Anda di halaman 1dari 5

POLA ASUH ANAK SEBAGAI SARANA PEMBENTUKAN KARAKTER

(KKN UNIKAL 2018)

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri
sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim, lingkungan
keluarga sangat besar pengaruhnya sebagai stimlans dalam perkembangan anak. Bentuk pertama dari
pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah
anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari
orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari tetapi dalam mendidik anak
bisanya terhalang oleh masalah perekonomian keluarga sehingga dapat mempengaruhi pola asuh orang tua
terhadap pembentukan karakter anak. Pembentukan karakter anak akan tertanggu apabila keluarganya
mengalami masalah ekonomi yang cukup berat dan disini diperlukan pola asuh orang tua yang benar supaya
anak bisa membentuk karakternya dengan baik.

Kata Kunci : Pola asuh anak, pendidikan karakter, perekonomian keluarga

PENDAHULUAN

Anak adalah harapan orang tua harapan masa depan keluarga bahkan bangsa, oleh
sebab itu perlu dipersiapkan agar kelak menjadi manusia yang berkualitas, sehat, bermoral
dan berguna bagi dirinya, keluarga, agama dan bangsanya. Anak seharusnya perlu
dipersiapkan sejak dini agar mereka mendapatkan pola asuh yang benar saat mengalami
proses pertumbuhan dan perkembangan. Pola asuh yang baik menjadikan anak
berkepribadian kuat, tak mudah putus asa, dan bertanggung jawab menghadapi hidup yang
penuh dengan warna warni atau romantika hidup. Orang Tua selalu menginginkan kehidupan
anaknya menjadi anak yang sempurna tanpa mau memahami bahwa sebagai orang tua harus
merubah diri sendiri terlebih dahulu sebelum anak itu lahir tetapi apabila cara orang tua
mendidik anaknya di rumah dengan baik, maka di sekolah atau di lingkungan masyarakat
anak itupun akan berperilaku baik pula. Tapi sebaliknya apabila cara orang tua mendidik
anaknya dirumah dengan kurang baik seperti lebih banyak santai, bermain, dimanjakan, maka
di sekolah atau di lingkungan masyarakat yang kondisinya berbeda dengan lingkungan di
keluarganya maka anak tersebut akan menjadi pemberontak, nakal, kurang sopan dan malas.
Orang tua harus bisa mengukur kemampuan diri, waspada, dan berhati-hati dalam
menentukan pola asuh anak. Pada akhirnya, pola asuh sangat menentukan pertumbuhan anak,
baik menyangkut potensi psikomotorik, sosial, maupun afektif yang sesuai dengan
perkembangan anak. Dalam mengasuh anak, lingkungan harus mempermudah pertumbuhan,
perkembangan bayi dan balita untuk dapat bermain, serta belajar bersama-sama.
Rekomendasi ini harus selalu tergiang-giang pada orang tua. Oleh karena itu, ketika orang tua
memutuskan anak untuk dititipkan pada lembaga pengasuhan dan penitipan anak, maka
lembaga tersebut hendaknya mampu menentukan pola asuh anak yang nyaman dan aman.

