Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN

CEDERA KEPALA
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

A. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin,
tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama,
suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penganngung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Adanya penurunan kesadaran, letargi, mual dan muntah, sakit
kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan,
fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia
seputar kejadian, tidak bisa beristirahat, kesulitan mendemgar,
mengecap dan dan mencium bau, sulit mencerna atau menelan
makanan.
 Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit sistem persyarafan, riwayat
trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit
sistemik atau pernafasa kardiovaskuler dan metabolik.
 Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat penyakit menular

d. Pengkajian persistem dan pemeriksaan fisik


 Tingkat kesadaran (GCS)

No Komponen Nilai Hasil


1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
1 Verbal 3 Bicara kacau / kata-kata tidak tepat /tidak
nyambung dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak
tepat
5 Orientasi baik
1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
2 Motorik 3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
1 Tidak berespon
Reaksi membuka 2 Rangsang nyeri
3 mata 3 Dengan perintah (rangsang suara / sentuh)
(eye) 4 Spontan

 Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut
yang digunakan secara internasional
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (non 2
antigravity)
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

e. Aspek neurologis
 Kaji GCS
 Disorientasi tempat atau waktu
 Refleksi patologis dan fisiologis
 Perubahan status mental
 Nervus Cranialis XII (sensasi, pola bicara abnormal)
 Status motorik
Skala kelemahan otot
0 : tidak ada kontraksi
1 : ada kontraksi
2 : bergerak tidak bisa menahan gravitasi
3 : bergerak mampu menahan gravitasi
4 : normal
 Perubahan pupil / penglihatan kabur, diplopia, fotophobia,
kehilangan seagian lapang pandang
 5 - 6 cm = kerusakan batang otak
 Mengecil = metabolisme abnormal dan disfungsi
encephalo
 Pin-point = kerusakan pons, batang otak
 Perubahan tanda-tanda vital
 Apraksia, hemiparese, quadriplegia
 Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
 Tanda-tanda peningkatan TIK
 Penurunan kesadaran
 Gelisah letargi
 Sakit kepala
 Muntah proyektif
 Pupil edema
 Pelambatan nadi
 Pelebaran pembuluh darah
 Peningkatan tekanan darah sistolik

f. Aspek kardiovaskuler
 Perubahan tekanan darah (menurun / meningkat)
 Denyut nadi : bradikardi, tachikardi, iram atidak terautur
 TD naik, TIK naik

g. Sistem pernafasan
 Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Nafas berbunyi, stridor, tersedak
 Irama, frekuensi, kedalaman dan bunyi nafas
 Ronki, mengi positif

h. Kebutuhan dasar
 Eliminasi
Perubahan pada BAB / BAK
 Inkontinensia, obstipasi
 Hematuri
 Nutrisi : mual, muntah, gangguan mencerna / menelan
makanan, kaji bising usus.
 Istirahat : kelemahan, mobilisasi, tidur kurang

i. Pengkajian psikologis
 Gangguan emosi / apatis, delirium
 Perubahan tingkah laku atau kepribadian

j. Pengkajian sosial
 Hubungan dengan orang terdekat
 Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, disartria, anomia
k. Nyeri / kenyamanan
 Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
 Respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat
 Gelisah

l. Nervus Cranial
 N.I : penurunan daya penciuman
 N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan
 N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat
mengkuti perintah, anisokor
 N.V : gangguan mengunyah
 N.VII, N.XII : lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
 N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan
tubuh
 N.IX, N.X, N.XI : jarang ditemukan

B. Pengelolaan Cedera Kepala


1. Cedera kepala ringan (GCS = 13-15)
Penderita dengan cidera kepala yang dibawa ke unit gawat daruat
(UGD) RS kurang lebih 80% dikategorikan dengan cedera kepala ringan,
penderita tersebut masih sadar namun dapat mengalami amnesia berkaitan
dengan cedera kepala yang dialaminya. Dapat diserta dengan riwayat
hilangnya kesadaran yang singkat namun sulit untuk dibuktikan terutama
pada kasus pasien dengan pengaruh alcohol atau obat-obatan.
Sebagian besar penderita cedera kepala ringan dapat sembuh dengan
sempurna, walaupun mungkin ada gejala sisa yang sangat kecil.
Pemeriksaan CT scan idealnya harus dilakukan pada semua cedera
kepala ringan yang disertai dengan kehilangan kesadaran lebih dari 5
menit, amnesia, sakit kepala hebat, GCS < dari 15 atau adanya deficit
neurologis fokal, foto servical juga harus dibuat bila terdapat nyeri pada
palpasi leher. Pemeriksaan foto polos dilakukan untuk mencari fraktur
linear atau depresi pada servical, fraktur tulang wajah atuapun adanya
benda asing di daerah kepala, akan tetapi haru sdiingat bahwa pemeriksaan
foto polos tidak boleh menunda transfer penderita / medevac ke RS ynag
lebih memadai. Apalagi bila ditemukan adanya gejala neurologis ynag
abnormal, harus segera dikonsulkan kepada ahli bedah syaraf.
Bila penderita cedera kepala mengalami asimtomatis, sadar,
neurologis normal, observasi diteruskan selama beberapa jam dan
dilakukan pemeriksaan ulang. Bila kondisi penderita tetap normal maka
dapat dianggap bahwa penderita aman. Akan tetapi bila penderita tidak
sadar penuh atau berorientasi kurang terhadap rangsang verbal maupun
tulisan, keputusan untuk memulangkan penderita harus ditinjau ulang.

