Anda di halaman 1dari 9

DISTILASI CRUDE ETANOL

UNTUK MEMPEROLEH BIOETANOL FUEL GRADE

Sri Rahayu Gusmarwani,


Jurusan Teknik Kimia
Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Jl. Kalisahak 28 Kompleks Balapan Yogyakarta
gusmarwani@gmail.com

Abstrak
Bioetanol fuel grade adalah alkohol murni yang bebas air (anhydrous alcohol) dan berkadar lebih
dari 96 %. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam proses pemurnian bioetanol fuel grade
adalah distilasi ekstraktif. Metode distilasi ekstraktif merupakan salah satu metode distilasi yang
menggunakan pelarut untuk memperbesar volatilitas relatif. Pelarut yang digunakan bersifat
nonvolatile, memiliki titik didih tinggi dan dapat bercampur dengan larutan, namun tidak
merupakan campuran azeotrop.
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendingin radiator yang berbahan aktif dietilen
glikol. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bioetanol fuel grade dengan cara distilasi
ekstraktif dalam satu kolom distilasi berpacking yang dilengkapi dengan pengatur refluk. Umpan
yang berupa campuran crude etanol dan pendingin radiator dimasukkan dalam labu distilasi.
Variasi campuran crude ethanol-solvent (ml:ml) dilakukan dengan perbandingan sebesar 390:10,
375:25, 350:50, 300:100, 250:150, dan 200:200. Selanjutnya campuran ini didistilasi dan uap
ditampung dalam erlenmeyer yang dilengkapi dengan pendingin es hingga tidak ada lagi cairan
yang menetes.
Distilat yang diperoleh dianalisis kadar etanolnya menggunakan piknometer. Pengamatan yang
dilakukan menunjukkan hasil kadar etanol tertinggi sebesar 99,29% dengan berat jenis sebesar
0,79151 gr/ml diperoleh saat penambahan pelarut sebanyak sebanyak 50 ml atau perbandingan
crude etanol-solven sebesar 350-50.

Kata kunci : bioetanol fuel grade, azeotrop, distilasi ekstraktif, dietilen glikol

1. Pendahuluan Di Indonesia, kebutuhan energi alternatif untuk


transportasi juga didorong oleh kenyataan bahwa
Ketersediaan energi adalah syarat mutlak produksi dan impor BBM menunjukkan kenaikan.
khususnya dalam pelaksanaan pembangunan nasional Sebagai contoh pada tahun 2001, produksi bensin
baik pada saat ini maupun pada masa yang akan mencapai 14,60 miliar liter dan impor mencapai
datang, guna menjamin pemenuhan pasokan energi 12,18 miliar liter, yang berarti kenaikan produksi
yang merupakan tantangan utama bagi bangsa sebesar 13,72 miliar liter dan impor 11,73 miliar liter
Indonesia. Cadangan energi fosil tidak akan kekal dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan
karena persediaan energi fosil akan habis jika di energi alternatif untuk sektor transportasi jangka
eksploitasi secara berlebihan. Oleh karena itu, harus panjang merupakan tugas paling penting dari
dilakukan antisipasi dengan berbagai upaya untuk masyarakat di tahun-tahun mendatang. Salah satu
mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil energi alternatif yang perlu dikembangkan adalah
tersebut. Energi fosil saat ini harus segera digantikan bahan bakar bioetanol yang diproses dari sumber
dengan energi pengganti yang bersifat terbarukan, yang dapat diperbaharui. Bioetanol menarik untuk
ramah lingkungan dan berkelanjutan, mengingat dikembangkan karena sesuai untuk dicampur dengan
cadangan sumber energi fosil tersebut semakin bensin pada perbandingan berapapun dan dengan
menipis. modifikasi mesin. Karena bioetanol diproduksi dari
Fakta menunjukkan konsumsi energi terus sumber yang dapat diperbaharui, maka proses yang
meningkat seiring dengan kenaikan mobilitas berkelanjutan akan dapat dilakukan (Sediawan, dkk,
manusia dan barang. Sehingga, cepat atau lambat 2007).
energi fosil tidak akan mampu memenuhi kenaikan Bioetanol mempunyai peranan yang sangat
permintaan (Soerawidjaya, 2009). penting, karena merupakan bahan bakar cair untuk

