Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang (FK UMP) menggunakan
sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam sistem KBK, mahasiswa kedokteran
akan dilatih melakukan berbagai keterampilan dalam bentuk Latihan Keterampilan Klinik yang
akan menunjang pembelajaran mereka untuk menjadi dokter yang unggul, bermutu, dan islami.
Salah satu blok yang akan didalami oleh mahasiswa di FK UMP adalah Blok VII
mengenai imunologi dan infeksi yang sering terjadi pada tubuh manusia ditinjau dari berbagai
aspek.Latihan Keterampilan Klinik di blok VII ini ditujukan untuk melatih mahasiswa FK UMP
melakukan beberapa keterampilan yang akan sering ditemui di lapangan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan, yaitu:
1. Melakukan tes Rumple Leede, pengambilan darah vena, dan pembuatan apus darah tepi.
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mencapai kompetensi 3 (pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi)
dalam hal membuat sediaan apus darah tepi sebagai pemeriksaan penunjang dalam
menegakkan diagnosis penyakit. Sementara itu untuk pengambilan darah vena
(venipuncture) dan tes rumple Leede, tingkat kompetensi yang harus dicapai adalah 4
(mampu melakukan mandiri). Oleh karena itu, di blok ini mahasiswa akan dilatih
bagaimana melakukan ketiga hal di atas dengan baik dan benar.
2. Proses mencuci tangan rutin
Seorang dokter umum diharapkan dapat menjaga kebersihan baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi pasiennya, sehingga seorang dokter dituntut untuk selalu menjaga
kebersihan tangannya, sebelum dan sesudah memeriksa pasien. Oleh karena itu, di blok
ini mahasiswa akan dilatih bagaimana melakukan prosedur cuci tangan rutin yang perlu
dilakukan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan atau tindakan medis lainnya.
3. Pemeriksaan golongan darah
Seorang dokter umum terkadang menghadapi kondisi dimana seorang pasien
membutuhkan transfusi darah atau pasien yang memiliki penyakit akibat golongan darah
yang dimilikinya (misalnya ABO inkompatilitas). Oleh karena itu, seorang dokter
diharapkan mampu melakukan pemeriksaan golongan darah secara mandiri, terutama
pada daerah-daerah perifer yang tidak memiliki fasilitas laboratorium.
4. Prosedur penyuntikan
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mencapai tingkat kompetensi 4 (mampu melakukan mandiri) dalam hal penyuntikan,
intramuskular, intrakutan, maupun intravena. Oleh karena itu, di blok ini mahasiswa akan
dilatih bagaimana melakukan prosedur penyuntikan dengan baik dan benar.
5. Prosedur imunisasi
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mampu melakukan tindakan preventif demi meningkatkan kesehatan masyarakat (tingkat
kompetensi 4). Oleh karena tindakan imunisasi merupakan salah satu tindakan preventif,
1
maka mahasiswa dalam blok ini akan dilatih bagaimana cara melakukan lima imunisasi
dasar lengkap.

1.2 TUJUAN UMUM


Tujuan umum dari latihan keterampilan klinik dalam Blok VII ini adalah:
1. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi mahasiswa diharapkan mampu melakukan tes
Rumple Leede.
2. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi mahasiswa diharapkan mampu mengambil
darah vena.
3. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi mahasiswa diharapkan mampu membuat
apusan.
4. Apabila dihadapkan pada situasi akan dilakukannya suatu tindakan medis rutin,
mahasiswa diharapkan mampu melakukan prosedur cuci tangan secara berurutan.
5. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan golongan darah manusia.
6. Apabila dihadapkan pada manikin, mahasiswa diharapkan mampu Melakukan prosedur
penyuntikan intramuskular (IM).
7. Apabila dihadapkan pada manikin, mahasiswa diharapkan mampu melakukan prosedur
penyuntikan intrakutan (IC).
8. Apabila dihadapkan pada manikin, mahasiswa diharapkan mampu melakukan prosedur
penyuntikan subkutan (SC).
9. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi dan manikin, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan prosedur imunisasi BCG.
10. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi dan manikin, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan prosedur imunisasi Polio oral.
11. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi dan manikin, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan prosedur imunisasi DPT.

1.3 METODE INSTRUKSIONAL


Metode instruksional yang dipakai dalam pelaksanaan latihan keterampilan klinik di blok
VII ini adalah:
1. Mahasiswa mendapat kuliah singkat mengenai topik LKK.
2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu orang
instruktur.
3. Mahasiswa secara berkelompok diminta untuk melakukan keterampilan klinik sesuai
dengan langkah kerja yang terdapat di dalam penuntun LKK.
4. Mahasiswa menerima umpan balik dari instruktur tentang teknik LKK.
5. Diskusi antara mahasiswa dan instruktur.

2
BAB II
PENUNTUN LATIHAN KETERAMPILAN KLINIK

2.1 RUMPLE LEEDE, PENGAMBILAN DARAH VENA, DAN PEMBUATAN APUS


DARAH TEPI
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan tes Rumple Leede
a. Mempersiapkan alat dan pasien.
b. Melakukan tes Rumple Leede.
c. Melakukan interpretasi hasil tes Rumple Leede.
2. Mengambil darah vena
a. Mempersiapkan alat, bahan, dan pasien.
b. Melakukan pengambilan darah vena.
3. Membuat apusan darah tepi
a. Mempersiapkan alat dan bahan.
b. Membuat apusan darah tepi dengan hasil yang baik.

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PROSEDUR TES RUMPLE LEEDE
1.1 Landasan Teori
Tes Rumple Leede merupakan suatu tes yang dipergunakan untuk melihat fragilitas
pembuluh darah pada pasien demam berdarah Dengue. Pada pasien ini, selain terdapat
fragilitas pembuluh darah, juga biasanya terdapat trombositopenia. Trombositopenia adalah
suatu keadaan dimana jumlah trombosit dalam darah <100.000/mm3 . Biasanya petechiae
akan muncul di kulit apabila trombosit berjumlah < 30.000/mm3. Petechiae inilah yang akan
muncul bila dilakukan tes Rumple Leede, sebagai karakteristik nilai positif.

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 1 Blok VII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Bed pemeriksaan
4. Pasien simulasi
5. Sphygmomanometer
6. Stetoskop
7. Stopwatch

3
1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tes Rumple Leede.
4. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan tes Rumple Leede.
5. Minta pasien menggulung lengan bajunya hingga semua lengan terlihat dengan jelas.
Perhatikan lengan pasien secara seksama untuk melihat ada tidaknya petechiae
sebelum dilakukan tes.
6. Pasang manset sphymomanometer pada lengan kanan dan ukur tekanan darah pasien.
7. Setelah tekanan darah pasien diketahui, pompa kembali sphymomanometer dan
pertahankan posisi air raksa pada angka yang merupakan hasil perhitungan: (Tekanan
sistolik + tekanan diastolik) : 2. Namun angka maksimal yang diperbolehkan adalah
100 mmHg.
8. Biarkan posisi tersebut selama minimal 15 menit
9. Buatlah lingkaran dengan diameter 5 cm yang terletak pada lengan bawah pasien
kurang lebih 1 inci (2,4 cm) dari lipat siku.
10. Setelah 15 menit, buka katup pada balon dan biarkan air raksa turun ke angka nol.
Lalu lepaskan manset.
11. Amati lengan bawah pasien pada daerah lingkaran untuk melihat ptechiae
12. Lakukan interpretasi terhadap hasil tes Rumple Leede di regio volar (di dalam
lingkaran tersebut).

