Anda di halaman 1dari 9

MENGUKUR KADAR KLOROFIL MIKROALGA (Dunalliela sp)

Lilih Solihat1 Rizal Maulana Hasby M.Si2 Lucky Aditya Pratama3


JURUSAN BIOLOGI, FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
Jl. A.H. Nasution No 324, Cipadung, Panyileukan, Kota Bandung, Jawa Barat 40614
Email : LilihSolihat348@gmail.com
ABSTRAK
Kultur mikroalga dalam skala laboratorium biasanya memerlukan kondisi lingkungan yang
terkendali. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga,
antara lain cahaya, suhu, pH air, dan salinitas. Tujuan dari praktikum adalah mengetahui
pengaruh media terhadap jumlah sel Dunalliela sp, mengetahui struktur tubuh (bentuk)
Dunnaliela sp, memiliki keterampilan menghitung jumlah sel mikroalga. Mengetahui
pengaruh media terhadap kandungan klorofil mikroalga, dan memiliki keterampilan
menghitung jumlah sel mikroalga. Mikroalga yang didiamkan selama 1 minggu kemudian
dikultur sebanyak 250 ml dikultur selama 2 minggu dan perharinya diberi perlakuan
pengocokan 2 x 1 hari jumlah sel/hari dihitung menggunakan hemacytometer di bawah
mikroskop. Selanjutnya dihitung kadar klorofil pada Dunaliella sp. Terdapat tiga jenis yaitu
Nannochlorophis Oculata 100%, Nannoklorophis Oculata 50%, dan Nannoklorophis Oculata
25%. Ada tiga percobaan yaitu klorofil A, klorofil B, dan klorofil total
Kata kunci : Dunalliela sp, Hemacytometer, Klorofil, Kultur dan Mikroalga.

PENDAHULUAN biomassa seperti karbohidrat, lemak, protein,


dan lain-lain. Kemudian energi tersebut
Mikroalga merupakan mikroorganisme
digunakan untuk biosintesis sel,
atau jasad renik dengan tingkat organisasi sel
pertumbuhan dan pertambahan sel, bergerak
termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah.
dan berpindah serta reproduksi (Kabinawa,
Mikroalga ini juga dikelompokkan dalam
2001).
filum Thallophyta karena tidak memiliki
akar, batang, dan daun sejati, namun Dunaliella merupakan salah satu
memiliki zat pigmen klorofil yang mampu mikroalga yang cukup banyak diteliti
melakukan fotosintesis (Chang et al, 2001). terutama sebagai sumber β -karoten
dan gliserol. Pemanfaatan Dunaliella
cukup beragam mulai dari sebagai
Mikroalga memiliki klorofil sehingga
makanan kesehatan seperti yang telah
mampu melakukan fotosintesis dengan
dipasarkan di negara-negara maju.
bantuan air, CO2 dan sinar matahari, serta
Dunaliella salina juga dapat
menggunakan bahan anorganik seperti
dimanfaatkan sebagai jasad pakan yang
NO3-, NH4-, dan PO4-, sehingga
menghasilkan energi kimiawi dalam bentuk
cukup baik (Isnansetyo dan Kurniastuty, Alat Dan Bahan
2000).
Alat yang digunakan untuk
Chang et al. (2001) telah melakukan menghitung jumlah sel mikroalga jenis
pemurnian sebagian komponen antibiotik Dunaliella sp. adalah kardus (tempat
Dunaliella primolecta yang memiliki penyimpanan selama proses kultur), pipet
aktivitas anti biotik terhadap bakteri tetes, hemacytometer, gelas ukur, labu
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Erlenmeyer, aquades, autoclave, batang
Bacillus cereus, dan Enterobacter pengaduk dan mikroskop. Sedangkan alat
aerogenes. Ekstrak Dunaliella tertiolecta yang digunakan untuk pengukuran kadar
menunjukkan hasil positif sebagai klorofil mikroalga adalah spektrofotometer,
antibakteri (Becker, 2003). centrifuge, gelas ukur, kuvet, pipet tetes,
tabung reaksi dan glass bead.
Kultur mikroalga dalam skala
laboratorium biasanya memerlukan kondisi Bahan yang digunakan untuk
lingkungan yang terkendali. Pertumbuhan menghitung jumlah sel mikroalga adalah
mikroalga sangat erat kaitannya dengan media F/2 yaitu garam 15 gram, aquades 500
ketersediaan hara makro dan mikro serta ml, larutan stok 1 dan 2 masing-masing 10
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. tetes, dan vitamin 5 tetes. Sedangkan bahan
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh yang digunakan untuk perhitungan kadar
terhadap pertumbuhan mikroalga, antara lain klorofil mikroalaga adalah kultur Dunaliella
cahaya, suhu, pH air, dan salinitas sp. dan etanol.
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 2004).
Cara Kerja
Tujuan dari praktikum adalah
1. Pembuatan Media
mengetahui pengaruh media terhadap jumlah
sel Dunalliela sp, mengetahui struktur tubuh Pertama yang harus dilakukan adalah
(bentuk) Dunnaliela sp, memiliki pembuatan media F/2. Disiapkan 500 ml
keterampilan menghitung jumlah sel aquades pada labu erlenmeyer, kemudian
mikroalga. Mengetahui pengaruh media dimasukan 15 gram garam dan di aduk
terhadap kandungan klorofil mikroalga, dan sampai homogen. Kemudian setelah garam
memiliki keterampilan menghitung jumlah homogen disaring dengan menggunakan
sel mikroalga. kertas saring sebanyak 2x sampai di dapat
larutan yang jernih. Selanjutnya di
BAHAN DAN METODE
tambahkan larutan stok sebanyak 10 tetes
kemudian ditutup dengan alumunium foil spektrofotometer, centrifuge, gelas ukur,
dan dimasukan kedalam plastik tahan panas, tabung reaksi dan glass bead. Sedangkan
lalu diikat dan dimasukan kedalam autoclave bahan yang digunakan yaitu masih dari
selama 15 menit. Setelah di autoclave kultur mikroalga yang sama yaitu
kemudian ditambahkan vitamin B1, vitamin Dunaliella sp. Adapun tahapan-tahapan yang
H, dan vitamin B12 sebanyak 5 tetes dan dilakukan yaitu, mikroalga yang telah
diamkan 1 minggu. ditumbuhkan sebelumnya masing-masing
(aerator dan kontrol) diambil sebanyak 10
2. Pengukuran Kadar Klorofil
ml ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian
Pada pengukuran kadar klorofil ini sampel tersebut disentrifugasi selama 15
digunakan beberapa alat yaitu menit dengan kecepatan 3000 rpm. Lalu

