Anda di halaman 1dari 5

Laporan kasus: fistel kolon sigmoid dengan abses tubo-ovarium

Abstrak

Pendahuluan: abses tubo-ovarium menandakan suatu inflamasi yang menyebabkan


perlengketan antara organ pelvis termasuk tuba falopi dan ovarium sehingga menjadi suat
massa yang dapat teraba dari luar, yang merupakan suatu proses penyakit inflamasi pelvis.
Pembentukan fistel antara kolon sigmoid dengan organ pelvis lainnya seperti kandung
kemih, uterus, dan ovarium paling sering disebabkan karena kanker kolorektal ataupun
diverticulitis. Namun, kasus dimana abses tubo-ovarium yang kemudian menyebabkan
suatu fistel kolon sigmoid sangatlah jarang ditemukan.
Laporan kasus: saat ini kami akan mempresentasikan kasus dimana terjadi fistel sigmoid
yang disebabkan adanya abses tubo-ovarium. Perempuan berusia 46 tahun yang berada
dalam proses premenopause masuk rumah sakit dengan nyeri perut bawah yang dirasakan
sejak dua minggu lalu. Pasien pernah mendapatkan terapi antibiotic dengan dugaan
penyakit inflamasi pelvis di klinik local sebelum masuk ke rumah sakit, tapi keluhan tidak
membaik. Pemeriksaan pelvis menunjukkan nyeri tekan hebat pada kedua regio adneksa
namun pemeriksaan colok dubur tidak memberikan hasil yang berarti. CT-Scan
menunjukan penyakit inflamasi pelvis yaitu abses tubo-ovarium bilateral dengan abses
berisi udara di kantong rectovaginal sehingga memungkinkan terjadinya fistel kolon
sigmoid. Selama pembedahan, kompleks inflamasi tubo-ovarium dan abses di kantong
rectovaginal dilihat berdampingan dengan kolon sigmoid. Histerektomi total,
salpingoforektomi bilateral, dan reseksi kolon sigmoid yang terdapat fistel dilakukan
dengan anastomosis primer.
Kesimpulan: kasus ini menunjukkan suatu tipe yang tidak biasa dari fistel kolon sigmoid
yang disebabkan oleh abses tubo-ovarium dan menjelaskan tentang terapi pembedahannya.
Pendahuluan
Abses tubo-ovarium merupakan suatu kondisi inflamasi kronis yang disebabkan gangguan
dari penyakit inflamasi pelvis atau infeksi sekitar seperti apendisitis. Terapi medis
menggunakan kombinasi antibiotic merupakan terapi utama. Tidak adanya terapi medis
dapat mengakibatkan terjadinya rupture ke kavum abdomen, yang dimana membutuhkan
terapi emergensi. Namun, pembentukan fistel merupakan komplikasi yang sangat jarang
dari abses tubo-ovarium. Fistel kandung kemih, rectum dan kolon sigmoid telah dilaporkan
pernah terjadi akibat abses tubo-ovarium. Disini kami akan mempresentasikan kasus fistel
sigmoid yang disebabkan oleh abses tubo-ovarium.