Gambar 1. Tes Rumple Leede (www.akatsuki-ners.blogspot.com)

1.4 Interpretasi Hasil


Hasil pemeriksaan ini dikategorikan menjadi positif atau negatif dengan kriteria sebagai
berikut:
Negatif = < 20 ptechiae
Positif = > 20 ptechiae

4
Gambar 2. Petechiae hasil tes Rumple Leede (www.en.wikipedia.org)

2. PANDUAN BELAJAR PENGAMBILAN DARAH VENA


2.1 Landasan Teori
Dalam penegakan diagnosis suatu penyakit terkadang seorang dokter membutuhkan
bantuan pemeriksaan penunjang, bisa berupa pemeriksaan laboratorium, ronsen, EKG, CT
Scan, dan lain sebagainya. Salah satu pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan laboratorium darah. Untuk menyediakan sampel darah tersebut perlu dilakukan
pengambilan darah vena. Vena yang paling mudah ditemukan untuk diambil darahnya adalah
vena mediana cubiti yang terletak di regio cubiti anterior. Agar lebih maksimal, dapat
digunakan tourniquet atau karet pembendung di proksimal vena agar aliran balik darah dari
perifer menuju jantung sedikit terhambat dan vena mediana cubiti pun akan terlihat semakin
besar dibanding bila tidak dibendung.
Pengambilan darah dilakukan secukupnya dan seperlunya mengingat tindakan ini invasif
dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien. Terkadang, pengambilan darah dilakukan
bersamaan dengan saat pemasangan infus sehingga pasien tidak menderita dua kali. Darah
yang sudah diambil dengan spuit segera dimasukkan ke tabung penyimpanan yang telah
diberi zat antikoagulan agar darah tidak membeku pada saat tiba di laboratorium.

2.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 1 Blok VII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Baki alat pengambilan darah
4. Sarung tangan
5. Manikin venapuncture
6. Torniquet
7. Spuit 3 cc atau 5 cc
8. Kapas alkohol
9. Bengkok
10. Plester
11. Kapas kering steril

2.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
5
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pengambilan darah vena.
4. Meminta izin pasien untuk diambil darahnya.
5. Daerah tempat vena yang akan ditusuk didesinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan
cara melingkar dari dalam keluar. Pada latihan kali ini yang akan diambil adalah darah
dari vena mediana cubiti.
6. Karet pembendung vena (torniquet) diikatkan pada lengan atas ± 5 cm di atas fossa
cubiti. Pasien diminta untuk mengepalkan tangan tersebut.
7. Jarum ditusukkan paravena, setelah permukaan jarum tidak terlihat arahkan ke vena
dengan posisi jarum 450 dan lobang jarum menghadap ke atas. Tarik piston hingga
sedikit darah terhisap masuk ke dalam spuit.
8. Lepaskan torniquet, lalu tarik kembali piston hingga darah memasuki spuit sejumlah
yang dibutuhkan.
9. Lalu jarum dicabut, spuit ditutup dengan metode satu tangan (One Hand Method).
Tempat tusukan ditekan lebih kurang 5 menit dengan kapas kering steril (bisa juga
menggunakan plester), lengan jangan ditekuk.
10. Jarum dilepaskan dari spuit dan darah dimasukkan ke dalam botol atau tabung yang
berisi antikoagulan (EDTA/Heparin) atau tanpa antikoagulan melalui pinggir tabung,
tergantung jenis pemeriksaan.

6
Gambar 3. Cara pengambilan darah vena

3. PANDUAN BELAJAR PEMBUATAN APUS DARAH TEPI


3.1 Landasan Teori
Apus darah tepi sering dipakai sebagai alat bantu dalam menegakkan diagnosis penyakit
kelainan darah atau juga penyakit lainnya, dimana darah menjadi sumber utama untuk
mengamati kelainan dalam tubuh. Selain sel-sel darah, apus darah tepi juga bisa dijadikan
media untuk menemukan parasit pada penyakit tertentu, semisal malaria.

7
Keahlian membuat apus darah tepi akan sangat berguna apabila seorang dokter umum
bekerja di daerah perifer, di mana laboratorium masih sangat jarang. Syarat-syarat apus darah
tepi yang baik adalah:
a. Panjang apusan 1/2 - 2/3 dari panjang kaca objek.
b. Posisi 1 ½ cm dari pangkal sediaan.
c. Ujung berakhir parabola.
d. Tidak ada bagian yang kosong/berlobang.
e. Tidak bergelombang.
f. Bagian pangkal tebal, bagian ujung tipis.
g. Tidak boleh ada endapan pewarnaan.

3.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 1 Blok VII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Sarung tangan
4. Kaca objek ujung pepat
5. Alkohol 70%
6. Kapas
7. Hemolet/lancet
8. Bengkok
9. Darah yang telah dicampur antikoagulan EDTA
10. Rak tabung reaksi

3.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pengambilan darah tepi untuk dibuat apusan.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.
5. Sediakan beberapa kaca objek yang bersih di atas meja. Kaca objek tersebut telah
dibersihkan dengan alkohol, lalu dikeringkan dengan kain.
6. Beri identitas pasien pada salah satu ujung kaca objek.
7. Tusuklah ujung jari ke-3 atau ke-4 dengan hemolet/lancet lalu teteskan darah sebanyak
satu tetes (diameter  2 mm) di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi identitas.
Atau ambil darah dari tabung dengan menggunakan pipet tetes, darah tersebut telah
dicampur dengan antikoagulan EDTA.
8. Buatlah sediaan yang cukup tipis, dengan cara :
a. Gunakan satu kaca objek lain sebagai alat untuk menyebarkan tetesan darah
(spreader).
b. Tarik spreader ke belakang sehingga menyentuh tetes darah tadi, biarkan darah
menyebar tapi jangan sampai ke tepi atau pinggir (2 mm dari pinggir).
c. Dorong spreader kedepan, atur sudut kemiringannya berkisar 30° - 45°.
d. Panjang sediaan ½ -2/3 dari panjang kaca objek.
8
9. Sediaan yang memenuhi syarat dikeringkan di udara lalu diwarnai dengan larutan
Giemsa (30 menit) atau Wright (10 – 15 menit).

