Anda di halaman 1dari 18

A.

Latar Belakang

Proses menua pada manusia merupakan suatu peristiwa alamiah yang tak terhindarkan,
dan menjadi manusia lanjut usia (lansia) yang sehat merupakan suatu rahmat. Perubahan
neurologis bergantung pada faktor genetika, sosio ekonomi, harga diri, dan sosial. Walaupun
terdapat beberapa catatan tentang efek penuaan pada system saraf, banyak perubahan dapat
diperlambat atau dikurangi melalui suatu gaya hidup sehat. Selain masalah penurunan sistem
neurologis masalah yang sering dialami oleh lansia juga adalah masalah penurunan sensoris,
yang berhubungan dengan perubahan normal akibat penuaan.

Degeneratif sel pada lansia menyebabkan sistem saraf mengalami perubahan dengan
menurunnya berat otak 10-20% sehingga lambat dalam merespon rangsangan. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan
menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan
penurunan reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia
mengalami perubahan morfologis dan biokimia. Struktur dan fungsi sistem saraf berubah dengan
bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak
bisa diganti (Smeltzer & Suzanne, 2001).

Perubahan struktural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian
dari sistem saraf pusat juga terpengaruh perubahan ukuran otak yang diakibatkan oleh atrofi
girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks cerebral adalah daerah otak yang paling
besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah cerebral dan penggunaan
oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan.

Memori merupakan bagian integral dari eksistensi manusia. Kita tidak bisa
membayangkan seperti apa manusia itu bila kita tidak dapat mengingat masa lalu, tidak dapat
memasukkan informasi yang baru saja kita dengar, dan tidak dapat mengingat apa yang akan kita
lakukan besok. Sebagian besar dari apa yang kita ketahui dari dunia ini bukan berasal dari saat
kita lahir, tetapi kita peroleh dari pengalaman yang tersimpan dalam memori (Darjowidjojo,
2005).

Kehilangan memori pada lansia merupakan hal yang membuat stres dan frustasi.
Walaupun kehilangan memori bisa disebabkan penyakit otak organik atau depresi, semua hal itu
tidak ada hubungannya dengan proses penyakit. Seiring bertambahnya usia, kehilangan short-
term memory (mengingat kejadian yang baru saja terjadi) lebih sering terjadi daripada
kehilangan long-term memory (mengingat kejadian yang dulu).

Untuk menjaga agar penurunan fungsi tidak terjadi secara cepat pada lansia dapat
dilakukan pencegahan primer, sebagai salah satu cara dalam memelihara gaya hidup yang sehat,

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF PUSAT

Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul
saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan
rangsangan. Sistem saraf berperan sebagai badan koordinasi utama. Kondisi di dalam dan di luar
tubuh secara ajeg selalu berubah, maka sistem saraf ini bertugas untuk menanggapi perubahan-
perubahan baik yang internal maupun eksternal (dikenal sebagai stimulus) sehingga tubuh dapat
beradaptasi dengan kondisi yang baru. Melalui pengarahan dan instruksi yang dikirim ke
berbagai organ oleh sistem saraf, keharmonisan dan keseimbangan antara seseorang dengan
Iingkungannya dapat dipertahankan. Sistem saraf pusat adalah sistem tubuh yang menerima dan
memproses semua informasi dari seluruh bagian tubuh. Sistem saraf sentral /pusat (SSS),
meliputi otak (encephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis).

1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum (Telecephalon) merupakan bagian terbesar otak dan menempati fossa


cranial tengah dan anterior. Cerebrum juga disebut dengan cerebral cortex, forebrain atau
otak depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa,
kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan fisual. Kecerdasan intelektual atau IQ
manusia juga ditentukan oleh kualitas cerebrum.

Cerebrum dibagi oleh suatu celah yang dalam, fisura serebri longitudinal, menjadi
hemisferkiri dan kanan, dimana setiap hemisfer ini berisi satu ventrikel lateral. Di otak bagian
dalam, hemisfer dihubungkan oleh massa substansi albikan (serat saraf) yang disebut korpus
kalosum (corpus callosum). Bagian superfisial cerebrum terdiri atas badan sel syaraf atau
substansi grisea, yang membentuk korteks serebri,dan lapisan dalam yang terdiri atas serat
syaraf atau substansi albikan.

