SYNDROME )
Defenisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi
pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani,
2001).
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi
terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan
tidak menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak, 2005).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
(Stark, 1986)
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea
), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan
daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya
atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah penyakit yang
disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk menghasilkan surfaktan yang
memadai.
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap
dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain
dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis.
Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum
oleh radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke
atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial,
terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke
paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-
paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus
superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2
Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan kemudian
bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut terus
berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus
akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas
sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang
kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan
permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran darah ke paru-
paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya akan meningkat
sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan
permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada
akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap
pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat bayi melalui jalan
lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru –paru. Pada bayi
yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dapat
menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –
paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –
Etiologi
Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir adalah :
1. Atelektasis
Pengembangan paru yang tidak lengkap saat lahir atau sebentar setelah lahir bisa mengenai satu
lobus paru atau yang mengenai satu lobus paru
Pada bayi premature alat-alat tubuhnya belum matur dan terbentuk kurang sempurna baik
anatomic maupun fisiologik
Surfaktan adalah zat yang memegang peranan penting dalam pengembangan paru dan terdiri dari
protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini terbentuk
pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke-35
Sering timbul pernapasan periodic atau apnea. Bentuk pernapasan ini sering ditemukan pada bayi
dengan berat badan < 2000 gram atau masa gestasi < 36 minggu, jarang timbul dalam 24 jam
pertama kelahiran dan dapat berlangsung sampai kira-kira 6 minggu.
6. Belum menutup duktus arteriola
7. Aspirasi mekonium yang masif
Hal ini terjadi apabila cairan amnion yang mengandung cairan mekonium terinhalasi oleh bayi.
Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam proteinaceous
filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
D. Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan karena
produksi surfaktan kurang sempurna .Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari 90% fosfolipid dan 10%
protein, dimana lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa
akhir ekspirasi. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan
paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat akibat hipoksia, shunting
asidosis.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan
edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel
sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan
bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai
membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia
(BPD).
MANIFESTASI KLINIS
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang
ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran udara terlihat lebih
jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax
sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
KOMPLIKASI
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada RDS yaitu:
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan
penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka
panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan
pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.
2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan
pernafasan meliputi:
e. Mencegah hipotermia.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru.
c. Fenobarbital.
g. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari
h. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah
pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan
amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
DAFTAR PUSTAKA
Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician. 2007;76:987-94.
Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC
Wilkinsom dkk. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC
Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.FKUI : Jakarta.
Pengkajian
1) Riwayat maternal
a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
b. Kondisi seperti perdarahan placenta
c. Tipe dan lamanya persalinan
d. Stress fetal atau intrapartus
2) Status infant saat lahir
a) Prematur, umur kehamilan
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c) Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
3) Cardiovaskular
a) Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b) Murmur sistolik
c) Denyut jantung dalam batas normal
4) Integumen
a) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
b) Pitting edema pada tangan dan kaki
c) Mottling
5) Neurologis
a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas
b. Penurunan suhu tubuh
6) Pulmonary
a) Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
b) Nafas grunting
c) Nasal flaring
d) Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
e) Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
f) Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea.
7) Status Behavioral
Lethargy
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan mendengkur,
retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin
normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan
dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian
fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain
berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik
seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi
ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
2. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang
sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,
merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.
8) Pemeriksaan Diagnostik
a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
c. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstisial / area alveolar ditandai dengan sesak nafas (takipnea), cyanosis, nafas
cepat, tampak pucat, hasil AGD isi O2 menurun, PCO2 meningkat,PH menurun, PO2
menurun.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya tahanan jalan
nafas (edema interstisial) ditandai dengan dyspnea, ada perubahan frekwensi
nafas,terdengar ronchi hampir seluruh paru, tampak infiltrat alveolar.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstisial / area alveolar ditandai dengan sesak nafas (takipnea), cyanosis, nafas
cepat, tampak pucat, hasil AGD isi O2 menurun, PCO2 meningkat,PH menurun, PO2
menurun.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan masalah
pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil :
sesak nafas (-), ada perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan GDA
dalam rentang normal Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan
frekwensi/upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Intervensi:
a. Catat ada/tidaknya bunyi nafas tambahan seperti mengi, krekels.
Rasional :
Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit. Krekels
adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan
permeabilitas membrane alveolar – kapiler.Mengi adalah bukti konstriksi bronkus
dan/atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan mucus/edema.
b. Kaji adanya cyanosis
Rasional :
Penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi sebelum
sianosis.Sianosis sentral dari ‘’ organ ‘’ hangat contoh lidah, bibir, dan daun telinga,
adalah paling indikatif dari hipoksemia sistemik.Sianosis perifer kuku/ekstremitas
sehubungan dengan vasokontriksi.
c. Observasi kecendrungan tidur, apatis, tidak perhatian,gelisah, bingung, somnolen.
Rasional :
Dapat menunjukan berlanjutnya hipoksemia dan / atau asidosis
d. Auskultasi frekwensi jantung dan irama.
Rasional :
Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada miokardium, menghasilkan
berbagai distrimia
e. Berikan oksigen lembab dengan masker CPAP sesuai indikasi
Rasional :
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan tekanan jalan napas positif
continue.
f. Bantu dengan/ berikan tindakan IPPB
Rasional :
Meningkatkan ekspansi penuh paru untuk memperbaiki oksigenasi dan untuk
memberikan obat nebulizer kedalam jalan napas. Intubasi dan dukungan ventilasi
diberikan bila PaO2 kurang dari 60 mmHg dan tidak berespon terhadap peningkatan
oksigen murni (FIP2)
g. Awasi/ gambarkan seri AGD/ oksimetri nadi
Rasional :
Menunjukan ventilasi/oksigenasi dan status asam/basa.Digunakan sebagai dasar
evaluasi keektifan terapi atau indicator kebutuhan perubahan terapi.
h. Berikan obat sesuai indikasi spt antibiotika, steroid, diuretik.
Rasional :
Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar atau di buat untuk
memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi
fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam menurunkan inflamasi dan
meningkatkan produksi surfaktan.Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi
cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga
volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.
Diagnosa 2
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya tahanan jalan
nafas (edema interstisial) ditandai dengan dyspnea, ada perubahan frekwensi
nafas,terdengar ronchi hampir seluruh paru, tampak infiltrat alveolar.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan bersihan jalan
napas efektif.
Kriteria hasil :
jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ tidak ada ronchi.
Intervensi:
a. Catat perubahan upaya dan pola bernapas.
Rasional :
Pengguanaan otot intercostals/abdominal dan pelebaran nasal menunjukan
peningkatan upaya bernapas.
b. Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/ peningkatan fremitus.
Rasional :
Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema,
dan secret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat
meningkatkan fremitus.
c. Catat karakteristik bunyi napas
Rasional :
Bunyi napas menunjukan aliran udara melalui pohon trakeobronkial dan di pengaruhi
oleh adanya cairan, mucus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi dapat merupakan
bukti kontriksi bronkus atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan edema .ronki
dapat jelas tanpa batuk dan menunjukan pengumpulan mucus pada jalan napas.
d. Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai
kebutuhan.
Rasional :
Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila jalan napas pasien dipengaruhi
misalnya : gangguan tingkat kesadaran, sedasi, dan trauma maksilofasial
e. Kolaborasi : berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan kelembaban ruangan yang
tepat.
Rasional :
Kelembapan menghilangkan dan memobilisasi secret dan meningkatkan transport
oksigen.
f. Berikan Bronkodilator/ ekspektoran sesuai indikasi
Rasional :
Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas secret,
memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan secret.