HASIL PENGAMATAN

perhitungan
 Klorofil a= (12.7x A663) – (27x A645)
 Klorofil b= (22.9x A663) – (4.7 xA645)
 Klorofil total (a+b) = (20.2x A663) + (8.0x A645)
Nannochlorophsis oculata 100%
Dik: A663=1,286
A645=0,568
Klorofil a=(12.7x 1,286) – (27x 0,568 )
=16,332-15,336
=0,996
Klorofil b=(22.9 x1,286) – (4.7x 0,568)
=29,449-2,669
=26,78
Klorofil total= (20.2x1,286) + (8.0x0,568)
=25,977+4,544
=30,521

Nannochlorophsis oculata 50%


Diket: A663=1,003
A645=0,459
Klorofil a=(12.7x1,003) – (27x 0,459 )
= 12,738-12,393
=0,345
Klorofil b=(22.9x1,003) – (4.7x0,459)
=22,968-2.157
=20,811
Klorofil total= (20.2x1,003) + (8.0x0,459)
=20,260+3,672
=23,932
Nannochlorophsis oculata 25%
Diket: A663=0,558
A645=0,291
Klorofil a=(12.7x0,558) – (27x 0,291 )
= 7,086-7,857
= -0,771
Klorofil b=(22.9x0,558) – (4.7x0,291)
=12,778-1,367
=11,411
Klorofil total= (20.2x0,558) + (8.0x0,291)
=11,271+2,328
=13,599
1.1 Tabel hasil pengamatan kadar klorofil
N Perlakuan Klorofil a Klorofil b Klorofil total
o
1. Nannochiorph 0,996 26,78 30,521
sisoculata
100%
2. Nannochiorph 0,345 20,811 23,932
sisoculata
50%
3. Nannochiorph -0,771 11,411 13,599
sisoculata
25%

