Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis media Akut (OMA) merupakan penyakit pada bagian ilmu THT yang sering
ditemukan, terutama pada anak-anak setelah mengalami infeksi saluran pernafasan.
Penegakkan diagnosis dan menejemen pengelolaan OMA memberikan pengaruh yang
signifikan pada kesehatan anak, biaya perawatan dan penggunaan antibiotika secara
keseluruhan. Penyakit OMA juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan
pendidikan bagi anak-anak.
Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis
media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalami 3 kali atau
lebih. Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telinga tegah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibody. Otitis media akut
terjadi karena mekanisme pertahann tubuh yang terganggu. Sumbatan tuba Eustachius
merupakan faktor penyebab utama terjadinya otitis media. Karena fungsi tuba
Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga juga terganggu,
sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Gejala
mungkin saja ditemui namun bisa juga gejala tidak jelas, terutama pada masa kanak-
kanan dan dalam stadium kronik otitis media. Membran timpani mungkin akan
dihalangi oleh serumen, dimana pengeluaran serumen akan memakan waktu dan sulit
dilakukan. Otitis media terbagi menjadi beberapa stadium: stadium oklusi tuba
Eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium
resolusi.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

Gambar 1. Anatomi Telinga

2.1.1. Telinga luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5 – 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada
duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
2.1.2. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:
 Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi
ats 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell)
2
dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa
merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
 Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba Eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.
2.1.3. Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi
perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat
di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan
natrium dan rendah kalum, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah

3
natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala media
adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga
baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang
lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel
penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel
rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada
suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular,
dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong
oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.
2.2. Fisiologi pendengaran
Suara bermula dari gelombang tekanan udara, yang akan menggetarkan gendang
telinga. Getaran ini akan disampaikan ke dalam telinga dalam oleh tiga tulang
pendengaran, stapes bergerak ke dalam dan keluar dari telinga dalam seperti piston.
Pergerakan pompa ini akan menimbulkan gelombang tekanan di dalam cairan telinga
dalam atau koklea. Pada koklea secara bergantian akan mengubah gelombang tekanan
menjadi aktifitas elektrik di dalam nervus auditorius yang akan menyampaikan
informasi ke otak. Proses transduksi di dalam koklea membutuhkan fungsi kerjasama
dari berbagai jenis tipe sel yang berada di dalam duktus koklearis. Duktus ini berisi
endolimfe, cairan ekstraselular yang kaya akan potassium dan rendah akan sodium.
Ruangan endolimfatik memiliki potensial elektrik yang besar yaitu 100mV. Komposisi
ion dan potensial elektrik dari ruangan endolimfatik dijaga oleh sekelompok sel yang
dikenal sebagai stria vaskularis.
Pada manusia, duktus koklearis berputar sepanjang 35 mm dari dasar koklea (dekat
stapes) hingga ke apeks. Ukuran, massa dan kekakuan dari banyak elemen selulae,
terutama pada organ corti, berubah secara sistematis dari satu ujung spiral ke ujung
yang lain. Keadaan ini menyebabkan pengaturan mekanik sehingga gelombang tekanan
yang diproduksi oleh suara berfrekuensi tinggi menyebabkan organ tersebut bergetar
4
pada basisnya, sedangkan suara frekuensi rendah menyebabkan getaran pada ujung
puncak.
Proses transduksi, dibentuk oleh dua jenis sel sensori pada organ corti, yaitu sel
rambut dalam dan sel rambut luar. Gelombang tekanan yang ditimbulkan suara pada
cairan koklea membengkokkan rambut sensori yang disebut stereosilia, yang berada di
atas sel rambut. Pembengkokan ini akan merenggangkan dan memendekkan ujung
penghubung yang menghubungkann adjasen stereosilia. Ketika ujung penghubung
meregang, ini akan menyebabkan terbukanya kanal ion pada membran stereosilia dan
ion K dapat masuk ke dalama sel rambut dari endolimfe. Masuknya ion K ini
menyebabkam perubahan potensial elektrik dari sel rambut, sehingga menyebabkan
pelepasan neurotransmitter dari vesikel sinaps pada dasar sel rambut. Serabut saraf
auditorius, yang kontak dengan sel rambut, respon terhadap neurotransmitter dengan
memproduksi potensial aksi, yang akan berjalan sepanjang serabut saraf unutk
mencapai otak dalam sekian seperdetik. Pola aktifitas elektrik yang melalui 40.000
serabut saraf auditorius diterjemahkan oleh otak dan berakhir dengan sensasi yang kita
kenal dengan pendengaran.
Sel rambut dalam dan sel rambut luar memerankan peranan dasar yang berbeda
pada fungsi telinga dalam. Sebagian besar serabut saraf auditorius kontak hanya dengan
sel rambut dalam. Sel rambut dalam adalah transduser sederhana, yang merubah energy
mekanik menjadi energi listrik. Sel rambut dalam adalah penguat kecil yang dapat
meningkatkan getaran mekanik dari organ corti. Kontribusi sel rambut luar ini penting
untuk sensitifitas normal dan selektifitas frekuensi dari telinga dalam.
2.3. Epidemiologi
Hampir 85% anak mempunyai paling sedikit episode otitis media akut pada umur 3
tahun dan 50 % anak akan mempunyai dua episode atau lebih serangan otitis media.
Bayi dan anak kecil beresiko paling tinggi untuk otitis media. Frekuensi insidennya
adalah 15-20% pada puncak usia bayi sekitar 6-36 bulan dan puncak usia anak sekitar
4-6 tahun. Anak yang menderita otitis media pada tahun pertama mempunyai resiko
penyakit akut kumat atau kronis. Setelah tahun pertama, sekitar 40% anak menderita
efusi telinga tengah yang menetap selama 4 minggu dan 10% menderita efusi selama 3
bulan. Insiden penyakit ini menurun pada usia 6 tahun.

