Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

EKSTROFI KANDUNG KEMIH

A. Definisi
Ekstrofi kandung kemih adalah suatu kelainan kongenital dimana
terbukanya kandung kemih di dinding abdomen bawah yang terjadi pada
bayi baru lahir. Kelainan ini dapat terlihat dengan jelas dan terjadi karena
gagal menutupnya dinding abdominal infraumbilikus anterior.
Ekstrofi kandung kemih adalah salah satu kelaian bawaan dari
sistem genitourinaria, ditandai terbukanya kandung kemih pada dinding
bawah abdomen. Kandung kemih terbuka, tidak beratap di daerah
abdomen bawah (suprapubik) dengan air kemih merembes melalui celah
yang terbuka, mukosa kandung kemih terlihat menonjol keluar, berlanjut
ke kulit perut dan tulang pubis terpisah.

B. Etiologi
Kelainan ini disebabkan karena dinding abdomen infraumbilikal
posterior gagal menutup yang biasanya terjadi pada trimester kedua
sampai ketiga, yaitu saat pemisahan primitive cloaca menjadi sinus
urogenital dan hindgut yang waktunya hampir bersamaan dengan maturasi
dinding perut. Apabila lapisan mesenchym gagal bermigrasi di antara
lapisan ektoderm dan endoderm membuat memebran kloaka tidak stabil
(ruptur), lipatan mukosa bersatu dengan kulut. Rupture premature sebelum
terjadi translokasi kaudal mesoderm yang menimbulkan berbagai anomaly
infraumbilikal.
Penyebab pasti ekstrofi bladder tidak diketahui, namun dipercaya
telah terjadi gangguan pembentukan dan perkembangan organ janin
selama kehamilan. Pada perkembangan normal, pertumbuhan mesodermal
antara lapisan ektoderm dan endoderm dari membran kloaka bilaminar
menghasilkan suatu formasi otot abdomen bagian bawah dan tulang pelvis.
Setelah berlangsungnya pertumbuhan mesenkim, pertumbuhan ke bawah
dari septum rektal membagi kloaka menjadi bladder di bagian depan dan
rektum di bagian belakang. Pada tahap awal perkembangan, tidak ada
pemisah antara saluran kemih dan saluran pencernaan. Membran kloaka
membentuk regio kaudal dari fetus. Pada ujung kaudal dari kloaka,
terdapat ektoderm tepat di atas endoderm membentuk membran kloaka
yang tipis. Seiring pertumbuhannya, sebuah septum terbentuk (lipatan
Toureux’s) yang membagi usus bagian belakang dengan ruang anterior,
yang merupakan sinus urogenital. Septum ini terbentuk ke arah kaudal.
Dua jaringan melipat terbentuk dari bagian lateral dari kloaka (plika
Rathke’s). Lipatan ini bergerak ke medial saling mendekati untuk
melengkapi pemisahan usus bagian belakang dari sinus urogenital. Lipatan
Tourneux’s dan plika Rathke’s bersama membentuk septum uro-rektal.
Pada gestasi hari kesepuluh, bladder berbentuk silinder. Bagian kranial
silinder tersebut meruncing membentuk kanalis vesiko-alantoik, yang
kemudian menutup sempurna, meninggalkan ligamen umbilikus di medial.
Walau terdapat beberapa teori tentang perkembangan ekstrofi
bladder, namun tak satu pun yang dapat menjelaskan secara lengkap
tentang penyebab kelainan yang terdapat pada ekstrofi bladder. Salah satu
teori menjelaskan adanya ketidakstabilan serta ruptur lanjut pada membran
kloaka. Pada teori ini dijelaskan adanya pertumbuhan abnormal yang
mengakibatkan menebalnya membran kloaka. Hal ini disebabkan oleh
terpotongnya proses migrasi mesenkimal yang normal antara lembaran
membran kloaka. Menurut teori ini, ruptur lanjutan dari membran kloaka
tanpa penguatan lapisan mesoderm, menyebabkan terjadinya ekstrofi.
Pemisahan bladder dari rektum dan perkembangan otot-otot abdominal
bagian anterior biasanya terjadi sebelum terjadi regresi pada membran
kloaka. Proses ini menghasilkan dua ruangan yaitu bladder dan rektum.
Jika membran kloaka ruptur sebelum mesoderm memisahkan bagian
anterior bladder dengan dinding abdomen, maka dapat terjadi ekstrofi
bladder. Membran kloaka normalnya ruptur dan hanya meninggalkan sinus
urogenital terbuka. Jika mesoderm (yang akan menjadi otot-otot abdomen)
belum memisahkan ektoderm dari endoderm antara alantois dan tuberkel
genital, maka rupturnya membran kloaka meninggalkan urethra dan
bladder terbuka sebagai suatu lapisan mukosa di bagian bawah abdomen.
Pada ekstrofi bladder, ruptur terjadi setelah septum uro-rektal memisahkan
sinus urogenital dari rectum.

