Safrullah Amir
Indonesia merupakan negara industri baru dengan level pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Namun demikian, transisi dari negara berkembang menjadi negara maju menyisakan
tantangan tersendiri bagi Indonesia. Pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tak lepas dari
ekspansi negara-negara industri. Hal ini terlihat dari indeks dependensi Indonesia dalam
pengelolaan potensi sumber daya alamnya dengan dominasi faktor produksi dari luar. Hal ini
mengindikasikan kemajuan perekonomian suatu negara tidak selalu linear dengan indeks
tahun 2014 menempatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada urutan 110 di
Kesehatan merupakan faktor penting yang berkontribusi di dalamnya. Tak heran, dalam
menentukan maju berkembangnya suatu negara parameter Angka Kematian Ibu dan Bayi
turut disertakan. Oleh karena itu, upaya perbaikan Indeks Pembangunan Manusia harus
ketidakoptimalan dalam satu fase pertumbuhan akan menentukan keberhasilan pada fase
berikutnya. Ibu dengan status gizi kurang dalam masa kehamilannya berpotensi melahirkan
bayi dengan berat lahir rendah. Lebih lanjut, bayi dengan hambatan dalam proses
perkembangan otak akan menentukan intelegensia dan tingkat produktivitas seseorang pada
masa yang akan datang. Konsekuensi akhir dari problematika ini akan berimbas pada
economic lost, suatu keadaan dimana individu dengan masalah kesehatan berdampak pada
kerugian suatu negara. Kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat meningkatnya alokasi
anggaran untuk terapi dan medikasi. Di samping itu, individu dengan produktivitas yang
dan sensitif. Program spesifik merupakan intervensi yang dilaksanakan secara otonom oleh
pemantauan tumbuh kembang balita, imunisasi, dan kelas ibu hamil. Berbeda dengan
program sensitif yang dalam tatanan praktis beririsan langsung dengan kementerian atau
lembaga lain, misalnya ketahanan pangan, penyediaan sarana air bersih, jaminan kesehatan,
Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Program Nasinal
berjalan, nyatanya beban ganda masalah kesehatan masih terus menggerogoti Indonesia.
Beban ganda masalah kesehatan ini terlihat pada munculnya gizi kurang dan gizi lebih dalam
satu waktu. Gizi lebih terindikasi dengan terjadinya kenaikan berat badan melampaui ambang
batas normal, lazimnya diistilahkan sebagai obesitas. Sementara gizi kurang terjadi sebagai
manifestasi hambatan pertumbuhan akibat asupan zat gizi yang kurang memadai dalam
periode waktu yang cukup lama yang berimbas pada kenaikan berat dan tinggi badan yang
tidak adekuat. Begitu pula dengan penyakit infeksi dan non-infeksi yang juga muncul secara
simultan. Fenomena ini seakan menyiratkan makna bahwa paradigma kesehatan yang masih
berorientasi pada aspek kuratif (pengobatan) harus difokuskan kembali pada upaya prevensi.
Program perbaikan kesehatan melalui upaya preventif pada semua siklus kehidupan
dapat memastikan tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini sejalan
dengan mandat Sustainable Development Goals (SDGs) pada pilar ketiga yang bertujuan
mendorong tercapainya kesehatan dan kesejahteraan pada semua tingkatan usia. Akan tetapi,
fokus intervensi untuk memutus masalah kesehatan dalam siklus hidup bukanlah hal mudah.
Dibutuhkan pemahaman komprehensif dan pengkajian sistematis untuk memahami titik awal
pada fase janin dan bayi sehingga fokus intervensi diarahkan pada 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Namun jika ditelisik lebih mendalam, kondisi kesehatan ibu sebelum
simpul masalah sesungguhnya. Alternatif solusi melalui joint program antara Kementerian
Agama melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kementerian Kesehatan melalui
implementasi joint program KUA dan Puskesmas dapat diterjemahkan dalam Kursus Calon
Pengantin (SUSCATIN).
mengadopsi konten kesehatan. Hanya saja layanan kesehatan yang diberikan masih terbatas
pada penyuluhan kesehatan reproduksi dan vaksin tetanus. Selain itu, waktu yang
untuk seluruh item layanan tidak lebih dari 24 jam, dengan investasi waktu hanya 3 jam
untuk aspek kesehatan. Bahkan, dalam tatanan praktis pelayanan kesehatan terkadang belum
mampu merangkul praktisi kesehatan untuk terlibat secara langsung di dalamnya. Hal ini
sebagai konsekuensi belum adanya alur kolaborasi yang jelas antara KUA dengan institusi
terkait lainnya. Padahal SUSCATIN menjadi konsep strategis yang dapat menjembatani
kelompok paling ideal untuk diintervensi dalam siklus kehidupan menuju layanan kesehatan
kesehatan masyarakat. Asumsi ini menjadi landasan untuk menjalin interkoneksi KUA
dengan puskesmas. Substansi SUSCATIN tidak hanya dibatasi pada aspek keagamaan, tetapi
lebih siap menjalani peran sebagai ibu. Begitu pula dengan calon suami, melalui program ini
mampu memahami perannya dalam memberikan dukungan terhadap kesehatan istri dan calon
anaknya kelak.
