Anda di halaman 1dari 9

Asal Mula Danau Toba

Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri
sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak
mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud
mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan tempat
ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani tersebut
langsung melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani tersebut
berdoa,“Ya Alloh, semoga aku dapat ikan banyak hari ini”. Beberapa saat setelah berdoa, kail
yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani
tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat besar dan cantik sekali.

Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat terkejut.
Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong aku jangan dimakan Pak!!
Biarkan aku hidup”, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung
dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu
bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang
sangat cantik.

“Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu”, kata si ikan. “Siapakah kamu ini?
Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. “Aku adalah seorang putri yang dikutuk,
karena melanggar aturan kerajaan”, jawab wanita itu. “Terimakasih engkau sudah
membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan istri”,
kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada
satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul
Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.

Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya kebahagiaan Petani dan istrinya bertambah,
karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak
yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran semua orang. Anak
tersebut selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan
dilahapnya tanpa sisa.

Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan
makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak
dipenuhinya. Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah itu
dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus
dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke rumah. Di tengah
perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di gubug. Petani tersebut langsung
membangunkannya. “Hey, bangun!, teriak petani itu.
Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. “Mana makanan
buat ayah?”, Tanya petani. “Sudah habis kumakan”, jawab si anak. Dengan nada tinggi petani
itu langsung memarahi anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!,”
umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan dari istrinya.

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang
lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang
sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan
akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba.
Asal Mula Salatiga

Dulu, kabupaten Semarang termasuk wilayah kesultanan Demak. Daerah ini diperintah oleh
seorang Bupati bernama Ki Ageng Pandanaran. Beliau seorang Bupati yang ditaati rakyat.
Selain berwibawa, beliau juga kaya raya.

Akan tetapi, lama kelamaan beliau makin memperkaya diri sendiri. Beliau tidak lagi
mempedulikan rakyatnya. Sunan Kalijaga penasehat Sultan Demak, bermaksud
mengingatkan sang Bupati. Dengan berpakaian compang-camping, beliau menyamar sebagai
pedagang rumput. Beliau menawarkan rumput kepada Ki Ageng. Ki Ageng mau membeli
rumput itu dengan harga murah. Sunan Kalijaga tidak mau memberikannya.

Akhirnya, Ki Ageng marah dan mengusir Sunan Kalijaga. Sebelum pergi, Sunan Kalijaga
berkata bahwa dia dapat menunjukkan cara memperoleh kekayaan dengan mudah. Sunan
Kalijaga kemudian meminjam cangkul. Sunan Kalijaga lalu mencangkul tanah di depan
kabupaten. Ki Ageng kaget ketika melihat bongkahan emas sebesar kepala kerbau di balik
tanah yang di cangkul Sunan Kalijaga. Ki Ageng lalu memerhatikan pedagang rumput itu
dengan seksama. Setelah tahu siapa sebenarnya, ia pun terkejut. Kemudian, ia minta maaf. Ia
pun bersedia dihukum karena kesalahannya. Sunan Kalijaga memaafkan Ki Ageng. Sunan
Kalijaga berpesan agar Ki Ageng kembali memerintah dengan cara yang benar.

Sejak kejadian itu, hidup Ki Ageng menjadi gelisah. Beliau lalu memutuskan untuk menebus
kesalahannya. Beliau meninggalkan jabatan Bupati. Beliau ingin mengikuti jejak Sunan
Kalijaga menjadi penyiar agama. Beliau pun berniat pergi ke gunung Jabaikat. Beliau akan
mendirikan pesantren disana. Nyai Ageng ingin ikut bersama Ki Ageng. Ki Ageng
memperbolehkan Nyai Ageng ikut, tetapi dengan syarat, Nyai Ageng tidak boleh membawa
harta benda.

Pada waktu yang ditentukan, Nyai Ageng belum siap. Beliau masih sibuk. Nyai Ageng
ternyata mengatur perhiasan yang akan dibawanya dalam tongkat bambu. Ki Ageng lalu
berangkat duluan. Setelah siap, Nyai Ageng lalu menyusul. Ditengah jalan, Nyai Ageng
dihadang tiga perampok yang meminta hartanya. Akhirnya semua perhiasan yang dibawa
diberikannya kepada perampok.

Nyai Ageng menyusul Ki Ageng. Setelah bertemu, Nyai Ageng menceritakan peristiwa yang
dialaminya. Ki Ageng berkata bahwa kelak, tempat Nyai Ageng dirampok akan dinamakan
“Salatiga”, berasal dari kata salah dan tiga, yaitu tiga orang yang bersalah.
Cindelaras

Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh
seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja
Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga
suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut
dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.

Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana
tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja.
Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah
menaruh racun dalam minuman tuan putri. “Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda
sendiri,” kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia
segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.

Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan
belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang
patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. “Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan
melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh,” kata patih. Untuk
mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya.
Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki.
Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas
dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari,
ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras
kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu
menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya
dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan
kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan
ayam lainnya. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra…”, kokok ayam itu

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada
ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan.
Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan
kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani
oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung
ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. “Ayo, kalau berani, adulah
ayam jantanmu dengan ayamku,” tantangnya. “Baiklah,” jawab Cindelaras. Ketika diadu,
ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat
mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana.
Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh
hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. “Hamba menghadap paduka,” kata
Cindelaras dengan santun. “Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan
rakyat jelata,” pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu
syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika
ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam
Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-
elukan Cindelaras dan ayamnya. “Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku.
Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?” Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera
membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya
segera berbunyi. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra…,” ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra
terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. “Benarkah itu?” Tanya baginda keheranan.
“Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda.”

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang
sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. “Aku telah melakukan kesalahan,” kata Baginda
Raden Putra. “Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku,” lanjut Baginda
dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera
memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan
hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan
Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras
menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
Keong Mas

Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia termasuk
orang yang disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun Galoran sangatlah
malas dan boros. Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-hamburkan harta orangtuanya,
bahkan pada waktu orang tuanya meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu
lama kelamaan habislah harta orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat Galoran
sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan dan berjalan-jalan.
Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang menawarkan pekerjaan
kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau melakukan pekerjaan tersebut.
Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang janda berkecukupan untuk dijadikan teman
hidupnya. Hal ini membuat Galoran sangat senang ; “Pucuk dicinta ulam pun tiba”, demikian
pikir Galoran.

Janda tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun,
namanya Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun
tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali Jambean
menegurnya karena selalu bermalas-malasan.
Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak
tirinya sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : ” Hai, Nyai, sungguh beraninya
Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?” “Sabar, Kak. Jambean
tidak bermaksud buruk terhadap kakak” bujuk istrinya itu. “Tahu aku mengapa ia berbuat
kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan rumah ini !” seru nya lagi sambil melototkan
matanya. “Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak mau
bekerja” demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. “Ah .. omong kosong. Pendeknya
sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !” demikian Galoran mengancam.

Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya :
” Sampai hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari nak” serunya
lirih. “Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku” jawab Jambean. “Nah selesai sudah” serunya
lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. “Mengapa emak
bersedih saja” tanyanya dengan iba. Maka diceritakanlah rencana bapak Jambean yang
merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : ” Sudahlah
mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar akhirnya akan
bahagia mak”. “Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah dibunuh ayah janganlah
mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan” jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang
ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai
permintaan Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh
dan kepala Jambean berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam
bahasa Jawanya.
Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega
dan Mbok Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata
pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi
ke dekat bendungan untuk mencari daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan
siput yang berwarna kuning keemasan. “Alangkah indahnya udang dan siput ini” seru Mbok
Rondo Sambega “Lihatlah betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa
memeliharanya” serunya lagi. “Yah sangat indah, kita bawa saja udang dan keong ini pulang”
sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang dan siput tersebut untuk dibawa
pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di dalam tempayan tanah liat di
dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput emas tersebut kehidupan merekapun
berubah. Terutama setiap sehabis pulang bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah
menjadi sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga
merasa keheranan dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana
untuk mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.

Suatu hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka berpura-
pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali menyelinap ke
dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu segera mengintip dan
melihat seorang gadis cantik keluar dari tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong
Emas peliharaan mereka. “tentu dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu” bisik Mbok
Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. “Ayo kita tangkap sebelum menjelma
kembali menjadi udang dan Keong Emas” bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan perlahan-
lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik memasak itu. “Ayo
ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu” desak Mbok Rondo Sambega “Bidadarikah
kamu ?” sahutnya lagi. “bukan Mak, saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang
oleh orang tua saya, maka saya menjelma menjadi udang dan keong” sahut Jambean lirih.
“terharu mendengar cerita Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas
sebagai anak angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut
dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah tenunan terebut
keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi bertambah kaya dari hari
kehari.

Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik dengan
tenunan buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk
meninjau sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan
menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan
sangat tertarik oleh kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua
bersaudara tersebut untuk membawa Jambean atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan
meminang si Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda
bersaudara tersebut.
Lutung Kasarung

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja
yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya
Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri
bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu
Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat
menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai
penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya.
Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya.
Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai
Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam.
Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti
dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di


hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari.
Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang
Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik
kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi
kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu
menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-
buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang
sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa
Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung
merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat
yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di
telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak
lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih
seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia
bercermin ditelaga tersebut.
Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama
tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan
adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti
semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut.
“Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya
Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut
Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata
Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan.
Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-
lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi
monyet itu tunanganmu ?”.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban.
Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari
Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang
akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada
adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka.
Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang
ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

Anda mungkin juga menyukai