Anda di halaman 1dari 8

PAJAK SUATU PERUSAHAAN MINERAL

A. Pajak Pusat
a) PPh Pasal 21
PPh 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subyek pajak dalam negeri.
Berikut akan ditampilkan penghasilan dan persentase tarif pajak PPh 21 berdasarkan Pasal 17 ayat
(1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015:

1. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000,- adalah 5%


2. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000,- sampai
dengan Rp250.000.000,- adalah 15%
3. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000,- sampai
dengan Rp500.000.000,- adalah 25%
4. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000,- adalah 30%
5. Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang
memiliki NPWP.

b) PPh Pasal 23
Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah
bruto dari penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yang diberlakukan, yaitu 15% dan
2% tergantung dari objek pajaknya. Di bawah ini adalah tarif dan objek pajak yang terkena PPh Pasal 23
yang berlaku di Indonesia.

1. Dikenakan 15% dari jumlah bruto atas:


a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan
jasa konsultan.
4. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, misalnya:
a. Jasa penilai;
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang;
e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan BUT;
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Tidak
termasuk:
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga
kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian);
c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian
tertulis);
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement), yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan
dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

c) PPh Pasal 26
Menurut ketentuan PPh Pasal 26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa berubah jika Wajib
Pajak mengikuti Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Ada pengecualian
mengenai PPh yang dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia,
yaitu tidak berlaku untuk yang bukan BUT di Indonesia.
Dari UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bisa disimpulkan bahwa yang menentukan
seorang individu atau perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu:

 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di
Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui
menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Melihat ketentuan di atas khususnya perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia
ataupun yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia bisa dikenakan PPh Pasal 26.
PPh Pasal 26 mengatur tentang kebijakan tarif sebesar 20% (final) atas jumlah bruto dari pendapatan
yang diperoleh dari:
 Dividen.

 Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman.
 Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset.

 Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.

 Hadiah dan penghargaan.

 Pensiun dan pembayaran berkala.

 Premi swap dan transaksi lindung lainnya.

 Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.

Selain pajak atas pendapatan (omzet), Wajib Pajak Luar Negeri yang terkena PPh Pasal 26 juga
terkena kebijakan tarif pajak dari laba bersih. Tarif 20% (final) dari laba bersih dikenakan bagi yang
memiliki penghasilan dari:

 Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.

 Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Ketentuan tarif 20 % mengikuti kriteria sebagai berikut:

 Tarif 20% (final) dari laba bersih juga berlaku atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang
didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak, termasuk dalam BUT di
Indonesia.
 Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak termasuk di
dalamnya dalam BUT di Indonesia. Tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang penghasilannya tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia.
 Tax Treaty atau P3B antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian bisa saja
berbeda satu sama lain. Tarifnya biasanya bisa untuk mengurangi tingkat dari tarif biasa yang
sebesar 20% dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

d) PPh Pasal 4(2)

Menurut ketentuan, PPh Pasal 4 ayat 2 dikenakan atas penghasilan sebagai berikut:

1. Penghasilan dalam bentuk bunga deposito serta tabungan lainnya, bunga obligasi serta surat utang negara,
dan juga bunga simpanan yang telah dibayarkan oleh koperasi ke anggota koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi saham serta sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan pada bursa, dan juga transaksi penjualan saham ataupun pengalihan penyertaan modal di
perusahaan pasangannya yang telah diterima oleh perusahaan modal ventura.
4. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi pengalihan harta, yakni dalam bentuk tanah dan/atau bangunan,
usaha real estate, usaha jasa konstruksi, dan juga penyewaan tanah dan/atau bangunan.
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang telah diatur dengan ataupun berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah.
Di bawah ini akan dijelaskan berbagai objek pajak dengan tarifnya masing-masing yang telah diatur
Pemerintah.
1. Bunga deposito serta jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan diskon jasa giro dikenakan tarif
sebesar 20% sebagaimana telah diatur PP No. 131 Tahun 2000 serta turunannya Keputusan Menteri
Keuangan No. 51/KMK.04/2001.
2. Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada para anggotanya masing-masing dikenakan tarif 10%
sebagaimana telah diatur pada Pasal 17 Ayat 7 serta turunannya PP No. 15 Tahun 2009.
3. Bunga dari kewajiban dengan berbagai jenis tarif dari 0-20%. Penjelasan lebih lanjutnya bisa dicari dalam PP
No. 16 Tahun 2009.
4. Dividen yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenakan tarif 10% sebagaimana telah diatur
dalam Pasal 17 Ayat 2C.
5. Hadiah lotre atau undian dikenakan tarif 25% sebagaimana telah diatur PP No. 132 Tahun 2000.
6. Transaksi derivatif berjangka panjang yang telah diperdagangkan di bursa dikenakan tarif 2,5% sebagaimana
telah diatur PP No. 17 Tahun 2009.
7. Transaksi penjualan saham pendiri dan saham bukan pendiri (non-founder), tarifnya masing-masing adalah
0,5% dan 0,1%, seperti yang tercantum dalam PP No. 14 Tahun 1997 serta turunannya Keputusan Menteri
Keuangan No. 282/KMK.04/1997, yang SE-15/PJ.42/1997 dan SE-06/PJ.4/1997.
8. Jasa konstruksi dikenakan tarif 2-6%. Penjelasan lebih lanjutnya bisa ditemukan pada PP No. 51 Tahun 2008
serta turunannya PP No. 40 Tahun 2009.
9. Sewa atas tanah dan/atau bangunan, tarifnya adalah 10% seperti yang telah diatur PP No. 29 Tahun 1996 dan
juga turunannya PP No. 5 Tahun 2002.
10. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (dalam hal ini termasuk usaha real estate), tarifnya adalah 5%
seperti yang tercantum dalam PP No. 71 Tahun 2008.
11. Transaksi dari penjualan saham atau pengalihan ibu kota mitra perusahaan yang telah diterima oleh modal
usaha, tarifnya adalah 0,1% sebagaimana telah diatur di dalam PP No. 4 Tahun 1995.