Secara umum, belahan belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan
orak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan
artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.

Cerebrum dibagi menjadi 4 bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut
girus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Ke-4 lobus tersebut yaitu :
Lobus Lokasi Fungsi

Lobus Frontal Lobus frontal, terletak di Emosi, perencanaan,


daerah otak sekitar dahi kreativitas,penilaian, gerakan
Anda. dan pemecahan masalah
dikendalikan di lobus frontal.
Lobus frontal dibagi lagi ke
dalam korteks prefrontal,area
premotor, dan area motor.

Lobus Parietal Lobus Parietal Pengaturan suhu dan rasa,


terletak di belakang tekanan, sentuhan dan rasa
lobus frontal dan di sakit dikendalikan di lobus
bagian belakang atas parietal. Beberapa fungsi
otak. bahasa juga dapat
dikendalikan di lobus parietal.

Lobus Temporal Sesuai namanya, lobus Kebanyakan pendengaran dan


temporal terletak di setiap sisi fungsi bahasa dikendalikan di
otak lobus temporal. Proses emosi,
belajar dan pendengaran juga
terletak di lobus temporal.

Lobus Oksipital Lobus oksipital terletak di Penglihatan dan kemampuan


bagian punggung bawah otak untuk mengenali obyek
di bagian belakang kepala. dikendalikan di lobus
oksipital. Retina mata
mengirimkan masukan ke
lobus oksipital otak yang
kemudian menafsirkan sinyal
sebagai gambar

Penyakit Cerebrum

1. Lesi-lesi di Thalamus

Lesi-lesi ini biasanya terjadi akibat thrombosis atau pendarahan salah satu arteri yang
memperdarahi thalamus. Oleh karena thalamus berkaitan dengan penerimaan implus sensorik
tubuh sisi kontralateral. Gejala yang ditimbulkan lesi hanya terbatas pada sisi kontralateral
tubuh. Terjadi gangguan pada sebagian besar bentuk sensasi, antara lain sensasi raba ringan,
lokalisasi dan dikriminasi taktil, serta hilangnya penilaian gerakan sendi

2. Lesi-lesi subtalamik

Lesi di subthalamik menimbulkan gerakan involunter yang kuat dan mendadak pada
ekstrimitas kontralateral. Gerakan tersebut dapat berbentuk hentakan (koreiformis) atau kasar
(balismus)

3. Lesi hypothalamus

Lesi di hypothalamus disebabkan oleh infeksi, trauma, atau kelainan vaskuler. Tumor
seperti kraniofaringioma atau adenoma kromofobe glandulae pituitarie dan tumor pineal dapat
mengganggu fungsi hypothalamus, seperti mengendalikan emosi, regulasi metabolism lemak,
karbohidrat, dan air, genital, makan dan tidur. Kelainan yang sering ditemukan antara lain
hipoplasia atau atrofi genital, diabetes insipidus, obesitas, gangguan tidur, pireksia
irregular,dan kurus. Beberapa gangguan tersebut dapat terjadi bersamaan, misalnya pada
sindrom distrofi adiposgenital.

4. Alzheimer

Penyakit Alzheimer merupakan penyakit degenerasi otak yang terjadi pada usia
pertengahan atau tua, namun saat ini telah dikenali pada bentuk dinipenyakit ini. Penyebab
penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi terdapat bukti presdisposisi genetik. Telah
ditemukan beberapa gen abnormal, yang masing-masing menunjukkan sindrom klinis dan
pathologis yang sama, yang berbeda hanya pada usia mulai timbulnya dan kecepatan
progresivitasnya, yang menunjukkan adanya perbedaan dalam mekanisme patologisnya.
Beberapa kasus penyakit Alzheimer dalam satu keluarga, misalnya ditemukan gen mutasi
pada beberapa gen (App, presenilin 1 danpresenilin 2). Tanda-tanda umumnya adalah
kehilangan ingatan akan hal baru, disintegrasi kepribadian, disorientasi total.