Lebih lanjut, cakupan program kesehatan dalam SUSCATIN dapat difokuskan untuk
mengetahui kesehatan ibu secara umum, menegakkan secara dini penyakit yang berkorelasi
langsung dengan kehamilan, dan menetapkan risiko kehamilan. Upaya ini diharapkan dapat
menjamin kondisi ibu telah benar-benar siap menerima janin dengan mempertimbangkan
berbagai parameter seperti usia, status gizi, kondisi fisiologis, dan psikologis. Dalam ranah
kecemasan berlebihan sehingga faktor stres dapat terkendali dengan baik. Dengan demikian,
sinergi kesehatan dan agama dapat berimplikasi pada lebih siapnya pasangan suami istri
sebelum peristiwa kehamilan yang secara langsung akan memengaruhi kesehatan janinnya.
ibu dalam mengakses fasilitas kesehatan. Hal ini akan menjamin berjalan memadainya sistem
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dalam kesehatan. Melalui sistem KIE yang baik,
program pemerintah dalam semua siklus kehidupan akan terimplementasi dengan baik.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan cakupan imunisasi memberikan jaminan tumbuh
kapasitas dan daya saing bangsa. Tingkat intelegensia dan produktivitas adalah manifestasi
dari pertumbuhan yang optimal tahap demi tahap dalam siklus kehidupan. Indeks
Pembangunan Manusia akan meningkat seiring tercapainya derajat kesehatan yang baik.
Bukan hal mustahil, transisi demografi berupa terjadinya ledakan penduduk usia produktif
memberikan peluang bagi Indonesia untuk melahirkan generasi emas yang akan membawa
Indonesia menuju bangsa yang berkemajuan, berperadaban, dan berdaya saing tinggi.
Dalam upaya menjamin efektivitas dan keberlanjutan program, langkah awal dengan
memitigasi ego sektoral dianggap cukup tepat. Menyangkut distribusi informasi, perangkat
desa/kelurahan harus mengambil peran aktif dalam proses sosialisasi secara intensif. Lebih
jauh, untuk memastikan cakupan layanan menyeluruh, KUA perlu menetapkan regulasi
secara ketat dengan memprasyaratkan sertifikat SUSCATIN dalam penerbitan Buku Nikah.
Kepustakaan
Achadi, Endang Laksminingsih. (2014). Periode Kritis 1000 Hari Pertama Kehidupan dan
Dampak Jangka Panjang terhadap Kesehatan dan Fungsinya. Dipresentasikan pada
Kursus Penyegaran Ilmu Gizi. Yogyakarta: PERSAGI.
Anna, Lusia Kus. (1 Mei 2013). “Indonesia Hadapi Beban Ganda Penyakit”. Kompas.
http://lifestyle.kompas.com/read/2013/05/01/1149184/Indonesia.Hadapi.Beban.Ganda
.Penyakit. (12 September 2017).
Bozyk, Pawe. (2012). Globalization and the Transformation of Foreign Economic Policy.
Farnham: Ashgate Publishing.
Edelstein, Sari. (2015). Life Cycle Nutrition: An Evidence-Based Approach. Second Edition.
Massachusetts: Jones & Bartlett Learning.
Pem, Deki. (2015). Factors Affecting Early Childhood Growth and Development: Golden
1000 Days. Advanced Practices in Nursing, 1(1), 101.
Rasmussen, et al. (2016). Health and the Economy: The Impact of Wellness on Workforce
Productivity in Global Markets. A Report to the U.S. Chamber of Commerce’s Global
Initiative on Health and Economy. Melbourne: Victoria Institute of Strategic
Economic Studies.
Rosha, et al. (2016). Peran Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif dalam Perbaikan Masalah
Gizi Balita di Kota Bogor. Buletin Penelitian Kesehatan, 44(2), 127-138.
Sukamta. (18 Januari 2017). “Menimbang Ekspansi Ekonomi China di ASEAN”. Koran
Sindo. https://nasional.sindonews.com/read/1171946/18/menimbang-ekspansi-
ekonomi-china-di-asean-1484722393. (12 September 2017)
Uddin, Jamal dan Zakir Hossain. (2008). Predictors of Infant Mortality in a Developing
Country. Asian Journal of Epidemiology, 1–16.
United Nations. (2015). Sustainable Development Goals (SDGs). New York: United Nations
University Press. http://www.undp.org/content/undp/en/home/sustainable-
development-goals.html. (12 September 2017).
VCAA. (2017). Health And Human Development. Melbourne: Victorian Curriculum and
Assessment Authority.
Safrullah Amir
Kabupaten Pangkep menjadi tempat lahir, tumbuh-berkembang, dan jejak perjalanan
penulis menamatkan pendidikan dasar. Universitas Hasanuddin merupakan tempat pertama
penulis mengenyam pendidikan tinggi pada bidang keilmuan Gizi Kesehatan. Masih linear
dengan program studi Strata-1, pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang
magister Universitas Gadjah Mada dengan dukungan finansial dari LPDP. Sebelum akhirnya
melanjutkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada, penulis aktif dalam bidang penelitian
dan pengajaran dengan mengemban amanah sebagai koordinator praktikum di Laboratorium
Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Dalam bidang pengajaran,
penulis pernah merintis Lembaga Bimbingan Belajar ION Smart yang mewadahi siswa SD
hingga SMA dalam memaksimalkan potensi belajar mereka. Dalam kurun waktu 2012-2014,
bimbingan belajar ini telah melakukan ekspansi dengan menyelenggarakan program intensif
Tes Masuk PTN yang berusaha menjembatani peserta didik menuju perguruan tinggi impian.