Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBANGUNAN SOSIAL KOTA


TANPA KUMUH (KOTAKU) TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL
WARGA KAMPUNG TAMANSARI DI KOTA BANDUNG

Oleh :

Thalia Titan 10116054


Myeshia Faraz Hamzah 12114056
Alda Tazkia Fadhilah 15516022
Bramantio Wicaksono 15516058
Ranto M Immanuel P 15516072
Yustinus Rezza 15716029
Silverius Sigalingging 15116014

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya laju pertambahan penduduk di berbagai kota di Indonesia baik sebagai


akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi berdampak pada timbulnya masalah
perkotaan yang serius. Permasalahan yang serius ini di antaranya adalah timbulnya
permukiman kumuh.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
dijelaskan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan
serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh
adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Berbagai upaya dan program dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ini,
salah satunya adalah program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang dilakukan di berbagai
kota di Indonesia, salah satunya di Bandung. Tujuan umum program KOTAKU adalah
meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh
perkotaan guna mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif,
dan berkelanjutan. Program KOTAKU ini mendukung Pemerintah Daerah sebagai pelaku
utama penanganan permukiman kumuh dalam mewujudkan permukiman layak huni di
antaranya melalui revitalisasi peran Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Cipta Karya perlu
menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya tentang Pedoman Umum Program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Selain itu, menurut Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun
2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019,
diamanatkan dilakukannya pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan melalui
penanganan kualitas lingkungan permukiman, yaitu peningkatan kualitas permukiman
kumuh, pencegahan tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru, dan penghidupan yang
berkelanjutan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraann Perumahan dan Kawasa Permukiman Pengendalian Perumahan dan
Kawasan Permukiman adalah suatu proses untuk mewujudkan tertib Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman yang dilaksanakan pada tahap perencanaan,
pembangunan, dan pemanfaatan. Walaupun usaha-usaha ini dilakukan, daerah perkumuhan
masih sering dijumpai di Bandung.
Di kota-kota besar, salah satunya di Bandung, masalah permukiman kumuh
merupakan masalah serius yang masih kerap kali ditemui dimana pemukian kumuh dapat
menyebabkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Terbentuknya
permukiman kumuh yang kerap kali disebut sebagai slum area sering dipandang sebagai
benih banyak masalah perkotaan. Hal tersebut dikarenakan permukiman kumuh merupakan
sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kriminalitas, perjudian, dan sumber
penyakit sosial lainnya.
Selain itu pada kenyataanya, masih ada sebagian kecil masyarakat yang menolak
dilakukannya program KOTAKU karena berbagai alasan sehingga menyebabkan hasil yang
dicapai program KOTAKU belum maksimal
Dampak dari permukiman kumuh tidak hanya dirasakan oleh penduduknya saja,
namun daerah dan lingkungan sekitar juga mendapat dampaknya. Untuk mencegah semakin
bertambahnya permukiman kumuh dari tahun ke tahun, dibutuhkan kerjasama dari semua
pihak. Diawali dari kesadaran masyarakat daerah permukiman kumuh itu sendiri dengan
didukung oleh masyarakat daerah sekitar dan pemerintah.
Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, penulis ingin mengkaji dan menganalisis
lebih lanjut Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang dilakukan oleh pemerintah
berfokus pada daerah perkampungan Tamansari.

Das solen :
1. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan
bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan
Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi
sebagai tempat hunian.
2. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019, diamanatkan dilakukannya pembangunan dan
pengembangan kawasan perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan
permukiman, yaitu peningkatan kualitas permukiman kumuh, pencegahan tumbuh
kembangnya permukiman kumuh baru, dan penghidupan yang berkelanjutan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraann Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pengendalian Perumahan
dan Kawasan Permukiman adalah suatu proses untuk mewujudkan tertib
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang dilaksanakan pada
tahap perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan. Walaupun usaha-usaha ini
dilakukan, daerah perkumuhan masih sering dijumpai di Bandung.

Das sein :
1. Daerah permukiman kumuh masih sering dijumpai di kota Bandung.
2. Adanya Keterhambatan keberjalanan program KOTAKU.
3. Terdapat penolakan terhadap program KOTAKU.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Kurangnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat di kota Bandung yaitu


sebagian besar pemberian informasi hanya sampai di tingkat kelurahan atau
kecamatan.
2. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha peningkatan kualitas lingkungan yaitu
adanya sikap tidak peduli terhadap kondisi lingkungan.
3. Kurangnya tingkat efektivitas program pemerintah dalam upaya pembangunan,
dimana beberapa warga RW 11 tidak dapat menjalankan pekerjaannya untuk
sementara waktu akibat adanya relokasi.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa itu Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dari segi Pembangunan Sosial?
2. Mengapa pelaksanaan tujuan dan kinerja program KOTAKU oleh Pemerintah
berdampak terhadap perubahan sosial warga wilayah kampung Taman Sari ?
3. Bagaimana cara meningkatkan tingkat efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program
KOTAKU ?
1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui program KOTAKU dari segi pembangunan sosial.