5
Faktor resiko otitis media akut adalah:
a. Laki-laki
b. Kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah
c. Suku asli Alaska (Eskimo)
d. Suku asli Amerika (Indian)
e. Orang kulit putih lebih beresiko dripada kulit hitam
f. Pada saat musim dingin dan awal musim semi
2.4. Etiologi
Otitis media dapat terjadi karena :
a. Sumbatan tuba Eustachius
Obstruksi tuba Eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis
media akut. Oleh sebab itu, hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri karena
pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba terganggu.
b. Perubahan tekanan udara secara tiba-tiba
c. Alergi
d. Infeksi
Kuman penyebab utama pada otitis media akut adalah bakteri piogenik seperti
Streptococcus sp., Staphilococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadang-
kadang ditemukan juga Haemophillus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolitikus, Proteus Vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa.
Haemophillus influenza saring ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5
tahun.
Beberapa contoh kuman penyebab infeksi otitis media akut yaitu: Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza (tipe tidak dapat ditentukan), Streptococcus
Grup A, Branhamella catarrhalis, Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis; sedangkan pada bayi, bakteri pathogen yang menyebabkan otitis
media akut adalah Chlamydia trachomatis, Eschericia coli, dan spesies Klebsiella.
e. Sumbatan
Sumbatan dapat berupa sekret, tampon, dan tumor
2.5. Patofisiologi
Insiden otitis media akut yang tinggi pada anak mungkin mrupakan kombinasi
beberapa faktor penyebab dengan disfungsi tuba Eustachius (gambar 3).
Tuba Eustachius menghubungkan antara nasofaring dengan telinga tengah anterior.
Tuba Eustachius dilapisi oleh epitel lapisan saluran pernapasan dan dikelilingi oleh
6
tulang dan sebagian besar tulang kartilago. Tuba Eustachius anak berbeda dengan orang
dewasa. Tuba Eustachius pada anak lebih horizontal dan terdapat banyak folikel
limfoid yang mengengelilingi lubang pembukaan tuba dan torus tubarius.
Tuba Eustachius secara normal tertutup pada saat istirahat dan membuka pada saat
menelan, mengunyah, dan menguap. Hal ini disebabkan karena kerja otot tensor veli
palatini. Tuba Eustachius melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring yang
memberikan drainase ke dalam nasofaring dan memberikan keseimbangan tekanan
udara dengan tekanan atmosfir yang terdapat pada telinga tengah.
Patogenesis otitis media akut sebagian besar anak-anak dimulai dengan infeksi
saluran nafas atas (ISPA) atau alergi sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa
saluran nafas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi
sempit sehingga terjadi tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama, akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus dan bakteri dari
nasofaring ke dalam tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba
Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring.
Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses yang
kompleks dari reaksi inflamasi dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Bila
tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, sehingga terjadi infeksi
serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran nafas atas, sitokin dan mediator-
mediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius.
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri sehingga
mengganggu pertahanan imun pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus
bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat
tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.
Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA dimana proses inflamasi terjadi lalu
timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari
tuba Eustachius sehingga mekanisme pembukaan terganggu. Faktor ekstraluminal
seperti tumor dan hipertrofi adenoid.

7
Gambar 3. Patofisiologi otitis media.

8
Penyebab anak-anak mudah terserang otitis media akut adalah:
a. Pada bayi atau anak-anak tuba lebih pendek, lebih lebar, dan kedudukannya
lebih horizontal dari tuba orang dewasa sehingga ISPA lebih mudah menyebar
ke telinga tengah (gambar 4).
b. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak-anak di bawah umur 9
bulan adalah 17,5 mm (gambar 4). Ini meningkatkan peluang refluks dari
nasofaring yang mengganggu drainase melalui tuba Eustachius.
c. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua lebih
berkurang. Hal ini terjadi karena tuba telah berkembang sempurna dan
diameter tuba Eustachius meningkat sehingga jarang terjadi obstruksi dan
disfungsi tuba.
d. Sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA
lalu terinfeksi ke telinga tengah
e. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang
berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar
dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba
Eustachius menyebabkan adenoid yang besar mengganggu terbukanya tuba
Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA dan dapat
menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius.

Gambar 4. Perbedaan tuba Eustachius anak-anak dengan orang dewasa

Stadium otitis media dibedakan menjadi 5 stadium, yaitu:


2.5.1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif dalam telinga
9
tengah dengan adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak
normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah
terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis
media serosa yang disebabkan virus atau alergi. Tidak terjadi demam pada
stadium ini.
2.5.2. Stadium hiperemis
Pada stadium hiperemis (gambar 5),
tampak pembuluh darah yang melebar
di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis
dan edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat. Hiperemis disebabkan oleh

Gambar 5. Stadium hiperemis oklusi tuba yang berkepanjangan


sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Inflamasi yang terjadi
pada telinga tengah dan membran timpani menyebabkan kongesti. Stadium ini
merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluh otalgia,
telinga rasa penuh, dan edema. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi
karena peningkatan tekanan udara di kavum timpani. Gejala berkisar antar dua
belas jam sampai satu hari.
2.5.3. Stadium supurasi
Stadium ini (gambar 6) ditandai oleh
terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-
sel mastoid. Selain itu, edema pada
mukosa telinga tengah menjadi lebih hebat
dan sel epitel superfisial hancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di
Gambar 6. Stadium supurasi
kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat kesakitan, nadi dan suhu
meningkat, dan rasa nyeri yang bertambah hebat di telinga. Pasien selalu gaduh
10
dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan tuli konduktif.
Pada bayi, demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan iskemia membran timpani akibat nekrosis mukosa dan submukosa
membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum
timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil menyebabkan tekanan kapiler
membran timpani meningkat lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa
lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan cara miringotomi.
Bedah kecil ini dilakukan dengan cara menginsisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali. Apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup. Membran timpani tidak akan
menutup kembali jika membrannya tidak utuh lagi.
2.5.4. Stadium perforasi
Stadium perforasi (gambar 7)
ditandai oleh ruptur membran
timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan
mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini
disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya
Gambar 7. Stadium perforasi
virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak menjadi tenang, suhu tubuh menurun, dan
dapat tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran
sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini
disebut otitis media supuratif subakut. Jika berlangsung melebihi satu setengah
bulan sampai dua bulan disebut otitis media supuratif kronik.