1026
kendaraan bermotor yang dapat diperbaharui Senyawa selulosa tersebut memiliki potensi untuk
(Demirbas, 2005). diproses menjadi etanol. Jeewon (1997) membuat
Adanya kerugian dikarenakan pemakaian energi etanol dari lignoselulosa yang terdapat pada kayu
fosil, perhatian pada efek rumah kaca yang keras, kayu lunak, rumput-rumputan, dan limbah
disebabkan pemakaian bahan bakar minyak yang pertanian. Sedangkan Gusmarwani dkk., (2009) telah
terus menerus, membuat bioetanol lebih menarik. melakukan uji selulosa terhadap bonggol pisang
Menurut para ilmuwan, adanya pemanasan global dengan hasil kadar hemiselulosa dan selulosa dalam
disebabkan oleh emisi CO2 yang berlebihan yang bonggol pisang masing-masing adalah 43,49% dan
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dapat 15,4% yang mengindikasikan bahwa bonggol pisang
menyebabkan banyak dampak serius bagi berpotensi untuk diolah menjadi bioetanol.
masyarakat. Hal ini merupakan alasan mengapa Bioetanol dapat dibuat dari biomassa berbasis
pengukuran emisi gas CO2 harus dilakukan, karena pati atau berbasis lignoselulosa. Lignoselulosa
CO2 merupakan gas yang paling berperan dalam efek merupakan senyawa polisakarida yang terdiri atas
gas rumah kaca. Selain itu protokol Kyoto yang selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa
ditandatangani oleh beberapa negara industri merupakan senyawa polimer dari glukosa yang
memutuskan emisi CO2 pada tahun 2008-2012 harus memiliki gugus ikatan C yang berbeda dengan pati.
turun hingga 5,2% dari emisi pada tahun 1990-an Ikatan polimer selulosa terjadi pada gugus C-beta,
(Sediawan, dkk., 2007). sedangkan pati memiliki ikatan polimer pada gugus
Tidak seperti bensin, bioetanol merupakan bahan C-alfa (Wertheim dan Jeskey, 1956). Hemiselulosa
bakar oksigenat yang mengandung 35% oksigen yang merupakan ikatan polimer heterogen dari
dapat mereduksi partikulat dan emisi NOx dari hasil polisakarida, monomernya dapat berupa glukosa,
pembakaran (Demirbas, 2005). manosa, galaktose, xilosa, dan arabinosa. Manosa dan
Bioetanol merupakan salah satu energi alternatif glukosa merupakan komposisi dari hemiselulosa yang
yang lebih ekonomis daripada bensin (tanpa subsidi). paling banyak ditemukan pada kayu lunak, sedangkan
Nilai ekonomis dari produksi bioetanol ini xilosa ditemukan sangat banyak pada kayu keras.
disebabkan proses produksinya relatif murah dan Susunan ikatan pada hemiselulosa lebih mudah
sederhana melalui fermentasi dengan bantuan dipecah pada proses hidrolisis daripada susunan
mikroorganisme. Selain itu sumber bahan baku dapat ikatan pada selulosa (Palmqvist dan Hahn-Hagerdal,
diproduksi secara terus menerus dan dapat 2000).
diperbaharui melalui pembudidayaan tanaman yang Menurut Badger (2002) terdapat dua jenis
menghasilkan pati (Chalim, dkk., 2005). proses hidrolisis yang dapat dijalankan, yaitu
Greer (2005) menyatakan bahwa bioetanol dapat hidrolisis enzim dan hidrolisis kimiawi. Proses
digunakan sebagai substitusi sebagian ataupun hidrolisis kimiawi memiliki banyak keuntungan, yaitu
keseluruhan bahan bakar bensin. Pencampuran biaya yang dibutuhkan relatif murah, karena harga
bioetanol dengan bensin dapat menaikkan angka bahan kimia yang dipakai lebih murah dibandingkan
oktan pada bahan bakar itu. Bensin memiliki angka harga enzim. Selain itu, proses hidrolisis enzim
oktan kurang dari 90. Penambahan etanol ke dalam membutuhkan waktu berhari-hari sedangkan
bensin sebanyak 10% akan menaikkan angka oktan hidrolisis kimiawi hanya memerlukan waktu yang
pada kisaran angka 110. Sedangkan etanol murni relatif lebih cepat (Taherzadeh dkk., 1997, Palmqvist
memiliki angka oktan 112 (Wheals dkk., 1999). Efek dan Hahn-Hagerdal, 2000).
samping penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar Bahan kimia yang dapat dipakai untuk
akan menimbulkan gas berbahaya hasil pembakaran memecah rantai polimer pada selulosa dan
yang relatif lebih rendah daripada penggunaan bensin hemiselulosa adalah larutan asam, baik itu larutan
sebagai bahan bakar. asam pekat ataupun larutan asam encer. Larutan asam
Meskipun bioetanol dapat dibuat dari biomassa yang dapat digunakan ialah asam sulfat dan asam
berbasis pati, tetapi pati umumnya dimanfaatkan klorida. Larutan asam pekat sudah lama dipakai untuk
sebagai makanan atau pakan, sehingga proses hidrolisis ini, hasil monomer gula yang didapat
pemanfaatannya sebagai bahan baku bioetanol dapat sangat tinggi sehingga etanol yang dihasilkan juga
mengganggu penyediaan makanan atau pakan banyak, tetapi penggunaan asam pekat pada proses ini
(Sediawan, dkk., 2009). Taherzadeh dkk. (1997) menyebabkan terjadinya korosi tingkat tinggi pada
mengidentifikasi dan mendapatkan komposisi bahan material yang dipakai. Disain peralatan untuk
kandungan selulosa dan hemiselulosa pada pohon- penggunaan asam pekat menjadi spesial dan mahal,
pohon Alder, Aspen, Birch, Pine, Spruce, dan Willow.