2. Untuk mengetahui dampak yang diberikan oleh program KOTAKU terhadap wilayah
kampung Taman Sari.
3. Untuk mengetahui cara meningkatkan tingkat efektifitas dan efisiensi dalam
keberjalanan program KOTAKU.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dengan mengetahui program KOTAKU dari segi pembangunan sosial diharapkan


kesadaran masyarakat terhadap program pemerintah terutama program KOTAKU
semakin meningkat.
2. Dengan mengetahui dampak dari program KOTAKU diharapkan pelaksanaan
program KOTAKU dapat tersosialisasikan dan berjalan dengan lebih baik.
3. Sebagai referensi untuk pengembang dalam memperbaiki tingkat efektivitas dan
efisiensi program KOTAKU, diharapkan masyarakat serta pemerintah dapat
melakukan penanganan program KOTAKU yang lebih optimal.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Teori Utama.

Pembangunan sosial menurut Midgley (1995:37), adalah suatu proses perubahan


sosial yang terencana yang didesain untuk mengangkat kesejahteraan penduduk secara
menyeluruh, dengan menggabungkannya dengan proses pembangunan ekonomi yang
dinamis.
Berkaitan dengan rumusan masalah nomor satu juga Everett M. Rogers (1985) dalam
teorinya mengenai pembangunan menyatakan bahwa, secara sederhana pembangunan adalah
perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai
kehendak dari suatu bangsa. Pada bagian lain Rogers menyatakan bahwa komunikasi
merupakan dasar dari perubahan sosial. Lebih tajam lagi Roger (1979) memandang
pembangunan sebagai suatu bentuk perubahan sosial yang dinyatakannya dengan
mendefinisikannya sebagai proses perubahan sosial yang bersifat partisipatori secara luas
untuk memajukan keadaan sosial dan kebendaan termasuk keadilan yang lebih besar,
kebebasan, dan kualitas yang dinilai tinggi melalui perolehan mereka akan kontrol yang lebih
besar terhadap lingkungan.
Teori penetapan tujuan yang dikemukakan Dr. Edwin Locke dipakai untuk membahas
salah satu rumusan masalah mengenai kinerja dan tujuan dari pelaksanaan program
KOTAKU di kampung Taman Sari. Dalam teori ini dikemukakan keterkaitan antara tujuan
dan kinerja suatu lembaga atau perseorangan terhadap tugas, ada lima prinsip yang
diterapkan pada teori ini, antara lain kejelasan, tantangan, komitmen, umpan balik (feedback),
dan kompleksitas tugas. Kejelasan yang dimaksud dalam teori ini adalah kejelasan
keberjalanan program yang diselenggarakan terukur dan dalam jangka waktu tertentu,
menantang dalam program ini dapat diartikan tantangan apa saja yang hendak dilalui dalam
pelaksanaan, komitmen dalam program ini untuk menentapkan tujuan yang akan dicapai,
sedangkan umpan balik adalah hal apa yang dapat dihasilakan dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan teori Perubahan sosial oleh JL.Gillin dan JP.Gillin yang berkaitan
dengan rumusan masalah ke dua yang membahas perubahan sosial yang dialami masyarakat
kampung Taman Sari dengan adanya program KOTAKU. perubahan sosial budaya
diindikasikan dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan
kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi, maupun karena
adanya difusi ataupun penemuanp-enemuan baru dalam masyarakat (Abdullah, 2008).
Gibson (2005:65) mengatakan bahwa efektivitas organisasi dapat pula diukur melalui:
1.Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
2.Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3.Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
4.Perencanaan yang matang
5.Penyusunan program yang tepat
6.Tersedianya sarana dan prasarana
7.Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik
Dan menurut Sedarmayanti (2001) pengertian efisiensi kerja adalah perbandingan
terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang dicapai oleh pekerjaan
tersebut sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal mutu maupuan hasilnya yang
meliputi pemakaian waktu yang optimal dan kualitas cara kerja yang maksimal.
Perbandingan ini dilihat dari:

1. Segi waktu, Suatu pekerjaan disebut lebih efisien bila hasil kerja berdasarkan patokan
ukuran yang diinginkan untuk memperoleh sesuatu yang baik dan maksimal.
2. Segi kinerja, Yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan.

