Modul LKK 7
Modul LKK 7
PENDAHULUAN
2
BAB II
PENUNTUN LATIHAN KETERAMPILAN KLINIK
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PROSEDUR TES RUMPLE LEEDE
1.1 Landasan Teori
Tes Rumple Leede merupakan suatu tes yang dipergunakan untuk melihat fragilitas
pembuluh darah pada pasien demam berdarah Dengue. Pada pasien ini, selain terdapat
fragilitas pembuluh darah, juga biasanya terdapat trombositopenia. Trombositopenia adalah
suatu keadaan dimana jumlah trombosit dalam darah <100.000/mm3 . Biasanya petechiae
akan muncul di kulit apabila trombosit berjumlah < 30.000/mm3. Petechiae inilah yang akan
muncul bila dilakukan tes Rumple Leede, sebagai karakteristik nilai positif.
3
1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tes Rumple Leede.
4. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan tes Rumple Leede.
5. Minta pasien menggulung lengan bajunya hingga semua lengan terlihat dengan jelas.
Perhatikan lengan pasien secara seksama untuk melihat ada tidaknya petechiae
sebelum dilakukan tes.
6. Pasang manset sphymomanometer pada lengan kanan dan ukur tekanan darah pasien.
7. Setelah tekanan darah pasien diketahui, pompa kembali sphymomanometer dan
pertahankan posisi air raksa pada angka yang merupakan hasil perhitungan: (Tekanan
sistolik + tekanan diastolik) : 2. Namun angka maksimal yang diperbolehkan adalah
100 mmHg.
8. Biarkan posisi tersebut selama minimal 15 menit
9. Buatlah lingkaran dengan diameter 5 cm yang terletak pada lengan bawah pasien
kurang lebih 1 inci (2,4 cm) dari lipat siku.
10. Setelah 15 menit, buka katup pada balon dan biarkan air raksa turun ke angka nol.
Lalu lepaskan manset.
11. Amati lengan bawah pasien pada daerah lingkaran untuk melihat ptechiae
12. Lakukan interpretasi terhadap hasil tes Rumple Leede di regio volar (di dalam
lingkaran tersebut).
4
Gambar 2. Petechiae hasil tes Rumple Leede (www.en.wikipedia.org)
6
Gambar 3. Cara pengambilan darah vena
7
Keahlian membuat apus darah tepi akan sangat berguna apabila seorang dokter umum
bekerja di daerah perifer, di mana laboratorium masih sangat jarang. Syarat-syarat apus darah
tepi yang baik adalah:
a. Panjang apusan 1/2 - 2/3 dari panjang kaca objek.
b. Posisi 1 ½ cm dari pangkal sediaan.
c. Ujung berakhir parabola.
d. Tidak ada bagian yang kosong/berlobang.
e. Tidak bergelombang.
f. Bagian pangkal tebal, bagian ujung tipis.
g. Tidak boleh ada endapan pewarnaan.
9
2.2 PROSEDUR CUCI TANGAN RUTIN
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Apabila dihadapkan pada situasi akan dilakukannya suatu tindakan medis rutin,
mahasiswa diharapkan mampu melakukan prosedur cuci tangan secara berurutan.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PROSEDUR CUCI TANGAN RUTIN
1.1 Landasan Teori
Kebersihan merupakan hal yang mutlak bagi seorang dokter dalam menjalankan
profesinya demi keselamatan pasien (patient safety). Salah satu langkah yang paling mudah yang
bisa dilakukan adalah dengan rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien.
Namun ternyata mencuci tangan secara konvensional, yaitu hanya dengan menggosokkan kedua
telapak tangan, meninggalkan banyak lokasi yang tetap kotor pada tangan. Biasanya pada sela-
sela jari, dan sekitar ibu jari.
Mencuci tangan disarankan menggunakan air bersih yang mengalir dengan sabun dan tisu
sekali pakai. Bukan zamannya lagi seorang dokter mencuci tangan di larutan desinfektan di
dalam baskom, berulang kali setiap sebelum dan sesudah memeriksa pasien karena hal tersebut
akan membiarkan kuman berputar-putar di air dalam baskom, meskipun itu larutan desinfektan.
Kebiasaan menggunakan lap tangan secara bersama-sama sebaiknya pun dihindari.
Prosedur cuci tangan pada latihan keterampilan klinik kali ini hanyalah prosedur cuci
tangan yang rutin, bukan prosedur cuci tangan untuk operasi yang memerlukan sikat khusus dan
pencucian tangan sampai batas siku.