Laporan kasus
Seorang wanita umur 46 tahun yang sedang dalam proses premenopause dengan riwayat
gravid 2 para 2 masuk ke unit gawat darurat dengan keluhan utama nyeri perut bawah.
Pasien ini tidak memiliki riwayat penyakit spesifik termasuk pembedahan dan mengatakan
keluhannya telah dirasakan sejak dua minggu lalu. Pasien sebelumnya pergi ke klinik local.
Dengan curiga suatu penyakit inflamasi pelvis, pasien mendapatkan analgesic untuk control
nyeri dan antibiotic selama seminggu. Nyeri sementara berkurang. Tidak didapatkan
perbaikan saat pasien tinggal di rumah sakit, sehingga pasien dialihkan ke departemen
obstetri dan ginekologi. Tanda-tanda vital ketika pasien masuk rumah sakit yaitu tekanan
darah 120/85mmHg, suhu 37.50C, nadi 92x/i, dan nafas 18x/i. perut bawah dirasakan nyeri
tekan dan tidak didapatkan tanda iritasi peritoneum. Pemeriksaan pelvis menunjukkan nyeri
tekan berat di daerah regio adeksa, namun pemeriksaan colok dubur tidak memberikan
makna. Pemeriksaan laboratorium berada dalam batas normal kecuali jumlah sel darah
putih yaitu 19.500/uL. Tidak didapatkan penemuan spesifik dari foto rontgen dada dan
abdomen. CT-Scan abdominopelvic menunjukkan adanya penyakit inflamasi pelvis berupa
abses tubo-ovarium dan sebuah abses berisi udara di kantong rectovaginal yang
mengindikasikan fistel kolon sigmoid. Kolonoskopi mengindikasikan adanya perubahan
mukosa yang mengeras di sekitar 7-20 cm dari anus. Meskipun tidak didapatkan adanya
fistel yang definitif, terdapat pus di kolon rectosigmoid. Dengan diagnosis fistel sigmoid
dan abses tubo-ovarium, pembedahan elektif pun dilakukan. Dalam pembedahan, komplek
inflamasi tubo-ovarium dan kavitas abses di kantong rectovaginal yang berdampingan
dengan kolon sigmoid di perlihatkan, sementara perlengketan omentum dan usus halus juga
didapatkan di kavitas abses. Setelah kolon, omentum, dan usus halus didiseksi dari kavitas
abses dan pus di kuras, histerektomi total, salpingooforektomi bilateral, dan reseksi kolon
sigmoid yang terjadi fistel dengan anastomosis primer dilakukan. Setelah pembedahan,
fistel kemudian didapatkan pada specimen yang memang tidak dapat dideteksi pada saat
sebelum pembedahan. Setelah pembedahan, pasien tidak memiliki masalah berarti dan
kemudian dipulangkan sepuluh hari kemudian