2.2 Teori Pendukung


Menurut Teori Pembangunan Ekonomi oleh Todaro (1989) Orientasi pembangunan
ekonomi perlu diikuti oleh pembangunan sosial, yang diartikan sebagai suatu usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh. Paling tidak hal-hal yang berkaitan dengan
pembangunan sosial tersebut adalah (a)social services, (b) social welfare services, dan (c)
community development. Meminjam asumsi Todaro (M. P. Todaro, 1989: 92), ada tiga
sasaran yang seyogyanya dicapai dalam pembangunan sosial, yaitu :
Pertama, meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan
pokok.
Kedua, meningkatkan taraf hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas
kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar terhadap
nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya
kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu ataupun
sebagai suatu bangsa.
Ketiga, memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap
bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya
dalam hubungan dengan orang dan negara lain tetapi juga terhadap kebodohan dan
kesengsaraan manusia. Pembangunan, dengan demikian, harus dipahami sebagai suatu proses
berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap
masyarakat, dan kelembagaan nasional. (Prayitno, 2009).
Menurut Teori perubahan sosial oleh Katz (dalam Yuwono 2001:47) mengatakan
pembangunan sebagai perubahan sosial yang besar dari suatu keadaan tertentu ke keadaan
yang dipandang lebih bernilai. Maka untuk mencapai pembangunan nasional yang
berkeadilan itu, sebagai usaha yang telah dilakukan pemerintah.
Pembangunan yang telah dicanangkan selama ini akan dapat berjalan sesuai harapan
bersama apabila mendapat tanggapan positif dari masyarakat,bahwa peningkatan
kesejahteraan manusia menjadi fokus sentral dari pembangunan dimana pelaksanaan
pembangunan masyarakat lah yang menentukan tujuan, sumber-sumber pengawasan dan
pengarahan proses-proses pelaksanaan pembangunan. Pada dasarnya dalam Negara yang
sedang berkembang yang lepas landas dari suatu keadaan taraf rendah, menuju taraf yang
lebih atas yaitu modernisasi, dimana variable-variabel dalam pembangunan dapat mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk tercapainya pelaksanaan kegiatan pembangunan
pada dasarnya dibutuhkan inisiatif, aktif dan kritis bagi setiap warga negaranya, artinya
masyarakat dapat bertindak dengan arah yang tepat dan dengan mampu menjadikan sumber-
sumber dalam pembuatan keputusan oleh pemerintah dalam pembangunan.
ukuran untuk efektivitas organisasi dari Richard M. Steers (1995:47) yang penulis
simpulkan sebagai berikut :
(1) Efektivitas keseluruhan, yaitu sejauhmana organisasi melaksanakan seluruh tugas
pokoknya atau mencapai semua sasarannya.

(2) Produktivitas, yaitu kuantitas atau volume dari produk atau jasa pokok yang dihasilkan
organisasi. Dapat diukur menurut tiga tingkatan: tingkat individual, kelompok dan
keseluruhan organisasi.

(3) Efisiensi, yaitu sesuatu yang mencerminkan perbandingan antara beberapa aspek unit
terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut.
(4) Laba, yaitu penghasilan atas penanaman modal yang dipakai untuk menjalankan
organisasi. Jumlah dari sumberdaya yang masih tersisa setelah semua biaya dan kewajiban
dipenuhi, kadang-kadang dinyatakan dalam persentase.

(5) Pertumbuhan, yaitu penambahan dalam hal-hal seperti tenaga kerja, fasilitas yang ada
dalam organisasi, harga, penjualan, laba, modal, bagian pasar, dan penemuan-penemuan baru.
Suatu perbandingan antara keadaan organisasi sekarang dengan keadaan masa sebelumnya.

(6) Stabilitas, yaitu pemeliharaan struktur, fungsi, dan sumberdaya sepanjang waktu,
khususnya dalam periode-periode sulit.

(7) Semangat kerja, yaitu kecenderungan anggota organisasi berusaha lebih keras mencapai
tujuan dan sasaran organisasi yang meliputi perasaan terikat, kebersamaan tujuan, dan
perasaan memiliki.

(8) Kepuasan, yaitu kompensasi atau timbal balik positif yang dirasakan seseorang atas
peranan atau pekerjaannya dalam organisasi.

(9) Penerimaan tujuan organisasi, yaitu diterimanya tujuan-tujuan organisasi oleh setiap
pribadi dan oleh unit-unit dalam organisasi. Kepercayaan mereka bahwa tujuan organisasi
tersebut adalah benar dan layak.

(10) Keterpaduan, konflik-konflik, kekompakan, yaitu dimensi berkutub dua. Yang


dimaksud kutub keterpaduan adalah fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai
satu sama lain, bekerja sama dengan baik, berkomunikasi sepenuhnya dan secara terbuka, dan
mengkoordinasikan usaha kerja mereka. Pada kutub yang lain terdapat organisasi penuh
pertengkaran baik dalam bentuk kata-kata maupun secara fisik, koordinasi yang buruk, dan
berkomunikasi yang tidak efektif.

(11) Keluwesan adaptasi, yaitu kemampuan organisasi untuk mengubah standar operasi
prosedur (SOP) guna menyesuaikan diri terhadap perubahan.

(12) Penilaian oleh pihak luar, yaitu penilaian mengenai organisasi atau unit organisasi oleh
mereka (individu atau organisasi) dalam lingkungannya, yaitu pihak-pihak dengan siapa
organisasi ini berhubungan.
BAB III

METODE PENELITIAN

Pendekatan Metode Data

Permasalahan yang akan dikaji oleh penulis merupakan masalah yang bersifat
dinamis. Oleh karena itu, penulis memilih menggunakan metode penelitian kualitatif untuk
menentukan cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian tersebut.
Penelitian kualitatif ini dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang sesuai, yaitu
melalui wawancara narasumber secara langsung.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
wawancara Wawancara yang dilakukan akan bersifat wawancara terfokus yaitu wawancara
yang berfokus pada satu topik bahasan , yakni . Analisis Dampak Program Pembangunan
Sosial Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) terhadap Perubahan Sosial Warga kampung
Tamansari di kota Bandung.
Wawancara juga dilakukan secara langsung dan menggunakan metode snowball
dengan narasumber yang sesuai dengan kriteria kajian masalah

Lokasi, Waktu, dan Narasumber


Lokasi : Kampung Tamansari RW 11
Waktu : Selasa, 13 Maret 2018 :
Narasumber : Warga setempat dan Ketua RW
Model Komunikasi

Keterangan :
❏ Komunikator : Pemerintah kota Bandung
❏ Pesan : Pelaksanaan program KOTAKU di kota Bandung
❏ Media : Komunikasi secara langsung melalui wawancara
❏ Komunikan : Warga dan pengurus RT/RW Kampung Taman Sari
❏ Efek :Kesadaran peran masyarakat dan pemerintah dalam keberjalanan
program KOTAKU di kota Bandung
Pedoman Wawancara
Rumusan Masalah 1
Teori Pertanyaan Warga Pertanyaan Ketua RW Pertanyaan
RW 11 11 Pemerintah
Everett M. Rogers 1. Menurut 1. Apakah program 1. Apakah
(1985) dalam teorinya Anda, apa itu KOTAKU program
mengenai program meningkatkan KOTAKU bisa
pembangunan pembangunan rasa keadilan dijadikan
memandang bahwa KOTAKU ? warga RW 11? bentuk
pembangunan 2. Apakah 2. Apakah perubahan
sebagai suatu bentuk program kesadaran warga sosial?
perubahan sosial KOTAKU RW 11 akan 2. Apakah
yang dinyatakannya diperlukan lingkungannya program
dengan untuk meningkat KOTAKU
mendefinisikannya meningkatkan akibat adanya bersifat
sebagai proses kesadaran program partisipatori
perubahan sosial masyarakat KOTAKU ? secara luas
yang bersifat akan untuk
partisipatori secara Lingkungan ? memajukan
luas untuk Mengapa ? keadaan sosial
memajukan keadaan dan
sosial dan kebendaan kebendaaan
termasuk keadilan termasuk
yang lebih besar, keadilan yang
kebebasan, dan lebih besar?
kualitas yang dinilai 3. Apakah
tinggi melalui program
perolehan mereka KOTAKU
akan kepedulian meningkatkan
yang lebih besar kepedulian
terhadap lingkungan. masyarakat
setempat
terhadap
lingkungannya
?
Teori pembangunan 1. Apa saja 1. Apakah 1. Apakah
sosial. Pembangunan bentuk pembangunan pembangunan
sosial menurut komunikasi sosial melalui sosial melalui
Midgley adalah yang program program
suatu proses perubahan dilakukan KOTAKU KOTAKU
sosial yang pemerintah disertai dengan disertai dengan
terencana yang dalam pembangunan pembangunan
didesain untuk pelakasanaan ekonomi ? ekonomi?
mengangkat program
kesejahteraan KOTAKU ? 2. Bagaimana
penduduk secara 2. Menurut 2. Apa saja bentuk program
menyeluruh, dengan Anda, apakah usaha Anda KOTAKU
menggabungkannya program untuk dapat
dengan proses KOTAKU mengharmonisas mengangkat
pembangunan sudah cukup ikan intervensi kesejahteraan
ekonomi yang dalam sosial dalam penduduk
dinamis. memajukan keberjalanan secara
indikator Midgley: kesejahteraan program menyeluruh?
bertitik pusat pada warga RW 11 KOTAKU?
3. Bagaimana
komunikasi dan ?
program
masyarakat,
KOTAKU
menekankan
dapat
intervensi yang
meningkatkan
terencana, yang intinya
pembangunan
mengharmonisasikan
ekonomi?
intervensi sosial
dengan usaha-usaha
pembangunan sosial.

Rumusan Masalah 2
Teori Pertanyaan Warga Pertanyaan Ketua Pertanyaan
RW 11 RW 11 Pemerintah
Teori penetapan 1. Apa saja 1. Apa komitmen 1. Bagaimana
tujuan yang tantangan yang Anda sebagai kejelasan
dikemukakan dihadapi warga ketua RW keberjalanan
Dr. Edwin Locke dalam dalam program
mengemukakan keberjalanan keberjalanan KOTAKU?
keterkaitan antara program program 2. Bagaimana
tujuan dan kinerja KOTAKU? KOTAKU ? umpan balik
suatu lembaga atau 2. Bagaimana 2. Apa tantangan (feedback) dari
perseorangan terhadap Kejelasan yang Anda masyarakat
tugas, ada lima prinsip keberjalanan hadapi sebagai terhadap
yang diterapkan program ketua RW program
pada teori ini, antara KOTAKU ? dalam KOTAKU?
lain 3. Apa saran keberjalanan
kejelasan, tantangan, Anda untuk program
komitmen,umpan pemerintah dan KOTAKU ?
balik masyarakat
(feedback), dan dalam upaya
kompleksitas tugas. meningkatkan
Kejelasan yang kualitas kerja
dimaksud dalam teori dalam
ini adalah pelaksanaan
kejelasan program
keberjalanan KOTAKU?
program yang
diselenggarakan
terukur dan dalam
jangka
waktu tertentu.
Berdasarkan teori 1. Menurut anda, 1. Apakah terjadi 1. Bagaimana
Perubahan sosial oleh mengapa perubahan perubahan
JL.Gillin dan JP.Gillin pembangunan komposisi cara-cara hidup
.Perubahan sosial dari program penduduk yang telah
diindikasikan dari KOTAKU akibat adanya diterima
perubahan cara-cara mempengaruhi program masyarakat
hidup yang telah perubahan KOTAKU ? setelah adanya
diterima, baik karena sosial ? program
perubahan- 2. Apa saja 2. Apakah terjadi KOTAKU?
perubahan kondisi dampak yang perubahan 2. Bagaimana
geografis, Anda rasakan kebudayaan perubahan
kebudayaan material, dari program material akibat kondisi
komposisi penduduk, KOTAKU ? adanya geografis pada
idiologi, maupun program Kampung
karena adanya difusi KOTAKU ? Tamansari RW
ataupun penemuan 11 setelah
penemuan baru dalam diadakannya
masyarakat . program
KOTAKU?
3. Bagaimana
perubahan
kebudayaan
material pada
Kampung
Tamansari RW
11 setelah
diadakannya
program
KOTAKU?
4. Bagaimana
perubahan
komposisi
penduduk pada
Kampung
Tamansari RW
11 setelah
diadakannya
program
KOTAKU?
Rumusan Masalah 3
Teori Pertanyaan Warga Pertanyaan Ketua Pertanyaan
RW 11 RW 11 Pemerintah
Gibson dalam 1. Apa saja 1. Apakah 1. Bagaimana
Tangkilisan (2005:65) Sarana dan Strategi penyampaian
mengatakan bahwa Prasarana yang pencapaian kejelasan
efektivitas dapat pula disediakan tujuan tujuan yang
diukur melalui : pemerintah KOTAKU hendak dicapai
 Kejelasan selama sudah cukup dari program
tujuan yang berjalannya jelas ? KOTAKU
hendak dicapai program 2. Apakah terhadap
 Kejelasan KOTAKU ? Perencanaan masyarakat?
strategi 2. Bagaimana dan 2. Bagaimana
pencapaian jalannya penyusunan penyampaian
tujuan pengawasan program strategi
 Perencanaan dan KOTAKU pencapaian
yang matang pengendalian sudah tujuan yang

 Penyusunan terhadap dilakukan hendak dicapai

program yang program dengan baik dari program

tepat KOTAKU ? ? KOTAKU

 Tersedianya terhadap

sarana dan masyarakat?

prasarana
 Sistem
pengawasan dan
pengendalian
yang bersifat
mendidik

menurut Sedarmayanti 1. Apakah Hasil 1. Apakah 1. Apa hasil yang


(2001) efisiensi kerja dari program waktu yang dicapai oleh
adalah perbandingan KOTAKU dipakai program
terbaik antara suatu sudah sesuai dalam KOTAKU
pekejaan yang dengan yang menjalankan sesuai dengan
dilakukan dengan hasil diharapkan ? program yang
yang dicapai oleh 2. Apa wujud KOTAKU ditargetkan
pekerjaan sesuai kerja sama sudah baik dalam hal
dengan yang pemerintah optimal ? mutu maupun
ditargetkan baik dalam dan 2. Apakah kerja hasilnya?
hal mutu maupun Masyarakat sama 2. Apakah waktu
hasilnya yang meliputi RW 11 dalam pemerintah untuk
Perbandingan dari Segi meningkatkan dan menjalankan
Waktu dan Segi Kinerja efisiensi dan Masyarakat program
yaitu pemakaian waktu efektivitas sudah KOTAKU
yang optimal dan program dilakukan sudah optimal?
kualitas cara kerja KOTAKU ? dengan 3. Apakah
yang maksimal optimal ? kualitas cara
kerja dalam
menjalankan
program
KOTAKU
sudah
maksimal?
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Program KOTAKU menurut warga RW 11 adalah Program dari pemerintah Kota
Bandung untuk meningkatkan indeks kebahagiaan dengan penataan kawasan serta
pembukaan ruang publik. Setelah pemerintah memperbaiki suatu kawasan maka akan
dikembalikan ke warga dalam bentuk rumah deret. Bentuk Komunikasi program KOTAKU
dilakukan melalui berbagai kegiatan sosialisasi, kunjungan dari pihak pemerintah. Tapi
sebagian besar sosialisasi ini dilakukan kepada pengurus saja, tidak secara langsung kepada
masyarakat.
Menutut warga RW 11, program KOTAKU tidak cukup dalam memajukan
kesejahteraan warga RW 11, karena ganti rugi yang diberikan kepada warga tidak memenuhi
ketentuan yaitu 75% dari NJOP. Selain itu, ganti rugi juga tidak cukup untuk warga karena
pemberian dana dilakukan per satu rumah sedangkan dalam satu rumah ada banyak orang.
Setelah rumah deret sudah ada, warga hanya tinggal gratis selama 5 tahun pertama, itu pun
belum termasuk biaya listrik dan air. 5 tahun berikutnya, warga yang menempati harus
membayar 50% dari biaya sewanya. Dan untuk seterusnya, warga akan membayar penuh.
Masyarakat RW 11 yang pendapatannya dari berdagang tentu tidak akan mampu
membayarnya.
Sebagian besar warga RW 11 merasa program KOTAKU diperlukan karena wilayah
Bandung sudah terlalu padat serta masih banyak kawasan kumuh sehingga diperlukan
pengawasan dalam penataan lingkungan dan perlu dibuka ruang–ruang publik. Di sisi lain
sebagian kecil berpendapat bahwa program KOTAKU tidak diperlukan salah satu alasannya
adalah karena dalam pelaksanaan program KOTAKU, warga akan dipindahkan sementara ke
tempat lain sehingga kegiatan usaha mereka akan terganggu, sebaliknya mereka
menginginkan lebih baik hanya penataan atau pembersihan wilayah tanpa penggusuran.
Menurut sudut pandang Ketua RW 11 Kampung Taman Sari yaitu Bapak Rudy
Sumaryadi pembangunan sosial melalui program KOTAKU tidak disertai dengan
pembangunan ekonomi. Karena sebelum adanya program KOTAKU, warga berstatus sebagai
pemilik rumah, tapi setelah adanya program KOTAKU, warga menjadi penyewa dari rumah
deret. Meskipun program KOTAKU menyediakan rumah deret untuk ditempati oleh warga
RW 11, rumah deret itu hanya gratis untuk 5 tahun pertama saja dan tidak termasuk biaya
listrik dan air. Untuk seterusnya, warga diharuskan membayar uang sewa.
Adapun salah satu Usaha ketua RW dalam mengharmonisasikan intervensi sosial
dalam keberjalanan program KOTAKU adala memperjuangankan hak warga atas uang
kerohiman sebesar 75% dari NJOP, melakukan pencegahan terhadap adanya perkelahian
antar organisasi masyarakat di RW 11, serta berusaha melibatkan seluruh warga dalam forum
yang diadakan.
Program KOTAKU dinilai tidak meningkatkan rasa keadilan warga RW 11. Uang
kerohiman(uang ganti rugi) yang tidak sesuai dengan ketentuan membuat warga terpecah .
Terdapat warga yang sudah setuju dengan uang kerohiman 20% dari NJOP, ada yang
berjuang sampai akhirnya mendapatkan 75%, dan ada pula yang sampai
mendapatkan 75% dari NJOP. Perbedaan ini menimbulkan rasa ketidakadilan. Selain itu,
pembangunan apartemen pada tahap kedua program akan menimbulkan ketimpangan sosial.
Serta kesadaran warga RW 11 akan lingkungannya tidak mengalami peningkatan
Cara hidup warga tidak mengalami perubahan karena sikap warga yang dari awal tidak
peduli.
Serta tantangan yang dihadapi warga dalam keberjalanan program KOTAKU adalah :
• Harus melakukan relokasi untuk sementara waktu
• Meninggalkan pekerjaan di wilayah pembangunan untuk sementara waktu
• Tidak sesuainya uang kerohiman yang didapat dengan ketentuannya
Menurut sudut pandang warga, dengan adanya pembangunan dari program KOTAKU,
masyarakat jadi terpecah karena permasalahan uang kerohiman serta diadu domba oleh
berbagai pihak. Masyarakat yang menempati rumah deret pun akan merasakan ketimpangan
sosial dikarenakan adanya pembangunan apartemen di dekat rumah deret. Dengan hal-hal
seperti ini, perubahan sosial sangat terasa.
 Dampak yang dialami warga akibat adanya program KOTAKU adalah sebagai
berikut Sebagian besar warga direlokasi ke tempat lain selama program KOTAKU
berlangsung dan diberi dana untuk menyewa tempat tinggal yang ditempatinya
sekarang.
 Masyarakat yang sebelumnya memiliki usaha di Kampung Tamansari kehilangan
sumber penghasilannya akibat adanya program KOTAKU. Masyarakat pun harus
mencari pekerjaan di tempat lain dengan memulai dari awal.
Meskipun sempat terhambat dikarenakan masyarakat banyak yang tidak setuju,
bahkan sampai menggugat PTUN, program KOTAKU tetap dijalankan meskipun tidak sesuai
dengan target awal selesainya program.
Saran saran warga RW 11 agar keberjalanan program KOTAKU dapat ditingkatkan
adalah sebagai berikut :
• Pemerintah diharapkan melakukan sosialisasi dengan benar dan jelas sehingga
masyarakat mengerti arah dan tujuan dari program yang dilakukan.
• Pemerintah diharapkan juga akan mengembalikan wilayah tersebut dengan rumah
deret yang bisa ditempati warga tanpa memberatkannya.
• Untuk warga, sebaiknya melihat masalahnya dulu sebelum melakukan penolakan
atau Penerimaan.
program KOTAKU juga dalam prosesnya memberikan dampak yang negatif terhadap
warga keharmonisan warga RW 11. Oleh karena itu Ketua RW berusaha berkomitmen dalam
memperjuangkan hak warga RW 11.
Disisi lain, Ketua RW juga mengalami berbagai tantangan salah satunya terdapat
banyak permasalahan terkait uang kerohiman. Ada yang sudah setuju saat diajukan 20% dari
NJOP dulu dan juga ada yang tidak . Ketua RW pun belum setuju karena uang kerohiman
belum sampai 75% NJOP .Selain itu , terdapat pertikaian yang terjadi antar warga serta
usaha penculikan yang dilakukan terhadap ketua RW oleh warga yang tidak setuju.
Perubahan komposisi penduduk pun terjadi akibat adanya pembangunan rumah deret.
Rumah deret yang akan dibangun itu terdapat 479 unit, sedangkan warga hanya berjumlah
197 dimana sisa unit akan dijual.Tahap satu pembangunan ini dilakukan untuk warga
meskipun unit sisanya dijual ke orang lain. Tahap kedua dilakukan pembangunan apartemen
yang lebih mewah dan untuk dijual juga. Komposisi penduduk pun akan bertambah yang
menyebabkan penduduk asli mungkin tidak bisa bertahan.
Kebudayaan material warga juga berubah akibat adanya program KOTAKU yaitu
kepemilikan warga atas rumah akan berubah. Setelah adanya rumah deret, warga hanya
berstatus sebagai penyewa rumah deret
Dalam keberjalanan program KOTAKU, Warga diberi uang selama pelaksanaan
relokasi untuk menyewa tempat tinggal sementara.Sedangkan hasil yang didapat dari
program ini belum sesuai yang diharapkan, keberjalanan proses program KOTAKU masih
terhambat karena berbagai alasan sehingga banyak rumah warga yang dalam proses
revitalisasinya memakan waktu yang lebih lama sehingga sampai sekarang belum selesai
dilaksanakan.
Pemerintah juga kurang melakukan pengawasan dan pengendalian karena banyak
aliran dana untuk program KOTAKU belum disajikan secara transparan dan proses
pengendalian terhadap keberjalanan Program KOTAKU tidak dilakukan secara berkala.
Instruksi dari Wali Kota Badung dan pelaksanaannya berbeda. Pelaksanaannya menimbulkan
banyak protes dari warga serta terdapat gugatan-gugatan dari warga terhadap pihak-pihak
yang tidak terkendali tersebut.
Strategi pencapaian tujuan program KOTAKU juga sampai sekarang masih tidak
jelas. Pada akhirnya, rumah deret ini bertujuan untuk komersial, tidak sesuai dengan tujuan
program KOTAKU. Serta perencanaan dan penyusunan program masih kurang baik.
Awalnya, lurah dan camat tidak tahu mengenai sosialisasi dan pembangunan ini. AMDAL
dan pengujian tidak ada juga. Selain itu, ada permasalahan kepemilikan tanah. Karena alasan
diatas, dibuat surat oleh DPKP3 untuk memberhentikan pembangunan dulu, tapi
ditolak dan pembangunan tetap dilanjutkan.
Pemakaian waktu dalam membangun rumah deret juga belum optimal. Masih terdapat
hambatan dalam proses pembangunan rumah deret dimana terdapat kemunduran dari waktu
yang ditetapkan pada awalnya. Kerjasama antar warga dan pemerintah juga tidak optimal.
Terdapat oknum dari masyarakat yang membuat masalah sehingga terjadi
ketidaktersampaian informasi dan pengambilan keputusan secara sepihak. Pihak pemerintah
pun tetap menjalankan program meskipun masyakat ada yang tidak setuju, bahkan cenderung
memaksakan program ini.
BAB V
ANALISIS MASALAH

Analisis Rumusan Masalah 1


Program KOTAKU dari segi Pembangunan Sosial adalah Program yang diadakan
oleh Pemerintah untuk mengatasi permukiman–permukiman kumuh yang ada di masyarakat
serta meningkatkan indeks kebahagian warga melalui pembukaan ruang terbuka dan
penyediaan wilayah pemukiman yang layak yang mengutamakan adanya kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan. Konsep ini sejalan dengan Teori
Pembangunan Ekonomi oleh Todaro tapi dalam pelaksanaann program KOTAKU masih
banyak kendala sehingga partisipasi masyarakat dalam mendukung keberjalanan program
KOTAKU belum menyeluruh.
Pelaksanaan tujuan dan kinerja program KOTAKU oleh pemerintah berdampak
buruk terhadap perubahan sosial warga wilayah kampung Taman Sari Hal ini dikarenakan
Tujuan program KOTAKU yang direncanakan pemerintah tidak disosialisasikan dengan baik.
Masyarakat merasa bahwa program yang dilaksanakan ini bertujuan untuk komersial, bukan
untuk menyejahterakan warga. Fokus sentral dari pembangunan ini bukanlah masyarakat.
Selain itu, masyarakat hampir tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk
menentukan tujuan, sumber-sumber pengawasan, dan pengarahan proses-proses pelaksanaan
pembangunan. Kinerja program KOTAKU oleh pemerintah hanya berdampak secara jangka
pendek saja, seperti masalah uang kerohiman, biaya sewa rumah deret, dan ketersediaan
tempat usaha.