C. Manifestasi Klinis
1. Jarak tulang kemaluan melebar, adanya diastasis simpisis pubis.
Deformitas pada struktur tulang pelvis akan memberikan
manifestasi pada pemendekan pendular penis
2. Jumlah jaringan kolagen yang membangun tulang, gigi, sendi, otot
dan kulit meningkat, tetapi otot kandung kemih berkurang.
3. Letak muara saluran kemih di sebelah atas dari letak seharusnya.
4. Ukuran penis lebih kecil dari normal dan/atau testis belum turun ke
kantong kemaluan.
5. Muara vagina sempit, bibir vagina lebar, dan muara saluran kemih
pendek.
6. Anus sempit atau letaknya keluar dari rongga tubuh.
7. Perineum pada pasien ekstropi akan lebih pendek dan berada
langsung di belakang diafragma urogenital
8. Musculus puborectal akan lebih datar dibandingkan pada orang
normal
9. Jarak antara umbilicus dan anus menjadi lebih pendek
D. Patofisiologis
E. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada penderita ekstrofi bladder yang tidak
dirawat. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain abnormalitas fungsi
ginjal yang lebih banyak disebabkan abnormalitas sekunder (90%) dimana
refluks vesikoureteral menyebabkan refluks nefropati yang menyebabkan
gagal ginjal sekunder, yang juga di sebabkan tingginya tekanan pada
bladder. Komplikasi lain yaitu gangguan fungsi bladder dimana akan
terjadi inkontinensia urin. Abnormalitas pada bentuk dan ukuran alat
genitalia juga dapat terjadi. Keganasan merupakan komplikasi yang
sangat jarang terjadi pada kelainan ini. Namun pada penderita yang tidak
dirawat, komplikasi ini menjadi lebih sering terjadi. Adenokarsinoma
menjadi jenis keganasan yang paling sering dilaporkan. Selain itu pernah
juga ditemukan squamous sel karsinoma maupun rhabdomyosarkoma.
Pada pasien yang telah menjalani terapi, komplikasi pasca bedah juga
dapat terjadi. Komplikasi pada perbaikan ekstrofi bladder antara lain
kegagalan penutupan bladder, cidera pada alat genitalia, penurunan
keadaan traktus urinarius bagian atas, fungsi bladder yang abnormal yang
menyebabkan pengosongan bladder menjadi tidak adekuat, dan prolapsus
bladder.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang Setelah lahir, pemeriksaan fisik secara
menyeluruh harus dilakukan untuk mempersiapkan untuk pelaksanaan
perbaikan defek. Pemeriksaan ini untuk menilai ukuran dari defek pada
kandung kemih dan evaluasi defek genital nya. Renal Ultrasonografi juga
dibutuhkan untuk mengevaluasi apakah ada hidronefrosis atau
abnormalitas dari traktus urinarius bagian atas. Selain itu, pemeriksaan
berupa darah rutin juga dibutuhkan untuk pasien dengan anomali pada
system organ. Pada bayi dengan premature, evaluasi untuk kematangan
pulmo juga diperlukan. Pada pasien yang akan melakukan rekonstruksi
vesika urinaria dan traktus urinarius bagian bawah harus dilakukan
pemeriksaan renal US, voiding cystourethrography (VCUG), dan
radionuclide serta pemeriksaan urodinamik.
Pada diagnosis prenatal pada pemeriksaan berulang USG tidak
ditemui pengisian vesika urinaria, letak umbilikus yang lebih rendah dari
biasanya, pelebaran ramus pubis, alat genital yang mengecil, peningkatan
massa abdomen bagian bawah yang tidak sesuai masa kehamilan, dan
kesulitan untuk mengetahui jenis kelamin bayi. Gambaran MRI pada
ekstrofi bladder mencakup adanya massa jaringan lunak yang memanjang
dari suatu defek yang besar di bagian dinding anterior infra umbilikus.
Tidak adanya bladder yang normal, dan insersi tali pusat letak rendah juga
mengindikasikan diagnosis tersebut.

