Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN TEKNOLOGI

Bimo Alif Wijaya 1441177006026


Pendahuluan

Pada saat ini kita di era globalisasi, yang dimana setiap ilmu akan mengalami perubahan
perspektif. Hal ini berlaku pada manajemen. Pada arus globalisasi ini telah mengubah
perspektif manajemen dari dulu yang berpandangan berbasis pasar kemudian kepada
pandangan sumber daya. Yang mana beberapa tahun terakhir pandangan yang berbasis pada
sumber daya telah dikembangkan sebagai suatu perspektif komplementer. Pada saat
lingkungan eksternal mengalami kondisi fluktuasi, perusahaan dengan penguasaan sumber
daya serta kapabilitasnya akan menentukan perusahaan akan terus bertahan hidup atau malah
akan tumbang.

Maka dari itu pentingnya Teknologi dapat memberikan perubahan serta perkembangan
teknologi yang begitu pesat akan memberi dampak pada semakin cepatnya proses penciptaan
produk baru, perubahan dalam rantai nilai serta peningkatan daya saing perusahaan. Jadi dapat
didefinisikan teknologi sebagai kemampuan untuk dapat mengenali masalah – masalah teknis.

Manajemen teknologi merupakan sebuah kajian atau bahasan yang menghubungkan


disiplin ilmu rekayasa teknik, ilmu pengetahuan dan manajemen dalam menempatkan
perencanaan, pengembangan dan implementasi kemampuan untuk membentuk dan
menyelesaikan tujuan operasional dan strategis perusahaan.

Disini kita akan membahas manajemen teknologi sebuah perusahaan milik pemerintah
yaitu AirNav Indonesia lebih jelasnya akan kita bahas di isi.
Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan
Indonesia (LPPNPI) atau dikenal dengan Airnav Indonesia merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang didirikan tanggal 13 September 2012. Berdirinya perum
LPPNI , Ada 2 (Dua) hal yang melahirkan ide untuk embentuk pengelola tunggal
pelayanan navigasi :

a. Tugas rangkap yang diemban oleh PT.Angkasa pura I (Persero) dan PT.Angkasa pura
II (Persero). Lembaga ini selain bertugas mengelola sektor darat dalam hal ini Bandar
udara dengan segala tugas turunannya, juga bertanggung jawab mengelola navigasi
penerbangan.
b. Audit International Civil Aviation Organization (ICAO) terhadap penerbangan di
indonesia.dari audit yang dilakukan ICAO yaitu ICAO USOAP (Universal Safety
Oversight Audit Program and Safety Performance) pada tahun 2005 dan tahun 2007,
ICAO menyimpulkan bahwa penerbangan di Indonesia tidak memenuhi syarat
minimum requirement dari International Safety Standard sesuai regulasi ICAO.
Kemudian direkomendasikan agar Indonesia membentuk badan atau lembaga yang
khusus menangani pelayanan navigasi.

Pada bulan September 2009, mulai disusun Rancangan Peraturan Pemerintahan


(RPP) sebagai landasan hukum berdirinya Perum LPPNI. Pada 13 September 2012,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan RPP menjadi PP 77 Tahun 2012
Tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi
Penerbangan Indonesia ( LPPNI). PP inilah yang menjadi dasar hukum terbentuknya
Perum LPPNI. Setelah terbitnya PP 77 Tahun 2012 tentang Perum LPPNI ini, pelayanan
navigasi yang sebelumnya dikelola oleh PT.Angkasa Pura I (Persero) dan PT.Angkasa
pura II (Persero) serta UPT diserahkan kepada Perum LPPNI atau yang lebih dikenal
dengan AirNav Indonesia. Terhitung tanggal 16 Januari 2013 pukul 22:00 WIB, seluruh
pelayanan navigasi yang dikelola oleh PT.Angkasa pura I (Persero)dan PT.Angkasa pura
II (Persero) dialihkan ke AirNav Indonesia. Pukul 22:00 WIB dipilih karena adanya
perbedaan 3 waktu di Indonesia yaitu WIB,WITA, dan WIT. Pukul 22:00 WIB berarti
tepat pukul 24:00 WIT atau persis pergantian hari sehingga pesawat yang melintas di
wilayah Indonesia timur pada pukul 00:01 WIT atau tanggal 17 Januari 2013,
pengelolaannya sudah masuk ke AirNav Indonesia. Sejak saat itu, seluruh
pelayanan navigasi yang ada di 26 bandar udara yang dikelola oleh PT.Angkasa Pura I
(Persero) dan PT.Angkasa pura II (Persero) resmi dialihkan ke AirNav Indonesia, begitu
juga dengan sumber daya manusia dan peralatannya.