Analisis Rumusan Masalah 2


Hal-hal tersebut tentunya akan menghasilkan adanya perubahan sosial yang negatif.
Hal ini tidak sejalan dengan teori yang diungkapkan Teori Perubahan Sosial dimana
pembangunan yang telah dicanangkan selama ini akan dapat berjalan sesuai harapan bersama
apabila mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Karena tanggapan dari masyarakat
negatif, pembangunan pun tidak berjalan sesuai harapan
Analisis Rumusan Masalah 2
Upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi yang sudah terjadi belum sesuai dengan
teori efektivitas organisasi dari Richard M. Steers karena belum adanya kekompakan dan
penerimaan tujuan secara menyeluruh dari semua pihak baik pemerintah daerah maupun
masyarakat, efisiensi dan produktifitas yang baik, serta adaptasi tidak optimal dan penilaian
dari pihak luar yang kurang baik. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensinya, perlu adanya peningkatan transparansi informasi dan kerja sama antara
pemerintah dan masyarakat. Selain itu, dalam memandang suatu pelaksanaan program
pembangunan harus dilakukan secara objektif dan dari sudut pandang yang sesuai sehingga
penerimaan atau penolakan dapat dilakukan dengan jelas tanpa menghambat proses
keberjalanan program KOTAKU.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Program KOTAKU dari segi Pembangunan Sosial adalah program yang diadakan
oleh Pemerintah untuk mengatasi permukiman–permukiman kumuh yang ada di
masyarakat serta meningkatkan indeks kebahagian warga melaui pembukaan ruang
terbuka dan penyediaan wilayah pemukiman yang layak yang mengutamakan adanya
kerjasama antara pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan.
2. Selama pelaksanaan program KOTAKU, sebagian besar masyarakat mengalami
relokasi tempat tinggal, dimana pemerintah memberikan dana untuk menyewa tempat
tinggal lain selama program KOTAKU berlangsung. Akibatnya banyak warga yang
kehilangan mata pencarian akibat relokasi tersebut sehingga pendapatkan mereka
berkurang. Namun setelah pelaksanaan program ini, rumah deret yang ditempati
masyarakat tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peluang usaha bagi
masyarakat pun tidak jelas. Hal ini menjelaskan bahwa pelaksanaan program
KOTAKU berdampak terhadap perubahan sosial
3. Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program KOTAKU di Kampung Tamansari
belum terlaksana dengan maksimal, dimana minimnya sosialisasi terhadap
masyarakat sekitar berakibat pada munculnya penolakan oleh sebagian masyarakat
dalam proses relokasi. Oleh karena itu diperlukan adanya peningkatan transparansi
informasi dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu, dalam
memandang suatu pelaksanaan program pembangunan harus dilakukan secara
objektif dan dari sudut pandang yang sesuai sehingga penerimaan atau penolakan
dapat dilakukan dengan jelas tanpa menghambat proses keberjalanan program
KOTAKU.
6.2 Saran
1. Pemerintah perlu melakukan perencanaan kajian sosial yang lebh baik.
2. Pemerintah diharapkan lebih terbuka terbuka dalam menerima aspirasi.
3. Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan
sekitar.
4. Masyarakat perlu lebih proaktif dalam keterlibatannya dalam pelaksanaan program
KOTAKU.
5. Pengawasan oleh kedua belah pihak terhadap keberjalanan program KOTAKU perlu
ditingkatkan.
6. Pemerintah perlu memperbaiki metode sosialisasi Program KOTAKU dan
memanfaatkan Media Informasi yang ada.
7. Perlu adanya transparansi baik antara pengurus program KOTAKU maupun
masyarakat.
8. Perlunya keberjalanan program secara objektif agar tidak ada masyarakat yang merasa
dirugikan.
9. Pemerintah perlu menemukan solusi baru dalam penenggulangan kota kumuh selain
relokasi.
10. Perlunya peran serta pihak ketiga seperti Badan Legislatif sebagai perpanjangan
tangan masyarakat dalam program ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gibson, James L., John M. Ivancevich, dan Jammes H. Donnelly, Jr.1996.Organisasi
: Perilaku, struktur, dan proses(terjemaahan).Jakarta: Penerbit Binarupa.
Katz, Daniel & Kahn, Robert L. 2006. The Social Psychology of Organizations. Dalam
Becker & Neuhauser The Efficient Organizations.New York: Elsevier.
Locke, Edwin A., Latham, Garry P. Evez, Miriam. 1998. The Determinant Of Goal
Commitment. Academy Of management review.
Midgley, James (1995), Kesejahteraan Sosial dalam Perspektif Pembangunan
diterjemahkan oleh Fathrulsyah, Jakarta: Bina Rena Pariwara.
Steers, M Richard. (1985). Efektivitas Organisasi Perusahaan. Jakarta: Erlangga.
Rogers, Everett M & Rekha Agrawala-Rogers. 1976. Communication In Organization.
New York: The Free Press.
Sedarmayanti. 2010. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja ,Bandung:CV
Mandar Maju.
Todaro, Michael P., 1998, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Edisi Keenam,
Jakarta: Erlangga.

Referensi :
• Pengayaan.com. “4 Tipe Tindakan Sosial Menurut Max Weber” Dikases pada tanggal
18 Februari 2018 pukul 10.27. http://pengayaan.com/4-tipe-tindakan-sosial-menurut-
max-weber/.
• TipsSerbaSerbi. “Teori Sosiologi Menurut Max Weber”. Diakses pada tanggal 18
Februari 2018 pukul 10.19. https://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2015/02/teori-
sosiologi-menurut-max-weber.html.
• Wikipedia. “Teori Pertukaran Sosial”. Diakses pada tanggal 18 Februari 2018 pukul
10.09. https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_pertukaran_sosial#cite_note-1.
• Perilakuorganisasi.com. “Teori Penetapan Tujuan”. Diakes pada tanggal 18 Februari
2010 pukul 22.45.http://perilakuorganisasi.com/teori-penetapan-tujuan.html

Anda mungkin juga menyukai