Gambar 4. Cara membuat apusan darah tepi

9
2.2 PROSEDUR CUCI TANGAN RUTIN

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Apabila dihadapkan pada situasi akan dilakukannya suatu tindakan medis rutin,
mahasiswa diharapkan mampu melakukan prosedur cuci tangan secara berurutan.

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PROSEDUR CUCI TANGAN RUTIN
1.1 Landasan Teori
Kebersihan merupakan hal yang mutlak bagi seorang dokter dalam menjalankan
profesinya demi keselamatan pasien (patient safety). Salah satu langkah yang paling mudah yang
bisa dilakukan adalah dengan rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien.
Namun ternyata mencuci tangan secara konvensional, yaitu hanya dengan menggosokkan kedua
telapak tangan, meninggalkan banyak lokasi yang tetap kotor pada tangan. Biasanya pada sela-
sela jari, dan sekitar ibu jari.
Mencuci tangan disarankan menggunakan air bersih yang mengalir dengan sabun dan tisu
sekali pakai. Bukan zamannya lagi seorang dokter mencuci tangan di larutan desinfektan di
dalam baskom, berulang kali setiap sebelum dan sesudah memeriksa pasien karena hal tersebut
akan membiarkan kuman berputar-putar di air dalam baskom, meskipun itu larutan desinfektan.
Kebiasaan menggunakan lap tangan secara bersama-sama sebaiknya pun dihindari.
Prosedur cuci tangan pada latihan keterampilan klinik kali ini hanyalah prosedur cuci
tangan yang rutin, bukan prosedur cuci tangan untuk operasi yang memerlukan sikat khusus dan
pencucian tangan sampai batas siku.

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 2 Blok VII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Wastafel
4. Sabun cuci tangan
5. Tisu/handuk bersih

1.2 Langkah Kerja

1. Lepaskan semua perhiasan yang ada di kedua tangan dan lengan bawah. Gulung
lengan baju (bila panjang) hingga pergelangan tangan terlihat jelas.
2. Membasuh tangan dengan air
3. Menuangkan sabun secukupnya
4. Meratakan sabun dan gosok kedua telapak tangan (palmar manus)
5. Gosokkan punggung tangan (dorsum manus) kiri. Lakukan sebaliknya
6. Menggosok sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.
7. Menggosok jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dengan posisi saling mengunci
10
dan sebaliknya
8. Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya
9. Menggosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan sebaliknya
10. Menggosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan
sebaliknya.
11. Membilas kedua tangan dengan air
12. Mengeringkan tangan dengan handuk sekali pakai sampai benar-benar kering.
13. Menggunakan handuk tersebut untuk menutup kran
14. Tangan sudah aman untuk melakukan tindakan medis

11
2.3 PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami mekanisme fisiologi golongan darah.
2. Melakukan sendiri pemeriksaan jenis golongan darah sistem ABO dengan metode
slide test secara lege artis.
3. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan golongan darah.

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH
1.1 Landasan Teori
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Jerman, pada tahun 1900 telah menemukan
golongan darah ABO, yang merupakan kunci bagi terlaksananya transfusi darah hingga saat ini.
Ia melakukan suatu pemeriksaan serial terhadap 6 orang kawannya. Dilakukan pemisahan serum
dan dibuat suatu suspensi eritrosit dalam salin. Kemudian dijumpai adanya aglutinasi pada
beberapa campuran serum dan suspensi eritrosit. Hal ini disebabkan karena eritrosit memiliki
antigen yang bereaksi dengan antibodi yang sesuai, yang terdapat dalam serum. Atas dasar ada
tidaknya aglutinasi tersebut, maka ditetapkan 3 golongan darah yaitu A,B,O. Kemudian
Decastello dan Sturli (1902) menemukan golongan darah AB. Sehingga saat ini dikenal 4 jenis
golongan darah dalam sistem ABO.

Sistem ABO
Pada permukaan luar eritrosit manusia ditemukan 2 macam antigen, yaitu Antigen A dan
Antigen B (aglutinogen). Sebaliknya pada serum/plasma darah manusia ditemukan 2 macam zat
anti, yaitu Anti A dan Anti B (aglutinin). Penentuan jenis golongan darah ditentukan oleh ada
tidaknya antigen A atau antigen B.

Golongan Darah Aglutinogen pada Aglutinin pada


eritrosit serum/plasma
A A Anti B
B B Anti A
O - Anti A dan Anti B
AB A dan B -

Pada umumnya, serum seseorang tidak akan mengandung antibodi yang sesuai dengan
antigen pada eritrositnya. Sehingga tidak akan terjadi suatu reaksi aglutinasi. Pada seorang
bergolongan darah A, yang artinya dalam eritrosit darahnya terdapat antigen A, hanya memiliki
antibodi Anti-B pada serumnya. Kebalikan dengan golongan darah tipe B, yang mengandung
12
antigen B pada eritrositnya, hanya memiliki antibodi Anti-A. Sedangkan pada orang yang
bergolongan darah O, yang tidak mempunyai antigen An ataupun B dalam eritrosit, maka dalam
serumnya terdapat Antibodi Anti A maupun Anti B. Golongan darah AB, yang memiliki kedua
antigen A dan B dalam eritrositnya, tidak memiliki antibodi anti A maupun Anti B dalam
serumnya.
Syarat-syarat penentuan golongan darah yang lengkap, antara lain:
1. Cukup peka
2. Pemeriksaan harus dilakukan terhadap eritrosit dan serum
3. Terdapat kontrol (+) dan kontrol (-) dari diagnostik serumnya
4. Terdapat autokontrol dari darahnya sendiri dengan hasil yang harus (-)
5. Disertai pemeriksaan imun antibodi
Terdapat 3 macam jenis metode pemeriksaan golongan darah sistem ABO, yaitu :
1. Metode slide test
Keuntungannya adalah cepat dan sederhana.
Kerugiannya:
1. Tidak dapat menentukan aglutinasi lemah dan imunantibodi.
2. Tidak terdapat autokontrol, kontrol(-) dan kontrol (+).
3. Tidak melakukan pemeriksaan terhadap serum.
2. Metode tile
3. Metode tube

a. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 3 Blok VII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Kaca objek yang kering dan bersih atau kartu blanko golongan darah
5. Reagen Anti A, Anti B, Anti AB, dan reagen Anti Rhesus
6. Blood lancet
7. Lancet device
8. Lidi korek api
9. Kapas beralkohol

1.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan golongan darah.
4. Meminta izin pasien untuk diperiksa golongan darahnya
5. Persiapkan semua alat di depan pemeriksa.
6. Beri identitas pasien pada kartu golongand arah atau salah satu ujung kaca objek.
7. Siapkan blood lancet dalam lancet device dengan kedalaman penusukan yang sesuai.
13
8. Bersihkan area kulit yang akan ditusuk dengan kapas beralkohol, biarkan mengering
(dapat dilakukan di ujung jari tangan kanan atau kiri, terkecuali pada ibu jari dan
kelingking).
9. Tusuk ujung jari dengan blood lancet lalu usap tetesan darah yang pertama kali keluar
dengan kapas beralkohol.
10. Tetes darah yang keluar berikutnya diteteskan pada kaca objek di empat tempat. Bila
menggunakan kartu golongan darah, teteskan darah pada kotak yang tersedia.
11. Teteskan segera 1 tetes reagen Anti A/Anti B/Anti AB/Anti Rh pada masing-masing
tetesan darah. Pada kartu golongan darah, sesuai dengan tulisan di kartu. Bila pada
kaca objek, sebaiknya ditandai dulu reagen-reagen yang akan ditambahkan agar tidak
tertukar.
12. Campur darah dan reagen dengan lidi pengaduk.
13. Goyangkan kaca dengan membuat gerakan melingkar pada campuran itu terus
menerus selama 2 menit.