5. Cerebral Palsy
Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf
lainnya. CP terjadi pada 1-2 dari 1.000 bayi, tetapi 10 kali lebih sering ditemukan pada bayi
prematur dan.10-15% kasus terjadi akibat cedera lahir karena aliran darah ke otak
sebelum/selama/ segera setelah bayi lahir.Bayi prematur sangat rentan terhadap CP,
kemungkinan karena pembuluh darah ke otak belum berkembang secara sempurna dan mudah
mengalami perdarahan atau karena tidak dapat mengalirkan oksigen dalam jumlah yang
memadai ke otak.Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang
berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan. Tetapi kebanyakkan penyebabnya tidak
diketahui.

2. Cerebellum (Otak Kecil)


1. Gambaran Umum Cerebellum
Cerebellum (otak kecil) terletak di fossa cranii posterior dan bagian superiornya
ditutupi oleh tentorium cerebelli. Cerebellum adalah bagian terbesar otak belakang dan
terletak posterior dari ventriculus quartus, pons, dan medulla oblongata (Gambar 2.1).
Cerebellum berbentuk agak lonjong dan menyempit pada bagian tengahnya, serta terdiri dari
dua hemispherium cerebelli yang dihubungkan oleh bagian tengah yang sempit, yaitu
vermis. Cerebellum berhubungan dengan aspek posterior batang otak melalui tiga berkas
serabut saraf yang simetris, disebut pedunculus cerebellaris superior, medius dan inferior.

(Gambar 2.1)
Cerebellum dibagi menjadi tiga lobus utama: lobus anterior(fungsi: regulasi tonus
otot dan mempertahankan sikap badan), lobus medius/ lobus posterior (fungsi: koordinasi
berbagai gerakan lincah), dan lobus flocculonodularis(fungsi: mempertahankan
keseimbangan). Lobus anterior dapat dilihat pada permukaan superior cerebellum dan
dipisahkan dari lobus medius oleh sebuh fissura yang berbentuk huruf “V”, disebut fissura
prima ( Gambar 2.2 dan 2.3). Lobus medius (kadang-kadang disebut lobus posterior), yang
merupakan bain cerebellum yang paling besar, terletak di antara fissura prima dan fissura
uvulonodularis. Lobus flocculonodularis terletak di posterior fissura uvulonodularis
(Gambar 2.4). Fissura horizontalis yang dalam ditemukan disepanjang pinggir cerebellum
dan memisahkan permukaan superior dari permukaan inferior; tidak mempuyai arti
morfologis atau fungsional yang penting.

(Gambar 2.2)
(Gambar 2.3)

(Gambar 2.4)

2. Struktur Cerebellum
Cerebellum terdiri dari lapisan bagian luar substantia grisea yang disebut cortex, dan lapisan
bagian dalam substantia alba. Di dalam substantia alba setiap hemipsherium, terdapat tiga
masa subtantia alba yang terbentuk nuclei intracerebelli.

Struktur Cortex Cerebelli


Cortex cerebelli dapat diumpamakan sebagai sebuah lembaran besar yang berlipat-lipat dan
terletak pada bidang koronel atau transversal. Setiap lipatan atau folium terdiri dari substanpia
alba dibagian dalam yang ditutupi oleh substantia grisea dibagian luarnya.

Potongan yang dibuat melalui cerebellum yang sejajar dengan bidang median membagi folia
menjadi bagian-bagian yang bagus untuk dipelajari, dan bentuk potongan permukaan yang
bercabang-cabang disebut arbor vitae.

Substantia grisea corticis diseluruh cerebellum memiliki struktur yang sama. Substantia
terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu :

1. Lapisan luar (lapisan molekuler), Terdiri dari dua tipe neuron ; sel stellatum yang
terletak di sebelah luar dan sel basket yang terletak disebelah dalam.

2. Lapisan tengah (lapisan sel purkinje), neuron Golgi tipe I yang besar. Berbentuk
seperti botol dan tersusun dalam satu lapis

3. Lapisan dalam (lapisan granular), Lapisan granular dipadati oleh sel-sel kecil
dengan inti berwarna gelap serta sedikit sitoplasma.