Dengan berdirinya AirNav Indonesia maka, keselamatan dan pelayanan navigasi


penerbangan dapat terselenggara dengan baik karna sebelumnya pelayanan navigasi di
Indonesia dilayani oleh beberapa instansi UPT Ditjen Perhubungan, PT.Angkasa Pura
I (Persero), PT.Angkasa pura II (Persero), dan bandar udara khusus sehingga
menyebabkan adanya perbedaan tingkat kualitas pelayanan navigasi dan tidak fokusnya
penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan. Kepemilikan modal AirNav Indonesia
sepenuhnya dimiliki oleh Republik Indonesia yang dalam hal ini diwakilkan oleh
Kementrian BUMN. Sedangkan Kementrian Perhubungan berperan sebagai Regulator
bagi AirNav Indonesia. Sebagai Perusahaan Umum yang bertujuan untuk meningkat
pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia. AirNav Indonesia menjalankan Business
Process dengan cara Cost Recovery. AirNav Indonesia terdiri menjadi 2 ruang udara
berdasarkan Flight Information Region ( FIR ) yakni FIR Jakarta yang berpusat di
Kantor Cabang JATSC (Jakarta Air Traffic Services Center) dan FIR Ujung Pandang
yang berpusat di Kantor Cabang MATSC (Makasar Air Traffic Services Center).
AirNav Indonesia merupakan tonggak sejarah dalam dunia penerbangan nasional
bangsa Indonesia, karna AirNav Indonesia merupakan satu-satunya penyelenggara
navigasi penerbangan di Indonesia. Pengelolalayanannavigasiolehbeberapa operator
menyebabkan perbedaan standar pelayanan dan kebijakan navigasi karena masing-
masing operator memiliki SOP (Standard Operating Procedure) yang berbeda. Oleh
Karenaitu, Undang-Undang No. 1Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan
perlunya untuk membentuk pengelola tunggal pelayanan navigasi penerbangan dan
aturan-aturan khusus yang berkaitan dengan pelayanan navigasi. Harapannya, dengan
adanya operator tunggal navigasi penerbangan, pelayanan navigasi akan lebih focus
sehingga dapat meningkatkan keselematan penerbangan.
Peralatan, fasilitas, dan sistem navigasi yang digunakan tidak sama. Penyelenggara
pelayanan navigasi penerbangan membangun sendiri peralatan, fasilitas, dan sistem
navigasi penerbangan mereka, misalnya subsystem surveillance. Perbedaan subsystem
surveillance, dapat menghambat pelayanan navigasi penerbangan di masing-masing
Flight Information Region (FIR) karena tidak memungkinkan terlaksananya pertukaran
data. Penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan harus berorientasi pada
keselamatan, bukan mencari keuntungan. PT AngkasaPura I (Persero) dan PT Angkasa
Pura II (Persero) diamanatkan Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara untuk mencari keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Sementara penyelenggara pelayanan navigasi kinerjanya diukur dari sisi safety yang
terdiri atas banyak unsur, seperti sumber daya manusia, peralatan, prosedur, dan lain
sebagainya yang semuanya harus mengikuti perkembangan dan standar yang diatur
secara ketat dalam Civil Aviation Safety Regulations (CASR).

Oleh karena itu, pembentukan Perum LPPNPI merupakan langkah nyata yang diambil
oleh Pemerintah untuk meningkatkan pelayanan dan keselamatan dunia penerbangan di
Indonesia. Keberadaan Perum LPPNPI diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan
masyarakat dan dunia internasional terhadap keselamatan dan pelayanan navigasi
penerbangan Indonesia. Dalam melakukan pelayanan navigasi penerbangan, Perum
LPPNPI membagi ruang udaranya menjadi 2 (dua) FIR yakni FIR Jakarta yang terpusat
di Kantor Cabang JATSC (Jakarta AirTraffic Services Center) dan FIR Ujung Pandang
yang terpusat diKantor Cabang MATSC (Makassar Air Traffic Services Center).
2. Struktur Organisasi