Diskusi
Penyakit inflamasi pelvis sangatlah umum ditemukan namun beberapa diferensial diagnosis
lain yang membutuhkan pembedahan seperti apendisitis sangatlah penting karena terapi
optimal yang bervariasi tergantun kondisi penyakit. Penyakit inflamasi pelvis adalah
penyakit infesi yang terjadi karena adanya infeksi asendens dari traktus genitalia bawah ke
tuba falopi dan kavum peritoneum. Terapi utamanya masih bersifat medis, namun resistensi
terhadap terapi medis atau penyebaran inflamasi seperti apendisitis, pembedahan adneksa
dan operasi sesar dapat menyebabkan abses tubo-ovarium. Meskipun antibiotic untuk
organisme gram negative yang dikombinasikan dengan klindamisin atau metronidazole
direkomendasikan untun penanganan abses tubo-ovarium, kegagalan terapi medis dapat
menyebabkan rupturnya abses ke dalam kavum peritoneum, yang merupakan salah satu
komplikasi paling bebahaya karena dapat terjadi sepsis dan kematian. Terapi pembedahan
emergensi perlu dilakukan pada kasus ini. Pembentukan fistel di organ sekitar merupakan
suatu komplikasi yang jarang terjadi karena abses tubo-ovarium, tapi dapat terjadi jika
berlangsung kronis dan tidak membutuhkan pembedahan emergensi.
Mekanisme terjadinya fistel hingga saat ini belum dapat ditentukan dengan jelas, namum
mekanisme pertahanan dari penyebaran inflamasi ke dalam kavum abdomen dapat menjadi
petunjuk dari pathogenesis fistel. Dengan beberapa organ seperti usus halus, kolon sigmoid
dan omentum yang memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya penyebaran
inflamasi ke dalam kavum abdomen dengan perlengketan pada pelvis, abses ovarium dan
pelvis dapat dipertahakan dan tidak rupture ke dalam kavum abdomen. Oleh karena itu,
pada kasus dimana terapi antibiotik tidak efektif dan abses tidak rupture ke kavum
abdomen, inflamasi ini dapat menginvasi ke daerah lain seperti ruang preperitoneum
sehingga terbentuk abses di dinding abdomen atau organ sekitar seperti kandung kemih,
rectum kolon sigmoid dan menyebabkan tejadinya fistel seperti yang terjadi pada kasus ini.
Oleh karena itu, mengelilingi pelvis yang terinflamasi menggunakan usus halus, kolon
sigmoid dan omentum merupakan suatu mekanisme pertahana namun dapat juga menjadi
factor pemicu terbentuknya fistel di organ pelvis.
Nyeri perut merupakan gejala utama dari fistel yang terbentuk karena abses tubo-ovarium,
yang dapat membaik jika terjadi drainase pus ke dalam kolon sigmoid atau kandung kemih.
Tergantung dari organ terbentuknya fistel, kencing nanah ato diare purulent juga dapat
terjadi, dan gejala ini merupakan tanda patognomonik dari pasien dengan abses tubo-
ovarium yang disertai pembentukan fistel.
Diagnosis dari abses tubo-ovarium didapatkan dari pemeriksaan radiologic. Ultrasonografi
transvaginal merupakan pemeriksaan radiologi pertama yang dapat dilakukan karena
memberikan gambaran resolusi tinggi dan tidak mengandung radiasi, namun interpretasinya
dapat beragam tergantung praktisinya. Jika hasil ultrasonografi tidak jelas atau terdapat
kecurigaan ke arah malignansi, CT-Scan merupakan modalitas yang lebih diperlukan.
Namun, dalam menemukan pembukaan atau suatu fistel dengan menggunakan CT-Scan
sulit dilakukan. Oleh karena itu, untuk mendeteksi adanya suatu fistel, pemeriksaan MRI
menggunakan kontras dan kolonoskopi bersifat lebih berguna. Pada kasus ini,
ultrasonografi dilakukan di klinik local, tapi hasilnya tidak dibawa saat masuk ke rumah
sakit. meskipun CT-Scan mengindikasikan dicurigai adanya lesi fistel dari kolon sigmoid,
kolonoskopi tetap harus dilakukan untuk menentukan terbentuknya fistel pada kolon
sigmoid. Abses tubo-ovarium yang disebabkan karena divertikel kolon juga dapat
diperhitungkan dalam penentan diagnosis karena diverticulitis merupakan salah satu
etiologi terjadinya abses tubo-ovarium. Namun, tidak didapatkan bukti diverticulitis pada
pemeriksaan CT-Scan; dan pada akhirnya, pada pembedahan dan pada specimen
pembedahan, dapat mengkofirmasi diagnosis fistel colon sigmoid yang disebabkan oleh
abses tubo-ovarium.
Terapi pembedahan dari abses tubo-ovarium dapat dilakukan dengan drainase dan
salpingoooforektomi unilateral hingga histerektomi total dan salfingoooforektomi bilateral,
tapi pada kasus terjadinya fistel, terapi pembedahan yang optimal belum ditentukan.
Penutupan fistel dengan menggunakan penjahitan juga tanpa melakukan reseksi kolon juga
dapat dilakukan, namun reseksi kolon yang terjadi fistel juga dapat dilakukan. Pembedahan
reseksi kolon membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan menutup fistel
dengan penjahitan, namun ketika penjahitan fistel tidak dapat dilakukan karena inflamasi
berat, maka reseksi kolon merupakan pilih yang tepat, hal ini juga didapatkan pada kasus
ini, juga ketika kondisi pasien tidak stabil, maka tindakan Hartmann dapat dilakukan.
Namun pembedahan sekunder untuk fistel dapat mengakibatkan terjadinya risiko efek
samping dari anastesi umum dan morbiditas setelah pembedahan, khususnya pada lanjut
usia. Oleh karena itu, terapi pembedahan yang optimal untu fistel harus dipertimbangkan
sesuai individu masing-masing.

Kesimpulan
Fistel kolon sigmoid akibat dari abses tubo-ovarium sangatlah jarang ditemukan sehingga
terapi pembedahan yang optimal belum ditentukan. diagnosis preoperative yang tepat
waktu dan terapi pembedahan harus dilakukan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas.

Anda mungkin juga menyukai