1.4 Interpretasi Hasil


Golongan darah seseorang dapat ditentukan dengan melihat adanya koagulasi darah yang
diberi tanda (+) pada tabel berikut:

ANTI A ANTI B ANTI AB Golongan Darah


+ - + A
- + + B
- - - O
+ + + AB

ANTI Rh Rhesus
+ Positif
- Negatif

14
2.4 PROSEDUR PENYUNTIKAN

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan prosedur penyuntikan intramuskular (IM).
a. Mempersiapkan alat dan bahan penyuntikan IM.
b. Melakukan prosedur penyuntikan IM.
2. Melakukan prosedur penyuntikan intrakutan (IC)
a. Mempersiapkan alat dan bahan penyuntikan IC.
b. Melakukan prosedur penyuntikan IC.
3. Melakukan prosedur penyuntikan subkutan (SC)
a. Mempersiapkan alat dan bahan penyuntikan SC.
b. Melakukan prosedur penyuntikan SC.
4. Mengenali berbagai jenis vaksin (BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, Pneumokokus,
influenza, MMR, Rotavirus, Hepatitis A, Varisella, HPV, Thypoid, HIB)

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PROSEDUR PENYUNTIKAN
1.1 Landasan Teori
Pemberian obat-obatan kepada pasien tidak melulu dari mulut saja, tapi bisa juga melalui
kulit (topical), suntikan (parenteral), bahkan lewat anus (per rectal). Kemampuan memasukkan
obat ke dalam tubuh pasien memerlukan keahlian agar pasien tidak menderita dengan tindakan
tersebut.
Di dunia medis, terdapat tiga macam metode penyuntikan melalui kulit yaitu penyuntikan
intramuskular, intrakutan, dan subkutan. Ada juga metode penyuntikan intravena (langsung ke
vena atau melalui selang infus), namun materi ini tidak diberikan di blok ini.
a. Penyuntikan intramuskular
Penyuntikan obat-obatan melalui jarum spuit langsung menuju otot. Daerah yang biasa
digunakan untuk metode ini adalah regio deltoidea, regio gluteal, dan regio femoris anterior.
Metode ini lebih disukai karena tidak memerlukan teknik tertentu, hanya saja harus benar-benar
memperhatikan posisi anatomi otot yang akan disuntik agar tidak menembus pembuluh darah
atau pembuluh saraf yang cukup besar. Sudut penyuntikan biasanya 900.

b. Penyuntikan intrakutan
Penyuntikan dilakukan pada bagian epidermis kulit, sehingga memerlukan teknik khusus
agar suntikan tidak terlalu dalam dan timbul benjolan kecil sebagai efek suntikan. Sudut yang
dipakai biasanya 150 untuk mencapai kedalaman yang diinginkan. Metode ini sering dipakai
pada penyuntikan tuberculin (Mantoux test) dan tes sensitasi obat untuk mengecek reaksi alergi
seseorang.
c. Penyuntikan subkutan

15
Penyuntikan ini dilakukan pada bagian subkutis, sehingga memerlukan sudut sekitar 450
agar mendapat kedalaman yang diinginkan.

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 4 Blok VII FK UMP
2. Manikin untuk penyuntikan
3. Spuit 3 cc
4. Air sebagai pengganti cairan obat
5. Botol vial obat (sebagai contoh)
6. Ampul obat (sebagai contoh)
7. Kapas
8. Alkohol 70%
9. Bengkok

1.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur penyuntikan.
4. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan penyuntikan.
A. Prosedur injeksi intramuskular pada regio Femoralis pada Musculus Rectus
Lateralis
1. Siapkan spuit disposible yang telah diisi obat
2. Pemeriksa menentukan daerah injeksi yaitu di Regio femoralis.
3. Pemeriksa membayangkan garis imajiner pada area antero lateral femoralis pada
musculus rectus lateralis dan menetapkan titik injeksi di sepertiga atas/proximal
dari musculus rectus lateralis.
4. Dilakukan tindakan desinfeksi dengan kapas alkohol 70% didaerah titik injeksi dan
menunggu sampai kering
5. Jarum ditusukkan tegak lurus dengan permukaan kulit
6. Lakukan aspirasi spuit dengan sedikit menarik piston untuk memastikan tidak ada
darah yang masuk lalu doronglah perlahan piston spuit sampai obat habis
7. Jarum dicabut dan tempat tusukan ditekan sebentar dengan kapas kering steril.
8. Jarum dilepaskan dari spuit dan dibuang ketempat sampah tajam sedangkan spuit
dibuang ke tempat sampah medis.

16
Gambar 1. Posisi spuit pada macam-macam penyuntikan (Chester, 1998)
Sumber: www.answers.com

B. Prosedur injeksi subkutan pada regio deltoidea


1. Siapkan spuit disposible yang telah diisi obat.
2. Pemeriksa menentukan daerah injeksi yaitu di regio deltoidea.
3. Pemeriksa menetapkan titik injeksi pada puncak musculus deltoideus.
4. Lakukan tindakan desinfeksi dengan kapas alkohol 70% di daerah titik injeksi dan
menunggu sampai kering.
5. Jarum ditusukkan dengan sudut 300 dengan permukaan kulit.
6. Lakukan aspirasi spuit dengan sedikit menarik piston untuk memastikan tidak ada
darah yang masuk lalu doronglah perlahan piston spuit sampai obat habis.
7. Jarum dicabut dan tempat tusukan ditekan sebentar dengan kapas kering steril.
8. Jarum dilepaskan dari spuit dan dibuang ke tempat sampah tajam sedangkan spuit
dibuang ke tempat sampah medis.

C. Prosedur injeksi intrakutan


1. Siapkan spuit disposible yang telah diisi obat.
2. Pemeriksa menentukan daerah injeksi yaitu di regio deltoidea.
3. Pemeriksa menetapkan titik injeksi pada puncak musculus deltoidea.
4. Dilakukan tindakan desinfeksi dengan kapas alkohol 70% di daerah titik injeksi dan
menunggu sampai kering.
5. Jarum ditusukkan dengan sudut 10˚ – 15˚ dengan permukaan kulit.
6. Pastikan cairan obat masuk intrakutan dengan melihat ada benjolan kecil berwarna
keputihan di daerah penyuntikan.