1.2 Grafik

30

25

20
Absorbansi

15 klorofil A
klorofil B
10
total
5

0
100% 50% 25%
Kadar klorofil

Berdasarkaan hasil pengukuran hasil rata-rata dari masing-masing klorofil


diperoleh hasil untuk masing-masing untuk kedua perlakuan yaitu kontrol dan
perlakuan yaitu aerator 1, Nannochlorophis aerator. Diperoleh hasil akhir untuk aerator 1
Oculata 100% diperoleh 0,568 pada panjang yaitu klorofil A =0,996, klorofil B = 26,78,
gelombang cahaya A645 dan 1,286 pada dan klorofil total (A dan B) = 30,521.
panjang gelombang A663. Aerator 2 Aerator 2 yaitu klorofil A =0,345, klorofil B
Nannochlorophis Oculata 50% diperoleh = 20,811, dan klorofil total (A dan B) =
hasil 0,459 pada gelombang cahaya A645 23,932. Sedangkan untuk kontrol diperoleh
dan 1,003 pada gelombang cahaya A663. klorofil A = -0,771 klorofil B = 11,411 dan
Sedangkan untuk kontrol Nannochlorophis klorofil total = 13,599.
Oculata 25% diperoleh hasil 0,291 pada
Klasifikasi Dunaliella (Bougis 2004
gelombang cahaya A645 dan 0,558 pada
diacu dalam Isnansetyo dan Kurniastuty
gelombang cahaya A663. Dari ke-3 sampel
2000), sebagai berikut:
tersebut, masing-masing dihitung kadar
klorofilnya dengan menggunakan rumus Phylum : Chlorophyta
untuk klorofil A, klorofil B dan total (A dan
Kelas : Chlorophyceae
B). Hasil yang didapat dirata-ratakan sesuai
dengan jenis klorofilnya, sehingga diperoleh Ordo : Volvocales
Famili : Polyblepharidaceae 2001), yaitu fase lag, fase log, fase
penurunan laju pertumbuhan, fase
Genus : Dunaliella
stasioner, dan fase kematian. Berdasarkan
Genus Dunaliella banyak penelitian ini, pertumbuhan Dunaliella
dimanfaatkan sebagai makanan kesehatan sp. memiliki pola pertumbuhan yang
seperti halnya dengan Chlorella karena dimulai dari fase log, fase penurunan laju
kandungan proteinnya yang tinggi. pertumbuhan, fase stasioner, dan fase
menuju kematian. Kultur dilakukan pada
Reproduksi dilakukan secara vegetatif
suhu ruang tanpa intensitas cahaya 24
dan generatif. Reproduksi secara aseksual
jam. Berdasarkan pola pertumbuhan
terjadi dengan pembelahan secara
Dunaliella sp. tidak terdapat fase lag. Hal
memanjang. Saat proses pembelahan inti,
ini terjadi karena Dunaliella sp. yang
maka pirenoid akan melebar melintang dan
diinokulasi tersebut diambil dari kultur
menyebabkan dua flagella saling berjauhan.
yang berada pada fase log sehingga tidak
Pada pirenoid dan kloroplas akan terbentuk
mengalami fase lag. Hal ini seperti yang
suatu lekukan yang kemudian akan
dinyatakan oleh S Fogg (2001) bahwa
membelah dan menjadi individu-individu
lamanya fase lag tergantung dari umur
baru, masing-masing dengan satu flagella
inokulum, bahkan fase lag tidak terjadi
dan satu sel anak yang belum mempunyai
bila inokulum telah mencapai fase log.
stigma. Stigma yang terbentuk ini
Selain itu, sel Dunaliella sp. ditempatkan
merupakan hasil proses metamorfosis dari
dalam medium dan lingkungan yang sama
kromatofora (Tjahjo et al. 2002).
seperti medium dan lingkungan
Reproduksi seksual terjadi dengan cara
sebelumnya sehingga tidak diperlukan
melakukan isogami melalui konjugasi.
waktu untuk adaptasi. Pada fase lag
Zigot berwarna merah atau hijau dikelilingi
terjadi pemulihan konsentrasi enzim dan
oleh dinding sporollenin yang halus dan
komponen sel mikroalga menjelang
sangat tipis. Nukleus zigot akan membelah
pertumbuhan eksponensial.
secara meiosis. Pembelahan ini terjadi
setelah tahap istrahat dan terbentuk lebih dari Ciri metabolisme selama fase log
32 sel yang dibebaskan melalui retakan atau adalah aktivitas fotosintesis yang tinggi
celah pada dinding sel induk (Isnansetyo dan untuk pembentukan protein dan
Kurniastuty 2000). komponen penyusun plasma sel yang
dibutuhkan dalam pertumbuhan (Fogg,
Pertumbuhan mikroalga dibagi
2001). Keadaan ini ditandai dengan warna
dalam lima fase pertumbuhan (Fogg,
kultur yang semakin hijau dibandingkan kembali. Dunaliella mengandung klorofil
pada awal kultur. a dan b, karotenoid dan xanthofil
termasuk β-karoten, α-karoten,
Sel memiliki cadangan energi
cis-γ-karoten, lutein, lutein 5,6-epoxid,
sehingga masih dapat menggunakan
antheraxanthin, violaxanthin, zeaxanthin,
komponen tersebut untuk melakukan
dan neoxanthin. Namun yang lebih
pertumbuhan dan mempertahankannya
menonjol adalah lutein dan β-karoten
walaupun kecepatannya sangat rendah
(Borowitzka dan Borowitzka, 2006).
(Schlegel, 2005). Mikroalga mampu
memanfaatkan substrat organik seperti KESIMPULAN
gula dan asam-asam organik sebagai
Pada penelitian ini, pola pertumbuhan
sumber karbon untuk mempertahankan
Dunaliella sp. Berdasarkaan hasil
pertumbuhannya. Selama energi yang
pengukuran diperoleh hasil untuk
dibutuhkan untuk mempertahankan sel
masing-masing perlakuan yaitu aerator 1,
masih dapat diperoleh maka sel mikroalga
Nannochlorophis Oculata 100% diperoleh
mampu mempertahankan hidupnya untuk
0,568 pada panjang gelombang cahaya A645
masa yang panjang. Mikroalga dapat
dan 1,286 pada panjang gelombang A663.
menghasilkan substansi toksik yang
Aerator 2 Nannochlorophis Oculata 50%
disebut autoinhibitor yang
diperoleh hasil 0,459 pada gelombang
diakumulasikan dalam medium
cahaya A645 dan 1,003 pada gelombang
pertumbuhan sehingga berakibat
cahaya A663. Sedangkan untuk kontrol
pertumbuhannya stasioner.
Nannochlorophis Oculata 25% diperoleh
Selama pertumbuhan, juga terjadi hasil 0,291 pada gelombang cahaya A645
perubahan warna kultur. Perubahan warna dan 0,558 pada gelombang cahaya A663.
ini terjadi mulai dari awal sampai akhir Dari ke-3 sampel tersebut, masing-masing
kultivasi, yaitu mulai dari warna hijau dihitung kadar klorofilnya dengan
bening, hijau tua, sampai warna hijau menggunakan rumus untuk klorofil A,
bening kembali dengan terbentuknya klorofil B dan total (A dan B). Hasil yang
endapan hijau yang terdapat di dasar didapat dirata-ratakan sesuai dengan jenis
tempat kultur. Perubahan warna tersebut klorofilnya, sehingga diperoleh hasil
menandakan terjadinya peningkatan rata-rata dari masing-masing klorofil untuk
kepadatan sel mulai dari kepadatan kedua perlakuan yaitu kontrol dan aerator.
rendah, kemudian menjadi tinggi dan Diperoleh hasil akhir untuk aerator 1 yaitu
selanjutnya mengalami penurunan klorofil A =0,996, klorofil B = 26,78, dan
klorofil total (A dan B) = 30,521. Aerator 2 Pembenihan Organisme Laut.
yaitu klorofil A =0,345, klorofil B = 20,811, Yogyakarta: Kanisius.
dan klorofil total (A dan B) = 23,932.
Kabinawa INK. 2001. Kultur Mikroalga:
Sedangkan untuk kontrol diperoleh klorofil
Aspek dan Prospek. Prosiding Seminar
A = -0,771 klorofil B = 11,411 dan klorofil
Nasional Bioteknologi Mikroalga.
total = 13,599.
Bogor: Puslitbang-Biotek. LIPI.
DAFTAR PUSTAKA
Schlegel, Schmidt. 2005. Mikrobiologi
Becker EW. 2003. Microalgae Umum. Tedja Baskara, penerjemah.
Biotechnology and Microbiology. Yogyakarta: Gajahmada University
USA: Cambridge University Press. Press.

