Asfiksia
Asfiksia
Asfiksia
berkembang lainnya. Angka kematian bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi
dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup (Hincllif, 1999).
Angka ini merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka
kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan neonatal
kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi
per 1000 kelahiran hidup, sedangkan AKB di propinsi Sumatera Utara mencapai 44
bayi per 1000 kelahiran hidup. Ini menunjukkan bahwa AKB di propinsi Sumatera
Utara masih di atas angka rata-rata nasional. Padahal pada tahun 2015 Indonesia
telah menargetkan AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran hidup (Syafei,
2010, dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010,
mempunyai visi “ Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman dan bayi
yang dilahirkan hidup sehat”. Sedangkan salah satu misi MPS adalah
mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Perlu adanya program kesehatan
ibu dan bayi baru lahir (BBL) yang dapat menurunkan AKB (Syafei, dikutip dari
kompas 2008). Periode BBL (neonatal) adalah masa 28 hari pertama kehidupan
manusia. Pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuh bayi dari kehidupan
intra uteri ke kehidupan ekstra uteri. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan
perhatian karena pada masa ini terdapat mortalitas paling tinggi (Rudolf, 2006).
1
Penyebab kematian bayi ini adalah berat badan lahir rendah, asfiksia, tetanus, infeksi
Tujuan
7. Untuk mengetahui Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat
8. Untuk mengetahui Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan
9. Untuk mengetahui asuhan yang diberikan pasca resusitasi pada bayi asfiksia
2
ASFIKSIA
Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut
keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H
Markum, 2002).
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
3
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin,
2001).
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
1. faktor ibu:
3. faktor bayi:
4
air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor resiko tersebut maka
hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi ada kalanya faktor resiko menjadi sulit dikenali atau
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu
siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. Ada beberapa
Klinis 0 1 2
5
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apnue. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-
basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila
berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobic yang berupa
glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati
akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke
6
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan
resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan
waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa
menit tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat
atau meninggal.
1. Persiapan keluarga
Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata,
keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau diatas lantai beralas tikar.
Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat
tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka). Biasanya
digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt atau lampu gas minyak
7
b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :
tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
8
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun
sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin
lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa
dikemudian hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi penolong tunggal peralinan
karena disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus menyelamatkan bayi ang
penilaian, langkah awal dan ventilasi untuk inisiasi dan pemulihna pernapasan.
Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik). Secara
umum, 6 langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahir untuk
Letakkan bayi di atas kain yang ada di perut ibu atau dekat perineum.
9
2. Atur posisi bayi
3. Isap lendir
memasukkan).
hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti
nafas bayi.
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan
menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
5. Reposisi
Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru
(disiapkan).
Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangn tutupi bagian muka dan dada agar
10
6. Lakukan penilaian bayi
bernapas.
Bila bayi bernapas normal, berikan pada ibunya dan letakkan bayi di atas
dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi
melalui persentuhan kulit ibu dan bayi kemudian menganjurkan ibu ibu untuk
ventilasi.
udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka
dan pastikan tidak terjadi kebocoran, periksa ulang apakah jala napas
berikutnya.
3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air
dalam 30 detik.
11
4. Lakukan penilaian:
Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi. Bayi
hasil ventilasi tiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernapas, tidak
ventilasi dan pantau bayi dengan seksama dan memberikan asuhan pasca
dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya dan nilai hasilnya
yiap 30 detik.
Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit diventilasi,
mengalami kerusakan otak sehingga bayi akan menderita kecacatan yang berat
atau meninggal.
Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama
12
tekanan langsung dan berulang-ulang. Cara yang terbaik adalah melakukan intubasi
dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml air. Tekanan positif diberikan dengan
meniupkan udara yang telah diperkaya dengan oksigen melalui kateter tadi. Untuk
mencapai tekanan 30 ml air peniupan dapat dilakukan dengan kekuatan kurang lebih
Secara ideal napas buatan harus dilakukan dengan terlebih dahulu memasang
manometer. Selanjutnya untuk memperoleh tekanan positif yang lebih aman dan
efektif, dapat digunakan pompa resusitasi. Pompa ini dihubungkan dengan kateter
Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis yang membutuhkan
perbaikan segera, karena itu bikarbonas natrikus 7,5% harus segera diberikan dengan
dosis 2-4 ml/kg berat badan. Disamping itu glukosa 40% diberikan diberikan pula
dengan dosis 1-2 ml/kg berat badan. Obat-obat ini harus diberikan secara berhati-hati
diencerkan dengan air steril atau kedua obat diberikan bersama-sama dalam satu
Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan tidak timbul dan frekuensi
jantung menurun (kurang dari 100 permenit) maka pemberian obat-obat lain serta
malakukan penekanan di atas tulang dad secara teratur 80-100 kali per menit.
Tindakan ini dilakukan berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 kali massage
13
jantung diikuti dengan satu kali pemberian nafas buatan. Hal ini bertujuan untuk
massage jantung ini obat-obat yang dapat diberikan antara lain ialah larutan 1/10.000
frekuensi jantung) dan kalsium glukonat 50-100 mg/kg berat badan secara perlahan-
pernapasan. Hal ini dapat dikerjakan selama 30-60 detik setelah penilaian menurut
apgar 1 menit. Bila dalam waktu tersebut pernapasan tidak timbul, pernapasan buatan
harus segera dimulai. Pernapasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara
pernafasan kodok. Cara ini dikerjakan dengan memasukkan pipa kedalam hidung,
dan oksigen dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter dalam satu menit. Agar saluran
napas bebas, bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi. Secara teratur
dilakukan gerakan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut dengan disertai
menggerakkan dagu ke atas dan ke bawah dalam frekuensi 20 kali semenit. Tindakan
ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi
diikuti. Pernapasan ini dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak juga dicapai hasil yang
diharapkan, dan segera dilakukan pernapasan buatan dengan tekanan tekanan positif
sacara tidak langsung. Pernapasan ini dapat dilakukan dahulu dengan pernapasan dari
airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, agar jalan napas berada
14
dalam keadaan sebebas-bebasnya. Pada pernapasan dari mulut ke mulut, mulut
dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 kali semenit dan diperhatikan
apabila setelah dilakukan beberapa saat, terjadi penurunan frekuensi jantung atau
pemburukan tonus otot. Dalam hal ini bayi harus diperlakukan sebagai penderita
1. Resusitasi berhasil:
Konseling
pertama
Konseling
Asuhan lanjutan
Dukungan moral
15
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam, (2007), Sinopsis Obstetri: Obstetri Patologi, Edisi 2, Jakarta: EGC.
JNPKKR-POGI
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/prosedur-penatalaksanaan-asfiksia.html
16