17
Gambar Cara penyuntikan intrakutan
Sumber: www.depts.washington.edu

7. Jarum dicabut dan tempat tusukan yang berdarah di apus sebentar dengan kapas
kering steril.
8. Jarum dilepaskan dari spuit dan dibuang ke tempat sampah tajam sedangkan spuit
dibuang ke tempat sampah medis.

18
2.5 PROSEDUR IMUNISASI

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan prosedur imunisasi BCG.
a. Mempersiapkan alat dan bahan imunisasi BCG.
b. Melakukan prosedur pemberian vaksin BCG.
c. Melakukan konseling imunisasi BCG.
2. Melakukan prosedur imunisasi Polio.
a. Mempersiapkan alat dan bahan imunisasi polio oral.
b. Melakukan prosedur pemberian vaksin Polio oral.
c. Melakukan konseling imunisasi Polio.
3. Melakukan prosedur imunisasi DPT.
a. Mempersiapkan alat dan bahan imunisasi DPT.
b. Melakukan prosedur pemberian vaksin DPT.
c. Melakukan konseling imunisasi DPT.

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PROSEDUR IMUNISASI
1.1 Landasan Teori
Secara konvensional, upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dalam tiga kategori,
yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Salah satu bentuk pencegahan primer adalah
dengan imunisasi. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif.
Istilah imunisasi sering disamakan dengan vaksinasi, padahal artinya berbeda. Vaksinasi
adalah pemberian vaksin (berisi antigen) yang akan merangsang pembentukan antibodi oleh
tubuh si penerima. Vaksin, biasanya berisi antigen yang berasal dari patogen yang dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun hanya merangsang limfosit,
antibodi, dan sel memori.
Imunitas pasif dapat diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu:
a. Imunoglobulin non spesifik
Disebut juga gammaglobulin. Berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru
saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu. Imunoglobulin non spesifik digunakan
pada anak dengan defisiensi immunoglobulin, namun sifatnya tidak permanen melainkan
hanya beberapa minggu saja.
b. Imunoglobulin spesifik
Imunoglobulin spesifik diberikan pada anak yang belum terlindung karena belum pernah
mendapatkan vaksinasi dan kemudian terserang penyakit.
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut:
a. Memberitahukan secara rinci tentang risiko vaksinasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
b. Periksa kembali persiapan untuk melayani reaksi sampingan dari vaksinasi (KIPI).
19
c. Baca dengan teliti informasi tentang vaksin yang akan diberikan, periksa tanggal
kadaluarsanya, perubahan warna dan kekeruhan.
d. Minta persetujuan orang tua si anak sebelum divaksinasi.
e. Berikan vaksin dengan teknik yang benar.
f. Catat pemberian vaksin pada rekam medis anak.
Sebagian besar vaksin diberikan dengan suntikan intramuskular, kecuali polio (per oral)
dan BCG (intrakutan). Berikut ini adalah kontraindikasi berlaku untuk semua vaksin (DtaP/DTP,
OPV, IPV, MMR, Varisela, Hib, Hepatitis B):
Kontraindikasi dan perhatian khusus Bukan kontraindikasi
a. Reaksi anafilaksis terhadap vaksin. a. Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,
Merupakan kontraindikasi untuk kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
pemberian vaksin berikutnya. vaksin.
b. Reaksi anafilaksis terhadap b. Demam ringan atau sedang pasca
konstituen vaksin. Merupakan vaksinasi sebelumnya.
kontraindikasi untuk pemberian c. Sakit akut ringan dengan atau tanpa
vaksin dengan konstituen tersebut. demam.
c. Sakit sedang atau berat, dengan atau d. Sedang mendapat terapi antibiotik.
tanpa demam. e. Masa konvalesen suatu penyakit.
d. Ensefalopati dalam 7 hari pasca f. Prematuritas
DtaP/DTP sebelumnya. g. Terpajan terhadap suatu penyakit
menular.
h. Riwayat alergi penisilin atau alergi lain
nonspesifik, atau riwayat alergi dalam
keluarga.
i. Kehamilan ibu (untuk vaksinasi pada
ibu).
j. Penghuni rumah lain tidak divaksinasi.
k. Demam < 40,50 C setelah vaksinasi
DTP sebelumnya.
Ada lima imunisasi dasar lengkap yang diberlakukan wajib bagi anak-anak di Indonesia,
yaitu:
a. BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3
tahun sehingga didapat basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas
terhadap kuman penyebab penyakit tuberkulosis. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
vaksin BCG adalah timbulnya ulkus lokal superfisial 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus
tersebut biasanya akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat.
b. DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Difteria adalah suatu penyakit akut yang diakibatkan oleh toksin Corynebacterium diphteriae.
Pertusis adalah batuk rejan atau batuk seratus hari yang disebabkan oleh Bordetella pertusis.
Tetanus adalah suatu penyakit akut akibat eksotoksin bakteri Clostridium tetani. KIPI vaksin
20
ini adalah reaksi lokal kemerahan pada bekas suntikan, bengkak, nyeri, demam, anak rewel
dan menangis.
c. Hepatitis B
Diberikan untuk menimbulkan daya tahan terhadap serangan virus Hepatitis B. Vaksin
Hepatitis B yang tersedia adalah vaksin rekombinan. Sasaran pemberian vaksin ini adalah
semua bayi baru lahir, individu yang karena pekerjaannya rentan terhadap penularan virus
hepatitis B, pasien hemodialisis, pasien yang membutuhkan transfusi berulang, individu yang
serumah/kontak seksual dengan pengidap hepatitis B, pengguna narkoba suntik, dan kaum
homoseksual. Cara pemberian vaksin ini sama dengan vaksin DPT. KIPI pada vaksin ini
adalah reaksi lokal pada bekas suntikan dan demam ringan.
d. Polio
Poliomyelitis (sering disingkat polio) adalah suatu penyakti infeksi oleh virus Polio yang
menyerang medulla spinalis sehingga menyebabkan kelumpuhan. Di Indonesia ada dua
metode pemberian vaksin polio yaitu secara oral dengan vaksin OPV (oral poliomyelitis
vaccine) dan secara suntikan subkutan dengan vaksin IPV (Inactivated Poliomyelitis Vaccine).
KIPI yang sering terjadi adalah rasa pusing, diare ringan, dan nyeri otot.
e. Campak
Merupakan penyakit infeksi virus dengan gejala coriza, mata merah, batuk, demam tinggi, dan
diikuti timbulnya ruam makulopapular di seluruh tubuh. Pada tahun 1963, telah dibuat dua
jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan
(tipe Edmonston B) dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan. KIPI yang
paling sering adalah demam.