11
2.5.5. Stadium resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir
otitis media akut yang diawali dengan
berkurangnya atau berhentinya otore.
Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal (gambar 8)
hingga perforasi membran timpani
menutup kembali dan sekret purulen
berkurang dan akhirnya kering sehingga
pendengaran kembali normal. Stadium Gambar 8. Membran timpani
ini terjadi walaupun tanpa pengobatan yang utuh

jika membran timpani utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.
Otitits media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani.
2.6. Gejala Klinis
Anak yang lebih dewasa dengan OMA biasanya datang dengan riwayat nyeri telinga
atau otalgia mendadak. Namun demikian, pada anak usia preverbal yang lebih muda,
otalgia dicurigai dari tingkah laku anak yang suka menarik-narik/menggosok atau terus
menerus memegang telinganya, nangis berlebihan/rewel, atau perubahan pada pola
tidur anak yang disadari oleh orang tuanya, yang seringkali dianggap gejala yang tidak
spesifik. Beberapa studi mencoba untuk mengkorelasikan skor gejala dengan diagnosis
OMA.
Sebuah pengkajian sistematis mengidentifikasi empat artikel yang mengevaluasi
keakuratan dari gejala. Otalgia ternyata berguna untuk mendiagnosis OMA, namun
demikian gejala ini hanya muncul pada 50% - 60% kasus anak dengan OMA.
Dalam prakteknya, gejala klinis OMA sesungguhnya tidak terlalu khas, namun
antara lain bisa didapati gejala seperti:
a. Pada perjalanan yang biasa, anak yang menderita infeksi saluran pernapasan
atas beberapa hari secara mendadak menderita otalgia, demam, tidak enak
secara menyeluruh
12
b. Pada bayi, gejala tersebut kurang terlokalisasi dan meliputi iritabilitas, diare,
muntah, anak gelisah dan sukar tidur, kejang-kejang, dan kadang memegang
telinga yang sakit, dan malaise serta suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC
c. Terdapat riwayat batuk pilek
d. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat
pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar
e. Apabila terjadi ruptur membran timpani, sekret mengalir ke liang telinga, suhu
turun, dan anak tertidur tenang
2.6.1. Anamnesis
Anamnesis bisa dilakukan dengan autoanamnesis atau alloanamnesis. Untuk
pasien yang anak-anak atau bayi yang belum bisa bicara ataupun pasien yang
menunjukkan sikap tidak kooperatif dengan klinisi (menangis karena kesakitan)
dapat dilakukan alloanamnesis dari pendamping pasien. Dimulai dari keluhan
utama; pada anak dengan OMA, biasanya keluhan utama yaitu anak tiba-tiba
terbangun pada malam hari sambil menangis dan memegangi telinganya.
Riwayat penyakit sekarang dapat diperoleh melalui beberapa rangkaian
pertanyaan seperti:
a. Sudah sejak kapan anak ibu/bapak mengeluhkan nyeri pada telinganya?
b. Apakah ada keluar cairan dari telinganya? Jika ya, apa warnanya? Dan
apakah berbau?
c. Apakah anak ibu/bapak menderita batuk/pilek sebelum episode nyeri
pada telinganya? Jika ya:
i. Apa batuk/pilek sudah sembuh?
ii. Apakah disertai dengan adanya dahak/lendir? Jika ya, apakah
dahak/lendir tersebut kental? Kalau kental, warnanya apa?
d. Apakah disertai demam? Jika ya, sudah berapa hari demamnya dan
berapa suhunya?
e. Pengobatan apa yang sudah diberikan untuk demam dan
batuk/pileknya? Apakah ada perbaikan dengan pengobatan?
f. Apakah anak ibu/bapak menjadi tidak nafsu makan?
g. Jika pada bayi:
i. Apakah bayi ibu/bapak mengalami diare?
ii. Apakah bayi ibu/bapak mengalami muntah?
13
iii. Apakah bayi ibu/bapak merasa lemas dan tidak aktif?
iv. Apakah bayi ibu/bapak merasa tidak nyaman sehingga menjadi
lebih rewel?
Kemudian dokter juga harus mencari riwayat penyakit dahulu dengan
menanyakan apakah sebelumnya anak pernah mengalami gejala serupa?
Riwayat trauma pada kepala maupun telinga secara langsung, masuknya benda
asing ke telinga, dan kebiasaan mengorek telinga perlu ditanyakan. Kemudian
riwayat alergi juga perlu ditanyakan, baik pada anak tersebut maupun pada
keluarganya. Selain itu, riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga juga
perlu ditanyakan.
2.6.2. Pemeriksaan fisik
2.6.2.1.Status generalisata
Dimulai dari penilaian terhadap keadaan umum yang mencakup
a. Kesan keadaan sakit pasien, termasuk ekspresi muka dan posisi
pasien: apakah pasien tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang,
atau apakah tampak sakit berat
b. Kesadaran:
 kompos mentis: pasien sadar sepenuhnya dan memberikan
respons yang adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan
 apatik: pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh
terhadap keadaan sekitarnya, ia akan memberikan respons yang
adekuat bila diberikan stimulus
 somnolen: yakni tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada
apatik, pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak
responsif terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan
respons terhadap stimulus yang agak keras, kemudian tertidur
lagi
 sopor: pasien tidak memberikan respons ringan maupun sedang,
tetapi masih memberikan sedikit respons terhadap stimulus
yang kuat, refleks pupil terhadap cahaya masih positif
 koma: pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun,
refleks pupil terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat
kesadaran yang paling rendah