Borowitzka MA, Borowitzka LJ. 2006. Sidabutar EA. 2004. Pengaruh jenis
Micro-algal Biotechnology. Great medium pertumbuhan mikroalga
Britain: Cambridge University Press. Chlorella sp. terhadap aktivitas
senyawa pemacu pertumbuhan yang
Chang T, Ohta S, Ikegami N, Miyata H,
dihasilkan [skripsi]. Bogor:
Kashimoto T, Kondo M. 2001.
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Antibiotic substances produced by a
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
marine green alga, Dunaliella
Pertanian Bogor.
primolecta. Bioresource Technology.
44: 149-153. Tjahjo W, Erawati L, Hanung S. 2002.
Budidaya Fitoplankton dan
Fogg GE. 2001. Algal Culture and
Zooplankton. Direktorat Jendral
Phytoplankton Ecology. London: The
Perikanan Budidaya Departemen
University of Wisconsin Press.
Kelautan dan Perikanan: Proyek
Isnansetyo A, Kurniastuty. 2000. Teknik Pngembangan Perekayasaan Ekologi
Kultur Phytoplankton dan Balai Budidaya Laut Lampung.
Zooplankton. Pakan Alami untuk
Pembenihan Organisme Laut.
Yogyakarta: Kanisius

Isnansetyo A, Kurniastuty. 2004. Teknik


Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami untuk

Anda mungkin juga menyukai