1. Lepaskan semua perhiasan yang ada di kedua tangan dan lengan bawah. Gulung
lengan baju (bila panjang) hingga pergelangan tangan terlihat jelas.
2. Membasuh tangan dengan air
3. Menuangkan sabun secukupnya
4. Meratakan sabun dan gosok kedua telapak tangan (palmar manus)
5. Gosokkan punggung tangan (dorsum manus) kiri. Lakukan sebaliknya
6. Menggosok sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.
7. Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dengan posisi saling mengunci
10
dan sebaliknya
8. Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya
9. Menggosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan sebaliknya
10. Menggosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan
sebaliknya.
11. Membilas kedua tangan dengan air
12. Mengeringkan tangan dengan handuk sekali pakai sampai benar-benar kering.
13. Menggunakan handuk tersebut untuk menutup kran
14. Tangan sudah aman untuk melakukan tindakan medis
11
2.3 PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami mekanisme fisiologi golongan darah.
2. Melakukan sendiri pemeriksaan jenis golongan darah sistem ABO dengan metode
slide test secara lege artis.
3. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan golongan darah.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH
1.1 Landasan Teori
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Jerman, pada tahun 1900 telah menemukan
golongan darah ABO, yang merupakan kunci bagi terlaksananya transfusi darah hingga saat ini.
Ia melakukan suatu pemeriksaan serial terhadap 6 orang kawannya. Dilakukan pemisahan serum
dan dibuat suatu suspensi eritrosit dalam salin. Kemudian dijumpai adanya aglutinasi pada
beberapa campuran serum dan suspensi eritrosit. Hal ini disebabkan karena eritrosit memiliki
antigen yang bereaksi dengan antibodi yang sesuai, yang terdapat dalam serum. Atas dasar ada
tidaknya aglutinasi tersebut, maka ditetapkan 3 golongan darah yaitu A,B,O. Kemudian
Decastello dan Sturli (1902) menemukan golongan darah AB. Sehingga saat ini dikenal 4 jenis
golongan darah dalam sistem ABO.
Sistem ABO
Pada permukaan luar eritrosit manusia ditemukan 2 macam antigen, yaitu Antigen A dan
Antigen B (aglutinogen). Sebaliknya pada serum/plasma darah manusia ditemukan 2 macam zat
anti, yaitu Anti A dan Anti B (aglutinin). Penentuan jenis golongan darah ditentukan oleh ada
tidaknya antigen A atau antigen B.
Pada umumnya, serum seseorang tidak akan mengandung antibodi yang sesuai dengan
antigen pada eritrositnya. Sehingga tidak akan terjadi suatu reaksi aglutinasi. Pada seorang
bergolongan darah A, yang artinya dalam eritrosit darahnya terdapat antigen A, hanya memiliki
antibodi Anti-B pada serumnya. Kebalikan dengan golongan darah tipe B, yang mengandung
12
antigen B pada eritrositnya, hanya memiliki antibodi Anti-A. Sedangkan pada orang yang
bergolongan darah O, yang tidak mempunyai antigen An ataupun B dalam eritrosit, maka dalam
serumnya terdapat Antibodi Anti A maupun Anti B. Golongan darah AB, yang memiliki kedua
antigen A dan B dalam eritrositnya, tidak memiliki antibodi anti A maupun Anti B dalam
serumnya.
Syarat-syarat penentuan golongan darah yang lengkap, antara lain:
1. Cukup peka
2. Pemeriksaan harus dilakukan terhadap eritrosit dan serum
3. Terdapat kontrol (+) dan kontrol (-) dari diagnostik serumnya
4. Terdapat autokontrol dari darahnya sendiri dengan hasil yang harus (-)
5. Disertai pemeriksaan imun antibodi
Terdapat 3 macam jenis metode pemeriksaan golongan darah sistem ABO, yaitu :
1. Metode slide test
Keuntungannya adalah cepat dan sederhana.
Kerugiannya:
1. Tidak dapat menentukan aglutinasi lemah dan imunantibodi.
2. Tidak terdapat autokontrol, kontrol(-) dan kontrol (+).
3. Tidak melakukan pemeriksaan terhadap serum.
2. Metode tile
3. Metode tube
a. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 3 Blok VII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Kaca objek yang kering dan bersih atau kartu blanko golongan darah
5. Reagen Anti A, Anti B, Anti AB, dan reagen Anti Rhesus
6. Blood lancet
7. Lancet device
8. Lidi korek api
9. Kapas beralkohol
ANTI Rh Rhesus
+ Positif
- Negatif
14
2.4 PROSEDUR PENYUNTIKAN
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan prosedur penyuntikan intramuskular (IM).
a. Mempersiapkan alat dan bahan penyuntikan IM.
b. Melakukan prosedur penyuntikan IM.
2. Melakukan prosedur penyuntikan intrakutan (IC)
a. Mempersiapkan alat dan bahan penyuntikan IC.
b. Melakukan prosedur penyuntikan IC.
3. Melakukan prosedur penyuntikan subkutan (SC)
a. Mempersiapkan alat dan bahan penyuntikan SC.
b. Melakukan prosedur penyuntikan SC.
4. Mengenali berbagai jenis vaksin (BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, Pneumokokus,
influenza, MMR, Rotavirus, Hepatitis A, Varisella, HPV, Thypoid, HIB)
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PROSEDUR PENYUNTIKAN
1.1 Landasan Teori
Pemberian obat-obatan kepada pasien tidak melulu dari mulut saja, tapi bisa juga melalui
kulit (topical), suntikan (parenteral), bahkan lewat anus (per rectal). Kemampuan memasukkan
obat ke dalam tubuh pasien memerlukan keahlian agar pasien tidak menderita dengan tindakan
tersebut.
Di dunia medis, terdapat tiga macam metode penyuntikan melalui kulit yaitu penyuntikan
intramuskular, intrakutan, dan subkutan. Ada juga metode penyuntikan intravena (langsung ke
vena atau melalui selang infus), namun materi ini tidak diberikan di blok ini.
a. Penyuntikan intramuskular
Penyuntikan obat-obatan melalui jarum spuit langsung menuju otot. Daerah yang biasa
digunakan untuk metode ini adalah regio deltoidea, regio gluteal, dan regio femoris anterior.
Metode ini lebih disukai karena tidak memerlukan teknik tertentu, hanya saja harus benar-benar
memperhatikan posisi anatomi otot yang akan disuntik agar tidak menembus pembuluh darah
atau pembuluh saraf yang cukup besar. Sudut penyuntikan biasanya 900.
b. Penyuntikan intrakutan
Penyuntikan dilakukan pada bagian epidermis kulit, sehingga memerlukan teknik khusus
agar suntikan tidak terlalu dalam dan timbul benjolan kecil sebagai efek suntikan. Sudut yang
dipakai biasanya 150 untuk mencapai kedalaman yang diinginkan. Metode ini sering dipakai
pada penyuntikan tuberculin (Mantoux test) dan tes sensitasi obat untuk mengecek reaksi alergi
seseorang.
c. Penyuntikan subkutan
15
Penyuntikan ini dilakukan pada bagian subkutis, sehingga memerlukan sudut sekitar 450
agar mendapat kedalaman yang diinginkan.
16
Gambar 1. Posisi spuit pada macam-macam penyuntikan (Chester, 1998)
Sumber: www.answers.com
17
Gambar Cara penyuntikan intrakutan
Sumber: www.depts.washington.edu
7. Jarum dicabut dan tempat tusukan yang berdarah di apus sebentar dengan kapas
kering steril.
8. Jarum dilepaskan dari spuit dan dibuang ke tempat sampah tajam sedangkan spuit
dibuang ke tempat sampah medis.
18
2.5 PROSEDUR IMUNISASI
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan prosedur imunisasi BCG.
a. Mempersiapkan alat dan bahan imunisasi BCG.
b. Melakukan prosedur pemberian vaksin BCG.
c. Melakukan konseling imunisasi BCG.
2. Melakukan prosedur imunisasi Polio.
a. Mempersiapkan alat dan bahan imunisasi polio oral.
b. Melakukan prosedur pemberian vaksin Polio oral.
c. Melakukan konseling imunisasi Polio.
3. Melakukan prosedur imunisasi DPT.
a. Mempersiapkan alat dan bahan imunisasi DPT.
b. Melakukan prosedur pemberian vaksin DPT.
c. Melakukan konseling imunisasi DPT.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PROSEDUR IMUNISASI
1.1 Landasan Teori
Secara konvensional, upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dalam tiga kategori,
yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Salah satu bentuk pencegahan primer adalah
dengan imunisasi. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif.
