Anda di halaman 1dari 9

BIOETANOL GENERASI KEDUA

Paper ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biofuel yang dibina
oleh Bapak R. Agus Widodo, SP., MP.

Oleh:
Meilisa Silva 134150001
Reta Ekawati Putri 134150034
Vina Sabila Rosyada 134150039
Sahrul Falah 134150045
Kurnia Wulandari 134150046
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini masyarakat sangat membutuhkan bahan bakar minyak untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun bahan bakar minyak tersebut
tidak bias diperbaharui sehingga semakin lama kian menipis dan semakin
langka. Kelangkaan bahan bakar minyak ini juga akan menjadikan
peningkatan harga bahan bakar minyak yang akan sulit di jangkau
masyarakat. Selain tidak bisa diperbaharui, bahan bakar minyak ini juga tidak
ramah lingkungan karena bahan bakar jenis ini mampu memicu polusi udara
nomor satu. Bahan bakar minyak yang dipakai kendaraan bermotor saat ini
mampu menghasilkan zat beracum seperti CO2, CO, HC dan debu.
Kesemuanya itu menyebabkan gangguan pernapasan, kanker, bahkan
kemandulan.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yaitu penggunaan bioethanol. Bioethanol adalah ethanol yang
diproduksi dari tumbuhan. Bioetanol merupakan cairan hasil proses
fermentasi gula dari sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan
mikroorganisme. Bioethanol tidak saja menjadi alternatif yang sangat
menarik untuk substitusi bensin, namun mampu juga menurunkan emisi CO2.
Dalam hal prestasi mobil, bioethanol dan gasohol (kombinasi bioethanol dan
bensin) tidak kalah dengan bensin. Pada dasarnya pembakaran bioethanol
tidak menciptakan CO2 netto ke lingkungan karena zat yang sama akan
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioethanol.
Bioethanol bisa didapat dari tanaman seperti tebu, jagung, gandum, singkong,
padi, lobak, gandum hitam. (Yunita, 2013).
Karakteristik biofuel generasi awal ini adalah umumnya menggunakan
gula atau minyak dari tumbuhan sebagai bahan baku. Bioethanol dari pati
jagung atau gula tebu dan biodiesel dari minyak tumbuhan termasuk dalam
kategori ini. Keuntungan biofuel jenis ini adalah teknologinya sudah cukup
maju sehingga memungkinkan produksi massal sehingga layak secara
ekonomis. Namun dampak negatifnya tidak kalah besar yaitu terserapnya
bahan pangan seperti pati dari jagung, gula tebu dan minyak goreng, yang
menyebabkan kenaikan harga akibat supply tidak mencukupi kebutuhan
pasar. Sehingga munculah bioetanol generasi kedua berbahan baku limbah
hasil perkebunan, kehutanan, dan pertanian.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemanfaatan bioethanol sebagai sumber energi?
2. Apa sajakah yang berpotensi dijadikan bioethanol generasi kedua?
3. Bagaimana permasalahan dalam pengembangan bioethanol generasi
kedua?

C. Tujuan
1. Mengetahui pemanfaatan bioethanol sebagai sumber energi.
2. Mengetahui berbagai limbah yang berpotensi sebagai bioethanol generasi
kedua.
3. Mengetahui permasalahan dalam pengembangan bioethanol generasi
kedua.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemanfaatan Bioetanol sebagai Sumber Energi


Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari
tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2
hingga 18%. DiIndonesia, minyak bioethanol sangat potensial untuk diolah
dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang
banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Biaya produksi
bioetanol tergolong murah karena sumber bahan bakunya merupakan limbah
pertanian atau produk pertanian yang nilai ekonomisnya rendah serta berasal
dari hasil pertanian budidaya tanaman pekarangan (hortikultura) yang dapat
diambil dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana
dan murah (Siregar, 1988).
Keuntungan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif
pengganti minyak bumi adalah tidak memberikan tambahan netto
karbondioksida pada lingkungan karena CO2 yang dihasilkan dari
pembakaran etanol diserap kembali oleh tumbuhan dan dengan bantuan sinar
matahari CO2 digunakan dalam proses fotosintesis. Di samping itu, bahan
bakar bioetanol memiliki nilai oktan tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
bahan peningkat oktan (octane enhancer) menggantikan senyawa eter dan
logam berat seperti Pb sebagai anti-knocking agent yang memiliki dampak
buruk terhadap lingkungan. Dengan nilai oktan yang tinggi, maka proses
pembakaran menjadi lebih sempurna dan emisi gas buang hasil pembakaran
dalam mesin kendaraan bermotor lebih baik (Nur Richana dan Suarni, 2005).
Pada pertengahan abad 20 penggunaan campuran antara etanol dengan
bensin telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Eropa Barat sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor.Untuk meningkatkan kualitas bioetanol
sebagai bahan bakar dapat dilakukan pencampuran dengan bensin. Bioetanol
yang dicampur harus tidak mengandung air sama sekali, sehingga harus
mengalami proses pemurnian secara berulang. Campuran yang kini lebih
dikenal sebagai gasohol ini banyak memberikan keuntungan bagi pengguna.
Selain itu juga dapat menghemat bensin yang keberadaannya tidak dapat
diandalkan lagi. Gasohol merupakan kependekan dari gasolin (bensin)
dengan alkohol (etanol). Gasohol dapat berupa campuran etanol : bensin
dengan komposisi yang berbeda-beda. Gasohol yang merupakan hasil
pencampuran 10% etanol dengan 90% bensin dikenal dengan sebutan gasohol
E-10. Gasohol jenis ini memiliki angka oktan sebesar 92. Angka ini setara
dengan angka oktan yang dimiliki oleh Pertamax.. Karena etanol mampu
meningkatkan angka oktan bensin, maka dalam kasus ini etanol berperan
sebagai octan enhancer. Penggunaan etanol sebagai octan enhancer ini sangat
menarik perhatian dunia, karena ramah lingkungan dan mudah diperbaharui.
Dengan digunakannya etanol ini lambat laun akan mengurangi emisi timbal
yang dikeluarkan dari asap kendaraan bermotor selama pembakaran. Untuk
mengurangi ketukan, biasanya bensin ditambah dengan zat aditif bernama
tetra ethyl lead (TEL). Bila bensin mengalami pembakaran, maka TEL juga
ikut terbakar dan akan keluar bersama asap, yang akan ikut andil dalam
proses pencemaran udara (Anonim, 2005).

B. Limbah yang Berpotensi Sebagai Penghasil Bioethanol Generasi Kedua


1. Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah biomassa
berserat selulosa yang memiliki potensi besar dengan kelimpahan cukup
tinggi. TKKS merupakan hasil samping dari pengolahan minyak kelapa
sawit yang pemanfaatannya masih terbatas sebagai pupuk, bahan baku
pembuatan matras, dan media bagi pertumbuhan jamur serta tanaman.
Hasil penelitian Iriani (2009) dalam Muthuvelayudham dan Virethagiri
(2007) bertujuan untuk mendapatkan kondisi sakarifikasi terbaik pada
TKKS dengan menggunakan Trichoderma reesei dan melakukan
fermentasi alkohol oleh Saccharomyces cerevisiae, dimana masing-
masing menghasilkan konsentrasi gula pereduksi dan alkohol paling
tinggi.
Kandungan selulosa TKKS sekitar 45,80% dan hemiselulosa 26,00%.
Jika berdasarkan perhitungan minimal maka potensi bioetanol dari
TKKS adalah sebesar 2.000 juta liter atau menghasilkan panas setara
dengan menggunakan 1446.984 liter bensin (Anonim, 2008). Produksi
bioetanol berbahan baku limbah kelapa sawit layak diusahakan karena
berdasarkan evaluasi finansial dapat diperoleh tingkat keuntungan
sebesar 75% (Anonim, 2008).

2. Tetes Tebu
Pada molase atau tetes tebu terdapat kurang lebih 60% selulosa dan
35,5% hemiselulosa (dasar berat kering). Kedua bahan polisakarida ini
dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana (mono dan disakarida) yang
selanjutnya difermentasi menjadi etanol. Di Indonesia potensi produksi
molase ini per ha kurang lebih 10–15 ton, Jika seluruh molase per ha ini
diolah menjadi ethanol fuel grade ethanol (FGE), maka potensi
produksinya kurang lebih 766 hingga 1.148 liter/ha FGE. Produksi
bioetanol berbahan baku molase layak diusahakan karena tingkat
keuntungan finansialnya mencapai 24%.