1027
seperti keramik atau material dilapisi dengan karbon mikroorganisme tunggal yang dapat mengubah
(Taherzadeh, 1999). lignoselulosa menjadi etanol.
Menurut Philipp (1984) mekanisme reaksi Gusmarwani dan Budi, (2011), melaporkan
hidrolisis didahului oleh ion H+ yang berasal dari mengenai penggunaan basa untuk proses detoksifikasi
katalisator menyerang selulosa. Dengan masuknya yang dilakukan sebelum proses fermentasi hidrolisat
ion H+ tersebut maka struktur selulosa menjadi tidak bonggol pisang, memberikan hasil dari 0,2689% jika
stabil sehingga akan memudahkan selulosa bereaksi fermentasi dilakukan tanpa detoksifikasi, menjadi
dengan air (H2O). Proses hidrolisis lignoselulosa 2.3107% jika detoksifikasi dilakukan dengan NaOH
dengan asam encer pernah dicobakan pada proses dan 7.3847% jika detoksifikasi dilakukan dengan
Scholler dalam reaktor tangki berpengaduk dengan Ca(OH)2.
kondisi operasi; konsentrasi asam sulfat 0,5 %, Distilasi ekstraktif didefinisikan sebagai
tekanan 11-12 bar dan selama 45 menit. Hemiselulosa distilasi dengan penambahan bahan lain yang
sebanyak 80 % w/w dapat terhidrolisis pada suhu di mempunyai titik didih lebih tinggi, komponen yang
bawah 2000C tetapi konversi maksimal dicapai pada relatif non-volatile, suatu pelarut yang tidak
suhu di atas 2200C (Taherzadeh, dkk., 2003). Proses membentuk azeotrop dengan komponen lain dalam
hidrolisis pada suhu di atas 2200C juga campuran. Metode ini digunakan untuk campuran
mengakibatkan terbentuknya senyawa racun bagi memiliki dengan nilai volatilitas mendekati
pertumbuhan mikroorganisme di dalam proses kesatuan. Campuran tersebut tidak dapat dipisahkan
fermentasi. Senyawa-senyawa kimia yang bersifat dengan penyulingan sederhana, karena volatilitas dari
racun tersebut ialah jenis senyawa asam karboksilat, dua komponen dalam campuran hampir sama,
senyawa furan dan senyawa fenol. membuat mereka menguap pada suhu yang sama
Senyawa asam karbosilat yang dihasilkan pada tingkat yang sama, sehingga distilasi normal
terdiri dari asam asetat, asam format dan asam tidak praktis untuk dilakukan (Anonim, 2008).
levulinat. Asam levulinat dan asam asetat dibentuk Metode penyulingan ekstraktif menggunakan
sebagai akibat degradasi lanjut dari 5-hidroksi penambahan pelarut, yang umumnya nonvolatile,
metilfurfural (HMF), sedangkan asam format memiliki titik didih tinggi dan miscible dengan
dibentuk dari degradasi grup metil pada hemiselulosa. campuran, namun tidak merupakan campuran
Batas konsentrasi dari ketiga jenis asam di atas adalah azeotrop. Interaksi pelarut yang berbeda dengan
1 g/L. Furfural dan HMF merupakan senyawa furan komponen lain dalam campuran sehingga
yang banyak ditemukan sebagai hasil samping dari menyebabkan volatilitas relatif mereka juga
reaksi hidrolisis lignoselulosa dengan asam encer berubah. Hal ini memungkinkan campuran tiga
(Taherzadeh, 2003). Kedua senyawa tersebut bagian baru yang dapat dipisahkan oleh distilasi
merupakan hasil dekomposisi pentosa dan hexosa. normal. Komponen asli dengan volatilitas terbesar
Furfural memiliki sifat racun yang lebih kuat daripada akan keluar sebagai produk atas. Produk bawah
senyawa lainnya, karena secara nyata keberadaan terdiri dari campuran pelarut dan komponen lainnya,
furfural (> 0,2 %) dapat menghambat pertumbuhan yang dapat dipisahkan dengan mudah karena pelarut
ragi, menurukan evolusi CO2 dan pelipatgandaan sel tidak membentuk sebuah azeotrop dengan komponen
pada tahap permulaan proses fermentasi berlangsung. lainnya (Atmojo, 2011).
HMF menghambat pertumbuhan ragi lebih lama Zhou dan Zhanting, (1998), mengkaji
tetapi tidak sekuat furfural pada batas konsentrasi 1 produksi alcohol anhydrous dengan metode distilasi
g/L. Senyawa fenol memiliki daya racun sekuat ekstraksi menggunakan solven dan garam yang
furfural; dengan konsentrasi fenol 1 g/L dapat dibandingkan dengan kondisi reflux yang sangat
menurunkan kecepatan proses fermentasi mencapai besar (total reflux). Semakin besar reflux biaya
73 %. Terdapat juga senyawa vanili yang dapat operasinya semakin tinggi.
meracuni proses fermentasi pada konsentrasi di atas 5 Bioetanol digunakan sebagai bahan bakar
g/L (Taherzadeh, 2003). murni atau dicampur dengan premium dalam
Lignin merupakan senyawa yang sangat konsentrasi yang bervariasi. Bioetanol digunakan
kompleks dari phenilpropana. Ikatan polimer yang sebagai bahan bakar karena sifatnya yang dapat
berbeda antara lignoselulosa dan pati inilah yang menggantikan premium dan keunggulan lain dari
menyebabkan perlakuan bagaimana mengubah kedua bioetanol dibandingkan dengan premium.
polisakarida di atas menjadi bioetanol juga berbeda. Keunggulan tersebut antara lain adalah ramah
Pati dapat langsung difermentasi oleh Saccharomyces lingkungan, dapat diperbaharui, dan dapat
cerevisiae menjadi etanol, tetapi belum ditemukan