PEMBAHASAN

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini
dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan kepada
anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara
orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak. Dengan demikian
yang disebut dengan pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap
anak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan cara mendidik secara langsung artinya bentuk-bentuk asuhan orang tua
yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang
dilakukan dengan sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman, penciptaan situasi
maupun pemberian hadiah sebagai alat pendidikan. Dalam situasi seperti ini yang diharapkan
muncul dari anak adalah efek-instruksional yakni respon-respon anak terhadap aktivitas
pendidikan itu.
Pendidikan secara tidak langsung adalah berupa contoh kehidupan sehari-hari baik
tutur kata sampai kepada adat kebiasaan dan pola hidup, hubungan antara orang tua dengan
keluarga, masyarakat, hubungan suami istri. Semua ini secara tidak sengaja telah membentuk
situasi di mana anak selalu bercermin terhadap kehidupan sehari-hari dari orang tuanya.
Untuk mewujudkan kepribadian anak, menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif
terhadap agama, sehingga perkembangan keagamaannya baik, kepribadian kuat dan mandiri,
berperilaku ihsan, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara
optimal, maka ada berbagai cara dalam pola asuh yang dilakukan oleh orang tua menurut
Hurluck sebagaimana dikutip Chabib Thoha, yaitu : (1) pola asuh otoriter adalah pola asuh
yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan aturan-aturan ketat, seringkali
memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas
nama diri sendiri dibatasi. (2) Pola Asuh Demokratis merupakan proses dan mekanisme
sosial yang dinilai akan lebih mendatangkan kebaikan bersama bagi orang banyak. (3) Pola
Asuh Laisses Fire adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak
dianggap orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya apa saja yang
dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan
bimbingan pada anaknya. Semua apa yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu
mendapat teguran. Arahan atau bimbingan. Hal itu ternyata dapat diterapkan kepada orang
dewasa yang sudah matang pemikirannya sehingga cara mendidik seperti itu tidak sesuai
dengan jika diberikan kepada anak-anak. Apalagi bila diterapkan untuk pendidikan agama
banyak hal yang harus disampaikan secara bijaksana. Oleh karena itu dalam keluarga orang
tua dalam hal ini pengasuh harus merealisasikan peranan atau tanggung jawab dalam
mendidik sekaligus mengasuh anak didik/anak asuhnya.

PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the
deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan
karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik,
warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga
masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara
umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di indonesia
adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa
indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter


merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat.

PEREKONOMIAN KELUARGA

Pengasuhan anak dilakukan oleh orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu.
Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap
bentuk-bentuk perilaku social pada anak. Pola asuh yang diberikan orang tua pada anak
berbeda-beda hal ini sangat dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor internal dan eksternal.
Yang termasuk factor internal, misalnya latar belakang keluarga orang tuanya, usia orang tua
dan anak, pendidikan dan wawasan orang tua, jenis kelamin orng tua dana anak, karakter
anak dan konsep peranan orang tua dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk factor
eksternal, misalnya adalah tradisi yang berlaku dalam lingkungannya, sosial ekonomi dalam
lingkungannya, dan semua hal yang berasal dari luar lingkungan keluarga yang dapat
mempengaruhi pola asuh keuarganya.

Permasalahan ekonomi di Indonesia memang sangat memprihatinkan, begitu pula


dengan permasalahan ekonomi dalam keluarga yang merupakan masalah yang paling sering
dihadapi. Tanpa disadari permasalahan ekonomi dalam keluarga sangat mempengaruhi atau
akan berdampak pada pola asuh orang tua yang diberikan pada anak. Orang tua terkadang
melampiaskan kekesalan yang dihadapi pada anaknya, padahal untuk anak yang usia
prasekolah atau masih usia balita masih belum mengerti tentang masalah perekonomian
dalam keluarga yang hanya akan memperburuk keadaan psikologi anak dan anak hanya
menjadi korban dari orang taunya.

Pola asuh orang tua yang perekonomiannya menengah ke atas dengan orang tua yang
tingkat perekonomiannya menengah ke bawahakan akan berbeda dalam perwujudannya,
orang tua yang tingkat ekonominya menengah ke atas dalam pengasuhannya biasanya orang
tua akan memanjakan anaknya apapun yang diingkan olehnya akan dipenuhi oleh orang
tuanya. Dengan tingkat perekonomian menengah ke atas segala kebutuhan dan keinginan
anaknya selalu terpenuhi dan orang tua selalu memberikan fasilitas yang berlebih pada
anaknya yang terkadang tidak melihat dari dasar perkembangan anaknya. Pola asuh ynag
diberikan oleh orang tua terhadap anaknya hanya sebatas dengan materi yang dimiliki orang
tua, perhatian dan kasih sayang dari orang tua terkadang terlupakan akibat orang tua hanya
sibuk dengan urusan materinya dan dalam perwujudan pola asuhnya hanya diwujudkan
dalam materi atau pemenuhan kebutuhan anaknya.
Anak yang terbiasa dari kecil dididik oleh orang tuanya dengan pola asuh yang
demikian, akan berdampak buruk pada pembentukan kepribadian anak. Kepribadian anak
akan menjadi manja, serba menilai sesuatu dengan materi, dan tidak menutup kemungkinan
anak akan menjadi sombong dengan kekayaan yang dimiliki oleh orang tuanya serta kurang
menghormati dan menghargai orang yang ekonominya lebih rendah darinya.

Sedangkan pola asuh orang tua yang tingkat ekonominya menengah kebawah, dalam
pengasuhannya memang sangat terbatas dengan tingkat ekonomi yang kurang. Biasaya dalam
pola pengasuhannya tidak memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materi tetapi lebih
menekankan pada kasih sayang dan perhatian serta bimbingan untuk membentuk kepribadian
yang baik bagi anaknya.

Pemenuhan kebutuhan pun hanya bersifat yang sangat penting bagi anaknya yang
akan dipenuhinya, oleh karena itu anak yang hidup dalam perekonomian menengah ke bawah
akan terbiasa hidup dengan segala kekurangan yang dialami dalam keluarganya sehingga
akan terbentuk kepribadian yang mandiri, tidak manja, mampu menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya, dan akan lebih menghormati dan menghargai orang lain.

Tetapi dalam kenyataannya terdapat juga anak yang tingkat ekonomi keluarganya
menengah ke atas berprilaku baik dan menghargai serta menghormati orang lain juga suka
membantu teman-temannya yang tingkat ekonomi orang tuanya menengah ke bawah. Dan
terdapat pula anak yang tingkat ekonominya menengah ke bawah terkadang minder atau malu
dengan keadaan ekonomi orang tuanya, sehingga menyebabkan kepribadian anak yang
kurang menghormati orang tuanya dan suka berprilaku kurang sopan pada orang tuanya.

Oleh karena itu peran orang tua dalam penerapan pola asuh pada anaknya sangat
penting dan harus menyeimbangkan dengan pendidikan agama pada anak sedari dini
mungkin supaya membentuk kepribadian anak yang yang baik dan membanggakan orang
tuanya serta selalu mensyukuri segala yang telah diberikan oleh sang pencipta.

PENUTUP

Pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke atas dan
menengah ke bawah memiliki pengaruh yang berbeda pada perkembangan karakter dan
kepribadian anak. Anak yang berada pada keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke
atas biasanya memiliki sifat yang kurang baik, kurang menghormati dan menghargai orang
lain, memandang orang lain dari sisi materinya saja, dan bersikap sombong. Perilaku tersebut
lahir karena pola asuh orang tua yang salah biasanya terlalu memanjakan anaknya, memenuhi
segala kebutuhan yang selalu diingkan oleh anaknya, kurangnya berinteraksi antara orang tua
dan anak mungkin karena keadaan orang tua yang selalu sibuk dengan urusan pekerjaannya.

Sedangkan pada anak yang berada pada lingkungan keluarga dengan tingkat ekonomi
menengah ke bawah biasanya memili sifat yang mampu berdiri sendiri, membentuk
kepribadian yang kuat dan tangguh, lebih menghormati dan menghargai orang lain,selalu
bersyukur atas apa yang dimilikinya dan bersikap baik. Perilaku yang seperti lahir atas pola
asuh orang tua yang benar, pola asuh pada kasus ini biasanya menggunakan model pola asuh
demokratis dimana komunikasi dan interaksi antara anak dan orang tua berjalan baik,
perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang selalu hangat di berikan setiap saat, dan
pendidikan formal serta pendidikan agama yang baik yang diajarkan sedari dini.

Anda mungkin juga menyukai