti
Rasional : Mengevaluasi fungsi usus
2) Kaji terhadap adanya hemoroid
Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal
dan ketidaknyamanan, dan meningkatkan vasokonstriksi lokal.
3) Anjuran peningkatan tingkat aktifitas dan ambulasi, sesuai
toleransi
Rasional : Membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.
4) Kolaborasi dalam pemberian laksatif, pelunak feses,
supositoria, atau enema
Rasional : Mungkin perlu untuk meningkatkan kembali ke
kebiasaan defekasi normal dan mencegah mengejan atau stres
perinal selama pengosongan.

g. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan


dengan kurang dukungan diantara atau dari orang terdekat, kurang
pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya model peran,
harapan tidak realistis untuk diri sendiri, bayi dan pasangan, tidak
terpenuhinya kebutuhan maturasi sosial atau emosional dari klien dan
pasangan, adanya stresor (misalnya : finansial, pekerjaan, dll)
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi
orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis,
secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan
tepat, mengidentifikasi sumber-sumber.
Intervensi :
1) Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan,
ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya.
Rasional : Mengidentifikasi faktor-faktor risiko potensial dan
sumber-sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan
klien atau pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi
orang tua.
2) Perhatikan respons klien atau pasangan terhadap kelahiran dan
peran menjadi orang tua
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif
untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah
dengan kuat.
3) Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik
yang pernah dialami klien / pengalaman selama kanak-kanak
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu
memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
4) Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan,
adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara
menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk
mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif
mempengaruhi menyusui.
5) Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian
komplikasi pranatal, intranatal, atau paskanatal
Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi,
infeksi, atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi
kondisi psikologis klien.
6) Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan
sesuai indikasi
Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati
bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.
7) Pantau dan dokumentasikan interaksi klien / pasangan dengan
bayi
Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang
bermakna pada pertama kali ; selanjutnya , mereka dikenalkan
pada bayi secara bertahap.
8) Anjurkan pasangan atau sibling untuk mengunjungi dan
menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas
perawatan bayi sesuai izin
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah
perasaan putus asa.
9) Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga
beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila
ikatan positif diantara klien / pasangan dan bayi tidak terjadi.
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan
ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui
konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.

h. Resiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis


maturasional dari kehamilan atau mengasuh anak dan melakukan peran
ibu dan menjadi orang tua atau melepaskan untuk diadopsi, kerentanan
personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis.
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional,
mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi,
mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebuuhan.
Intervensi :
1) Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode
intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama
persalinan.
Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan
yang positif akan peran feminin dan keunikan fungsi feminin
serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi
ibu, dan menyusui.
2) Anjurkan diskusi oleh klien atau pasangan tentang persepsi
pengalaman kelahiran
Rasional : Membantu klien atau pasangan bekerja melalui
proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi.
3) Kaji terhadap gejala depresi yang fana pada hari ke-2 sampai
ke-3 pascapartum (misalnya : ansietas, menangis, kesedihan,
konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat )
Rasional : Sebanyak 80% ibu-ibu mengalami depresi sementara
atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.
4) Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang
budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan
domestik pada saat pulang
Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk
mengatasi stres.
5) Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk
membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk
koping terhadap bayi baru lahir
Rasional : Keterampilan menjadi ibu atau orang tua bukan
secara insting tetapi harus dipelajari
6) Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau
keragu-raguan tentang kemampuan menjadi orang tua
Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan
area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap
bantuan profesional yang tepat.
7) Kolaborasi dalam merujuk klien atau pasangan pada kelompok
pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok
komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung
Rasional : Kira-kira 40% wanita dengan depresi pascapartum
ringan mempunyai gejala-gejala yang menetap sampai 1 tahun
dan dapat memerlukan evaluasi lanjut

i. Ganggunan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan


psikologis (sangat gembira, ansietas), nyeri atau ketidaknyamanan,
proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan
yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru,
melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat
Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit,
khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat
kelelahan.
2) Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan
relaksasi dan menurunkan rangsang.
3) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur atau istirahat
setelah kembali kerumah
Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur
dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
4) Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas
pada suplai ASI
Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis,
suplai ASI, dan penurunan refleks secara psikologis.
5) Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling
dan anggota keluarga lain
Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur
lebih banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur
dan memenuhi kebutuhannya

j. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi


berhubungan dengan kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan
interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
Tujuan : Mengungkapkan pengetahuan berhubungan dengan
pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang
diharapkan, melakukan aktivitas atau prosedur yang perlu dan
menjelaskan alasan-alasan untuk tindakan.
Intervensi
1) Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama
persalinan, dan tingkat kelelahan klien.
Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan
kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan
aktifitas-aktifitas perawatan diri atau perawatan bayi.
2) Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar
Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman
positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu
pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
3) Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan
perineal dan higiene, perubahan fisiologis
Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat
pemulihan dan penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang
positif dari perubahan fisik dan emosional.
4) Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk
kontrasepsi
Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai
ketersediaan metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa
kehamilan dapat terjadi
k. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas
adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas
yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru,
mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan
terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi :
1) Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain
Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman
positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap
pertumbuhan melalui tahap-tahap perkembangan.
2) Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan
bayi
Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan
keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa
kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang.
3) Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi
normal berkenaan dengan periode pascapartum
Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untu kemungkinan
perubahan yang mereka alami, menurunkan stres dan
meningkatkan koping positif.
4) Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang
dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tetang bayi baru
Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi
perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan.
5) Kolaborasi dalam merujuk klien atau pasangan pada kelompok
orang tua pascapartum di komunitas
Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang
membesarkan anak dan perkembangan anak.
LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM BLUES

YAYANG SAVITA

(PO.62.20.1.15.145)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-IV KEPERAWATAN

2017
DAFTAR PUSTAKA

Zein, Asmar Yetti, 2004, Psikologi Ibu dan Anak, Yogyakarta; Tarmajaya

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler ( 2000 ), Rencana Asuhan

Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien

Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai