Friedrich Silaban sebagai seorang arsitek, nama dan karyanya bukan hal asing bagi
masyarakat Indonesia. Reputasinya yang cukup tinggi membuat nama dan karyanya terukir
dalam sejarah perkembangan arsitektur Indonesia.
Namun, reputasi yang tinggi dari beliau tidaklah cukup untuk membuatnya diingat
dengan karyanya yang memiliki ciri khas. Karena, pada umumnya ada dua hal yang menjadi
alasan masyarakat awam tertarik maupun tidak tertarik untuk menelaah suatu karya arsitektur.
Pertama, karya arsitektur dapat membangkitkan daya tarik apabila desain tersebut menarik.
Kedua, adalah kesalahan atau kelemahan yg terdapat pada karya arsitektur tersebut. Kedua hal
tadi adalah suatu faktor yang penting karena sebuah desain yang dirancang akan diberikan
tanggapan baik itu baik atau buruk dari segi manapun.
Oleh karena itu, telaah karya-karya F. Silaban berdasarkan konteks biografis dan
historisnya merupakan hal yang diperlukan dalam mengidentifikasi setiap karya yang ia buat.
Karena dari setiap karya tentunya memiliki konsep yang menjadikan suatu bangunan mempunyai
rona tersendiri.
Hal utama yang menjadikan sebuah karya arsitektur dikenal oleh masyarakat adalah
konteks biografis dan historis. Konteks biografis adalah sisi intern latar belakang karya
arsitektur, yakni sisi pribadi arsiteknya yang akan memberi ciri khas pada karya melalui proses
karya kreatif.
Proses kreatif tersebut memiliki faktor pendorong yaitu pengaruh lingkungan luar arsitek,
sarana yang mencakup fasilitas, alat perkakas dan bahan-bahan untuk merancang sebuah
bangunan dari segi studio. Kemudian keterampilan untuk tanggap, peka dan efektif dalam
menyusun konsep perancangan. Dilanjut dengan originalitas dan ciri khas/ jati diri seorang
arsitek agar setiap karyanya terwujud dengan harapan ‘lain dari yang lain’.
Diantara faktor pendorong tersebut, konteks biografis dari F. Silaban adalah perjalanan
hidup beliau dimana seluruh sarana seperti fasilitas dalam perancangan yang memadai,
lingkungan luar yang berefek positif pada dirinya karena didukung oleh keluarga mengenai karir
dan impiannya, serta originalitas beliau yang menghasilkan ciri khas dan profesionalitas
membuatnya dikenal sebagai arsitek dengan idealisme dan karyanya yang khas.
Selain konteks biografis, faktor yang menjadikan sebuah karya arsitektur dikenal oleh
masyarakat adalah konteks historis. Sebuah karya arsitektur yang ikonik tentunya dilalui oleh
berbagai pengalaman yang pernah dialami oleh F. Silaban.
Setelah lulus dari sekolah teknik pada tahun 1931, beliau bekerja di Batavia sebagai juru
gambar bangunan Kotapraja Batavia (Boukundig Tekenaar Stadsgemeente Batavia). Walaupun
F. Silaban memiliki pekerjaan tetap, beliau juga magang di biro arsitek belanda untuk tambahan
uang saku dan memperbanyak pengalaman.
F. Silaban yang memiliki hobi melukis dan bermain catur ini juga sering mengadakan
pameran gambar arsitektur dan lukisan di stasiun Gambir, Jakarta. Hal itu membuat Ir. Antonisse
J, seorang insinyur belanda yang sedang bertugas untuk Pemerintah Hindia Belanda, tertarik dan
terkesan dengan bakat menonjol yang dimiliki oleh F. Silaban. Ir. Antonisse J ternyata adalah
teman dekat dari ayah F. Silaban, sehingga pada tanggal 18 Oktober 1946, F. Silaban menikahi
putri Ir. Antonisse J yag bernama Letty Kievits boru Simamora, seorang gadis yang berdarah
Indonesia-Belanda.
Setelah menikah, F. Silaban di anugerahi 10 orang anak dengan 2 orang wanita dan 8
orang pria. Salah satu anak yang mewarisi bakatnya dalam bidang arsitektur adalah Ir. Panogu
Silaban. Lalu pada tahun 1950 F. Silaban mengajak keluarganya berlibur ke Amsterdam selama
7 bulan dan pada malam harinya beliau gunakan untuk kuliah di Academic Voor Bouwkunst.
1949 (akhir) : Cuti di Netherland hampir satu tahun. Sempat mengikuti kuliah di Academic van
Boukunst di Amsterdam.
1957 : Perjalanan ke Amerika Serikat dan mengunjungi hampir tiap kota besar (selama 4 bulan).
Pandangan Hidup.
F. Silaban merupakan seseorang yang mempunyai semangat kerja, tekun, dan disiplin
yang tinggi. Beliau juga sederhana dalam berpakaian, tidak muluk-muluk. Dan apabila ingin
bertemu dengan beliau pada zamannya juga sulit, sehubungan dengan karya-karya
arsitekturalnya yang dijadikan sebagai gedung-gedung dalam pembangunan nasional.
Pandangan Arsitektural.
Kesadaran beliau akan iklim tropis di indonesia memang tinggi seperti yang diungkapkan
beliau di makalahnya “Idealisme Arsitektur dan Kenyataan di Indonesia”. Itu hanya secara
teoritis. Namun, apa yang diungkapkan beliau tidak sejalan dengan pemikiran para ahli, oleh
karena ketidak sepahaman tiga arti iklim tropis, subtropis, dan komposit yang memiliki arti
sendiri pada masing-masing iklim. Maka dari itu, beliau menjelaskan lebih rinci apa yang ingin
beliau maksud.
Menurut beliau arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesederhana mungkin, seringkas
mungkin, dan sejelas mungkin. Maksudnya adalah semua hal yang tidak diperlukan oleh karena
hasrat pemenuhan tidak perlu diadakan demi kesedehanaan dan kejelasan (fungsional). Mungkin
hanya butuh beberapa ornamen/instrumen didalamnya, tetapi tidak harus banyak, karena akan
membuat gedung tidak diketahui maksud fungsi gedung tersebut.
d. Penutup Atap
Menurut beliau atap yang paling bagus adalah atap yang terbebas dari bocor, dan
menghindari bentukan atap yang mengundang kebocoran. Dan bahan yang paling bagus adalah
beton, memang bahan tersebut mahal, akan tetapi demi kenyamanan dan dapat bertahan sampai
beberapa tahun ke depan dan dapat meminimalisir biaya perawatannya.
Paling sedikit bisa dipel dan dibersihkan setiap hari tanpa merusak kualitas lantai. Dan untuk
soal harga, agar lebih murah menggunakan beton, tapi tidak memungkinkan untuk dipandang
f. Bentuk-bentuk Arsitektur
Bentuk arsitektur Indonesia tidak perlu dicari-cari, sebab manusia Indonesia sendiri masih
proses pembentukan, yang jelas, arsitektur Indonesia itu harus modern dan harus bersifat tropis.
Jadi haruslah modern, karena tiap jaman berhak mengekspreksi dirinya tapi tidak meninggalkan
sifat tradisonal.
g. Air Conditioning
AC tidak mutlak diperlukan untuk gedung-gedung di Indonesia, karena suhu negeri kita
yang tidak ekstrim tinggi. Ini didasari dari pengamatan terhadap nenek moyang kita yang tak
merasakan panasnya hari bekerja di luar.
Sikap Keprofesian
F. Silaban terkenal sebagai orang yang berpegang teguh pada prinsipnya demi kebaikan
rancangan karyanya itu sendiri, dan beliau juga sering merelakan ‘calon proyek’nya itu lepas,
dan hal tersebut tidak membuat beliau jera, karena beliau menekankan pemilihan konstruksi dan
bahan yang paling awet. Ini yang selalu mejadikan permasalahan dengan bouwheer baik dari
pemerintahan ataupun swasta. Ini pula yang menyebabkan karya-karya tidak dapat dilaksanakan
Bung Karno, dengan tujuannya memperkenalkan bangsa Indonesia ke dunia luar dan
menghapus citra kuli dengan memunculkan karya-karya arsitektur yang megah, yang biasa
disebut “Mercu Suar”. Silaban sering tak bisa kompromi pula dengan intruksi atau usulan
perubahan dari Bung Karno. Adapun sikap profesi Silaban, yang disuruh Bung Karno untuk
merubah kamar Hotel Lapangan Banteng yang dianggap terlalu besar. Silaban tak mau, sehingga
ia akhirnya hanya sempat menyaksikan karyanya dibangun sampai basement saja, karena
rancangan selanjutnya diserahkan kepada arsitek lain. Ini diakui putranya Ir. Panogu Silaban
yang pernah melukiskan kata-kata bapaknya, “ Sudahlah, kalau mau ya segini kalau tidak
jangan pakai saya. Saya pilihkan yang paling baik dan awet, maka harus mahal”. Maka dari
itu, kita ketahui bahwa Silaban orang sangat tegas dengan sikap keprofesiannya.
Prestasi Khusus
Penghargaan-penghargaan
1975 : memperoleh penghargaan dai Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) berupa piagam
berupa penghargaan
Masa hayatnya dari 1912-1984, pandangan arsiteknya menampilkan bentuk yang belum
pernah dimiliki bangsa Indonesia. Konsep idealisme arsitektur yang menekankan ujud sederhana
mengingat slogan “simplicity” atau “less is more”nya Arsitektur modern, dan setting karyanya
antara 1950-1970 hingga saat ini. Sedangkan perlawatannya ke negara-negara jerman barat,
belanda, dan jepang, dsb, memberikan kecurigaan akan ada tidaknya pengaruh dari
perkembangan arsitektur di negara tersebut
Pada abad ke-19 arsitek modern mucul, dan semua langgam arsitek tradisional
dinyatakan tidak ada dan hampa, dan puncaknya adalah perletakan ornamen pada bangunan
dianggap sebagai suatu tindakan kriminal. Hal ini disebabkan oleh :