Istilah imunisasi sering disamakan dengan vaksinasi, padahal artinya berbeda. Vaksinasi
adalah pemberian vaksin (berisi antigen) yang akan merangsang pembentukan antibodi oleh
tubuh si penerima. Vaksin, biasanya berisi antigen yang berasal dari patogen yang dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun hanya merangsang limfosit,
antibodi, dan sel memori.
Imunitas pasif dapat diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu:
a. Imunoglobulin non spesifik
Disebut juga gammaglobulin. Berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru
saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu. Imunoglobulin non spesifik digunakan
pada anak dengan defisiensi immunoglobulin, namun sifatnya tidak permanen melainkan
hanya beberapa minggu saja.
b. Imunoglobulin spesifik
Imunoglobulin spesifik diberikan pada anak yang belum terlindung karena belum pernah
mendapatkan vaksinasi dan kemudian terserang penyakit.
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. Memberitahukan secara rinci tentang risiko vaksinasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
b. Periksa kembali persiapan untuk melayani reaksi sampingan dari vaksinasi (KIPI).
19
c. Baca dengan teliti informasi tentang vaksin yang akan diberikan, periksa tanggal
kadaluarsanya, perubahan warna dan kekeruhan.
d. Minta persetujuan orang tua si anak sebelum divaksinasi.
e. Berikan vaksin dengan teknik yang benar.
f. Catat pemberian vaksin pada rekam medis anak.
Sebagian besar vaksin diberikan dengan suntikan intramuskular, kecuali polio (per oral)
dan BCG (intrakutan). Berikut ini adalah kontraindikasi berlaku untuk semua vaksin (DtaP/DTP,
OPV, IPV, MMR, Varisela, Hib, Hepatitis B):
Kontraindikasi dan perhatian khusus Bukan kontraindikasi
a. Reaksi anafilaksis terhadap vaksin. a. Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,
Merupakan kontraindikasi untuk kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
pemberian vaksin berikutnya. vaksin.
b. Reaksi anafilaksis terhadap b. Demam ringan atau sedang pasca
konstituen vaksin. Merupakan vaksinasi sebelumnya.
kontraindikasi untuk pemberian c. Sakit akut ringan dengan atau tanpa
vaksin dengan konstituen tersebut. demam.
c. Sakit sedang atau berat, dengan atau d. Sedang mendapat terapi antibiotik.
tanpa demam. e. Masa konvalesen suatu penyakit.
d. Ensefalopati dalam 7 hari pasca f. Prematuritas
DtaP/DTP sebelumnya. g. Terpajan terhadap suatu penyakit
menular.
h. Riwayat alergi penisilin atau alergi lain
nonspesifik, atau riwayat alergi dalam
keluarga.
i. Kehamilan ibu (untuk vaksinasi pada
ibu).
j. Penghuni rumah lain tidak divaksinasi.
k. Demam < 40,50 C setelah vaksinasi
DTP sebelumnya.
Ada lima imunisasi dasar lengkap yang diberlakukan wajib bagi anak-anak di Indonesia,
yaitu:
a. BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3
tahun sehingga didapat basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas
terhadap kuman penyebab penyakit tuberkulosis. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
vaksin BCG adalah timbulnya ulkus lokal superfisial 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus
tersebut biasanya akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat.
b. DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Difteria adalah suatu penyakit akut yang diakibatkan oleh toksin Corynebacterium diphteriae.
Pertusis adalah batuk rejan atau batuk seratus hari yang disebabkan oleh Bordetella pertusis.
Tetanus adalah suatu penyakit akut akibat eksotoksin bakteri Clostridium tetani. KIPI vaksin
20
ini adalah reaksi lokal kemerahan pada bekas suntikan, bengkak, nyeri, demam, anak rewel
dan menangis.
c. Hepatitis B
Diberikan untuk menimbulkan daya tahan terhadap serangan virus Hepatitis B. Vaksin
Hepatitis B yang tersedia adalah vaksin rekombinan. Sasaran pemberian vaksin ini adalah
semua bayi baru lahir, individu yang karena pekerjaannya rentan terhadap penularan virus
hepatitis B, pasien hemodialisis, pasien yang membutuhkan transfusi berulang, individu yang
serumah/kontak seksual dengan pengidap hepatitis B, pengguna narkoba suntik, dan kaum
homoseksual. Cara pemberian vaksin ini sama dengan vaksin DPT. KIPI pada vaksin ini
adalah reaksi lokal pada bekas suntikan dan demam ringan.
d. Polio
Poliomyelitis (sering disingkat polio) adalah suatu penyakti infeksi oleh virus Polio yang
menyerang medulla spinalis sehingga menyebabkan kelumpuhan. Di Indonesia ada dua
metode pemberian vaksin polio yaitu secara oral dengan vaksin OPV (oral poliomyelitis
vaccine) dan secara suntikan subkutan dengan vaksin IPV (Inactivated Poliomyelitis Vaccine).