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 5 Blok VII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Manikin otot untuk penyuntikan
4. Spuit 1 cc
5. Kapas
6. Alkohol 70%
7. Bengkok
8. Vaksin BCG kering dan pelarutnya
9. Air hangat
10. Vaksin DPT
11. Vaksin Polio oral
12. Air sebagai pengganti vaksin

1.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien dan orangtua pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur imunisasi yang akan diberikan.
21
4. Meminta izin orangtua pasien untuk melakukan imunisasi kepada pasien.
5. Prosedur imunisasi BCG
a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi
- spuit 1cc
- vaksin dan pelarut
- air hangat

Gambar 1. Vaksin BCG kering dan pelarutnya


Sumber: www.bumn.go.id

b. Menentukan lokasi injeksi di regio deltoidea dan memastikan tidak ada luka di
daerah tersebut.
c. Lakukan desinfeksi pada daerah yang akan diinjeksi menggunakan air hangat.
d. Ambil vaksin (yang telah dicampur dengan pelarutnya) sebanyak 0,07 cc dengan
menggunakan spuit 1 cc.
e. Yakinkan tidak ada udara di dalam spuit. Lakukan pembuangan udara (bila ada)
dengan cara menjentik-jentikkan jari pada spuit atau dengan membuang sedikit
cairan di bagian paling atas sampai gelembung udara hilang.
f. Suntikan vaksin sebanyak 0,05 cc secara intrakutan dengan posisi jarum sejajar
kulit. Lubang jarum menghadap ke atas.
g. Pastikan vaksin masuk intrakutan dengan melihat ada benjolan kecil di area
suntikan.
h. Cabut spuit dari lengan tanpa dioles kapas. Kemudian tutup kembali jarum dan
buang ke tempat sampah medis.

6. Prosedur Imunisasi DPT


a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi:
- spuit 1cc
- vaksin DPT
- Kapas alkohol atau air hangat
b. Menentukan lokasi injeksi di regio femoris anterior, di bagian musculus vastus
lateralis, dan memastikan tidak ada luka di daerah tersebut.
c. Lakukan tindakan desinfeksi di daerah yang akan diinjeksi, menggunakan alkohol
70% atau air hangat.
d. Ambil vaksin DPT sebanyak 0,5 cc menggunakan spuit 1 cc.
22
e. Yakinkan tidak ada udara di dalam spuit.
f. Suntikkan vaksin secara intramuskular, posisi jarum tegak lurus (90o) dengan kulit.
g. Cabut spuit dari lengan. Tutup kembali jarum lalu buang di tempat sampah medis.

7. Prosedur Imunisasi Polio oral


a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi
- vaksin polio oral (OPV)
b. Teteskan vaksin ke mulut pasien sebanyak 2 tetes.

Gambar 2. Cara memberikan imunisasi polio oral


Sumber: www.dranak.blogspot.com

23
BAB III
EVALUASI

Mahasiswa akan dievaluasi pada saat pelaksanaan latihan keterampilan klinik dalam
bentuk formatif dan akan dievaluasi pada akhir blok dalam bentuk sumatif.

3.1 EVALUASI FORMATIF


3.1.1 Metode Evaluasi
Evaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa
selama proses keterampilan klinik oleh instruktur.

3.1.2 Indikator Pencapaian


Indikator pencapaian berupa pencapaian tujuan pembelajaran yang diperoleh mahasiswa
pada setiap kegiatan latihan keterampilan klinik.

3.1.3 Umpan Balik


Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan latihan
keterampilan klinik setiap mahasiswa.

3.2 EVALUASI SUMATIF


Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada ujian LKK
menggunakan daftar penilaian (checklist). Evaluasi dilakukan dalam bentuk station dimana satu
station akan menguji satu keterampilan klinik. Satu ujian LKK akan menguji 2-4 station, sesuai
dengan banyaknya LKK yang telah dilakukan dalam blok tersebut.

24
BAB IV
PENUTUP

Demikianlah Modul Latihan Keterampilan Klinik Blok VII ini disusun sedemikian rupa
agar dapat membantu mahasiswa dan instruktur memahami maksud dan tujuan LKK sehingga
dapat dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Lampiran daftar tilik (checklist) dalam modul LKK
ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mengarahkan keterampilan mereka dan sebagai
panduan persiapan mengikuti evaluasi sumatif dalam bentuk ujian LKK.

25
DAFTAR REFERENSI

1. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta: Konsil


Kedokteran Indonesia.
2. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
3. Baron, DN. Kapita Selekta Patologi Klinik. 1995. Jakarta: EGC.
4. Pereira, I., George, TI., Arber, DA. Atlas of Peripheral Blood:The Primary Diagnostic
Tool. 2012. Philadelphia: Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins.
5. McCall, RE., Tankersley, CM. Phlebotomy Essentials. 2007. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health.
6. Hoeltke, LB. The Complete Textbook of Phlebotomy. 2006. USA: Delmar Cengage
Learning.
7. Fischbach, F., Dunning III, MB. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests 8th ed.
2009. Philadelphia: Wolters Kluwer Health.
8. Gawaz, M. Blood Platelets: Physiology, Pathophysiology, Membrane Receptors,
Antiplatelet Principles, and Therapy for Atherothrombotic Diseases. 2001. Stuttgart:
Thieme.
9. WHO. Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: a Summary. 2009.
10. Wilson, DD. McGraw-Hill’s Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. 2008. USA:
McGraw-Hills Company.
11. Perry, AG. and Potter, PA. Clinical Nursing Skills and Techniques, 7th ed. 2010.
Missouri: Mosby Elsevier.
12. Rosdahl, CB. and Kowalski, MT. Textbook of Basic Nursing 9th ed. 2007. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
13. Lynn, P. Taylor’s Clinical Nursing Skills:A Nursing Process Aproach 3rd ed. 2008.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
14. Satgas Imunisasi PP IDAI. Panduan Imunisasi Anak. 2011. Jakarta:IDAI.
15. Achmadi, U. Imunisasi: Mengapa Perlu?. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
16. Ranuh, IGN., dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 2008. Jakarta: Sagung Seto.