3. Jerami Padi
Jerami padi mengandung kurang lebih 39% selulosa dan 27,5%
hemiselulosa (dasar berat kering). Kedua bahan polisakarida ini, sama
halnya dengan tetes tebu dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang
selanjutnya dapat difermentasi menjadi bioetanol. Potensi produksi jerami
padi per ha kurang lebih 10-15 ton, keadaan basah dengan kadar air
kurang lebih 60%. Jika seluruh jerami per ha ini diolah menjadi ethanol
fuel grade ethanol (FGE), maka potensi produksinya kurang lebih 766-
1.148 liter/ha FGE (perhitungan ada di lampiran). Dengan asumsi harga
ethanol fuel grade(FGE) sekarang adalah Rp. 5500,- per liter (harga dari
pertamina), maka nilai ekonominya kurang lebih Rp. 4.210.765 hingga
Rp. 6.316.148 /ha. Menurut data Biro Pusat Statistik tahun 2006,
keseluruhan luas sawah di Indonesia adalah 11,9 juta ha. Artinya, potensi
jerami padinya kurang lebih adalah 119 juta ton. Apabila seluruh jerami
ini diolah menjadi bioetanol maka akan diperoleh sekitar 9,1 milyar liter
bioetanol (FGE) dengan nilai ekonomi Rp. 50.1 triliun. Menurut
perhitungan, etanol dari jerami sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
bensin nasional. Kandungan karbohidrat pada jerami padi cocok untuk
diolah menjadi bioetanol, namun perlu dipertimbangkan juga terhadap
hara yang harus dikembalikan lagi ke lahan setelah panen dilakukan.
Potensi bioetanol dari jerami padi menurut Kim dan Dale (2004)
dalam Patel dan Shoba (2007), adalah sebesar 0,28 l/kg jerami.
Sedangkan kalau dihitung dengan cara Badger (2002) dalam Patel dan
Shoba (2007), adalah sebesar 0,20 l/kg jerami, sehingga dari data ini dapt
diperkirakan potensi bioetanol dari jerami padi di Indonesia (Tabel 3).
Jika berdasarkan prediksi minimal, maka jumlah bioetanol yang
dihasilkan dapat menggantikan bensin sejumlah 7,915 - 11,874 juta liter.
Banyaknya bioetanol yang dihasilkan tersebut cukup untuk memenuhi
kebutuhan bensin Nasional selama satu tahun.

C. Permasalahan dalam Pengembangan Bioetanol Generasi Kedua


Permasalahan mengenai stabilitas pangan dan lahan mungkin tidak
berlaku untuk bioethanol generasi kedua. Bioethanol generasi kedua ini
memanfaatkan limbah lignoselulosa yang bukan merupakan bahan pangan,
misalnya jerami padi. Pemanfaatan limbah lignoselulosa juga tidak
menimbulkan permasalahan lahan karena tidak perlu perluasan lahan untuk
produksi lignoselulosa karena hanya memanfaatkan limbah pertanian yang
tidak digunakan.
Permasalahan untuk bioethanol generasi kedua terletak pada
produksinya. Pengolahan lignoselulosa agar menjadi ethanol jauh lebih rumit
daripada pengolahan pati. Proses pengolahan limbah jerami menjadi ethanol
lebih panjang daripada pengolahan bahan baku yang mengandung pati (
amilum ). Hal ini dikarenakan pada biomassa selulosa terdapat lignin dan
hemiselulosa yang melapisi selulosa. Produksi bioethanol yang berasal dari
biomassa lignoselulosa disebut sebagai bioethanol generasi kedua ( Tan et al,
2008 ). Sebelum proses fermentasi yang mengubah glukosa menjadi ethanol,
limbah jerami harus melewati dua tahap tambahan yang memecah lapisan
lignin dan selulosa serta tahap yang memecah ikatan selulosa sehingga
menjadi glukosa. Tahapan tambahan tersebut disebut tahap pretreatment dan
tahap hidrolisis.
Saat ini di Indonesia penggunaan dan produksi bioethanol yang umum
adalah bioethanol generasi pertama. Jika dilakukan pengembangan produksi
bioethanol generasi pertama maka akan berdampak buruk pada stabilitas
pangan dan pengurangan lahan hutan. Sedangkan produksi bioethanol
generasi kedua masih belum banyak dilakukan karena proses yang lebih
rumit. Tahap destilasi dari produksi bioethanol dan hasil pembakaran
bioethanol yang menghasilkan CO2 juga menjadi masalah tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Kelayakan Tekno-Ekonomi Bio-Ethanol Sebagai Bahan Bakar


Alternatif Terbarukan, Jakarta: Balai Besar Teknologi Pati-BPPT

Anonim. 2008. Bio Ethanol Alternatif BBM. http://www. energibio.com/.


Diakses Desember 2008.

Muthuvelayudham, R. and T. Viruthagiri. 2007. Optimizaton and modeling of


cellulase protein from Trichoderma ressei Rut C30 using mixed
substrate. African Journal of Biotechnology 6 (1): 041-046.

Nur Richana dan Suarni, 2005. Teknologi Pengolahan Jagung. 1Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Bogor.

Patel S.J., R. Onkarappa, and K.S. Shobha. 2007. Study of ethanol production
from fungal pretreated wheat and rice straw. The Internet Journal of
Microbiology 4 (1): www.ispub.com

Tan, K. T., K. T. Lee, A. R. Mohamed & S. Bhatia .2009. Palm oil: addressing
issues and towards sustainabie development. Renewable & Sustainable
Energy Reviews, l3r 42A427.

Yunita.2013. Pengertian Bioetanol. http://yunitaanggianggraeni.blogspot.co.id.


Diakses pada 8 April 2018

Anda mungkin juga menyukai