1028
berkelanjutan baik sumbernya maupun prosesnya Distilasi adalah suatu proses pemurnian yang
(www.petrojam.com). didahului dengan penguapan senyawa cair dengan
Bioethanol dengan kadar etanol antara 95% cara memanaskannya, kemudian mengembunkan uap
sampai 99,8% berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai yang terbentuk. Prinsip dasar dari distilasi adalah
bahan bakar kendaraan bermotor. Kemurnian 99,5% perbedaan titik dari zat-zat cair dalam campuran zat
adalah syarat mutlak penggunaan bioetanol sebagai cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki
bahan bakar, karena kadar etanol kurang dari 90%, titik didih terendah akan menguap terlebih dahulu,
akan menyebabkan mesin tidak dapat menyala kemudian apabila didinginkan akan mengembun dan
disebabkan kandungan air yang terlalu tinggi. menetes sebagai zat murni (distilat) (Anonim, 2008).
Sebetulnya bioetanol dengan kemurnian 95% masih Menurut Gunturgeni, dkk., (2009),
layak dimanfaatkan sebagai bahan bakar motor tetapi berdasarkan kegunaan dan ketelitian dalam
kadar kemurnian itu perlu penambahan zat antikorosif pemisahan dua zat yang berbeda distilasi dibedakan
pada tangki bahan bakar agar tidak menimbulkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
karat. Sayangnya, saat ini banyak produsen yang
menghasilkan bioetanol dengan kemurnian di bawah 1.1. Distilasi sederhana
95%. Biasanya distilasi sederhana digunakan
Manfaat pemakaian biofuel di Indonesia yaitu untuk memisahkan zat cair yang titik didihnya
memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat
mengurangi impor bahan bakar minyak, menguatkan atau minyak. Proses ini dilakukan dengan
security of supply bahan bakar, meningkatkan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui kondensor
kesempatan kerja, berpotensi mengurangi lalu hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun
ketimpangan pendapatan individu dan antardaerah, hasilnya tidak benar-benar murni atau biasa dikatakan
meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi tidak murni karena hanya bersifat memisahkan zat
pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan cair yang titik didih rendah atau zat cair dengan zat
pemanasan global dan pencemaran udara (bahan padat atau minyak.
bakar ramah lingkungan) serta berpotensi mendorong
ekspor komoditi baru (Martono dan Sasongko, 2007). 1.2. Destilasi bertingkat (fraksionasi)
Bioetanol fuel grade adalah alkohol murni Proses ini digunakan untuk komponen yang
yang bebas air (anhydrous alcohol) dan berkadar memiliki titik didih yang berdekatan. Pada dasarnya
lebih dari 99%. Penggunaan bioetanol sebagai bahan sama dengan distilasi sederhana, hanya saja memiliki
bakar kendaraan bermotor bervariasi antara blend kondensor yang lebih banyak sehingga mampu
hingga bioetanol murni. Bioetanol sering disebut memisahkan dua komponen yang memliki perbedaan
dengan notasi “Ex”, dimana x adalah persentase titik didih yang berdekatan. Pada proses ini akan
kandungan bioetanol dalam bahan bakar. Beberapa didapatkan senyawa kimia yang lebih murni, kerena
contoh penggunaan notasi “Ex” antara lain: melewati kondensor yang banyak.
E 100, bioetanol 100% atau tanpa campuran; E85,
campuran 85% bioetanol dan bensin 15%; E5, 1.3. Destilasi vakum (distilasi tekanan rendah)
campuran 5% bioetanol dan bensin 95% Distilasi vakum adalah distilasi yang tekanan
Bioetanol dengan kandungan 100% memiliki operasinya 0,4 atm (300 mmHg absolut). Distilasi
nilai oktan (octane) RON 116-129, yang relatif lebih yang dilakukan dalam tekanan operasi ini biasanya
tinggi dibandingkan bahan bakar premium dengan karena beberapa alasan yaitu:
nilai oktan RON 88. Karena nilai oktan yang tinggi, Sifat penguapan relatif antarkomponen biasanya
bioetanol dapat digunakan sebagai pendongkrak meningkat seiring dengan menurunnya suhu didih.
oktan (octane booster) untuk bahan bakar beroktan Distilasi pada tekanan rendah dilakukan ketika
rendah. Nilai oktan yang lebih tinggi pada bioetanol mengolah produk yang sensitif terhadap variabel
juga berpengaruh positif terhadap efisiensi dan daya suhu.
mesin. Proses pemisahan dapat dilakukan terhadap
Menurut Gusmarwani dkk., (2011), kadar komponen dengan tekanan uap yang sangat rendah
etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi atau komponen dengan ikatan yang dapat terputus
hidrolisat bonggol pisang sebanyak 7,3847% dengan pada titik didihnya.
kondisi pH fermentasi adalah 10 dan Ca(OH)2 untuk Reboiler dengan tekanan yang rendah yang
proses penetralan pH. menggunakan sumber energi dengan harga yang lebih

