Anda di halaman 1dari 4

Tumbuh dan berkembangnya suatu kesenian, di dalam dinamika sosial

budaya masyarakat menghadapi perkembangan jaman, akan sangat tergantung

pada kreator seni atau seniman dan juga apresiasi masyarakat pendukungnya.

Menurut berbagai catatan, masyarakat Jawa Barat yang nota bene umumnya

berbasiskan budaya Sunda, memiliki kurang lebih 300 jenis kesenian yang tersebar di

berbagai kota/kabupaten. Dari kurang lebih 300 jenis kesenian yang pernah hidup itu

diantaranya ada yang sedang dalam kondisi “sekarat awal”, “sekarat akhir” atau

bahkan ada yang sudah hilang sama sekali. Pasang surut itu dilatarbelakangi oleh

berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Karena karya seni berasal dari “rahim

budaya suatu masyarakat baik langsung maupun tidak langsung”, maka perubahan,

pasang surut dan tenggelamnya karya seni itu bergantung dari perubahan, pasang

surut dan tenggelamnya ciri-ciri budaya kelompok masyarakat bersangkutan.

Dengan demikian pula seni tidak bisa sekedar dipandang sebagai L’art pour l’art atau

seni untuk seni tetapi seni untuk pelestarian nilai budaya bangsa, bahkan dalam

bentuknya yang lain, kesenian (terutama seni tradisional) dapat dijadikan sebagai alat

ketahanan budaya bangsa.

Mengenal suatu tradisi kesenian pada masyarakat Sunda, akan berkaitan

dengan pengenalan jenis-jenis seni, persebaran dan wilayah masyarakat pengguna,

asal-usul dan sejarah perkembangannya, bentuk pertunjukkannya, alat-alat musik

yang dipergunakannya, jenis-jenis lagu yang dimiliki, dan juga lingkungan


masyarakat tempat berbagai jenis kesenian tersebut tumbuh dan berkembang.

Termasuk mengetahui kreatifitas masyarakat dalam menumbuhkembangkan

berbagai jenis kesenian tersebut.

Tradisi Seni dan Karya Seni

Manusia pada umumnya dan seorang seniman pada khususnya dilahirkan

pada lingkungan yang telah hidup suatu budaya yang di dalamnya terdapat apa

yang dinamai “seni masyarakat setempat” (seni tradisi atau seni daerah). Secara sadar

dalam perkembangan adaptasinya terhadap lingkungan sosial budayanya, individu

termasuk seniman tersebut mulai belajar menghayati dan memahami apa yang

disebut seni oleh masyarakatnya. Penyesuaian atau conditioning ini akan

menyebabkan mereka menyadari apa dan bagaimana seni itu. Dalam hal ini mereka

belajar dari tradisi seni masyarakatnya, mengapresiasinya sehingga seni kadang tidak

sekadar sebagai “barang tontonan” tetapi sekaligus sebagai “seperangkat tuntunan”

atau sistem nilai budaya.

Menurut PiÖtr Sztompka (2004) bahwa tradisi dalam pengertian sempit berarti

bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja yakni yang tetap

bertahan hidup di masa kini, yang masih kuat ikatannya dengan kehidupan lalu.

Dilihat dari aspek benda material yang menunjukkan dan mengingatkan kaitan

khususnya dengan kehidupan masa lalu. Kemunculan tradisi melalui dua cara yaitu ;

pertama, muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan
kadang tidak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak (istilah untuk tradisi ini

adalah the litlle tradition atau tradisi kecil atau tradisi rakyat), kedua, muncul dari atas

melalui mekanisme paksaaan dari penguasa, raja dan sebagainya (istilah untuk tradisi

ini adalah the great tradition atau tradisi agung atau tradisi klasik).

Tradisi seni merupakan sekumpulan warisan mengenai apa dan bagaimana

seni itu berdasarkan pemahaman masyarakatnya. Kumpulan warisan seni dapat

dipelajari lewat pemahaman sejarah seni dan penghayatan langsung berbagai karya

seni warisan tersebut. Meskipun kekayaan warisan karya seni tetap yang itu-itu juga,

setiap generasi akan memilih karya mana saja yang “benar-benar bernilai seni”.

Sebuah karya seni yang pada generasi sebelumnya tidak begitu dihargai sebagai

karya seni yang bermutu, pada generasi berikutnya bisa saja justru dianggap karya

seni bernilai unggul. Jadi tidak semua warisan karya seni suatu masyarakat akan

dengan sendirinya disebut dan dihargai sebagai ‘tradisi’-nya. Tradisi seni merupakan

tradisi terpilih, tradisi selektif berdasarkan penghargaan nilai-nilai seni suatu generasi.

Karya seni dalam masyarakat terdiri dari tiga kategori dilihat dari proses

penciptaannya :

1. Karya seni yang setia pada nilai-nilai tradisi. Karya seni yang dianggap lazim

oleh kalangan masyarakatnya.


2. Karya seni yang bersifat tradisi tetapi sudah muncul sikap kritis. Karya seni

yang memunculkan secara kritis nilai-niai tradisi masyarakat yang tidak

begitu banyak diketahui oleh khalayak. Karya demikian memiliki nilai lebih,

karena menunjukkan nilai-nilai baru dari sebuah tradisi.

3. Karya seni yang sama sekali menolak tradisi. Karya seni semacam ini dalam

banyak hal bertolak belakang dengan tradisi dan nilai-nilai seni yang

selama ini dijunjung tinggi masyarakatnya. Kalau nilai-nilai seni yang

diajarkan ini benar-benar “otentik”, maka ia akan dihargai sebagai karya

agung dalam tradisi. Karya demikian itu merupakan “pohon” baru dalam

khazanah “hutan tradisi seni” dan budaya masyarakatnya.

EPILOG

mengenal seni tradisional tidak berarti kita harus terjebak pada ideologis tradisionalisme buta.
Agaknya sikap ideologi yang paling pantas terhadap tradisi khususnya tradisi seni (tradisional)
adalah tradisi tang berpandangan kritis terhadap tradisionalisme itu sendiri. Pandangan kritis
dimaksud adalah bersikap analitis dan skeptis terhadap manfaat dan mudharatnya tradisi di
setiap kasus konkret, dengan memerhatikan kadar dan lingkungan historis pengaruhnya. Sikap
semacam ini menghindarkan diri dari taklid buta terhadap tradisi secara dogmatis dengan tidak
mengabaikan peran tradisi termasuk seni tradisi yang menguntungkan.

Anda mungkin juga menyukai