Gambar 2.2StrukturOrganisasi JATSC


Gambar 2.3Struktur Organisasi Cabang dan Distrik
3. Aktivitas Perusahaan
a. Bussiness Plan Perusahaan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2012 : Perusahaan Umum
(Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia
adalah badan usaha yang menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan di
Indonesia serta tidak berorientasi mencari keuntungan, berbentuk Badan Usaha
Milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang
dipisahkan dan tidak terbagi atas saham sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Perum LPPNPI atau lebih dikenal sebagai
AirNav Indonesia bertekad untuk menjadi Penyelenggara Pelayanan navigasi
Penerbangan dengan standar Internasional yang mengedepankan keselamatan,
keteraturan dan kenyamanan. Airnav Indonesia didirikan sesuai amanat UU Nomor
1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan bertugas menyediakan pelayanan navigasi
penerbangan. AirNav melayani navigasi penerbangan di 273 titik layanan di seluruh
Indonesia. Selain itu, AirNav juga melakukan pelayanan navigasi penerbangan di
sejumlah ruang udara negara lain. Luas ruang udara Indonesia adalah 1.476.049 NM,
sementara AirNav melayani Flight Information Region (FIR) seluas 2.219.629 NM.
Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau
AirNav Indonesia akan memodernisasi alat-alat pendukung navigasi. Dana sebanyak
Rp 2,2 triliun sudah disiapkan. Selain modernisasi, training center dan pelatihan
khusus akan lebih banyak dibuat dan digelar. Dana Rp 2,2 triliun diperuntukkan bagi
273 bandara, baik besar dan perintis yang dioperasikan PT Angkasa Pura I, II, dan
Kementerian Perhubungan. Dana itu akan digunakan untuk pemeliharaan alat dan
memperbaharui sistem.Modernisasi peralatan tentu saja akan dibarengi dengan
penambahan tenaga. Diperkirakan akan ada sekitar 200 orang tenaga ahli Air Traffic
Controller (ATC) yang diperlukan. Mereka akan direkrut dari Sekolah Tinggi
Penerbangan Indonesia (STPI) dan Akademi Teknik & Keselamatan Penerbangan
(ATKP). Nantinya AirNav akan bekerjasama dengan badan Border Security Force
(BSF). Mereka bakal ditempatkan di bandara di kawasan Papua. BSF bisa
mengadakan pelatihan khusus di Papua. Pelatihan yang dibiayai negara dan melatih
tenaga lokal ini akan langsung ditempatkan di bandara terdekat.

Visi kami adalah :


“The Best Air Navigation Service Provider (ANSP) in South East Asia"
Misi kami adalah :
“Menyediakan Layanan Lalu Lintas Penerbangan yang Mengutamakan
Keselamatan, Nyaman dan Ramah Lingkungan Demi Memenuhi Ekspetasi
Pengguna Jasa “.

Serta nilai- nilai yang dijunjungperusahaanadalah :


Integrity : Mengutamakankebenarandanetikatinggidalam
Pergaulanbisnis.
Solidity : Mengutamakankebersamaandankerjasamatimdalam
Menjalankansegalaaktivitasbisnis.
Accountability :Beranimemperjuangkankebenaran, kejujurandan
bertanggungjawab.
Focus On Safety : Mengutamakankeselamatandalamsetiapaktivitas
bisnis.
Excellent Service : Selaluberusahamemberikanpelayananterbaikbagi
Pelanggandanmitrakerja.
AirNav Indonesia menandatangani perjanjian kerjasama dengan lembaga
pelatihan asal Prancis Ècole Nationale De L’aviation Civile (ENAC).
Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama AirNav Indonesia, Bambang
Tjahjono dan Presiden ENAC, Marc Houalla yang disaksikan langsung oleh
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. AirNav Indonesia dan ENAC akan
bekerjasama dalam pendidikan magister dan pelatihan singkat manajemen
pelayanan navigasi penerbangan berskala Internasional, sesuai standar dan
rekomendasi International Civil Aviation Organization (ICAO).Nantinya, program
magister di bidang Air Navigation Services Management akan dilaksanakan di
Toulouse, Prancis. Sementara, peningkatan kompetensi, dengan mengadakan
pelatihan di bidang Air Navigation Services yang dilaksanakan di Indonesia.
Perjanjian berlaku untuk jangka waktu tiga tahun ini merupakan tindak lanjut dari
Nota Kesepahaman (MoU) yang dilakukan sebelumnya, pada 10 Maret 2016 lalu
di Madrid, Spanyol. Untuk meningkatkan kemampuan SDM nya, AirNav
sebelumnya telah menjalin kerjasama dengan penyelenggara pelayanan navigasi
asal Inggris Raya, NATS. Di mana beberapa ATC AirNav telah mendapatkan
pelatihan oleh NATS.
Tiga radar yang berada di wilayah Natuna, Pontianak dan Tanjung Pinang
berhasil diintegrasikan ke dalam sistem Jakarta Air Traffic Service Center (JATSC).
Pada Selasa 17 Februari 2015 pukul 03.35 WIB, tim Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Direktorat Navigasi Penerbangan bersama Perum Lembaga
Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau Airnav
Indonesia berhasil mengintegrasikan ketiga radar berjenis Monopulse Secondary
surveilance Radar (MSSR) Mode - S.Upaya mengintegrasikan ketiga radar tersebut
dipacu oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk semakin meningkatkan
kemampuan pengawasan (surveillance) dalam pelayanan navigasi penerbangan di
Indonesia. Pengintegrasian ketiga radar itu dilakukan sebagai pengganti radar lama
yang sudah melampaui usia teknis. Dengan radar baru ini, semua pesawat terbang
yang melintas di wilayah barat bisa terpantau oleh JATSC yang menjadi pusat
kontrol lalu lintas penerbangan di wilayah barat Indonesia. JATSC saat ini
terintegrasi 14 radar, 9 ADSB, MATSC terintegrasi 17 radar dan 21 ADSB dan 3
ADSB Australia (sharing data).Saat ini Indonesia memiliki dua wilayah kontrol
udara (Flight Information Region/FIR) yang terbagi di wilayah barat dan timur.
Pertama, Flight Information Region (FIR) Jakarta, yang didukung fasilitas radar
meliputi wilayah Banda Aceh, Medan Kualanamu, Medan Padang Bulan,
Pekanbaru, Palembang, Tanjung Pinang, Pontianak , Jakarta I, Jakarta II, Natuna,
Yogyakarta dan Semarang. Jumlah radar yang dimiliki di wilayah barat sebanyak
16 unit radar.Sedangkan yang kedua yaitu Flight Information Region (FIR) Ujung
Pandang sebagai pusat kontrol radar di wilayah timur yang didukung fasilitas radar
meliputi wilayah Makassar, Kendari, Palu, Manado, Banjarmasin, Balikpapan,
Surabaya, Bali, Ambon, Sentani, Sorong, Biak, Merauke, Waingapu, Yogyakarta,
Semarang dan Kupang. Jumlah radar yang dimiliki di wilayah timur sebanyak 23
unit radar.