26
LAMPIRAN 1
Instrumen Evaluasi Melakukan Tes Rumple Leede

No Aktivitas yang dinilai Menyebutkan Melakukan


benar benar
1 Etika dan sopan santun
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada
pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tes Rumple Leed.
4. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan tes
Rumple Leede.
2 Persiapan alat:
1. Sphymomanometer raksa
2. Stetoskop
3. Stopwatch
3 Tes Rumple Leede
1. Minta pasien menggulung lengan bajunya hingga semua
lengan terlihat dengan jelas. Perhatikan lengan pasien
secara seksama untuk melihat ada tidaknya petechiae
sebelum dilakukan tes.
2. Pasang manset sphymomanometer pada lengan kanan
dan ukur tekanan darah pasien.
3. Setelah tekanan darah pasien diketahui, pompa kembali
sphymomanometer dan pertahankan posisi air raksa pada
angka yang merupakan hasil perhitungan: (Tekanan
sistolik + tekanan diastolik) : 2. Namun angka maksimal
yang diperbolehkan adalah 100 mmHg.
4. Biarkan posisi tersebut selama minimal 15 menit dan
amati lengan bawah pasien kurang lebih 1 inci (2,4 cm)
dari lipat siku dengan diameter 5 cm untuk melihat
petechiae.
5. Setelah 15 menit, buka katup pada balon dan biarkan air
raksa turun ke angka nol. Lalu lepaskan manset.
4 Melakukan interpretasi hasil.
TOTAL SKOR

27
LAMPIRAN 2
Instrumen Evaluasi Pengambilan Darah Vena

No Aktivitas yang dinilai Menyebutkan Melakukan


benar benar
1 Etika dan sopan santun
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada
pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pengambilan darah vena.
4. Meminta izin pasien untuk diambil darahnya.
2 Persiapan alat dan bahan:
1. Baki alat pengambilan darah
2. Sarung tangan
3. Torniquet
4. Spuit 3 cc atau 5 cc
5. Kapas alkohol
6. Bengkok
7. Plester
8. Kapas kering steril
3 PENGAMBILAN DARAH VENA MEDIANA CUBITI
1. Daerah tempat vena yang akan ditusuk didesinfeksi dengan
kapas alkohol 70% dengan cara melingkar dari dalam
keluar.
2. Karet pembendung vena (torniquet) diikatkan pada lengan
atas ± 5 cm di atas fossa cubiti. Pasien diminta untuk
mengepalkan tangan tersebut.
3. Jarum ditusukkan ke paravena, kemudian ke arah vena
dengan posisi jarum 450 dan lobang jarum menghadap ke
atas. Tarik piston hingga sedikit darah terhisap masuk ke
dalam spuit.
4. Lepaskan torniquet, lalu tarik kembali piston hingga darah
memasuki spuit sejumlah yang dibutuhkan.
5. Lalu jarum dicabut, spuit ditutup dengan metode satu tangan
(One Hand Method). Tempat tusukan ditekan lebih kurang 5
menit dengan kapas kering steril (bisa juga menggunakan
plester), lengan jangan ditekuk.
6. Jarum dilepaskan dari spuit dan darah dimasukkan ke dalam
botol atau tabung yang berisi antikoagulan (EDTA/Heparin)
atau tanpa antikoagulan melalui pinggir tabung, tergantung
jenis pemeriksaan.
TOTAL SKOR

28
LAMPIRAN 3
Instrumen Evaluasi Membuat Apus Darah Tepi

No Aktivitas yang dinilai Menyebutkan Melakukan


benar benar
1 Etika dan sopan santun
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada
pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pengambilan darah tepi
untuk dibuat apusan.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.
2 Persiapan alat dan bahan:
1. Sarung tangan
2. Kaca objek
3. Rak tabung reaksi
4. Alkohol 70%
5. Kapas
6. Bengkok
7. Darah yang telah dicampur antikoagulan EDTA
3 PEMBUATAN APUS DARAH TEPI
1. Sediakan beberapa kaca objek yang bersih di atas meja.
Kaca objek tersebut telah dibersihkan dengan alkohol, lalu
dikeringkan dengan kain.
2. Beri identitas pasien pada salah satu ujung kaca objek.
3. Ambil darah dari tabung dengan menggunakan pipet tetes,
darah tersebut telah dicampur dengan antikoagulan EDTA.
4. Buatlah sediaan yang cukup tipis, dengan cara:
a. Gunakan satu kaca objek lain sebagai alat untuk
menyebarkan tetesan darah (spreader).
b. Tarik spreader ke belakang sehingga menyentuh tetes
darah tadi, biarkan darah menyebar tapi jangan sampai
ke tepi atau pinggir (2 mm dari pinggir).
c. Dorong spreader kedepan, atur sudut kemiringannya
berkisar 30° - 45°.
d. Panjang sediaan ½ -2/3 dari panjang kaca objek.
5. Sediaan yang memenuhi syarat dikeringkan di udara lalu
diwarnai.
TOTAL SKOR

29
LAMPIRAN 4
Instrumen Evaluasi Prosedur Cuci Tangan Rutin

No Aktivitas yang dinilai Menyebutkan Melakukan


benar benar
1 Persiapan alat dan bahan:
a. Wastafel dengan air mengalir
b. Sabun cuci tangan
c. Tisu
2 Lepaskan semua perhiasan yang ada di kedua tangan dan
lengan bawah. Gulung lengan baju (bila panjang) hingga
pergelangan tangan terlihat jelas.
3 Buka keran air lalu basahilah kedua tangan dan pergelangan
tangan.
4 Matikan keran air. Lalu ambillah sedikit sabun dan mulailah
mencuci tangan dengan urutan sebagai berikut selama 40-60
detik per gerakan:
a. Gosokkan kedua telapak tangan.
b. Gosokkan telapak tangan (palmar manus) kanan pada
punggung tangan (dorsum manus) kiri. Lakukan
sebaliknya.
c. Gosok sela-sela jari kedua tangan dengan posisi kedua
telapak tangan tetap bersatu.
d. Gosokkan keempat jari pada kedua tangan secara
berkait.
e. Gosok berputar ibu jari tangan kiri oleh lima jari
tangan kanan. Lakukan sebaliknya.
f. Gosokkan kuku kelima jari tangan kanan pada telapak
tangan kiri membentuk lingkaran. Lakukan
sebaliknya.
5 Hidupkan kembali keran air dan bilas kedua tangan di
bawah air mengalir sampai bersih.
6 Lap tangan dengan tisu hingga kering. Buang tisu ke tempat
sampah.

30
LAMPIRAN 5
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Golongan Darah

No Aktivitas yang dinilai Menyebut- Melaku-


kan benar kan benar
1 Etika dan sopan santun
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan golongan darah.
4. Meminta izin pasien untuk diperiksa golongan darahnya.