KIPI yang sering terjadi adalah rasa pusing, diare ringan, dan nyeri otot.
e. Campak
Merupakan penyakit infeksi virus dengan gejala coriza, mata merah, batuk, demam tinggi, dan
diikuti timbulnya ruam makulopapular di seluruh tubuh. Pada tahun 1963, telah dibuat dua
jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan
(tipe Edmonston B) dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan. KIPI yang
paling sering adalah demam.
b. Menentukan lokasi injeksi di regio deltoidea dan memastikan tidak ada luka di
daerah tersebut.
c. Lakukan desinfeksi pada daerah yang akan diinjeksi menggunakan air hangat.
d. Ambil vaksin (yang telah dicampur dengan pelarutnya) sebanyak 0,07 cc dengan
menggunakan spuit 1 cc.
e. Yakinkan tidak ada udara di dalam spuit. Lakukan pembuangan udara (bila ada)
dengan cara menjentik-jentikkan jari pada spuit atau dengan membuang sedikit
cairan di bagian paling atas sampai gelembung udara hilang.
f. Suntikan vaksin sebanyak 0,05 cc secara intrakutan dengan posisi jarum sejajar
kulit. Lubang jarum menghadap ke atas.
g. Pastikan vaksin masuk intrakutan dengan melihat ada benjolan kecil di area
suntikan.
h. Cabut spuit dari lengan tanpa dioles kapas. Kemudian tutup kembali jarum dan
buang ke tempat sampah medis.
23
BAB III
EVALUASI
Mahasiswa akan dievaluasi pada saat pelaksanaan latihan keterampilan klinik dalam
bentuk formatif dan akan dievaluasi pada akhir blok dalam bentuk sumatif.
24
BAB IV
PENUTUP
Demikianlah Modul Latihan Keterampilan Klinik Blok VII ini disusun sedemikian rupa
agar dapat membantu mahasiswa dan instruktur memahami maksud dan tujuan LKK sehingga
dapat dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Lampiran daftar tilik (checklist) dalam modul LKK
ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mengarahkan keterampilan mereka dan sebagai
panduan persiapan mengikuti evaluasi sumatif dalam bentuk ujian LKK.
25
DAFTAR REFERENSI
26
LAMPIRAN 1
Instrumen Evaluasi Melakukan Tes Rumple Leede
27
LAMPIRAN 2
Instrumen Evaluasi Pengambilan Darah Vena
28
LAMPIRAN 3
Instrumen Evaluasi Membuat Apus Darah Tepi
29
LAMPIRAN 4
Instrumen Evaluasi Prosedur Cuci Tangan Rutin
30
LAMPIRAN 5
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Golongan Darah
TOTAL SKOR
31
LAMPIRAN 6
Instrumen Evaluasi Prosedur Penyuntikan
32
5 PENYUNTIKAN SUBKUTAN
1. Siapkan spuit disposible yang telah diisi obat.
2. Pemeriksa menentukan daerah injeksi yaitu di regio deltoidea.
3. Pemeriksa menetapkan titik injeksi pada puncak musculus
deltoideus.
4. Lakukan tindakan desinfeksi dengan kapas alkohol 70% di
daerah titik injeksi dan menunggu sampai kering.
5. Jarum ditusukkan dengan sudut 300 dengan permukaan kulit.
6. Lakukan aspirasi spuit dengan sedikit menarik piston untuk
memastikan tidak ada darah yang masuk lalu doronglah
perlahan piston spuit sampai obat habis.
7. Jarum dicabut dan tempat tusukan ditekan sebentar dengan
kapas kering steril.
8. Jarum dilepaskan dari spuit dan dibuang ke tempat sampah
tajam sedangkan spuit dibuang ke tempat sampah medis.
TOTAL SKOR
33
LAMPIRAN 7
Instrumen Evaluasi Prosedur Imunisasi
34
lurus (90o) dengan kulit.
g. Cabut spuit dari lengan. Tutup kembali jarum lalu buang
di tempat sampah medis.
4 Prosedur imunisasi polio oral
a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi
- vaksin polio oral (OPV)
b. Teteskan vaksin ke mulut pasien sebanyak 2 tetes.
TOTAL SKOR
35