e) PPh Pasal 15
PPh 15 merupakan jenis pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh wajib pajak tertentu, yaitu perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan
pelayaran dalam negeri, perusahaan penerbangan dalam negeri, perusahaan asuransi luar negeri,
perusahaan pengeboran migas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan
investasi dalam bentuk bangun-guna-serah atau ‘build-operate-transfer’ (BOT).
PPh 15 mengatur pajak penghasilan untuk setiap jenis industri dengan jenis tarif yang berbeda-
beda. PPh 15 juga mengatur cara bayar dan cara penyampaian yang perlu dipahami lebih mendalam.

f) Pajak Bumi dan Bangunan


Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya
pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi dan atau bangunan. Keadaan subjek tidak
ikut menentukan besarnya pajak.
PBB dikenakan terhadap objek pajak berupa tanah dan atau bangunan yang didasarkan pada azas
kenikmatan dan manfaat, dan dibayar setiap tahun. PBB pengenaannya didasarkan pada Undang-
undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No.12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya PBB sektor
pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 mulai
tahun 2010.
g) Corporate Income Tax

Dasar pengenaan pajak (tax base) di dunia yang dikenal hingga saat ini dikelompokkan ke dalam tiga
kategori, yaitu: Penghasilan dan Bisnis (Income and business), Konsumsi (Consumption) dan Kekayaan
(Wealth). Yang selanjutnya pada masing-masing kategori tersebut dikenakan jenis pajak tertentu.

1. Kategori penghasilan dan bisnis dikenakan pajak untuk jenis ; pajak penghasilan orang
pribadi (personal income tax), pajak penghasilan badan hukum (corporate income tax), pajak
pertambahan nilai (value added tax), pajak pemotongan (severance tax), pajak premi perusahaan
asuransi (insurance company premium tax) dan pajak lisensi (license tax).
2. Kategori konsumsi dikenakan jenis pajak; pajak pertambahan nilai (value added tax), pajak
penjualan (sales tax), pajak honorarium (use tax), pajak bahan bakar minyak (fuel taxes), pajak
minuman beralkohol (alcoholic beverage taxes), pajak produk tembakau (tobacco products taxes),
pajak hotel/motel (hotel/motel tax), pajak restauran (restaurant meals tax), pajak percakapan
telepon (telephone call tax), dan pajak perjudian (gambling taxes).
3. Kategori kekayaan, terdiri dari jenis pajak ; pajak bangunan (property tax), pajak bumi (estate tax),
pajak warisan (inheritance tax), pajak hibah (transfer taxes).

B. Pajak Daerah
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. BBN Kendaraan Bermotor
3. Retribusi Air Permukaan
4. Hak Sewa Permukaan Air PelsusKelanis
5. Pajak Penerangan Jalan Non PLN
6. Pajak mineral Bukan Logan dan Batuan (Pajak Galian C)
7. Retribusi Izin Gangguan (HO)
8. Biaya Teraulang/Kalibrasi Timbangan
9. Izin Mendirikan Bangunan
10. Retribusi Reklame & Persampahan & Kebersihan
11. Penggantian Nilai Tegakan
12. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
13. Pembayaran Lumpsum

C. PBNP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)


1. Iuran Tetap
Iuran tetap adalah iuran yang dibayarkan kepada Negara sebagai imbalan atas kesempatan
eksplorasi, studi kelayakan dan eksploitasi pada suatu wilayah usaha pertambangan. Sesuai PP
No. 9 tahun 2012 tentang tarif iuran tetap yang dikenakan kepada pemegang IUP sebesar US$
2-4 per Ha/tahun, sedangkan untuk pemegang kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dikenakan tarif iuran tetap sesuai perjanjian
yang telah disepakati. Sebagai contoh untuk PT. Vale Indonesia sebesar US$ 0-1,5 per
Ha/tahun, PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) dan PT. Freeport Indonesia (FI) sebesar US$
0,025-1,5 per Ha/tahun, dan PKP2B sebesar US$ 2-4 per Ha/tahun.

2. Royalti
iuran yang dikenakan kepada pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan
kegiatan eksploitasi. Royalti merupakan bentuk pembayaran kepada pemerintah atas upaya-
upaya yang dilakukan untuk mengusahakan sumber daya mineral, sebagai konpensasi
pemberian hak pengusahaan untuk menambang. Sistem penghitungan royalti di Indonesia
dengan cara ad valorem royalti yang berarti pungutan royalti yang didasarkan atas nilai bahan
tambang yang diekploitasi/dijual menggunakan Besaran royalti yang dikenakan kepada
perusahaan juga diatur didalam PP No. 9 tahun 2012.
Tarif royalti yang dikenakan untuk IUP produksi mineral utama di Indonesia seperti emas
(3,75% dari harga jual/kg), Perak (3,25% dari harga jual/kg), Tembaga (4% dari harga jual/ton),
bijih besi (3% dari harga jual/ton), timah (3% dari harga jual/ton), serta hasil olahan
seperti nickel matte dan ferronickel (4% dari harga jual/ton). Berbeda halnya dengan tarif
royalti yang dikenakan kepada pemegang KK dan PKP2B sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati. Sebagai contoh tarif royalti yang dikenakan kepada PT. FI untuk komoditas tembaga
(1,5-3,5% dari harga jual/ton), emas dan perak (1% dari harga jual/kg).

PAJAK PADA SUATU KOMODITAS

Anda mungkin juga menyukai