2 Persiapan alat dan bahan


1. Kaca objek yang kering dan bersih atau kartu blanko golongan
darah
2. Reagen Anti A, Anti B, Anti AB, dan reagen Anti Rhesus
3. Blood lancet
4. Lancet device
5. Lidi pengaduk
6. Kapas beralkohol
3 PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH
1. Persiapkan semua alat di depan pemeriksa.
2. Beri identitas pasien pada kartu golongand arah atau salah satu
ujung kaca objek.
3. Siapkan blood lancet dalam lancet device dengan kedalaman
penusukan yang sesuai.
4. Bersihkan area kulit yang akan ditusuk dengan kapas
beralkohol, biarkan mengering (dapat dilakukan di ujung jari
tangan kanan atau kiri, terkecuali pada ibu jari dan kelingking).
5. Tusuk ujung jari dengan blood lancet lalu usap tetesan darah
yang pertama kali keluar dengan kapas beralkohol.
6. Tetes darah yang keluar berikutnya diteteskan pada kaca objek
di tiga tempat (pada kotak yang tertera di kartu blanko
golongan darah).
7. Teteskan segera 1 tetes reagen Anti A/Anti B/Anti AB pada
masing-masing tetesan darah. Pada kartu golongan darah,
sesuai dengan tulisan di kartu. Bila pada kaca objek, sebaiknya
ditandai dulu reagen-reagen yang akan ditambahkan agar tidak
tertukar.
8. Campur darah dan reagen dengan lidi pengaduk.
9. Goyangkan kaca dengan membuat gerakan melingkar pada
campuran itu terus menerus selama 2 menit.

TOTAL SKOR

31
LAMPIRAN 6
Instrumen Evaluasi Prosedur Penyuntikan

No Aktivitas yang dinilai Menyebut- Melaku-kan


kan benar benar
1 Etika dan sopan santun
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur penyuntikan.
4. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan penyuntikan.
2 Persiapan alat dan bahan:
1. Spuit 3 cc
2. Air sebagai pengganti cairan obat
3. Botol vial obat (sebagai contoh)
4. Ampul obat (sebagai contoh)
5. Kapas
6. Alkohol 70%
7. Bengkok
3 PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR
1. Siapkan spuit disposible yang telah diisi obat
2. Pemeriksa menentukan daerah injeksi yaitu di Regio gluteus.
3. Pemeriksa membayangkan garis imajiner antara Spina Iliaca
Anterior Superior (SIAS) dan Os Coccygis, dan menetapkan
titik injeksi sepertiga lateral kearah SIAS.
4. Dilakukan tindakan desinfeksi dengan kapas alkohol 70%
didaerah titik injeksi dan menunggu sampai kering
5. Jarum ditusukkan tegak lurus dengan permukaan kulit
6. Lakukan aspirasi spuit dengan sedikit menarik piston untuk
memastikan tidak ada darah yang masuk lalu doronglah perlahan
piston spuit sampai obat habis
7. Jarum dicabut dan tempat tusukan ditekan sebentar dengan
kapas kering steril.
8. Jarum dilepaskan dari spuit dan dibuang ketempat sampah tajam
sedangkan spuit dibuang ketempat sampah medis.
4 PENYUNTIKAN INTRAKUTAN
1. Siapkan spuit disposible yang telah diisi obat.
2. Pemeriksa menentukan daerah injeksi yaitu di regio deltoidea.
3. Pemeriksa menetapkan titik injeksi pada puncak musculus
deltoidea.
4. Dilakukan tindakan desinfeksi dengan kapas alkohol 70% di
daerah titik injeksi dan menunggu sampai kering.
5. Jarum ditusukkan dengan sudut 10˚-15˚ dengan permukaan
kulit.
6. Pastikan cairan obat masuk intrakutan dengan melihat ada
benjolan kecil di daerah penyuntikan.
7. Jarum dicabut dan tempat tusukan ditekan sebentar dengan
kapas kering steril.
8. Jarum dilepaskan dari spuit dan dibuang ke tempat sampah
tajam sedangkan spuit dibuang ke tempat sampah medis.

32
5 PENYUNTIKAN SUBKUTAN
1. Siapkan spuit disposible yang telah diisi obat.
2. Pemeriksa menentukan daerah injeksi yaitu di regio deltoidea.
3. Pemeriksa menetapkan titik injeksi pada puncak musculus
deltoideus.
4. Lakukan tindakan desinfeksi dengan kapas alkohol 70% di
daerah titik injeksi dan menunggu sampai kering.
5. Jarum ditusukkan dengan sudut 300 dengan permukaan kulit.
6. Lakukan aspirasi spuit dengan sedikit menarik piston untuk
memastikan tidak ada darah yang masuk lalu doronglah
perlahan piston spuit sampai obat habis.
7. Jarum dicabut dan tempat tusukan ditekan sebentar dengan
kapas kering steril.
8. Jarum dilepaskan dari spuit dan dibuang ke tempat sampah
tajam sedangkan spuit dibuang ke tempat sampah medis.
TOTAL SKOR

33
LAMPIRAN 7
Instrumen Evaluasi Prosedur Imunisasi

No Aktivitas yang dinilai Menyebutkan Melakukan


benar benar
1 Etika dan sopan santun
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada
pasien dan orangtua pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur imunisasi yang akan
diberikan.
4. Meminta izin orangtua pasien untuk melakukan imunisasi
kepada pasien.
2 Prosedur imunisasi BCG
a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi
- spuit 1cc
- vaksin dan pelarut
- air hangat
b. Menentukan lokasi injeksi di regio deltoidea dan
memastikan tidak ada luka di daerah tersebut.
c. Lakukan desinfeksi pada daerah yang akan diinjeksi
menggunakan air hangat.
d. Ambil vaksin (yang telah dicampur dengan pelarutnya)
sebanyak 0,07 cc dengan menggunakan spuit 1 cc.
e. Yakinkan tidak ada udara di dalam spuit. Lakukan
pembuangan udara (bila ada) dengan cara menjentik-
jentikkan jari pada spuit atau dengan membuang sedikit
cairan di bagian paling atas sampai gelembung udara
hilang.
f. Suntikan vaksin sebanyak 0,05 cc secara intrakutan dengan
posisi jarum sejajar kulit. Lubang jarum menghadap ke
atas.
g. Pastikan vaksin masuk intrakutan dengan melihat ada
benjolan kecil di area suntikan.
h. Cabut spuit dari lengan tanpa dioles kapas. Kemudian tutup
kembali jarum dan buang ke tempat sampah medis.
3 Prosedur imunisasi DPT
a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi:
- spuit 1cc
- vaksin DPT
- Kapas alkohol atau air hangat
b. Menentukan lokasi injeksi di regio femoris anterior, di
bagian musculus vastus lateralis, dan memastikan tidak
ada luka di daerah tersebut.
c. Lakukan tindakan desinfeksi di daerah yang akan
diinjeksi, menggunakan alkohol 70% atau air hangat.
d. Ambil vaksin DPT sebanyak 0,5 cc menggunakan spuit 1
cc.
e. Yakinkan tidak ada udara di dalam spuit.
f. Suntikkan vaksin secara intramuskular, posisi jarum tegak

34
lurus (90o) dengan kulit.
g. Cabut spuit dari lengan. Tutup kembali jarum lalu buang
di tempat sampah medis.
4 Prosedur imunisasi polio oral
a. Mempersiapkan alat-alat vaksinasi
- vaksin polio oral (OPV)
b. Teteskan vaksin ke mulut pasien sebanyak 2 tetes.
TOTAL SKOR

35

Anda mungkin juga menyukai