1. Area Fungsional Cortex Cerebelli


Observasi klinis oleh ahli saraf dan ahli bedah saraf, serta penelitian dengan menggunakan
PET scan menunjukkan bahwa cortex cerebelli dapat dibagi menjadi 3 area berdasarkan
fungsinya.
Kortex daerah vermis memperngaruhi gerakan-gerakan sumbu panjang tubuh, yaitu leher,
bahu, koraks, abdomen, dan panggul. Tepat di latecerebelli. Area ini berfungsi mengendalikan
otot-otot bagian distal eksmtremitas, terutama tangan dan kaki. Area lateral masing-masing
hemispherium cerebelli tampaknya berhubungan dengan perencanaan serangkaian gerakan
diseluruh tubuh dan terlibat dalam penilaian sadar terhadap gangguan.

3. Fungsi Cerebellum

Fungsi otak kecil (cerebellum) adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh, keseimbangan,
dan koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar.
Cerebellum menerima aferen mengenai gerakan volunteer dari cortex cerebri dan dari otot,
tendon, dan sendi. Cerebellum juga menerima informasi keseimbangan dari nervus
vestibularis dan mungkin juga informasi penglihatan dari tractus tectocerebellaris. Semua
informasi ini diteruskan ke cortex cerebelli.
Ahli fisiologi membuat postulat bahwa fungsi cerebellum sebagai koordinator ketepatan gerak
dilakukan dengan cara membandingkan output dari area motorik cortex cereberii dengan
informasi propioseptif yang diterima dari tempat kerja otak secara terus-menerus. Fungsi lain
cerebellum, yaitu :

1 Fungsi cellebelum bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan


ketepatan gerakan otot dengan baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang di
cetuskan suatu tempat di system saraf pusat berlangsung dengan halus bukan mendadak
dan terorganisasi.
2 Cellebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur
3 Bagian ini juga membantu mempertahankan ekuilibrium tubuh. Informasi sesorik dari
telinga dalam di bawa kelabus cellebelum.

Penyakit-Penyakit yang Sering Mengenai Cerebellum


Satu penyakit yang paling sering mengenai cerebellum adalah keracunan alcohol akut.
Penyakit ini terjadi akibat kerja alcohol di septor GABA pada neuron-neuron cerebellum.

Penyakit-penyakit berikut sering mengenai cerebellum: agenesis atau hypoplasia kongenital,


trauma, infeksi, tumor, sclerosis multiple, gangguan vaskuler, seperti trombosit arteria
cerebellaris, dan keracunan logam berat.

Berbagai manifestasi penyakit cerebellum dapat dipersempit menjadi dua kelainan dasar:
hipotonia dan hilangnya pengaruh cerebellum terhadap cortex cerebri.

Penyakit yang mengenai Sistem Saraf Pusat


Stroke

Definisi
Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun
global dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain kelainan vascular (WHO,
2006).

Stroke mengalami peningkatan signifikan pada masyarakat seiring dengan perubahan pola
makan, gaya hidup dan peningkatan stressor yang cukup tinggi. Peningkatan jumlah penderita
tidak saja menjadi isu yang bersifat regional akan tetapi sudah menjadi isu global (Rahmawati,
2009).

2. Klasifikasi

Klasifikasi stroke berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh
darah dan stadiumnya (Rahmawati, 2009).

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

Stroke Infark
1). Stroke akibat trombosis serebri
2). Emboli serebri

3). Hipoperfusi sistemik

Stroke Hemoragik
1). Perdarahan intra serebral

2). Perdarahan ekstra serebral

Berdasarkan waktu terjadinya :

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Reversible Ischemic Neuroolgic Defisit (RIND)

c. Stroke in Evolution (SIE) / Progressing Stroke

d. Completed Stroke

Berdasarkan sistem pembuluh darah :

a. Sistem Karotis

b. Sistem Vertebrobasiler

3. Faktor Resiko Stroke

Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor atau yang sering disebut
multifaktor. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian stroke dibagi menjadi dua, yaitu
faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) dan faktor resiko
yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors). Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
seperti usia, ras, gender, genetic atau riwayat keluarga yang menderita stroke. Sedangkan
faktor resiko yang dapat dimodifikasi berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes
melitus, obesitas, alkohol, dan dislipidemia (Nastiti, 2012).

4. Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam beberapa hal antara lain untuk menyingkirkan
gangguan neurologis lain, mendeteksi penyebab stroke, dan menemukan keadaan komorbid
(Rahajuningsih, 2009).

