A. Pengertian Milkiyah
Milkiyah menurut bahasa berasal dari kata (ٌ)م ْل ْْك
ِ artinya: sesuatu yang
berada dalam kekuasaannya, sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau
barang yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan
dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
“ Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu
yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang
termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah
untukmu“(QS. Al Ahzab : 50).
Menjaga dan mempertahankan hak milik hukumnya wajib, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
“ Siapa yang gugur dalam mempertahankan hartanya ia syahid, siapa yang gugur
dalam mempertahankan darahnya ia syahid, siapa yang gugur dalam
mempertahankan agamanya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan
keluarganya ia syahid “(HR. Bukhari dan Muslim).
1. Sebab-sebab Kepemilikan
a. Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrazul Mubahat).
Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam
bebas, air hujan dan lain-lain.
b. Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil Uqud). Contohnya :
lewat jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau pemberian dan lain-
lain.
c. Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khalafiyah). Contohnya :
mendapat bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari wasiat ahli
waris.
d. Harta atau barang yang didapat dari perkembang biakan (Attawalludu minal
mamluk). Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang
dimiliki dan lain-lain.
2. Macam-macam Kepemilikan
Kepemilikan terhadap suatu harta ada tiga macam, yaitu :
a. Kepemilikan penuh (milk-taam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap
benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang
terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau
barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum
untuk menguasai harta itu.
B. Akad
1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut
istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang
menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu
perbuatan. Contohnya : akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.
Dasar hukum dilakukannya akad adalah :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS. Al Maidah : 1).
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau
akad itu
hukumnya wajib.
2. Rukun dan Syarat Akad
Adapun rukun akad adalah :
a. Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain.
b. Sighat (Ijab dan Qabul).
c. Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan).
Sementara itu syarat akad adalah sebagai berikut :
1. Syarat orang yang bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang
yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.
2. Syarat barang yang diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik
orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
3. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang
bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.
3. Macam-macam Akad
Ada beberapa macam akad, antara lain:
a. Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
b. Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada
kertas bersegel atau akad yang melalui akta notaris.
c. Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui
utusan atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi
mandate.
d. Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode tertentu.
e. Akad Ta’athi (saling memberikan), akad yang sudah berjalan secara umum.
Contoh: beli makan di warung, harga dan pembayaran dihitung pembeli tanpa
tawar menawar.
4. Hikmah Akad
Ada beberapa hikmah dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara
lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.