pada kreator seni atau seniman dan juga apresiasi masyarakat pendukungnya.
Menurut berbagai catatan, masyarakat Jawa Barat yang nota bene umumnya
berbasiskan budaya Sunda, memiliki kurang lebih 300 jenis kesenian yang tersebar di
berbagai kota/kabupaten. Dari kurang lebih 300 jenis kesenian yang pernah hidup itu
diantaranya ada yang sedang dalam kondisi “sekarat awal”, “sekarat akhir” atau
bahkan ada yang sudah hilang sama sekali. Pasang surut itu dilatarbelakangi oleh
berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Karena karya seni berasal dari “rahim
budaya suatu masyarakat baik langsung maupun tidak langsung”, maka perubahan,
pasang surut dan tenggelamnya karya seni itu bergantung dari perubahan, pasang
Dengan demikian pula seni tidak bisa sekedar dipandang sebagai L’art pour l’art atau
seni untuk seni tetapi seni untuk pelestarian nilai budaya bangsa, bahkan dalam
bentuknya yang lain, kesenian (terutama seni tradisional) dapat dijadikan sebagai alat
pada lingkungan yang telah hidup suatu budaya yang di dalamnya terdapat apa
yang dinamai “seni masyarakat setempat” (seni tradisi atau seni daerah). Secara sadar
termasuk seniman tersebut mulai belajar menghayati dan memahami apa yang
menyebabkan mereka menyadari apa dan bagaimana seni itu. Dalam hal ini mereka
belajar dari tradisi seni masyarakatnya, mengapresiasinya sehingga seni kadang tidak
Menurut PiÖtr Sztompka (2004) bahwa tradisi dalam pengertian sempit berarti
bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja yakni yang tetap
bertahan hidup di masa kini, yang masih kuat ikatannya dengan kehidupan lalu.
Dilihat dari aspek benda material yang menunjukkan dan mengingatkan kaitan
khususnya dengan kehidupan masa lalu. Kemunculan tradisi melalui dua cara yaitu ;
pertama, muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan
kadang tidak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak (istilah untuk tradisi ini
adalah the litlle tradition atau tradisi kecil atau tradisi rakyat), kedua, muncul dari atas
melalui mekanisme paksaaan dari penguasa, raja dan sebagainya (istilah untuk tradisi
ini adalah the great tradition atau tradisi agung atau tradisi klasik).
dipelajari lewat pemahaman sejarah seni dan penghayatan langsung berbagai karya
seni warisan tersebut. Meskipun kekayaan warisan karya seni tetap yang itu-itu juga,
setiap generasi akan memilih karya mana saja yang “benar-benar bernilai seni”.
Sebuah karya seni yang pada generasi sebelumnya tidak begitu dihargai sebagai
karya seni yang bermutu, pada generasi berikutnya bisa saja justru dianggap karya
seni bernilai unggul. Jadi tidak semua warisan karya seni suatu masyarakat akan
dengan sendirinya disebut dan dihargai sebagai ‘tradisi’-nya. Tradisi seni merupakan
tradisi terpilih, tradisi selektif berdasarkan penghargaan nilai-nilai seni suatu generasi.
Karya seni dalam masyarakat terdiri dari tiga kategori dilihat dari proses
penciptaannya :
1. Karya seni yang setia pada nilai-nilai tradisi. Karya seni yang dianggap lazim
begitu banyak diketahui oleh khalayak. Karya demikian memiliki nilai lebih,
3. Karya seni yang sama sekali menolak tradisi. Karya seni semacam ini dalam
banyak hal bertolak belakang dengan tradisi dan nilai-nilai seni yang
agung dalam tradisi. Karya demikian itu merupakan “pohon” baru dalam
EPILOG
mengenal seni tradisional tidak berarti kita harus terjebak pada ideologis tradisionalisme buta.
Agaknya sikap ideologi yang paling pantas terhadap tradisi khususnya tradisi seni (tradisional)
adalah tradisi tang berpandangan kritis terhadap tradisionalisme itu sendiri. Pandangan kritis
dimaksud adalah bersikap analitis dan skeptis terhadap manfaat dan mudharatnya tradisi di
setiap kasus konkret, dengan memerhatikan kadar dan lingkungan historis pengaruhnya. Sikap
semacam ini menghindarkan diri dari taklid buta terhadap tradisi secara dogmatis dengan tidak
mengabaikan peran tradisi termasuk seni tradisi yang menguntungkan.