2. Cedera kepala sedang (GCS = 9-12)


Dari seluruh penderita cedera kepala yang masuk ke UGD RS
hanya 10% ynag mengalami cedra kepala sedang. Mereka pada umumnya
masih mampu menuruti perintah sederhana, namun biasanya tampak
bingung tau terlihat mengantuk dan disertai dengan defisit neurologis
fokal seperti hemiparese. Sebanyak 10-20% penderita cedera kepala
sedang mengalmai perburukan dan jatuh dalam keadaan koma, pada saat
dilakukan pemeriksaan di UGD dilakukan anamnesa singkat dan
stabilisasi kardiopulmoner sebelum pemeriksaan neurologis dilakukan.
Penderita harus dirawat diruang perawatan intensif yang setara, dilakukan
observasi ketat dan pemeriksaan neurologis serial selama 12-24 jam
pertama.

3. Cedera kepala berat (GCS =3-8)


Penderita dengan cedera kepala berat tidak mapu melakukan
perintah sederhana walaupun status kardiopulmonernya tidak stabil,
memiliki resiko mobiditas dan mortalitas cukup besar. Penderita dengan
cedera kepala berat adalah sangat berbahaya, karena diagnosis serta terapi
yang sangatlah penting. Jangan menunda transfer / medevac karena
menunggu pemeriksaan penunjang seperti CT scan.

a. Primary survey dan resusitasi


Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur
servikal. Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder.
Penderita cedera kepala berat dengan hipotensi mempunyai status
mortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita cedera
kepala berat tanpa hipotensi (60% vs 27%). Adanya hipotensi akan
menyebabkan kematian yang cepat. Oleh karena itu tindakan
stabilisasi dan resusitasi kardiopulmoner harus dilakukan secara hati-
hati pada penderita cedera kepala berat yang menunjukan perburukan
neurologis akut.
1) Airway dan breathing
Terhentinya pernafasan sementara dapat terjadi pada penderita
cedera kepala berat dan dapat mengakitbatkan gangguan sekunder.
Intubasi endotrakeal (ET) / Laryngeal mask airway (LMA) harus
segera dipasang pada penderita cedera kepala berat yang koma,
dilakukan ventilasi dan oksigenasi 100% dan pmeasangan pulse
oksimetri / monitor saturasi oksigen. Tindakan hiperventilasi harus
dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera kepala berat yang
menunjukan perburukan neurologis akut.
Gangguan airway dan breathing sangat berbahaya pada trauma
kapitis karena akan dapat menimbulkan hipoksia atau hiperkarbia
yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak sekunder.
Oksigen selalu diberikan , dan bila pernafaan meragukan, lebih
baik memulai ventilasi tambahan.
2) Circulation
Hipotensi biasanya disebabkan oleh cedera otak itu sendiri, kecuali
pada stadium terminal yaitu bila medulla oblongata mengalami
gangguan. Perdarahan intracranial tidak dapat menyebabkan syok
hemoragik pada cedera kepala berat, pada penderita dengan
hipotensi harus segera dilakukan stabilisasi dan resusitasi untuk
mencapai euvolemia (peningkatan air bebas dengan perubahan
kecil Na-tubuh).
Hipotensi merupakan tanda klinis kehilangan darah yang cukup
hebat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Harus juga dicurigai
kemungkinan penyebab syok lain seperti syok neurologis (trauma
medula spinalis), kontusio jantung atau temponade jantung dan
tension pneumothoraks.
Penderita hipotensi yang tidak dapat bereaksi terhadap stimulus
apapun dapat memperlihatkan respon normal segera setelah
tekanan darah normal.
Gangguan circulation (syok) akan menyebabkan gnagguan perfusi
darah ke otak yang akan menyebabkan kerusakan otak sekunder.
Dengan demikian syok dengan trauma kapitis harus dilakukan
penanganan dengan agresif.

3) Pemeriksaan neurologis / disability


Pemeriksaan neurologis harus segera dilakukan segera setelah
status kardiopulmoner stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari
pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil. Pada penderita koma
respon motorik dapat dilakukan dengan merangsang / mencubit
otot trapezius atau menekan kuku penderita. Bila penderita
menunjukan reaksi yang bervariasi, ynag diguakan adalah rspon
motorik terbaik karena merupakan indikator prognostik yang paling
akurat dibandingkan respon yang lebih buruk. Pemeriksaan GCS
dan reflek cahaya pada pupil dilakukan sebelum pemberian sedasi
atau paralisis, karena kaan menjadi dasar pada pemeriskaan
berikutnya. Selama primary survey, pemakaian obat-obatan
paralisis jangka panjang tidak dianjurkan, bila diperlukan
analgesia sebaiknya digunakan morfin dosis kecil dan diberikan
secara intravena.

b. Secondary survey
Pemeriksaan neurologis serial (GCS , lateralisasi dan reflek pupil)
harus segera dilakukan untuk deteksi dini gangguan neurologis. Tanda
awal dari herniasi lobus temporal adalah dilatasi pupil dan hilangnya
reflek pupil terhadap cahaya, adanya trauma langsung pada mata juga
dapat menyebabkan respon pupil abnormal dan membuat pemeriksaan
pupil menjadi sulit. Bagaimanapun, dalam hal ini pemikiran terhadap
adanya trauma otak harus dipikirkan terlebih dahulu.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai


dengan klien mengalami sesak napas, klien menggunakan pernapasan
cuping hidung
2. Nyeri Akut berhubungan dengan iskemina serebral ditandai dengan nyeri
kepala hebat
3. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke otak;
odema otak
4. Risiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
5. Risiko Syok berhubungan dengan Hipoksia
6. Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

Anda mungkin juga menyukai