b. Diagram Sistem

Gambar 2.4 Secondary surveillance radar

Pada radar sekunder, pesawat udara harus mempunyai suatutransponder (transmitting


responder ) diatas pesawat dan transponder ini beraksi terhadap interrogasi oleh pemancaran
suatu kode sinyal jawaban. Respon ini dapat berisi lebih banyak infomasi, dibanding suatu
unit radar primer yang bisa memperoleh suatu ketinggian, kode identifikasi atau juga
permasalahan teknis manapun diatas pesawat seperti loss suatu radio contact.Secondary
surveillance radar adalah radar pengawas untuk melengkapi radar primer atau primary
surveillance radar. Secondary surveillance radar ini memancarkan interrogator (penanya)
dengan frekuensi 1030 MHz yang disebut sebagai mode kepada pesawat untuk menanyakan
tentang identifikasi pesawat, kemudian transponder yang ada di pesawat akan merespon
dengan memberi jawaban dengan frekuensi 1090 MHz ke ground station darat yang disebut
sebagai kode.

2.2 Deskripsi Bidang Kajian Kerja Praktek

Secondary surveillance ini akan mendeteksi pesawat yang ada di udara apabila pesawat
tersebut telah terpasang transponder, dengan itu alat yang ada didarat dengan yang ada
diudara sama-sama aktif dalam memberikan informasi. Apabila pesawat yang ada
diudara tidak terpasang transponder atau transponder mengalami kerusakan maka
secondary surveillance radar tidak akan dapat mendeteksi pesawat yang ada di
udara.Disetiap bandara secondary surveillance sangat dibutuhkan karena secondary
surveillance radar ini memberikan informasi yang baik dibandingkan dengan primary
surveillance radar.Oleh karena itu secondary surveillance radar masih tetap dipakai
dibandara-bandara.Secondary surveillance radar (SSR) adalah radar pengawas yang sangat
baik, disamping itu secondary surveillance ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan
dengan radar yang terdahulu yaitu primary secondary radar. Keuntungannya adalah :
1. Banyaknya informasi yang dihasilkan seperti kecepatan,ketinggian, jarak,
posisi, dan kode pesawat
2. Pada secondary surveillance radar mempunyai interrogator dengan
frekuensi 1030 MHz yang fungsinya sebagai penanya
3. Pada secondary surveillance radar mempunyai alat transponder yang
terpasang pada pesawat terbang dengan frekuensi 1090 MHz yang fungsinya
untuk memberikan jawaban kepada stasiundarat.
4. alat secondary surveillance radar yang ada didarat dengan yang ada di
udara sama- samaaktif.

Disamping keuntungan dari secondary surveillance ini, ada juga kekurangan dari radar
sekunder yang dapat dapat dijelaskan seperti dibawah ini :
1. pesawat harus dilengkapi dengan transponder, apabila pesawat terbang tidak
dilengkapi dengan transponder maka pesawat tersebut tidak akan tampil didisplay
2. lemah atau rusaknya transponder akan mengakibatkan jawaban tidak dapat diterima
oleh stasiun darat.

Anda mungkin juga menyukai