5. Pemeriksaan Radiologis pada stroke

a. CT scan

Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan stroke hemoragik.
Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis stroke.
(Rahmawati, 2009)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitive
dibandingkan CT scan. MRI mempunyai kelebihan mampu melihat adanya iskemik pada
jaringan otak dalam waktu 2-3 jam setelah onset stroke non hemoragik. MRI juga digunakan
pada kelainan medulla spinalis. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya
emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah tidak bisa
memeriksa pasien yang menggunakan protese logam dalam tubuhnya, preosedur pemeriksaan
yang lebih rumit dan lebih lama, serta harga pemeriksaan yang lebih mahal (Notosiswoyo,
2004).

6. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Parameter yang diperiksa meliputi kadar glukosa darah, elektrolit, analisa gas darah,
hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim jantung, prothrombin time (PT) dan
activated partial thromboplastin time (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk
mendeteksi hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai
gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan
elektrolit baik untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium (Rahajuningsih,
2009).

Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi asidosis metabolik.
Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan gangguan neurologis. Prothrombin time (PT)
dan activated partial thromboplastin time (aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi
serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang
kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi
sel darah. Polisitemia vara, anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel
darah yang dapat menyebabkan stroke (Rahajuningsih, 2009).

B. Stroke Non Hemoragik/Iskemik

1. Definisi

Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi
mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih (Mardjono, 1988).

2. Etiologi

Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli dari
ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh berkurangnya
aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah ke otak
dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak
dan infark otak (Rahmawati, 2009).

Emboli
Sumber emboli dapat terletak di arteri karotis maupun vertebralis akan tetapi dapat juga di
jantung dan sistem vaskular sistemik (Mardjono, 1988).
1. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
“plaque atherosclerotique” yang berulserasi atau thrombus yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
2. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung dengan “shunt” yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
3. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli septik, misalnya
dari abses paru atau bronkiektasis, dapat juga akibat metaplasia neoplasma yang
sudah ada di paru.
Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem
arteri karotis dan percabanganya) dan pembuluh darah kecil. Tempat terjadinya trombosis
yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi
dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari
metabolisme glukosa. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka
kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal
(Wijaya, 2013).

3. Patofisiologi

Stroke iskemik terjadi apabila terjadi oklusi atau penyempitan aliran darah ke otak dimana
otak membutuhkan oksigen dan glukosa sebagai suber energi agar fungsinya tetap baik. Aliran
drah otak atau Cerebral Blood Flow (CBF) dijaga pada kecepatan konstan antara 50-150
mmHg (Price, 2006).

Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh:

1. Keadaan pembuluh darah


Bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh trombus atau embolus
maka aliran darah ke otak terganggu.

2. Keadaan darah
Viskositas darah meningkat, polisitemia menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun.

3. Tekanan darah sistemik


Autoregulasi serebral merupakan kemampuan intrinsik otak untuk mempertahankan aliran
darah ke otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.

4. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa atrial fibrilasi, blok jantung menyebabkan menurunnya curah
jantung. Selain itu lepasnya embolus juga menimbulkan iskemia di otak akibat okulsi lumen
pembuluh darah.

Jika CBF tersumbat secara parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita
karena kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Infark otak, kematian
neuron, glia, dan vaskular disebabkan oleh tidak adanya oksigen dan nutrien atau
terganggunya metabolisme (Robbins, 2007).

4. Gambaran klinis stroke iskemik

Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam tampilan
klinis, dari yang ringan hingga berat. Gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa kelemahan
anggota tubuh (jarang pada kedua sisi). Hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot
wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot
mata, dan penurunan kesadaran (Price, 2006).

C. Stroke hemoragik

1. Definisi

Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan pada substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis,
akibat pecahnya pembuluh arteri dan pembuluh kapiler (Price, 2006).

2. Etiologi
1). Hipertensi yang tidak terkontrol

2). Malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal)

3). Ruptur Aneurisma

3. Patofisiologi
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subaraknoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik,
dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subaraknoid dan perdarahan intraserebral
(Caplan, 2009).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry


aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter
100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa degenerasi lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma Charcot
Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan
pecahnya penetrating arteri. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek
penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah
juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2009).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya
lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2009).

Perdarahan subaraknoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak
pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid
umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM) (Caplan, 2009).

Anda mungkin juga menyukai