14
c. Kesan status gizi: dinilai secara klinis dengan melakukan inspeksi.
Pada inspeksi secara umum dapat dilihat bagaimana proporsi atau
postur tubuh pasien, apakah baik, kurus atau gemuk. Status gizi
juga dapat dinilai dengan menghitung indeks masa tubuh (IMT).
d. Tanda vital: mencakup tekanan darah, nadi, laju pernafasan, dan
suhu.
2.6.2.2.Status lokalis (pemeriksaan telinga)
a. Pemeriksaan telinga umum
Telinga diperiksa mulai dari daun telinga apakah bentuk, besar dan
posisinya normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan liang telinga.
Pemeriksaan liang telinga sebaiknya didahului dengan pembersihan
serumen. Pemeriksaan dilakukan dengan bantuan speculum telinga
atau otoskop. Otitis eksterna dapat disebabkan oleh pelbagai bakteri
dan jamur. Keluhan yang sering ialah nyeri dan/ atau gatal, dapat
disertai sekresi mukopurulen yang dapat berbau. Bila daun telinga
ditarik, pasien akan merasa sakit. Perhatikan pula terdapatnya
kelainan seperti laserasi dan korpus alienum pada liang telinga.
Setelah memeriksa liang telinga, di periksa pula membran timpani
dengan menggunakan otoskop.
b. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang gendang telinga
guna mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai dengan
penonjolan gendang telinga berwarna merah pada pemeriksaan
otoskopi.
Cara pemeriksaan otoskopi:
 Untuk memeriksa telinga kanan pasien, pemeriksa memegang
otoskop dengan tangan kanan sedangkan tangan kiri untuk
meluruskan kanalnya dengan cara menarik daun telinga ke atas,
luar, dan belakang. Makin lurus kanalnya, makin mudah
visualisasi dan pemeriksaan akan semakin nyaman dirasakan
oleh pasien. Pada anak-anak, kanal harus diluruskan dengan
menarik daun telinga ke bawah dan ke belakang.

15
 Pasien diminta untuk memutar kepalanya ke samping sehingga
pemeriksa dapat memeriksa telinga tersebut dengan lebih
nyaman.
 Otoskop dapat dipegang dengan 2 cara yaitu:
 Memegang otoskop seperti memegang pensil
Pada cara ini (gambar 9),
memegang otoskop seperti
memegang pensil, di antara
ibu jari dan telunjuk dalam
posisi mengarah ke bawah
sedangkan bagian ulnar
tangan pemeriksa bersandar
pada sisi wajah pasien.
Gambar 9. Cara Posisi ini menyediakan
memegang otoskop.2
penyangga terhadap gerakan
tiba-tiba pasien. Dengan memegang ujung tangkai otoskop,
pemeriksa mengarahkan spekulum ke dalam kanalis eksternus.
Teknik ini mula-mula terasa lebih sukar dipakai ketimbang
teknik yang lainnya. Posisi ini lebih banyak disukai karena
lebih aman terutama untuk anak-anak.
 Memegang otoskop ke arah atas ketika spekulum
dimasukkan ke dalam kanal
Teknik ini (Gambar 10) terasa lebih nyaman bagi pemeriksa,
namun gerakan pasien yang tiba-tiba dapat menyebabkan rasa
nyeri dan cedera pada liang telinga pasien.

16
Gambar 10. Teknik memegang otoskop ke arah atas.

 Lakukanlah inspeksi pada kanalis eksternus dan membran


timpani
 Inspeksi kanalis eksternus
Dengan hati-hati masukkanlah spekulum ke dalam kanalis
eksternus dan periksalah. Seharusnya dalam keadaan normal,
kanalis eksternus tidak terdapat tanda-tanda radang seperti
kemerahan, bengkak, atau nyeri tekan. Dinding kanalis
seharusnya bebas dari benda asing, skuama, atau sekret. Jika
ada benda asing, berikanlah perhatian khusus dengan
memeriksa kanalis telinga sisi lain, hidung, dan lubang-lubang
tubuh yang mudah dicapai.
Serumen harus dibiarkan begitu saja kecuali bila
mengganggu visualisasi kanalis dan membrana timpani.
Pengeluaran serumen sebaiknya dilakukan oleh pemeriksa
yang berpengalaman karena setiap manipulasi bisa
menyebabkan trauma. Jika terdapat sekret, perhatikan tempat
asal sekret tersebut.
 Inspeksi membrana timpani
Ketika spekulum dimasukkan lebih jauh ke dalam kanal,
lakukan dengan arah ke bawah dan ke depan agar membrana
timpani dapat divisualisasikan. Membrana timpani harus
17
terlihat sebagai selaput yang utuh, transulen, abu-abu seperti
mutiara pada akhir kanal tersebut. Tangkai maleus harus
terlihat di dekat bagian tengah membrana timpani. Dari ujung
bawah tangkai tersebut, seringkali ada kerucut segitiga terang
yang dipantulkan dari pars tensa. Ini yang disebut dengan
refleks cahaya yang menuju ke anteroinferior. Pars flasida,
prosesus brevis maleus, dan plika anterior dan posterior harus
dikenali sesuai dengan gambar 3 dan 4.

Gambar 11. Bagian dari membran timpani

Ada tidaknya refleks cahaya tidak bisa dianggap sebagai


sesuatu yang normal atau penyakit. Sensitivitas adanya refleks
cahaya untuk mendiagnosa penyakit adalah rendah. Membrana
timpani tanpa refleks cahaya bisa saja normal dan
perbandingan dengan reflek cahaya tetapi abnormal adalah
sama banyak.

18
Gambar 12. Ilustrasi membrana timpani seperti
yang terlihat melalui otoskop

Uraikanlah warna, keutuhan, transparansi, posisi, dan


bagian-bagian penting membrana timpani. Dalam keadaan
sehat, membrana timpani biasanya abu-abu seperti mutiara.
Dalam keadaan sakit, membrana timpani mungkin pudar dan
menjadi merah atau kuning.
Kongesti adalah dilatasi pembuluh darah yang membuatnya
tampak lebih nyata. Pembuluh darah seharusnya hanya dapat
dilihat sekitar bagian tepi membrana. Bercak-bercak putih
padat pada membrana timpani mungkin disebabkan oleh
timpanosklerosis.
Penonjolan membrana timpani menunjukkan adanya cairan
atau pus di dalam telinga tengah. Membrana timpani
mengalami retraksi jika tekanan ruang intratimpani berkurang
misalnya kalau tuba Eustachius tersumbat.
Jika membrana timpani mengalami perforasi, lukiskanlah
ciri-cirinya. Perforasi membrana timpani terjadi setelah
terdapat trauma atau infeksi yang terdapat gambar 5.

19
Posisi normal membrana
timpani adalah miring terhadap
kanalis eksternus. Batas
superiornya lebih dekat dengan
mata pemeriksa. Ini lebih sering
terlihat jelas pada bayi daripada
orang dewasa.

Gambar 13. Perforasi gendang telinga

 Setelah itu ulangi pemeriksaan otoskopi pada telinga satunya


Hasil pemeriksaan yang bisa didapatkan adalah:
Dalam keadaan normal membran timpani sedikit cekung dan
mengkilat. Membran timpani yang tampak rata atau cembung dan
kusam berarti abnormal. Pada otitis media kataral membran timpani
tampak sangat merah dengan refleks cahaya yang berkurang. Pada
otitis media supurativa membran timpani menonjol, kemerahan dan
refleks cahaya hilang. Membran yang menonjol dan berwarna biru
mungkin menunjukkan perdarahan pada rongga telinga tengah
akibat trauma, infeksi atau fraktur basis kranii. Diperhatikan apakah
pada membran timpani ada perforasi. Perforasi dengan sekret yang
purulen menunjukkan terdapatnya otitis media supurativa akut atau
kronik. Perforasi juga dapat terjadi akibat gigitan serangga atau
trauma. Pada miringitis terdapat warna kemerahan yang jelas tanpa
penonjolan membran timpani. Kolesteatoma dapat dilihat di depan
atau dibelakang membran, biasanya disertai dengan nanah yang
mengalir ke luar.

20
Gambar 14. Gambaran Membran Timpani dengan Otoskop dan Keterangannya

2.7. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan peunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan timpanometri..
Timpanometri merupakan suatu pemeriksaan yang mencangkup pemasangan sonde
kecil pada telinga luar dan pengukuran gerakan membran timpani setelah adanya tonus
yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi mobilitas membran timpani.
Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga
tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif.
Pada otitis media akut dan otitis media efusi, mobilitas gendang telinga berkurang.
Pada otitis biasanya terdapat grafik berupa “straight line” atau yang disebut “stiff ear”
yang terdapat pada gambar 7.
Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu:
a. Tipe A (normal)
b. Tipe AD (diskontinuitas tulang-tulang pendengaran)
c. Tipe AS (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)
d. Tipe B (Cairan di dalam telinga tengah)
e. Tipe C (gangguan fungsi tuba Eustachius)

21
2.8. Diagnosis
Akademi pediatrik Amerika (American Academy of Pediatrics) dan Asosiasi dokter
keluarga Amerika (AAFP – American Association of Family Physician) mengajukan
beberapa rekomendasi terkait dengan diagnosis dan penatalaksanaan OMA.
Untuk mendiagnosis OMA, seorang klinisi harus mengkonfirmasi adanya riwayat
kejadian yang muncul mendadak, mengidentifikasi efusi telinga tengah, dan
mengevaluasi adanya tanda dan gejala dari inflamasi telinga tengah.

Tabel 1. Definisi dan diagnosis OMA


Diagnosis OMA membutuhkan: 1) riwayat kejadian akut dari tanda dan gejala, 2)
adanya tanda efusi telinga tengah, dan 3) tanda dan gejala dari inflamasi telinga
tengah.

Elemen dari definisi OMA adalah di bawah ini:


1. Tanda dan gejala inflamasi telinga tengah dan efusi telinga tengah yang
bersifat mendadak dan baru terjadi.
2. Adanya tanda efusi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah satu di
bawah ini:
a. Membran timpani yang bulging / menonjol
b. Pergerakan membran timpani yang terbatas atau tidak ada
c. Air fluid level di belakang membran timpani
d. Otore
3. Tanda atau gejala dari inflamasi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah
satu di bawah ini:
a. Eritema yang jelas dari membran timpani ATAU
b. Otalgia yang nyata (rasa tidak nyaman yang jelas pada telinga yang
menyebabkan gangguan atau mengganggu aktivitas atau tidur)

Anak dengan OMA biasanya datang dengan riwayat munculnya tanda dan gejala
yang tiba-tiba seperti otalgia (atau menarik telinga apabila pada bayi/balita), iritabilitas
pada bayi atau alita, otore, dan/atau demam. Temuan ini, selain otore, adalah tidak
sepsifik dan seringkali tumpang tindih dengan ISPA akibat viral yang tidak
berkomplikasi. Pada sebuah survey prospektif diantara 354 anak yang datang ke dokter
dengan penyakit respiratori akut, demam, nyeri telinga, dan rewel, 90% di antaranya

22
dengan OMA. Namun demikian, gejala ini juga nyata pada anak tanpa OMA (72%).
Gejala lain dari ISPA akibat virus, seperti batuk dan sekret dari hidung atau rasa penuh
pada hidung, biasanya menyertai OMA, dan juga tidak spesifik. Oleh karenanya,
riwayat klinis sendiri masih kurang prediktif untuk adanya OMA, terutama pada anak
yang masih kecil.
Adanya efusi telinga tengah seringkali dikonfirmasi dengan otoskopi pneumatik,
namun dapat disuplementasikan dengan timpanometri dan/atau reflektometri akustik.
Efusi telinga tengah juga bisa secara langsung didemonstrasikan oleh timpanosentesis
atau dengan adanya cairan pada liang telinga tengah sebagai akibat dari perforasi
membran timpani.
Gambaran dari membran timpani dengan identifikasi efusi telinga tengah dan
perubahan inflamasi merupakan hal yang dibutuhkan untuk membantu memastikan
diagnosis. Untuk melihat membran timpani dengan adekuat, adalah penting untuk
membersihkan serumen yang mengahalangi membran timpani dan pencahayaan yang
adekuat. Untuk otoskopi pneumatik, spekulum dengan bentuk dan diameter dibutuhkan
harus diperhatikan. Untuk pemeriksaan anak-anak, dibutuhkan pendamping yang bisa
menahan gerakan anak tersebut saat diperiksa.
Temuan pada otoskopi mengindikasikan adanya efusi telinga tengah dan inflamasi
yang berhubungan dengan OMA sudah jelas disebutkan. Membran timpani yang
tampak menonjol / bulging dan penuh merupakan temuan yang sering didapati dan
memiliki nilai prediktif yang paling tinggi untuk adanya efusi telinga tengah. Bila
dikombinasikan dengan warna dan pergerakan, penonjolan juga merupakan prediktor
yang baik untuk OMA. Menurunnya atau tidak adanya pergerakan dari membran
timpani sewaktu otoskopi pneumatik dilakukan lebih lanjut menunjukkan adanya cairan
pada telinga tengah. Opasifikasi atau gambaran berawan/keruh, selain daripada yang
disebabkan oleh luka/scarring, hal ini juga merupakan temuan yang konsisten dan
biasanya disebabkan oleh edema membran timpani. Kemerahan pada membran timpani
karena inflamasi dapat terjadi dan harus dibedakan dengan eritema merah muda yang
disebabkan karena anak menangis atau demam tinggi, yang biasanya tidak begitu intens
dan meghilang ketika anak tenang. Pada miringitis bulosa, blister dapat tampak pada
membran timpani. Ketika adanya cairan di telinga tengah sulit ditentukan, penggunaan
timpanometri atau reflektometri akustik dapat membantu menegakkan diagnosis.
Tantangan utama untuk klinisi adalah untuk membedakan antara otitis media efusi
dan OMA. OME lebih sering terjadi daripada OMA. OME dapat terjadi bersamaan
23
dengan ISPA karena virus, dapat juga mendahului OMA, maupun sebagai gejala
sekuelae dari OMA. Ketika OME salah diidentifiksi sebagai OMA, penggunaan
antibakteri bisa jadi tidak tepat sasaran. Klinisi harus berjuang menghindari diagnosis
positif-palsu pada anak dengan rasa tidak nyaman di telinga tengah yang diakibatkan
oleh difsungsi tuba Eustachius atau ketika ISPA karena virus menutupi efusi telinga
tengah kronik yang sudah ada.
Diagnosis OMA, terutama pada balita muda dan anak muda, biasanya dibuat
dengan derajat ketidakpastian. Faktor yang sering meningkatkan ketidakpastian
termasuk ketidakmampuan untuk membersihkan secara benar liang telinga tengah dari
serumen, atau liang telinga yang sempit, atau ketidakmampuan untuk menjaga seal
yang adekuat untuk otoskopi pneumatik atau dengan timpanometri. Diagnosis OMA
yang tidak pasti seringkali disebabkan karena ketidak mampuan mengkonfirmasi
adanya efusi telinga tengah. Reflektometri akustik bisa membantu, karena ini tidak
membutuhkan seal pada liang telinga dan dapat memberikan keterangan mengenai
adanya cairan pada telinga tengah hanya lewat lubang kecil pada serumen. Ketika
keberadaan cairan pada telinga tengah masih tidak jelas atau dipertanyakan, diagnosis
OMA boleh dipertimbangkan namun belum bisa dikonfirmasi.
Diagnosis pasti dari OMA harus memenuhi semua tiga kriteria: kejadian
mendadak, adanya efusi telinga tengah, dan tanda dan gejala dari inflamasi telinga
tengah. Klinisi harus memaksimalkan strategi diagnosis, terutama untuk menentukan
keberadaan efusi telinga tengah, dan harus mempertimbangkan kepastian dari diagnosis
dalam rangka untuk menentukan tata laksana. Klinisi harus mendiskusikan derajat dari
kepastian diagnosis dengan orang tua atau pendamping pasien saat akan memulai
penatalaksanaan awal OMA.
2.8.1. Diagnosis banding
Diagnosis banding yang diambil adalah otitis eksterna, otomikosis, infeksi
kronis liang telinga, keratosis obliterans, kolesteatoma eksterna, dan otitis
eksterna maligna
 Otitis eksterna: adalah peradangan pada liang telinga akibat infeksi
biasanya bakteri. Terdapat 2 kemungkinan otitis eksterna akut, yaitu otitis
eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna difus.
 Otitis eksterna sirkumsripta (furunkel = bisul)
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa
kulit seperti folikel rambut, kalenjar sebasea dan kalenjar serumen
24
maka di tempat itu dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus sehingga
membentuk furunkel. Kuman penyebabnya biasanya Staphylococcus
aureus atau Staphylococcus albus Gejalanya ialah rasa nyeri yang
hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini disebabkan karena kulit
liang telinga tidak mengandung jaringan longgar dibawahnya, sehingga
rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga
timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibula).
Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran bila furunkel besar dan
menyumbat liang telinga
Terapinya tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi
abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal
diberikan antibiotika dalam bentuk salep, seperti polymixin B atau
bacitrasin atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alcohol 2%). Kalau
dinding furunkel tebal, dilakukan insisi kemudian dipasang drainase
untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan obat
simtomatik seperti analgetik dan obat penenang.
 Otitis eksterna difus
Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit
liang telinga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema
dengan tidak jelas batasnya serta terdapat furunkel. Otitis eksterna
difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya sama dengan otitis eksterna sirkumskripta. Kadang-kadang
terdapat sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir
(musin) seperti sekret yang ke luar dari kavum timpani pada otitis
media. Pengobatannya ialah dengan memasukkan tampon tampon yang
mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang
baik antara obat dengan kulit yang meradang.
 Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
daerah tersebut. Yang tersering ialah jamur Aspergilus. Kadang-kadang
ditemukan juga Candida albicans atau jamur lain. Gejalanya biasanya
berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa
keluhan .Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan
asam asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga. Kadang-
25
kadang diperlukan obat antijamur sebagai salep yang diberikan secara
topikal.
 Infeksi kronis liang telinga
Infeksi bakteri maupun jamur yang tidak diobati dengan baik, trauma
berulang, adanya benda asing, penggunaan cetakan (mould) pada alat Bantu
dengar (hearing aid) dapat menyebabkan radang kronis. Akibatnya terjadi
penyempitan liang telinga oleh pembentukan jaringan parut atau sikatriks.
Pengobatannya memerlukan operasi rekonstruksi liang telinga.
 Keratosis obliterans dan Kolesteatoma eksterna
Keratosis obliterans adalah kelainan yang jarang terjadi. Biasanya secara
kebetulan ditemukan pada pasien dengan rasa penuh di telinga. Penyakit ini
ditandai dengan penumpukan deskuamasi epidermis di liang telinga
sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang
dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan
bagian tulang liang telinga yang sering disebut sebagai kolesteatoma, yang
disertai dengan rasa nyeri yang hebat akibat peradangan setempat.
Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien dengan kelainan
paru kronik seperti bronkiektasis juga pada pasien sinusitis.
Pemberian obat tetes telinga campuran alkohol atau gliserin dalam
peroksida 3% selama 3 kali seminggu merupakan pengobatan dari penyakit
ini. Pada pasien yang telah mengalami erosi dilakukan tindakan bedah.
 Otitis eksterna maligna
Otitis eksterna maligna merupakan tipe dari infeksi akut yang difus yang
biasanya terjadi pada penderita penyakit diabetes mellitus. Radang dapat
meluas secara progresif ke lapisan subkutis dan organ sekitarnya sehingga
dapat menimbulkan kelainan berupa kondritis, oeteitis, dan osteomielitis
yang mengakibatkan kehancuran tulang temporal. Gejalanya rasa gatal yang
diikuti nyeri yang hebat dan sekret yang banyak serta pembengkakkan liang
telinga.
Saraf fasial dapat terkena sehingga dapat menimbulkan paresis atau
paralisis fasial. Pengobatan tidak boleh ditunda-tunda yaitu dengan
pemberian antibiotik dosis tinggi yang dikombinasi dengan aminoglikosid.
Disamping obat-obatan, juga diperlukan tindakan debridemen.

26
Penatalaksanaan
2.8.2. Medika mentosa
Pengobatan OMA tergantung dari stadium penyakitnya, yaitu:
 Stadium oklusi
Stadium pengobatan ini terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini
diberikan obat tetes hidung (HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis
(anak < 12 tahun) atau HCL 1% dalam larutan fisiologik (anak > 12 tahun
dan orang dewasa). Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotik
diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau
alergi.
 Stadium hiperemis (presupurasi)
Obat untuk stadium ini ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan analgetika.
Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin.
Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi
yang adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin
diberikan dengan dosis 20-100 mg/kgBB per hari dan dibagi dalam 4 dosis
atau amoksisilin 40 mg/kgBB /hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin
40mg/kgBB/hari
 Stadium supurasi
Selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi
bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejal-gejala klinis
lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
 Stadium perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang-kadang terlihat sekret
keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat
cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam
waktu 7-10 hari.
 Stadium resolusi

27
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi membran timpani menutup.Bila tidak terjadi resolusi biasanya
akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya
edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian, antibiotika yang
dianjurkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan masih tetap
banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih
dari 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah
bulan atau bulan maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik
(OMSK).
Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan kegagaln terapi. Resiko tersebut digolongkan menjadi resiko
tinggi kegagalan terapi dan resiko rendah.
Terapi antibiotik
Antibiotik lini pertama pada OMA adalah amoksisilin, 50 mg/kg BB /hari,
dibagi menjadi tiga dosis. Amoksisilin digunakan karena efikasinya yang tinggi,
spektrum yang sempit, efek samping yang rendah dan biaya yang lebih murah.
Jika pasien telah diterapi dengan amoksisilin 30 hari sebelumnya atau
memiliki sejarah OMA berulang yang tidak respon amoksisilin, terapi
amoksisilin dapat dikombinasikan dengan asam klavulanat. Pada pasien yang
alergi dengan penisilin dapat diberikan Cefuroxime dan Cefpodoxime.
Pasien implan koklea yang terkena OMA dalam 2 bulan setelah implant
dapat diberikan ceftriaxone secara parenteral. Jika OMA terjadi 3 bulan setalah
pemasangan implan, terapi yang direkomendasikan adalah amoksisilin, dapat
juga ditambahkan asam klavulanat.
Durasi pengobatan antibiotik pada OMA : anak umur dibawah 2 tahun
dapat dilakukan terapi selama 10 hari, anak umur 2-6 tahun dilakukan terapi
selama 7 hari, dan anak umur 5-7 tahun dapat dilakukan terapi selama 5 sampai
7 hari.
Jika terapi lini pertama tidak adekuat maka dapat dilakukan:
1. terapi amoksisilin lini pertama yang tidak adekuat dapat diberikan
amoksisilin yang ditambahkan dengan asam klavulanat.
28
2. Jika terapi lini pertama dan lini kedua amoksisilin tidak adekuat, dapat
diberikan ceftriaxone serta dilakukan kultur bakteri dan tes resisten.

Tabel 2. Terapi antibiotik untuk OMA

29
Tabel 3. Kriteria untuk pengobatan awal dengan agen antibakteri atau observasi pada
anak dengan OMA
Umur Diagnosis pasti Diagnosis tidak pasti
<6 bulan Terapi antibakteri Terapi antibakteri
6 bulan – 2 tahun Terapi antibakteri Terapi antibakteri bila
terdapat tanda sakit berat;
pilihan observasi* bila tidak
tidak terdapat tanda sakit
berat
>2 tahun Terapi antibakteri bila Pilihan observasi*
terdapat tanda sakit berat;
pilihan observasi bila tidak
terdapa tanda sakit berat
Tabel ini dimodifikasi dengan ijin dari New York State Department of Health dan New York Region
Otitis Project Committee
*Observasi merupakan pilihan yang tepat hanya jika follow-up dapat dipastikan dan agen antibakteri
dimulai bila gejala menetap atau memburuk.
Tanda sakit tidak berat adalah otalgia ringan dan demam <39oC dalam 24 jam terakhir. Sakit berat
adalah otalgia sedang-berat atau demam >39oC.
Diagnosis pasti OMA harus memenuhi semua 3 kriteria: 1) kejadian yang cepat, 2) tanda dari efusi
telinga tengah, dan 3) tanda dan gejala dari inflamasi telinga tengah

30
Tabel 4. Rekomendasi penggunaan agen antibakteri pada pasien yang mendapatkan pengobatan awal antibakteri atau pada pasien yang
gagal pada observasi 48-72 jam atau gagal pada pengobatan awal dengan agen antibakteri