1029
murah seperti steam dengan tekanan rendah atau air Extractive Distillation
panas. Distilasi ekstraktif didefinisikan sebagai
distilasi dalam kehadiran miscible, mendidih tinggi,
1.4. Refluks komponen yang relatif non-volatile, pelarut, dan tidak
Refluks sering dilakukan dalam distilasi membentuk azeotrop dengan komponen lain dalam
walau pada prinsipnya agak berbeda. Refluks campuran. Metode yang digunakan untuk campuran
dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi distilat yang memiliki nilai volatilitas relatif rendah,
dengan jalan pengembalian sebagian produk distilat mendekati satu. Campuran tersebut tidak dapat
ke dalam kolom distilasi dan dipanaskan ulang tanpa dipisahkan dengan penyulingan sederhana, karena
mengurangi jumlah zat yang ada. volatilitas dari dua komponen dalam campuran
hampir sama, sehingga campuran tersebut menguap
1.5. Destilasi azeotrop pada suhu yang sama pada tingkat yang sama,
Digunakan dalam memisahkan campuran membuat penyulingan normal tidak dapat digunakan.
azeotrop (campuran campuran dua atau lebih Metode penyulingan ekstraktif
komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam menggunakan pemisahan pelarut, yang umumnya
prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat nonvolatile, memiliki titik didih tinggi dan miscible
memecah ikatan azeotrop tsb, atau dengan dengan campuran, namun tidak merupakan campuran
menggunakan tekanan tinggi. azeotrop. Interaksi yang berbeda antara komponen
Banyak metode yang dapat digunakan untuk dalam campunran dengan pelarut akan menghasilkan
menghilangkan titik azeotrop pada campuran perubahan volatilitas relatif. Hal ini memungkinkan
heterogen. Contoh campuran heterogen yang terbentuknya campuran dari tiga bagian baru yang
mengandung titik azeotrop yang paling populer dapat dipisahkan secara distilasi normal. Komponen
adalah campuran ethanol-air, campuran ini dengan asli dengan volatilitas terbesar akan terpisahkan
metode distilasi biasa tidak dapat menghasilkan sebagai produk atas. Produk bawah terdiri dari
ethanol berkadar lebih dari 96%. Hal ini terjadi campuran pelarut dan komponen lainnya, yang dapat
karena konsentrasi yang lebih tinggi harus melewati dipisahkan dengan mudah karena pelarut tidak
terlebih dahulu titik azeotrop, dimana komposisi membentuk sebuah azeotrop dengan komponen
kesetimbangan cair-gas ethanol-air saling lainnya.
bersilangan. Beberapa metode yang populer untuk Zhou Ronqi dan Zhanting (1998),mengkaji
distilasi azeotrop antara lain : produksi alcohol anhydrous dengan metode distilasi
ekstraksi menggunakan solven dan garam untuk
Pressure Swing Distillation dibandingkan dengan kondisi reflux yang sangat
Salah satu contoh penggunaan pressure besar (total reflux) dan pada reflux minimum akan
swing distillation adalah pemisahan campuran diperlukan modal dasar yang tinggi. Selain itu makin
propanol-ethyl acetate. Prinsip yang digunakan pada besar reflux biaya operasinya juga makin tinggi.
metode ini yaitu menggunakan tekanan yang berbeda, Biaya total yang diperlukan adalah jumlah dari modal
sehingga komposisi azeotrop suatu campuran akan dasar dan biaya operasinya.
berbeda pula. Berdasarkan prinsip tersebut, distilasi Pertimbangan pemilihan solven antara lain:
dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi harga murah, pemakaian tidak banyak, perbedaan
yang beroperasi pada tekanan yang berbeda. Kolom relative volatility tinggi, tidak berbahaya, dan mudah
distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih dipisahkan dari air (limbah solven seminim
tinggi dari pada kolom distilasi kedua. Produk bawah mungkin). Berdasarkan pertimbangan tersebut pada
kolom pertama menghasilkan ethyl acetate murni penelitian ini digunakan pendingin radiator yang
sedangkan produk atasnya ialah campuran propanol- berbahan aktif dietilen glikol yang dapat digunakan
ethyl acetate yang komposisinya mendekati sebagai solven.
komposisi azeotropnya. Produk atas kolom pertama Pada penelitian ini akan dilakukan proses
tersebut kemudian didistilasi kembali pada kolom distilasi ekstraktif dengan pemanasan sampai titik
yang bertekanan lebih rendah (kolom kedua). Produk didih etanol. Komponen ketiga berupa solvent yang
bawah kolom kedua menghasilkan propanol murni ditambahkan yang akan mempengaruhi komposisi
sedangkan produk atasnya merupakan campuran fase liquid dan fase uap sehingga relative volatility
propanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati sistem akan berubah sehingga dapat diperoleh
komposisi azeotropnya. bioetanol fuel grade.

1030
2. Metode Penelitian
2.4. Variabel Yang Diteliti
2.1. Bahan Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan variasi ratio
Bahan yang digunakan adalah Crude umpan bahan antara crude etanol dengan solven,
Ethanol dan pendingin radiator yang berbahan aktif yaitu pada perbandingan crude etanol-solven 390:10;
di-ethylen glicol. 375:25; 350:50, 300:100; 250:150; 200:200.