G. Tata Laksana
1. Non-bedah
Penatalaksanaan diawali dengan menangani keadaan umum pasien.
Tutupi bladder yang terbuka dengan menggunakan penutup plastik yang
bersih. Hindari dari keadaan lembab dan munculnya titik-titik air yang
dapat mengiritasi mukosa bladder yang tipis. Terapi antibiotik dapat
dimulai segera setelah pesalinan, dan dilanjutkan segera setelah
tindakan bedah dilaksanakan. Antibiotik profilaksis diberikan tiap hari
setelah tindakan penutupan bladder.
2. Bedah
Bedah rekonstruksi dibutuhkan untuk memperbaiki ekstrofi
bladder. Jenis penalaksanaan bergantung kepada tipe dan tingkat
kelainan yang terjadi. Saat ini penatalaksanaan yang tersedia
mencakup beberapa jenis tindakan bedah yang dilakukan dalam
jangka waktu beberapa tahun. Tindakan ini dikenal sebagai
rekonstruksi fungsional bertahap. Tujuan dari penatalaksanaan
terhadap bayi yang lahir dengan ekstrofi bladder yaitu tertutupnya
bladder, rekonstruksi dinding abdomen, rekonstruksi genital, dan
pada akhirnya kontinensia urin. Tindakan ini sebaiknya dimulai
sejak periode neonatus.
Penatalaksaanan rekonstruksi fungsional bertahap terdiri dari tiga
tahap. Tahap I, dilakukan saat kelahiran untuk melindungi saluran
urinarius bagian atas dan mendukung rekonstruksi tahap lanjut.
Penutupan awal bladder diselesaikan dalam jangka waktu 72 jam
setelah kelahiran. Jika ditunda, maka akan diperlukan suatu tindakan
osteotomi untuk memungkinkan penutupan yang baik, dan untuk
memungkinkan bladder diletakkan di dalam cincin pelvis yang
tertutup dan terlindung. Tahap II, dimulai kira-kira pada umur 1
tahun, memperbaiki struktur genital, dan meningkatkan tahanan
saluran keluar untuk mendukung perkembangan bladder, melalui
perbaikan epispadia. Pada akhirnya tahap III, setelah kira-kira umur
4 tahun. Pada tahap ini dilakukan rekonstruksi leher bladder, untuk
memungkinkan kontinensia urin dan koreksi refluks vesikoureteral.
Rekonstruksi bertujuan untuk mencapai kontinensia sosial, dan
mendukung kepercayaan diri. Kontinensia diartikan sebagai
kemampuan untuk tetap kering sampai setidaknya 3 jam.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan Obstruksi anatomi

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
(Nursing Outcome)
(Nursing Interventions
Classication)

Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN


Eliminasi Urin selama ..........x 24 jam, diharapakan ELIMINASI URIN
gangguan eliminasi urin dapat teratasi
Definisi : Disfungsi Monitor/ pantau
pada eliminasi Kriteria hasil: eliminas urin,
urine meliputi frekuensi,
Urinary Continence konsistensi, bau,
Batasan
Karakteristik :  Memelihara kontrol pengeluaran volume dan warna
· Disuria urin dengan tepat
· Sering berkemih  Pola pengeluaran urin dapat
· Anyang- diprediksi Monitor untuk
anyangan  ....... tanda dan gejala
· Inkontinensia  ....... retensi urin
· Nokturia  .......
· Retensi  Pengeluaran > 150 cc masing- Identifikasi faktor-
· Dorongan masing waktu faktor yang
 ....... menambahkan
Faktor Yang  Mampu untuk mengeluarkan dan episode
Berhubungan : menghentikan BAK
inkontinensia
· Obstruksi  Pengosongan bladder secara
anatomic sempurna Ajarkan pasien
· Penyebab  ..........
tanda dan gejala
multiple  Tidak terdapat pengeluaran urin
· Gangguan sensori saat terjadi penekanan abdominal infeksi saluran
motorik (misal: bersin, batuk, tertawa) kemih
· lnfeksi saluran  Celana dalam kering sepanjang
kemih hari Catat waktu,
 Celana dalam dan seprei kering kebiasaan eliminasi
sepanjang malam urin bila diperlukan
 Tidak terdapat infeksi saluran
kemih (< 100.000 SDP) Instruksikn klien
 Intake cairan dalam rentang yang untuk memantau
diharapkan tanda dan gejala
 ......... infeksi saluran
 Mampu toileting mandiri kemih
 .........
 ........... Instruksikan pasien
untuk berespon
segera terhadap
kebutuhan eliminasi
Urinary Elimination Dapatkan spesimen
urin pancar tengah
 Pola eliminasi dalam rentang
untuk urinalisi yang
yang diharapkan
 Bau urin dalam rentang yang tepat
diharapkan
Rujuk ke dokter jika
 ............
 Warna urin dalam rentang yang terdapat tanda dan
diharapkan gejala infeksi
 Urin bebas dari partikel saluran kemih
 .............
 .......... Ajarkan klien untuk
 Intake dan output 24 jam minum 200 ml
seimbang cairan pada saat
 Pengeluaran urin tanpa nyeri makan diantara
 Pengeluaran nyeri tanpa histansi
waktu makan dan di
 Pengeluaran urin tanpa urgensi
 ........ awal petang
 Pengosongan bladder secara
sempurna
 .............
 BUN dalam batas normal
 Serum kreatinin dalam batas
normal
 ............
 Protein urin dalam batas normal
 Glukosa urin dalam batas normal
 Urin bebas dari darah
 Keton urin dalam batas normal
 pH urin dalam batas normal
 Temuan mikroskopis urin dalam
batas normal
 Elektrolit urin dalam batas normal
 PCO2 arteri dalam batas normal
 pH arteri dalam batas normal
 Serum elektrolit dalam batas
normal

2. Risiko infeksi berhubungan dengan terpapar langsung urine yang mengalir dari
ureter

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
(Nursing Outcome)
(Nursing
Interventions
Classication)

Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan INFECTION


keperawatan selama ..........x 24 jam, CONTROL
Faktor-faktor Risiko diharapakan infeksi tidak terjadi
 Bersihkan
Adanya prosedur Kriteria hasil: lingkungan setelah
invasif dipakai pasien lain
Risk Control  Pertahankan teknik
Ketidakcukupan isolasi
pengetahuan  Pengetahuan tentang resiko  Batasi pengunjung
untuk  Memonitor faktor resiko dari bila perlu
menghindari lingkungan  Instruksikan pada
paparan patogen  Memonitor faktor resiko dari pengunjung untuk
perilaku personal mencuci tangan saat
Penurunan Hb  Mengembangkan strategi berkunjung dan
(P: 13,5 sampai kontrol resiko yang efektif setelah berkunjung
 Mengatur strategi pengontrolan meninggalkan
18,0 gr/dl, W: resiko seperti yang dibutuhkan pasien
12,0 sampai 16,0  Berkomitmen dengan srategi  Gunakan sabun
gr/dl kontrol resiko yang antimikrobia untuk
direncanakan cuci tangan
Peningkatan  Melaksanakan strategi kontrol  Cuci tangan setiap
leukosit (5000- resiko yang dipilih sebelum dan
10.000 Ul)  Memodifikasi gaya hidup untuk sesudah tindakan
mengurangi resiko kperawtan
Penurunan  Menghindari paparan yang bisa  Gunakan baju,
respon terhadap mengancam kesehatan sarung tangan
 Berpartisipasi dalam skrining sebagai alat
peradangan
masalah kesehatan pelindung
Ketidakadekuata  Berpartisipasi dalam skrining  Pertahankan
resiko yang telah teridentifikasi lingkungan aseptik
n status imun
 Memperoleh imunisasi yang selama pemasangan
.......................... sesuai alat
 Menggunakan fasilitas  Ganti letak IV
kesehatan sesuai kebutuhan perifer dan line
 Menggunakan dukungan central dan dressing
personal untuk mengontrol sesuai dengan
resiko petunjuk umum
 Menggunakan dukungan sosial  Gunakan kateter
untuk mengontrol resiko intermiten untuk
 Mengenali perubahan status menurunkan infeksi
kesehatan kandung kencing
 Memonitor perubahan status  Tingktkan intake
kesehatan nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila perlu

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskoriasi akibat gagal


menutupnya dinding abdominal infraumbilikus anterior.

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN

(Nursing Outcome) (Nursing Interventions


Classication)

Kerusakan Setelah dilakukan tindakan PRESSURE


Integritas Kulit keperawatan selama ..........x 24 MANAGEMENT
jam, diharapakan Integritas (Manajemen Daerah
Tanda dan gejala kulit klien utuh. Penekanan)
Kerusakan
lapisan kulit Kriteria hasil:  Anjurkan pasien
(dermis) untuk menggunakan
Tissue Integrity : Skin & pakaian yang
Gangguan Mucous Membranes longgar
permukaan  Hindari kerutan
kulit  Temperatur jaringan padaa tempat tidur
sesuai yang diharapkan  Jaga kebersihan kulit
 Sensasi sesuai yang agar tetap bersih dan
diharapkan kering
Berhubungan
 Elastisitas sesuai yang  Mobilisasi pasien
dengan:
diharapkan (ubah posisi pasien)
Eksternal  Hidrasi sesuai yang setiap dua jam sekali
diharapkan  Monitor kulit akan
Hipertermi dan  Pigmentasi sesuai yang adanya kemerahan
hipotermi diharapkan  Oleskan lotion atau
 Perspirasi sesuai yang minyak/baby oil
Substansi diharapkan pada derah yang
kimia  Warna sesuai yang tertekan
Kelembaban diharapkan  Monitor aktivitas
udara  Teksture sesuai yang dan mobilisasi
diharapkan pasien
Faktor mekanik  Ketebalan sesuai yang  Monitor status
diharapkan nutrisi pasien
Imobilitas fisik  Bebas lesi jaringan  Memandikan pasien
 Perfusi jaringan dengan sabun dan air
Radiasi  Pertumbuhan rambut hangat
Usia yang pada kulit
ekstrim  Kulit intact

Kelembaban
kulit
Obat-obatan
Internal
Perubahan
status
metabolik
Tulang
menonjol
Defisit
imunologi
Perubahan
sensasi
Perubahan
status nutrisi
Perubahan
status cairan
Perubahan
pigmentasi
Perubahan
sirkulasi
Perubahan
turgor
Daftar Pustaka

Dewangga, Taufan Herwindo. 2014. Referat Ekstrofi Bladder. Program Studi


Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran RSUP Hasan Sadikin Bandung

Hidayat, Alimul Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak II. Jakarta :
Salemba Medika

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. Indonesia. 2010. Hal.859-60

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Yerkes, E.B., 2010, Exstrophy and Epispadias, eMedicine Journal, May(6),


http://www.emedicine.com/ped/topic704.htm, Dikutip tgl 17.04.2018

Anda mungkin juga menyukai