Suhu Saat diagnosis untuk pasien yang Kegagalan pengobatan yang Kegagalan pengobatan yang
>39oC mendapat pengobatan awal berupa agen didefinisikan secara klinis pada 48-72 didefinisikan secara klinis pada 48-72
dan/atau antibakteri jam setelah tata laksana awal dengan jam setelah pengobatan awal dengan
otalgia pilihan observasi agen antibakteri
berat
Rekomendasi Alternatif untuk Rekomendasi Alternatif untuk Rekomendasi Alternatif untuk
alergi Penisilin alergi Penisilin alergi Penisilin
Tidak Amoxicillin 80-90 Non-tipe I: cefdinir, Amoxicillin 80-90 Non-tipe I: Amoxicillin- Non-tipe I:
mg/kgBB per hari cefuroxime, mg/kgBB/hari cefdinir, klavulanat (90 ceftriaxone, 3
cefpodoxime; tipe I: cefuroxime, mg/kgBB/hari hari; tipe I:
azithromycin, cefpodoxime; tipe untuk komponen clindamycin
clarithromycin I: azithromycin, amoxicillin, dengan
clarithromycin 6,4 mg/kgBB per
hari untuk
klavulanat)
Ya Amoxicillian- Ceftriaxone, 1 atau 3 Amoxicillin- Ceftriaxone, 1 atau Ceftriaxone, 3 hari Timpanosentesis,
klavulanat (90 hari klavulanat (90 3 hari clindamycin
mg/kgBB/hari untuk mg/kgBB/hari untuk
amoxicillin dengan amoxicillin dengan
6,4 mg/kgBB.hari 6,4 mg/kgBB/hari
untuk klavulanat) untuk klavulanat)

31
2.8.3. Non-medika mentosa
Pada pengobatan non-medika mentosa yang dapat dilakukan adalah
miringotomi. Dimana ini merupakan tindakan insisi pada pars tensa membran
timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Syarat dalam melakukan miringotomi (merupakan tindakan pembedahan kecil)
adalah anak harus tenang dan dapat dikuasai.
2.9. Prognosis
Prognosis OMA adalah baik. Gejala akan membaik antara 24-72 jam setelah
pengobatan. Relaps biasanya terjadi karena eradikasi yang kurang sempurna. Karena itu
pasien dinasihatkan untuk mengkonsumsi antibiotik secara tepat dan tetap melakukan
kontrol meskipun gejala telah membaik.
2.10. Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses sub-
periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Sekarang setelah
ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK.
Selama fase otitis media akut bila ada efusi, terdapat kehilangan pendegaran
konduktif yang biasanya sembuh sempurna pada penderita yang diobati dengan
memadai. Namus proses radang dapat merangsang fibrosis, hialinisasi, dan endapan
kalsium pada membrane timpani dan pada struktur telinga tengah. Plak
timpanosklerotik dapat menghalangi mobilitas membran timpani dan kadang-kadang
dapat memfiksasi rantai osikula.
Komplikasi intrakranium OMA yang paling lazim adalah meningitis. Mastoiditis
merupakan peradangan tulang mastoid. Biasanya berasal dari kavum timpani. Perluasan
infeksi telinga tengah yang berulang dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada
mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama-kelamaan menjadi
peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat atau nanah yang makin banyak
yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang
telinga menyebabkan abses subperiosteum. Komplikasi ini paling mungkin terjadi bila
didiagnosis dan terapi terlambat.

32
BAB 3
PENUTUP

Otitis media merupakan peradangan telinga tengah yang disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya yang paling sering ialah sumbatan tuba Estachius akibat infeksi.
Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah rasa nyeri,
pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai mendengar suara
mendengung (tinitus).

Otitis media akut disebabkan oleh adanya sumbatan dari tuba Eustachius berupa
mukus, sekret, tampon, dan tumor. Selain itu juga disebabkan karena alergi dan infeksi.
Pengobatan yang diberikan seuai dengan stadium penyakitnya

Komplikasi dari otitis media akut yang tersering adalah meningitis, ensefalitis,
gangguan pendengaran, dan lain-lain.

33
DAFTAR PUSTAKA

Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et


al. Diagnosis fisispada anak. Edisi 2. Jakarta: CV Agung Seto; 2003. H. 55-6
Mark HS. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC;2004.
Elizabeth JC. Buku saku patofisiologi. Dalam: Edhi KY, penyunting. Buku saku
patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.
Fakultas Kedokteran UI. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan
leher. Dalam: Efiaty AS. Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan
leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penertbit FK-UI; 2010.
Fakultas Kedokteran UI. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan
leher. Dalam: Zainul AD, Helmi, Ratna DR. Kelainan telinga tengah. Edisi ke-
6. Jakarta: Balai Penertbit FK-UI; 2010.
Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak. Dalam: James EA. Otitis
media dan komplikasinya. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2002.
William M. Pedoman klinis pediatri. Dalam:. Nyeri telinga. Jakarta: EGC; 2004.
Greenberg MI. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jilid 1.Jakarta : Penerbit Erlangga.
2005.
Haddad J. The ear. Dalam: Berhman RE, Kliegma RM, Arvin AM, penyunting. Nelson
Textbook of Pediatri. Ed.18. Philadelphia: Sauders Elsevier; 2007.
Thomas, Jan Peter et al. Acute Otitis Media- a Structured Approach. Deutsches
Ärzteblatt International. 2014 .
Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et
al. Diagnosis fisispada anak. Edisi 2. Jakarta: CV Agung Seto; 2003.
Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007.
Anatomy of Inner Ear. 2010; http://galileo.phys.virginia.edu/classes/304/pix.htm
(diakses 14 Agustus 2015).
Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 1997.
Probes R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme. 2006
American Academy of Pediatrics. Clinical practice guideline: diagnosis and
management of acute otitis media. J Pediatr.2012

34
Karma PH, Sipila MM, Kataja MJ, Penttila MA. Pneumatic otoscopy and otitis media.
II. Value of different tympanic membrane findings and their combinations. In:
Lim DJ, Bluestone CD, Klein JO,
Pichichero ME, Poole MD. Assessing diagnostic accuracy and tympanocentesis skills
in the management of otitis media. Arch Pediatr Adolesc Med. 2001
Pichichero ME. Diagnostic accuracy, tympanocentesis training performance, and
antibiotic selection by pediatric residents in management of otitis media.
Pediatrics. 2002
Chonmaitree T. Viral and bacterial interaction in acute otitis media. Pediatr Infect Dis
J.2000
Dowell SF, Marcy SM, Phillips WR, Gerber MA, Schwartz B. Otitis media—principles
of judicious use of antimicrobial agents. Pediatrics. 1998
Wald ER. Acute otitis media: more trouble with the evidence. Pediatr Infect Dis J.
2003
Rosenfeld RM. Diagnostic certainty for acute otitis media. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol. 2002

35

Anda mungkin juga menyukai