2.2. Alat Penelitian 3. Hasil dan Pembahasan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini Sampel yang digunakan adalah crude
adalah serangkaian alat distilasi kolom berpacking ethanol yang diperoleh dari distilasi normal cairan
dan alat analisis kadar ethanol menggunakan fermentation strain. Analisis bahan baku dilakukan
piknometer. terhadap crude ethanol sehingga diperoleh kadar
ethanol pada crude ethanol sebesar 66.71 %.
2.3. Prosedur Penelitian Selanjutnya crude ethanol dicampur dengan solven
Sampel yang digunakan adalah crude dengan perbandingan tertentu dan dimasukkan ke
ethanol yang diperoleh dari distilasi normal cairan dalam labu distilasi sebagai umpan. Dari pengamatan
fermentation strain. Analisis bahan baku yang yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
dilakukan memperlihatkan kadar etanol dalam crude
ethanol sebesar 66.71%. Sampel crude ethanol 3.1. Pengaruh Perbandingan Volume Pelarut
dimasukkan ke dalam labu distilasi sebagai umpan. Terhadap Persentase Hasil
Langkah pertama berupa persiapan umpan yang Pada prosedur penelitian, volume total dari
berupa campuran crude ethanol dan solven dengan labu leher tiga adalah 400 ml untuk itu perbandingan
perbandingan tertentu yaitu 390 ml : 10 ml, 375 ml : jumlah ethanol : pelarut dietilen glikol divariasikan
25 ml, 350 ml : 50 ml, 300 ml : 100 ml, 250 ml : 150 yaitu 390:10, 375:25, 350:50, 300:100, 250:150,
ml, 200 ml : 200 ml. Kemudian umpan dimasukkan 200:200. Perolehan persentase hasil kadar ethanol
ke dalam labu leher tiga, yang sebelumnya rangkaian ditunjukkan pada Tabel 1.
telah terpasang rapat (tidak bocor) dan telah Tabel 1. Persentase Hasil pada Variasi Perbandingan
dibersihkan. Pemanas listrik dihidupkan dan air Jumlah Pelarut
pendingin dialirkan serta kran pengatur refluks No. Etanol : Dietilen ρ Kadar
dibuka total. Suhu distilat diamati/dicatat dan suhu Glikol (ml) Distilat Etanol(%)
residu serta waktu untuk mencapai suhu konstan juga (gr/ml)
dicermati. Jika suhu distilat berubah, pemanas listrik 1 390 : 10 0,79592 97.84
dimatikan dan dipindahkan dari tempatnya, sehingga 2 375 : 25 0,79535 98.03
residu tidak mendidih lagi. Setelah itu distilat diambil 3 350 : 50 0,79151 99.29
dari penampung distilat. Apabila tampak tetesan 4 300 : 100 0,79310 98.77
distilatnya sudah mulai berkurang, pemanas
5 250 : 150 0,79351 98.64
dimatikan. Kadar etanol pada distilat dianalisis
dengan metode piknometer. 6 200 : 200 0,7964 97.68

Untuk melihat pengaruh jumlah pelarut yang


ditambahkan terhadap persentase hasil (% ethanol)
dapat dijelaskan dengan grafik hubungan antara
jumlah penambahan pelarut terhadap persentase hasil
yang dapat dilihat pada gambar 2.

1031
3.2, Pengaruh Perbandingan Volume Pelarut
Terhadap Volume Distilat

Dari hasil pengamatan diperoleh data volume distilat


yang berbeda-beda. Perolehan persentase hasil
volume distilat ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Volume Distilat pada Variasi Perbandingan


Jumlah Pelarut

Gambar 2. Grafik Hubungan Rasio Perbandingan Jumlah Untuk melihat pengaruh jumlah penambahan
Pelarut Terhadap Persentase Hasil pelarut terhadap volume distilat yang diperoleh dapat
dijelaskan dengan grafik hubungan antara jumlah
Berdasarkan tabel 1 dan gambar 2 peambahan pelarut solvent dietilen glikol terhadap
didapatkan persentase hasil kadar ethanol tertinggi
volume distilat yang diperoleh pada gambar 3.
pada rasio perbandingan 350:50 (crude ethanol :
solven) yakni sebesar 99,29%. Semakin banyak
solven yang ditambahkan maka hasil kemurnian
No. Etanol : Dietilen ρ Distilat Volume
Glikol (gr/ml) (ml)
(ml)
1 390 : 10 0,79592 210
2 375 : 25 0,79535 260
3 350 : 50 0,79151 190
4 300 : 100 0,79310 155
5 250 : 150 0,79351 145
6 200 : 200 0,7964 98
ethanol yang diperoleh akan semakin tinggi, tetapi Gambar 3. Grafik Hubungan Rasio Perbandingan Jumlah
pada titik tertentu kadar ethanol pada distilat Pelarut Terhadap Volume Distilat
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan terikutnya
sebagian fraksi berat ke dalam distilat sehingga Berdasarkan tabel 2 dan gambar 3
menyebabkan kadar etanol dalam distilat mengalami didapatkan persentase hasil volume distilat tertampug
penurunan. banyak pada rasio pebandingan 375 ml : 25 ml (
Penambahan solvent yang digunakan Ethanol : Dietilen Glikol) yaitu sebanyak 260 ml.
memiliki volatilitas yang rendah sehingga dapat Semakin banyak dietilen glikol yang ditambahkan
meningkatkan recovery solute dan menurunkan loses maka volume distilat yang diperoleh akan semakin
pelarut. Selain itu solven yang digunakan juga banyak, tetapi pada titik tertentu volume distilat yang
memiliki titik didih yang relative tinggi sehingga diperoleh akan mengalami penurunan.
mampu menggeser titik azeotrop campuran ethanol- Hasil analisa menunjukkan bahwa
air dengan baik. penambahan solvent dietilen glikol sebanyak 50, 100,
Pada penambahan solvent dietilen glikol 150 dan 200 ml mengalamai penurunan volume
sebanyak 10 ml dan 25 ml mengalami kenaikan distilat yang diperoleh. Hal ini dikarenakan
dikarenakan pada kondisi tersebut volume dietilen banyaknya dietilen glikol yang ditambahkan dan
glikol masih sedikit dan titik didih ethanol dalam karena dietilen glikol bersifat mengikat air sehingga
campuran ethanol-air belum terlalu tinggi. Berbeda kontak antara ethanol-air berkurang.
dengan penambahan volume dietilen glikol 100, 150,
dan 200 ml kemurnian ethanol menurun. Hal ini 3.3. Pengaruh Perbandingan Volume Pelarut
dikarenakan pada saat rasio penambahan dietilen Terhadap Suhu Residu
glikol mendekati volume ethanolnya maka titik didih Dari hasil pengamatan diperoleh data suhu
ethanol dalam campuran menjadi sangat tinggi, residu yang berbeda-beda. Setelah mendapatkan hasil
sehingga campuran air-ethanol (fraksi berat) akan suhu residu pengamatan kemudian mencari suhu
ikut menguap. campuran residu teoritis berdasarkan masing-masing
titik didih komponen yaitu ethanol, dietilen glikol dan
1032
air. Data penambahan jumlah solvent dietilen glikol Selain meningkatkan suhu residu didalam
terhadap suhu residu teoritis dan suhu data campuran, penambahan solven yang semakin banyak
pengamatan ditunjukkan pada tabel 3. mempengaruhi volume distilat yang dihasilkan, yaitu
volume distilat yang diperoleh mengalamai
Tabel 3. Hasil Suhu Residu pada Variasi Perbandingan penurunan. Hal ini dikarenakan dietilen glikol bersifat
Jumlah Pelarut mengikat air sehingga kontak antara ethanol-air
berkurang. Kemudian kemurnian kadar ethanol yang
No Etanol : Suhu Residu Suhu Residu dihasilkan juga mengalami penurunan, titik didih
Dietilen Teoritis Data ethanol dalam campuran menjadi sangat tinggi,
Glikol (ml) (oC) Penelitian (oC) sehingga campuran air-ethanol akan ikut menguap.
1 390 : 10 90,6897 90
4. Kesimpulan dan Saran
2 375 : 25 96,8465 92
4.1. Kesimpulan
3 350 : 50 106,0906 95 Berdasarkan hasil penelitian dapat
4 300 : 100 121,5164 98 disimpulkan bahwa:
5 250 : 150 133,8734 100 1. Radiator coolant yang berbahan aktif dietilen
6 200 : 200 143,9955 103 glikol dapat digunakan sebagai pelarut pada
Untuk melihat pengaruh jumlah penambahan proses pemurnian ethanol fuel grade.
2. Jumlah penambahan solvent yang bervariasi
pelarut terhadap hasil suhu residu yang diperoleh
berpengaruh terhadap persentase hasil etanol
dapat dijelaskan dengan grafik hubungan antara yang diperoleh
jumlah penambahan solvent dietilen glikol terhadap 3. Dengan menggunakan jumlah solvent sebanyak
suhu residu data pengamatan dan analisa suhu teoritis 50 ml diperoleh kondisi optimum persentase
dapat dilihat pada gambar 4. hasil kadar ethanolnya sebesar 99,29%.
4.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan yakni:
1. Analisa kadar etanol akan lebih akurat apabila
menggunakan alat uji yang lebih canggih,
seperti GCMS.
2. Penelitian tentang pemurnian bioetanol fuel
grade dari crude ethanol dapat dilakukan atau
dikembangkan lagi dengan variabel lain untuk
optimasi pada penelitian berikutnya.

Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Destilasi.
http://hidupituindah.blogspot.com
Gambar 4. Grafik Hubungan Rasio Perbandingan Jumlah Atmojo, S.T. 2011. Pengertian Destilasi.
Pelarut Terhadap Suhu Residu http://chemistry35.blogspot.com/2011/08/penge
rtian-destilasi.html.
Badger, P. C., 2002, “Ethanol from Cellulose: A
Berdasarkan tabel 3 dan gambar 4
General Review”, Trends in New Crops and
didapatkan data suhu residu dari hasil pengamatan
New Uses, pp. 17-21, ASHS Press., Alexandria,
tidak jauh berbeda dengan suhu residu teoritis. Hal ini
VA.
dikarenakan solvent pada penelitian yang digunakan
Chalim, Anto, dan Somad, 2005, Energi Alternatif
adalah dietilen glikol teknis (pedingin radiator mobil).
dari Tetes Tebu, Agrinfo (39), hlm.1-5
Hasil analisa menunjukkan bahwa semakin
Demirbas, A, 2005, Bioetanol from Cellulosic
banyak jumlah solven yang ditambahkan maka suhu
Material : A Renewable Motor Fuel from
di residu akan ikut naik, hal ini dikarenakan sifat dari
Biomass, Energy Source (27), pp. 327 – 337
dietilen glikol yang memiliki titik didih relative tinggi
Gunturgeni, Suwarji. 2009. Teknik Pemurnian
sehingga pada saat rasio penambahan dietilen glikol
Ethanol.
semakin banyak maka titik didih ethanol dalam
campuran menjadi sangat tinggi.
1033
http://ajigunturgeni.blogspot.com/2009/08/tekni Sediawan, W.B., Megawati, Millati, R, dan
k-pemurnian-etanol.html Syamsiah, S, 2007, Hydrolysis of
Gusmarwani, S.R. dan Budi, M.S.P., 2011, Effect of Lignocellulosic Waste for Ethanol Production,
Bases Detoxification on Fermentation of Prosiding Bali Internasional Seminar, Bali,
Banana Rhizome Waste Hydrolyasates for Indonesia
Ethanol Production,Seminar Internasional 19th Sediawan, W.B., Hidayat, M., Syamsiah, S., Millati,
IUPAC International Conference on Chemical R., 2009, “Produksi Bahan Bakar Etanol dari
Research Applied to World Needs Limbah Lignoselulosa”, Research Week
(CHEMRAWN XIX 2011, Kuala Lumpur, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Malaysia Soerawidjaya,T.H., 2009, Strategi Pengembangan
Gusmarwani, S.R., Budi, M.S.P, Sediawan, W.B., Teknologi untuk Penyediaan Bahan Bakar
Hidayat, M., 2009, “Pengaruh Perbandingan Nabati secara Mandiri dan Berkelanjutan,
Berat Solid dan Waktu Reaksi terhadap Glukosa keynote speech pada Seminar Nasional Teknik
terbentuk pada Hidrolisis Bonggol Pisang untuk Kimia Indonesia, Bandung, Indonesia
Pembuatan Bioetanol”, Prosiding Seminar Taherzadeh, M. J., 1999, Ethanol from
Nasional Teknik Kimia Indonesia, Bandung Lignocellulose: Physiological Effects of
Greer, D., 2005, “Creating Cellulosic Ethanol: Inhibitors and Fermentation Strategies, PhD
Spinning Straw into Fuel”, Cellulosic Thesis Chalmers University of Technology,
Ethanol.htm, eNews Bulletin, April 2005. Goteborg, Sweden.
Jeewon, L., 1997, “Biological Conversion of Taherzadeh, M. J., and Niklasson, C., 2003, Ethanol
Lignocellulosic Biomass to Ethanol”, Journal of from Lignocellulosic Materials: Pretreatment,
Biotechnology, vol. 56, pp. 1-24, Elsevier Acid and Enzymatic Hydrolyses and
Lavarack, B.P., Griffin, G.J., and Rodman, D., 2002, Fermentation, 3 ed., pp. 6-9, Prentice-Hall
“The Acid Hydrolysis of Sugarcane Bagasse International, Inc., New Jersey.
Hemicellulose to Produce Xylose, Arabinose, Taherzadeh, M. J., Eklund, R., Gustafsson, L.,
Glucose and Other Products”, Biomass and Niklasson, C., and Liden., G., 1997,
Bioenergy, vol. 23, 367-380, Pergamon Characterization and Fermentation of Dilute-
Martono, B. dan Sasongko, 07 Februari 2007, Acid Hydrolyzates from Wood, Ind. Eng.
“Prospek Pengembangan ubi Kayu sebagai Chem.Res., vol. 36, 4659-4665, American
Bahan Baku Bioetanol di Propinsi Daerah Chemical Society.
Istimewa Yogyakarta”, Dinas Pertanian Wertheim, E., and Jeskey, H., 1956, Introductory
Propinsi DIY, Organic Chemistry with Certain Chapters of
www.distan.pemdadiy.go.id/index2.php?option Biochemistry, McGraw-Hill Book Company,
=content&task=view&id=269&pop=1&page=0 New York
Palmqvist. E. dan Hagerdal. B. H., 2000, Wheals, A. E., Basso, L. C., Alves, D. M. G., and
Fermentation of Lignocellulosic Hydrolysates. Amorim, H. V., 1999, “Fuel Ethanol after 25
II: Inhibition and Detoxification, Bioresource Years”, TibTech, Elsevier, vol. 17, pp. 482-487
Technology, Elsevier, vol. 74, pp. 25-33 Zhou Rongqi and Duan Zhanting, 1998, “Extractive
Philipp, B., 1984, “Degradation of Cellulose— Distillation with Salt in Solvent”,
Mechanisms and Applications”, Pure and DepCheEng, Tshinghua University, Beijing
Applied Chemistry, vol. 56, no. 3, pp. 391- http://www.Petrojam.com diakses pada tanggal
402 14 Oktober 2014 pada pukul 19.57 wib

1034

Anda mungkin juga menyukai